Pagar Sepiring Nasi


Nikmat...begitu banyak yang telah terlewatkan tanpa mensyukurinya



Yüklə 363,64 Kb.
səhifə5/15
tarix27.10.2017
ölçüsü363,64 Kb.
#16154
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   15

Nikmat...begitu banyak yang telah terlewatkan tanpa mensyukurinya


Oleh Bunda Shafiya

Saat itu kami; aku, bapak dan Shafiya sedang berada dalam perjalanan pulang ke rumah. Kami baru saja pulang dari menikmati semangkuk Soto Lamongan Cak Har *slruup* yang terkenal itu. Tepat di traffic light menuju ke arah Margorejo, mobil berhenti karena traffic light menunjukkan warna merah. Aku melayangkan pandangan ke seberang jalan. Nampak olehku sosok ibu pengemis dan anaknya yang sedang mesra bersenda gurau. Si anak rupanya haus dan alhamdulillah saat itu sang ibu ada rezeki untuk membelikan sekantung plastik es teh bagi si anak.

Dengan penuh rasa kasih sayang kantung plastik es teh itu dibuka dari ikatannya dan diminumkan ke si anak dengan menggunakan sedotan. Tampak si anak sangat menikmatinya, kehausan barangkali. Setelah si anak puas, ibu itu pun mencicipi es teh itu sedikit dan ternyata walaupun es teh itu hanya bersisa sangat sedikit, mungkin hanya satu tegukan lagi sisanya, sang ibu itu tetap menyimpan sisa itu dengan hati-hati dengan mengikat kembali kantung plastik es teh itu.. Subhanallah! Betapa orang seperti mereka sangat menghargai dan mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepada mereka serta menjaganya dengan sangat hati-hati.

Dadaku terasa sesak, bersamaan dengan itu air mata mulai menetes.. Teringat akan percakapanku dengan Shafiya di depot soto itu, "Nak, udah deh, ice tea-nya nggak usah dihabiskan. Ayo.. cepetan, Bapak sudah menunggu di mobil." Betapa bodohnya aku yang malah mengajarkan anakku untuk berbuat suatu hal yang mubazir yang mencerminkan rasa tidak bersyukur padaNya. Astagfirullah.

Bagi orang lain, peristiwa ini mungkin bukan sesuatu yang menarik untuk diceritakan. Tapi saya memaknainya lain. Alhamdulillah.Allah memberi saya petunjuk untuk selalu mensyukuri nikmatNya dalam ketaatan kepadaNya. Syukur Alhamdulillah. Ibu pengemis itu telah mengajarkan kepada saya cara untuk menghargai nikmatNya.

Fabiayyi aalaa rabbikumaa tukadzdzibaan? Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang engkau dustakan? Pertanyaan retoris ini membuat saya tertunduk malu tiap kali mendengarnya. Betapa tidak! saya sering kali iri dengan nikmat yang ada pada orang lain. Saya memang tidak pernah sampai dalam tahap merasa dengki dan menginginkan agar nikmat orang lain itu hilang. Naudzubillah min Dzalik.. Tapi rasa iri saya membawa saya menjadi orang yang kufur nikmat. Padahal Allah selalu baik kepada saya. Dalam studi dan karir insya Allah saya selalu lancar. Ketika saya berdoa agar mendapat pendamping hidup yang sholeh, Allah dengan cepat mengabulkan permintaan saya. Ketika saya berdoa agar dikarunai anak yang menyejukkan pandangan orang tuanya, Allah dengan berbaik hati mengabulkan permohonan saya itu.. Namun.dari banyak nikmat yang ada, sedikit sekali saya mampu menyentuhkan dahi bersujud pada Allah untuk menyampaikan rasa terima kasih saya.

Nikmat.. begitu banyak yang saya lewatkan tanpa mensyukurinya. Ya Allah.. janganlah golongkan saya menjadi orang-orang yang merugi karena kufur terhadap nikmatMu... (Tuhan) yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al-Quran. Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara. Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan keduanya tunduk kepadaNya. Dan Allah meninggikan langit dan Dia melektakkan neraca keadilan. Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan jangan kamu mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluknya, di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang.Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bungaan yang harum baunya.



Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan ?

(Surat Ar Rahman: 1-13)


Nabi Ayub pun Tersenyum


Oleh Bayu Gawtama

Allah mencintai hamba-hamba-Nya dengan cara yang unik dan berbeda-beda. Semakin tinggi ketakwaan seorang hamba, semakin unik cara Dia mencintainya. Salah satunya adalah Nabi Ayub. Lelaki yang diamanahkan Allah untuk mengemban misi ketuhanannya itu dicintai Allah dengan penyakit yang sangat parah. Tak tanggung-tanggung, karena penyakitnya itu, Ayub alaihi salam dijauhi sahabat dan kerabatnya. Mereka tak tahan berdekatan lantaran aroma tak sedap dan takut tertular.

Maha suci Allah yang telah menciptakan manusia semulia Ayub. Ia tak pernah membenci Allah dengan takdirnya, tak pula ia merasa bahwa Tuhan yang dicintainya itu tak adil terhadapnya. Semakin berat sakit yang dirasa, semakin cinta Ayub kepada Allah. Dan mulianya Ayub, semakin parah penyakitnya semakin ia tersenyum. Allah dan para malaikat pun kan tersenyum oleh kesabaran lelaki mengagumkan itu.

Memang takkan sebanding jika sekarang saya mengajukan sebuah nama untuk menyandingkannya dengan Nabi Allah itu. Namun teramat banyak saya harus belajar tentang arti kesabaran dan cinta kepada Allah dari sahabat yang satu ini. Hesti, alias Titi yang lima belas tahun menderita radang sendi sehingga ia kini hanya bisa tergolek tak berdaya di kamar tidurnya. Namun ia tetap terlihat ceria dan bersemangat menjalani hidupnya. "Saya ingin terlihat tetap bersyukur, dan saya ingin tersenyum saat harus menghadap-Nya," ujar gadis itu.

Kemarin saat bertelepon dengannya, saya bertanya satu hal yang paling tidak ingin saya tanyakan kepadanya karena khawatir menyinggung perasaannya. "Mbak, tak inginkah mbak Titi sembuh?"

Saya tak pernah menyangka jawabannya. "Tidak, sebaiknya saya tetap seperti ini sambil Allah memberikan kehendaknya."

Titi pun menjawab penasaran saya yang seolah bertanya, "kenapa." Menurutnya, ia amat bersyukur Allah menimpakan penyakit ini kepadanya, meski sudah sangat lama ia menjalani hari-harinya di kamar tidur. Hidup dengan bantuan orang lain, bahkan untuk ke kamar kecil sekali pun. Radang sendi yang dideritanya membuat seluruh persendiannya sakit tak berdaya. Ia membutuhkan bantuan orang lain untuk seluruh aktivitasnya.

Tapi Titi tetap tersenyum. "Kalau saya sembuh, saya tidak yakin akan tetap sedekat ini dengan Allah. Saya tak pernah yakin akan tetap khusuk beribadah, akan menangis di setiap sujud panjang saya jika saya bisa berdiri dan sehat. Boleh jadi saya akan menjauh dari-Nya, hidup dalam kesenangan yang membuat saya lupa akan kematian," tuturnya. "Jadi, mbak tidak ingin sembuh?" tambah saya yang semakin termangu oleh kata-kata ajaibnya.

"Biarlah saya tetap seperti ini. Saya yakin Allah sedang mencintai saya dengan takdirnya. Jujur, saya tak ingin sembuh karena saya takut Allah tak lagi mencintai saya." Duh, Titi rasanya tak ada alasan Allah tak mencintaimu. Sungguh saya iri kepada Titi, karena saya yakin Nabi Ayub akan pun tersenyum melihat Titi. Subhanalloh.

Multilevel Kebaikan

Oleh : Bayu Gautama

Ada teman yang pernah bertanya, "apa sih yang membuat kamu senang membantu orang lain?" Saya berikan dia dua jawaban, pertama, karena Allah senang dengan orang-orang yang suka membantu saudaranya. Allah akan memberikan kemudahan bagi orang yang memudahkan orang lain. Kedua, saya berjanji kepada seseorang untuk terus berbuat baik membantu orang lain. "Seseorang ...?" teman saya makin bingung.

Baiklah, saya akan perjelas. Beberapa tahun lalu saya pernah berada dalam kesulitan keuangan. Kuliah saya terancam berantakan karena saya tak mampu mengumpulkan uang kuliah dari sisa-sisa gaji saya yang memang kecil. Saya nyaris putus asa dan berpikir akan mengakhiri kuliah saya dan berhenti di tingkat dua saja. Biarlah tinggal mimpi, pikir saya.

Disaat kebingungan dan putus asa melanda itulah, ada seorang sahabat yang datang menanyakan kabar saya dan juga studi saya. Karena kami biasa berterus terang tentang segala hal, saya katakan kondisi saya baik-baik saja. Tapi kuliah saya yang terancam gagal. Mendengar pengakuan saya, sahabat tersebut kemudian menawarkan bantuan sejumlah uang untuk membayar uang kuliah saya yang tertunggak.

Tanpa basa-basi, saya langsung menerima tawaran tersebut tanpa berpikir terlebih dulu bagaimana nanti menggantinya. Di akhir semester empat, saya sempat bertanya kepadanya perihal bantuan yang diberikan kepada saya. Ada yang membuat saya heran dengan jawabannya, "Saya hanya berjanji kepada seseorang untuk senantiasa berbuat baik membantu orang lain"

Kemudian ia memperjelas, Ia pernah mendapati ibunya yang sakit keras dan harus segera dibawa ke rumah sakit. Namun tak sepeser pun uang yang ia dan anggota keluarga lainnya miliki saat itu. demi kesembuhan ibunya, ia nekat menghubungi satu persatu orang yang dikenalnya yang mungkin bisa membantu biaya pengobatan. Hingga akhirnya, ada seorang sahabat lamanya yang dengan cuma-cuma membiayai seluruh biaya yang dibutuhkan untuk kesembuhan sang ibu.

Terheran sahabat itu bertanya, "Kenapa kamu mau membantu saya?"

Jawabnya, "Karena saya telah berjanji kepada seseorang untuk senantiasa berbuat baik membantu orang lain"

Menurut cerita sahabat saya, sahabat lamanya itu pernah pula mendapati kesulitan dalam hidupnya. Ia hampir tak tahu kemana lagi meminta bantuan hingga ia bertemu dengan seseorang yang tak dikenal sebelumnya. Setelah berterus terang, orang tak dikenal itu pun memberikan apa yang dibutuhkan sahabat lama itu. kepada orang itu ia bertanya, "Anda sebelumnya tidak mengenal saya, kenapa Anda mau membantu saya?"

Anda sudah bisa menduga jawabnya bukan? Tapi ada pertanyaan kedua dari sahabat lama sahabat saya itu, "Bagaimana saya mengganti kebaikan Anda ini?"

Orang tak dikenal itu menjawab, "Berjanjilah untuk melakukan banyak hal untuk membantu kesulitan orang lain. Itu lebih baik nilainya daripada mengganti apa yang telah saya berikan"

Begitulah seterusnya hingga saya tak pernah tahu siapa yang pertama kali menyulam jaringan amal kebaikan ini. Sungguh, saya tak pernah tahu. Hanya saja yang pasti akan saya lakukan setiap kali memberikan bantuan kepada orang lain, saya akan berkata, "Berjanjilah untuk melakukan kebaikan yang sama terhadap orang lain yang membutuhkan".



Yüklə 363,64 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   15




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin