Nabi Yusuf as (9)



Yüklə 24,86 Kb.
tarix09.03.2018
ölçüsü24,86 Kb.
#45236

Nabi Yusuf AS (9)

Oleh Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A.

Yusuf jadi Bendahara Negara

Raja tidak hanya terkesan dengan takwil mimpi yang diberikan Yusuf, juga tertarik dengan kejujuran, kemuliaan dan kesucian dirinya. Raja melihat sendiri, Yusuf tidak serta merta mau keluar dari penjara sebelum dibuktikan bahwa dirinya sama sekali tidak bersalah dalam kasus Zulaikha. Hal ini menunjukkan bahwa Yusuf adalah seorang pribadi yang punya integritas yang dapat diandalkan. Raja memberinya kepercayaan untuk menempati salah satu jabatan penting dalam pemerintahan. Allah SWT berfirman menceritakan tawaran Raja tersebut:


وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ


Dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami". (Q.S. Yusuf 12:54)

Yusuf bersedia menerima tawaran Raja asal ditempatkan dalam jabatan yang cocok dengan minat dan keahliannya. Beliau merasa cocok jika diangkat jadi Bendahara Negara. Allah SWT berfirman:


قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ


Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendahara negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." (Q.S. Yusuf 12:55)

Yusuf memberikan dua alasan kenapa dia meminta jabatan itu. Pertama karena dia adalah orang yang pandai menjaga. Dengan kejujuran yang dimilikinya, insya Allah semua perbendaharaan negara yang dipercayakan kepadanya tidak akan hilang sedikitpun. Semua akan dijaga dan digunakan dengan efektif. Kedua, karena dia memiliki ilmu pengetahuan bagaimana menjaga dan mengelola perbendaharaan negara itu. Dua sifat ini sangat pokok dimiliki oleh setiap pejabat negara atau pejabat publik. Jujur dan profesional. Jika salah satu dari dua sifat ini hilang, berakibat kepada kegagalan dan kerugian. Pejabat jujur tetapi tidak profesional, sama buruknya dengan pejabat yang profesional tetapi tidak jujur.

Dengan menyebutkan dua sifat yang dimilikinya itu, apakah tidak berarti Yusuf sedang memuji dirinya sendiri? Secara lahir memang, tetapi konteksnya bukan dalam rangka memuji diri sendiri untuk berbangga, tetapi untuk memberitahukan kepada Raja kenapa dia pantas diangkat menjadi Bendahara Negara. Menurut Ibn Katsir (II:594), seseorang boleh saja menyebutkan kelebihan dirinya kepada orang lain yang tidak mengetahuinya untuk suatu keperluan. Sekarang pun dalam wawancara mencari pekerjaan, seorang pelamar biasa menyebutkan komptetensi dan keahlian yang dia miliki sebagai bahan pertimbangan. Baik buruknya menyebutkan kelebihan diri tergantung kepada konteksnya. Lawan bicara akan dapat membedakan mana yang dalam konteks kemaslahatan dan mana yang hanya sekadar berbangga-bangga. Nabi Yusuf tidaklah dalam posisi membanggakan diri, tetapi untuk meyakinkan Raja bahwa dia dapat dipercaya mengemban tugas tersebut.

Tentu saja Raja menyetujui permintaan Yusuf, karena sedari awal dia sudah menyatakan menempatkan Yusuf pada kedudukan yang tinggi. Dalam istilah Hamka, Yusuf diangkat oleh raja menjadi Raja Muda atau dalam istilah lain menjadi Perdana Menteri. Secara resmi yang berkuasa dan duduk di singgasana kerajaan adalah Raja, tapi yang melaksanakan semua urusan kekuasaan adalah Raja Muda. Yusuf betul-betul mendapatkan kepercayaan penuh dari Raja. Dengan posisi seperti itu tentu saja Raja sama sekali tidak berkeberatan memenuhi keinginan Yusuf untuk diangkat menjadi Bendahara Negara.

Menurut Muhammad ibn Ishak, sebagaimana dikutip Hamka (XIII:11), setelah Yusuf menyatakan keinginannya menjadi Bendahara Negara, maka Raja segera memberhentikan Bendahara yang lama yang tidak lain adalah mantan majikan beliau sendiri dan mengangkat Yusuf menggantikannya. Tidak berapa lama kemudian Bendahara lama itu meninggal dunia, lalu Raja Mesir itu menikahkan Yusuf dengan jandanya yang tidak lain adalah Zulaikha, perempuan yang dahulu telah menggodanya itu. Dan setelah bergaul barulah ketahuan bahwasanya suami Zulaikha dulu punya kelemahan tidak daat menyebutuhi isterinya. Dari perkawinan dengan Zulaikha itu Yusuf memperoleh dua orang putera, yaitu Afraisim ibn Yusuf dan Misya ibn Yusuf.

Bagian pernikahan Yusuf dengan Zulaikha ini tidak disebutkan di dalam Al-Qur’an, sehingga terjadi kontroversi. Sebagian menolak cerita Yusuf menikahi Zulaikha, karena bagaimana mungkin seorang Nabi yang suci, menikahi perempuan yang sudah tercemar namanya. Sementara yang mendukung, berargumen bahwa Zulaikha bukanlah perempuan yang telah berbuat hina. Rayuannya terhadap Yusuf semata karena letupan cinta yang bergemuruh di dadanya. Tetapi kemudian dia bertobat setulus-tulusnya. Apalagi yang menghalangi Yusuf untuk menikahinya. Wallahu ‘alam bi ‘sh-shawab.

Semenjak diangkat menjadi Bendahara Negara, Yusuf mempunyai keleluasaan menjalankan tugasnya. Kesabaran Yusuf dibuang ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya, keteguhan hatinya menjaga kesucian dan kehormatan diri menghadapi godaan Zulaikha, dan kesabarannya dikurung dalam penjara padahal dia tidak bersalah apapun dibalasi oleh Allah SWT dengan memberikan kepadanya kedudukan yang tinggi dalam Kerajaan Mesir. Allah tidak pernah menyia-nyiakan pahala orang yang berbuah baik. Tetapi lebih daripada segala kedudukan yang tinggi di dunia itu, Allah menyiapkan bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa balasan yang lebih baik di Akhirat nanti. Allah SWT berfirman:

وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَنْ نَشَاءُ وَلَا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ(56)وَلَأَجْرُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ(57)

Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja yang ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertaqwa.” (Q.S. Yusuf 12:56-57)

Drama Reuni Keluarga

Bagian yang paling dramatis dari kisah Nabi Yusuf AS ini adalah pertemuannya kembali dengan saudara-saudara dan ayah serta bibinya. Drama pertemuan itu dikisahkan Al-Qur’an panjang lebar mulai ayat 58 sampai dengan ayat 100 (43 ayat).

Dengan kewenangan yang ada ditangannya, Yusuf mengintensifkan pertanian di seluruh Mesir. Kepada seluruh rakyat diperintahkan supaya jangan ada tanah yang kosong yang tidak ditanami. Gudang-gudang besar dibangun untuk menyimpan hasil tanaman. Hasil tanaman disimpang dalam gudang dengan batang-batangnya supaya tahan lama. Apabila datang musim kemarau yang panjang, simpanan dalam gudang diambil sedikit demi sedikit. Semua rakyat diminta untuk hidup hemat yang diberi contoh oleh Raja dan para pembesar kerajaan. Demikianlah Mesir dapat mengatasi musim kemarau yang panjang dibawah pimpinan Nabi Yusuf AS.

Masa panceklik tidak hanya melanda Mesir, tetapi juga sampai kepada negeri-negeri tetangganya seperti Kan’an tempat Nabi Ya’qub dan putera-puteranya bermukim. Bahaya kelaparan pun mulai mengancam mereka. Setelah mendengar di Mesir bahan makanan cukup banyak tersedia, maka Nabi Ya’qub memerintahkan sepuluh orang puteranya berangkat ke sana untuk membeli bahan makanan dari al-‘Aziz yang bijaksana. Anaknya yang bungsu, Bunyamin tidak ikut berangkat, Ya’qub tidak mengizinkannya, karena beliau khawatir terjadi seperti apa yang terjadi pada kakaknya dahulu yaitu Yusuf.

Setelah sampai di Mesir, mereka langsung menghadap Yusuf, penguasa yang mengatur perbendaharaan negara secara langsung. Yusuf dapat mengenal mereka, pertama karena jumlah mereka sepuluh orang, persis sebanyak jumlah saudara-saudara yang mencelakakannya dulu, dan kedua mereka datang dari tanah kelahirannya sendiri. Tetapi mereka sama sekali tidak mengenal Yusuf, karena waktu dibuang ke dalam sumur dulu Yusuf masih kecil, dan mereka tidak tahu para musafir yang dahulu mengeluarkan Yusuf dari sumur membawanya kemana. Sedikitpun tidak terlintas dalam pikiran mereka bahwa yang berada di hadapan mereka sekarang adalah Yusuf. Allah SWT berfirman:

وَجَاءَ إِخْوَةُ يُوسُفَ فَدَخَلُوا عَلَيْهِ فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ

Dan saudara-saudara Yusuf datang (ke Mesir) lalu mereka masuk ke (tempat) nya. Maka Yusuf mengenal mereka, sedang mereka tidak kenal (lagi) kepadanya.” (Q.S. Yusuf 12:58)

Menurut as-Saddy dan beberapa mufassir lain, sebagaimana yang dikutip oleh Ibn Katsir (II:595) Yusuf menanyai mereka, berkata dengan sikap seakan-akan tidak mengenal dan curiga kepada mereka: “Apa yang menyebabkan kalian datang ke negeriku?” Mereka menjawab: “Yang Mulia, kami datang untuk membeli bahan makanan.” “Barangkali kalian ini mata-mata?”, sambut Yusuf. “Kami berlindung kepada Allah, tidaklah demikian maksud kedatangan kami!” ”Kalau demikian, dari mana kalian ini datang?” “ Kami datang dari negeri Kan’an. Bapak kami Ya’qub, seorang Nabi Allah.” Dan Yusuf bertanya lagi: “Apakah bapak kalian punya anak-anak selain kalian semua?” “Benar. Kami semua 12 orang bersaudara. Yang paling kecil di antara kami telah hilang waktu dia masih kecil, binasa di tengah belantara, dan dia adalah anak yang paling disayangi oleh bapak kami. Sedangkan yang seorang lagi, saudara kandung yang sudah tiada itu tinggal bersama bapak kami untuk menghibur hatinya yang gundah gulana karena kehilangan saudara kami yang dicintainya itu.” Setelah dialog itu Yusuf memerintahkan kepada para pegawainya untuk menjamu dan memuliakan mereka sebagai tetamu dan katakan kepada mereka bahwa segala kehendak mereka hendak membeli bahan makanan itu segera dipenuhi.

Sewaktu saudara-saudaranya itu mau berangkat, Yusuf meminta mereka, kalau kembali lagi ke Mesir hendaklah membawa saudaranya yang sebapak itu. Dengan sedikit mengancam Yusuf menyatakan: “Jika kalian tidak membawanya kepadaku, maka kamu tidak akan mendapat sukatan lagi dari padaku dan jangan kamu mendekatiku”. Mendengar itu mereka berjanji untuk membujuk ayah mereka agar mengizinkan membawa Bunyamin bersama mereka jika kembali kelak. Sementara itu, untuk menunjukkan budi baiknya, Yusuf memerintahkan kepada bujang-bujangnya untuk memasukkan kembali, baik uang maupun barang-barang lain yang jadi pembayaran beli gandum itu ke dalam kantong-kantong mereka. Dengan menanam budi baik tersebut, Yusuf berharap mereka akan kembali lagi. Allah SWT berfirman menceritakan peristiwa itu

وَلَمَّا جَهَّزَهُمْ بِجَهَازِهِمْ قَالَ ائْتُونِي بِأَخٍ لَكُمْ مِنْ أَبِيكُمْ أَلَا تَرَوْنَ أَنِّي أُوفِي الْكَيْلَ وَأَنَا خَيْرُ الْمُنْزِلِينَ(59)فَإِنْ لَمْ تَأْتُونِي بِهِ فَلَا كَيْلَ لَكُمْ عِنْدِي وَلَا تَقْرَبُونِ(60)قَالُوا سَنُرَاوِدُ عَنْهُ أَبَاهُ وَإِنَّا لَفَاعِلُونَ(61)وَقَالَ لِفِتْيَانِهِ اجْعَلُوا بِضَاعَتَهُمْ فِي رِحَالِهِمْ لَعَلَّهُمْ يَعْرِفُونَهَا إِذَا انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمْ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ(62(

Dan tatkala Yusuf menyiapkan untuk mereka bahan makanannya, ia berkata: "Bawalah kepadaku saudaramu yang seayah dengan kamu (Bunyamin), tidakkah kamu melihat bahwa aku menyempurnakan sukatan dan aku adalah sebaik-baik penerima tamu? Jika kamu tidak membawanya kepadaku, maka kamu tidak akan mendapat sukatan lagi daripadaku dan jangan kamu mendekatiku".Mereka berkata: "Kami akan membujuk ayahnya untuk membawanya (ke mari) dan sesungguhnya kami benar-benar akan melaksanakannya". (Q.S. Yusuf 12: 59-62)

*Penulis adalah Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah Priode 2000-2005.


Sumber:

Suara Muhammadiyah

Edisi 21-04
Yüklə 24,86 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin