Catatan Harian – 43, Asam Lambung karena pikiran
Menurut Mbah Google, sebagian besar penyakit disebabkan oleh pikiran. Dan ini ternyata berlaku pula untuk tubuhku yang kupakai selama ini. Karena hanya memikirkan “segala hal” terlalu berlebih menyebabkan asam lambung meningkat drastis dan menimbulkan rasa sakit di ulu hati dan sesak nafas seperti kena serangan jantung. Wah ternyata desk yang kurencanakan harus kulakukan via telepon dengan teman – teman di kantor. O la la................... WTP jangan menjadi fokus tujuan tapi benahi administrasi aset menjadi hal utama yang menjadi target. Tidak usah dipikirkan terlalu dalam just do it.
Ingat – ingat : Badan yang digerakkan jiwa juga perlu diperhatikan. Komunikasi dapat dilakukan darimana saja, bahkan dari rumah sakit.
Catatan Harian – 44, Hasil DESK yang butuh Tindak Lanjut
Ternyata berdasarkan hasil DESK yang kulakukan banyak nilai data aset yang tidak sesuai dengan nilai yang dicantumkan dalam neraca. Pembuatan laporan aset yang hanya mendasar pada laporan mutasi tambah kurang ternyata membuahkan hasil yang menyengsarakan pemegang jabatan kepala bidang aset dan jajaran dibawahnya. Apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Disesali tidak bisa. Mau tidak mau harus diolah menjadi bubur ayam yang enak disantap.
Kuambil kebijakan untuk membuat penyesuaian berdasarkan hasil pembuatan database aset yang mendasar pada dokumen terdahulu. Tak lupa disiapkan Catatan atas Laporan Keuangannya. Diberi penjelasan kenapa terjadi selisih tambah kurangnya. Sip............... selesailah secara administratif database yang selama menjadi Kabid Aset kuimpikan. Ternyata............ mimpimu adalah kenyataanmu.
Catatanku: Semua masalah harus disikapi dengan mencari solusi yang jitu untuk menyelesaikannya.
Catatan Harian – 45, Laporan Ekstrakomtabel dan Intrakomtabel
Bernafas sedikit lega kualami dalam minggu ini. Bagaimana tidak ............ semua data aset telah selesai dientri dalam sebuah sistem aplikasi sederhana berbasis excell. Tapi, setelah kubaca kembali catatan hasil pemeriksaan BPK. “Barang dengan nilai di bawah Rp 250.000,00 disajikan dalam kelompok aset tetap”. Wah, masalah apa lagi ni............ eh, jangan bingung kan ada Mbah Google........
Menurut bahan pustaka Mbah Google, dalam Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 01/KM.12/2001 tentang Pedoman Kapitalisasi Barang Milik/Kekayaan Negara dalam Sistem Akuntansi Pemerintah dinyatakan dalam BAB III Pasal 7 ayat (2) Pencatatan dalam buku inventaris terdiri atas pencatatan di dalam pembukuan (intra komptabel) dan pencatatan di luar pembukuan (ekstra komptabel). Dan dalam Pasal 8 ayat (4) disebutkan bahwa Barang tidak bergerak dan barang bergerak yang mempunyai Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dicatat dalam buku inventaris di dalam pembukuan (intra komptabel). Serta dalam ayat (5) BM/KN yang mempunyai nilai Aset Tetap di bawah Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat (2) dan hewan, ikan dan tanaman dicatat di dalam buku inventaris di luar pembukuan (ekstra komptabel).
Lebih dalam lagi kuberselancar dengan Google. ..........Penerapan pencatatan ini telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DIY yang mengaturnya dalam Peraturan Gubernur DIY No. 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Kapitalisasi Barang Milik Daerah. Pada Pasal 8 Ayat (4) disebutkan bahwa Pencatatan dalam buku inventaris terdiri atas pencatatan di dalam pembukuan (intra komptabel) dan pencatatan di luar pembukuan (ekstra komptabel). Diperjelas lagi dalam “Ayat (5)” dan “”Ayat (6)” yang menyatakan bahwa “Barang tidak bergerak dan barang bergerak yang mempunyai Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dicatat dalam buku inventaris di dalam pembukuan (intra komptabel). BMD yang mempunyai nilai Aset Tetap di bawah Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dicatat di dalam buku inventaris di luar pembukuan (ekstra komptabel).
Waw........... ternyata kebijakan batasan nilai kapitalisasi aset Kabupaten Kulon Progo diatur dalam Peraturan Bupati Kulon Progo Nomor 2 Tahun 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Akuntansi Keuangan Daerah yang ditetapkan pada tanggal 16 Januari 2008 dan disempurnakan dengan Peraturan Bupati Nomor 106 tahun 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Akuntansi Keuangan Daerah yang ditetapkan pada tanggal 31 Desember 2012. Batasan nilai kapitalisasi aset yang telah ditetapkan ini ternyata sejalan dengan pasal 53 ayat 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang menyatakan bahwa “Kepala Daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi (capitalization thresholds) sebagai dasar pembebanan belanja modal”.
Mau tidak mau database aset yang sudah selesai terdata dengan aplikasi excell harus dilakukan penyempurnaan aplikasi. “Minta Pak Sudiantoro ke ruangan saya!”, perintahku pada teman kerjaku.
Dan senyumku tak dapat kutahan ketika yang bersangkutan sanggup menyempurnakan aplikasi dalam jangka waktu seminggu.
Hebat.......................
Notes: Berikan aku seorang programmer dan seorang pekerja yang trengginas, kuselesaikan database aset dengan segera. Kayak Soekarno saja……..
Catatan Harian – 46, 30 Jenis Laporan Aset
Semua pengurus barang kuundang lagi setelah aplikasi selesai dibuat. Kuminta mereka mengcopi file yag lama ke file aplikasi yang baru. Dan..................... selesailah masalah temuan aset tentang batas nilai kapitalisasi yang selalu muncul sejak tahun 2009. Namun, dengan pemisahan aset dengan batas nilai kapitalisasi membawa dampak terhadap laporan yang harus dicetak. Kucoba menghitungnya sejumlah 30 jenis laporan yang harus mereka buat. Padahal sebelumnya hanya 10 jenis laporan sudah susah. Tapi sekarang menjadi berlipat 3 kali dari semula.
Namun mereka lebih senang membuat 30 laporan dengan aplikasi baru daripada membuat 10 laporan tanpa mengguna aplikasi.
Catatanku: Cara yang berbeda membuat hasil yang berbeda.
Catatan Harian – 47, Administrasi saja tidak cukup
Di akhir tahun semua administrasi laporan aset telah selesai. Dengan segala keterbatasan. Dengan segala daya upaya dari tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan atas serta kejuruan. Laporan yang mencapai satu meter kubik lebih telah kami selesaikan semua. Ya, kami semua – mulai dari pembantu pengurus barang, penyimpan barang dan pengurus barang semua SKPD dan PPKD. Semua anggota pengurus barang yang telah menyelesaikan laporan aset. Semua dari mereka yang mencapai angka 450 orang telah bekerja untukku. Untuk pemerintah kabupaten tempat mereka mengabdi. Semua telah selesai secara administrasi. Tidak ada lagi perbedaan yang terjadi antara catatan di tingkat Kabupaten dengan SKPD dan UPTD serta sekolah. Semua laporan telah menyatu. Satu data untuk semua. One for all. All for one.
Namun perjuangan belum selesai............ masih banyak hal yang masih harus dibenahi. Untuk mencapai pengelolaa barang milik daerah yang sempurna atau mendekati sempurna sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku. Perjuangan masih diperlukan ............... Kesesuaian catatan dengan kondisi barang yang ada. Pencatatan Kartu Inventaris Ruangan. Pembuatan labelisasi...................
Catatanku: Administrasi harus didukung subtansi atau sebaliknya subtansi harus didukung administrasi.
Catatan Harian – 48, Pengurus Barang Tidak Kenal Barangnya
Hasil temuan pemeriksa yang menyatakan bahwa pengurus barang tidak dapat menunjukkan barangnya saat ditanya oleh mereka. Membuatku yakin bahwa para pengurus barang tidak kenal dengan barang yang mereka catat. Banyak faktor yang membuat hal ini terjadi. Baik faktor internal pengurus barang atau faktor eksternal. Faktor internal yang pertama, pengurus barang adalah orang yang baru ditunjuk/diangkat. Mereka tidak tahu sebab musabab pencatatan barang oleh pengurus barang yang lama. Dan yang lebih fatal lagi, kalau tanya dengan pengurus barang yang lama tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Penuh dengan ketidakpastian. Kedua, pengurus barang belum memahami ketugasannya secara mendetail. Mereka kadang tidak dan belum memahami ketugasan rinci yang harus dilakukan. Pembelajaran sendiri tidak dilakukan untuk menjalankan tugasnya yang sebenarnya berat. Peraturan perundang – undangan yang harus mereka baca, pahami dan amalkan dalam melaksanakan pengelolaan aset tidak dilakukan.
Faktor eksternal pertama, pimpinan SKPD / atasan langsung tidak pernah menyelia pekerjaan pengurus barang dengan tuntas. Tidak pernah ditanyakan kepada pengurus barang tentang kondisi barang yang selama mereka catat. Apakah catatan barang milik daerah yang mereka catat sudah sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Apakah kartu inventaris ruangan yang dibuat telah sesuai dengan kondisi barang dalam ruangan serta tercatat dalam Buku Inventaris.
Kedua, pimpinan SKPD tidak memahami betul bahwa pengelolaan aset merupakan pekerjaan dan tanggung jawab yang sangat penting bagi Kepala SKPD selaku Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.
Ketiga, penghargaan dalam bentuk sarana prasana kerja maupun kompensasi kurang memadai.
Namun apapun alasannya dan penyebabnya pengurus barang harus “berkenalan” dan “mengenali” satu persatu – satu barang inventaris yang mereka catat. Harus menyisihkan waktu. Dan harus menyempatkan waktu untuk melakukan perkenalan itu. Pimpinan SKPD juga harus memberika waktu dan kesempatan kepada pengurus barang dengan tidak memberikan tugas – tugas yang berlebihan.
Catatanku: Targetkan satu hari “sekian” buah barang yang harus dikenal. Lanjutkan dengan label.
Catatan Harian – 49, Apa yang harus kuperbuat dengan barang yang raib?
KU termenung. Baru saja seorang staf sebuah kantor membagi informasi denganku tentang barang inventarisnya yang sudah raib entah kemana. Bahkan sejak ia masuk sebagai staf kantor tersebut 4 tahun lalu. Yang ia tahu barang itu masih tercatat sebagai inventaris kantor dan tentu saja (atasannya dan pemeriksa) mewajibkan barang itu harus ada. Hmm... kasian juga ia memikirkan kepusingannya!!
Aku teringat, menata aset hanya perlu kejujuran dan keterbukaan. Serumit apapun ‘casenya’. Kumulai dengan mencari selembar kertas. Kutulis konsep sederhana untuknya. Juga untuk orang lain yang mungkin suatu saat membutuhkannya. Satu, ia perlu melihat daftar inventaris dan mendata barang yang sudah raib. Kedua, ia kuminta membuat daftarnya dan penjelasan tentang hilangnya barang tersebut. Yahh...sebisanya dan seingatnya. Kalo perlu tanya pada pegawai yang lebih senior. Ketiga, kuminta ia menyusun surat pernyataan Kepala Kantornya untuk mengakui bahwa sebagian barang inventarisnya hilang. Lalu, surat dan lampirannya kuminta agar dikirim ke Bidang Aset agar ditindaklanjuti. Selama ada niat baik, pasti ada jalan baik pula yang melapangkan kita menuju ke sana.
Catatan Harian hari ini : Barang raib perlu diselesaikan dengan keterbukaan.
Catatan Harian – 50, Aset dari pemerintah yang lebih tinggi
Umumnya orang senang mendapat warisan harta. Tapi tidak pada pemerintah daerah yang mendapat warisan barang tidak jelas statusnya.
Tidak hanya kendaraan, bahkan tanah, bangunan, termasuk jalan, jembatan, irigasi dan jaringan dari pemerintah yang lebih tinggi seringkali diserahkan tanpa selembar dokumen pun.
Tidak kurang-kurang kami mengadakan pendekatan dengan pihak pemberi aset. Via telpon, surat, faksimile, juga dengan melakukan perjalanan dinas ke pusat pemerintahan. Hasilnya belum tentu langsung clear. Yah, sabar dan tetap berusaha memang kuncinya.
Sementara status si aset belum jelas, apa yang harus kulakukan? Benarkah ia tidak perlu dicatat? Tidak dapat dipelihara (meski nyata-nyata digunakan untuk mendukung operasional dinas)?
Akhirnya setelah melakukan sedikit “meditasi ringan” dan searching info-info terkait, kuputuskan untuk meminta semua pengurus barang mencatat barang-barang tersebut di daftar inventaris milik Pemerintah Pusat, khususnya untuk barang yang baru saja diterima. Sambil menunggu proses ‘statusisasi’ si barang inventaris....
Untuk barang yang sudah sangat lama dalam penguasaan Pemda (kira-kira lebih dari 3 tahun), kuambil keputusan untuk mengakui saja barang tersebut sebagai barang milik pemda kami. Hal ini selaras dengan SAP bahwa syarat mengakui aset daerah salah satunya adalah barang dalam penguasaan pemda. Kalaupun nanti Pemerintah Pusat meminta kembali, tinggal memindahkan pencatatannya ke daftar barang milik Pemerintah Pusat.
Untuk pemeliharaan, ketika barang tersebut mendukung operasional dinas, alangkah wajarnya jika pemda kami yang mengeluarkan biaya pemeliharaan aset tersebut. Asal tidak dobel dengan biaya pemeliharaan dari pemerintah pusat, jika ada. Kalo kita yang memakai, kita yang dapat manfaatnya, masa iya sih ga mau nanggung biayanya...?! Nah, kalo bukan kita yang memutuskan, siapa lagi? Yuk mengambil peran.
Sekecil apapun itu, mudah-mudahan bermanfaat.
Note: Statusisasi aset hibah memang penting. Dalam hal aset tidak punya status, mengambil keputusan dalam ketidakpastian harus dilakukan.
Catatan Harian – 51, Barang Persediaan masih tercatat di aset tetap
SEtelah berlakunya Permendagri 32 tahun 2012 dan 39 Tahun 2012 tentang belanja hibah dan bansos, ada kemungkinan saldo aset tetap kita masih memuat barang persediaan. Lho, bagaimana bisa?
Menurut Permendagri tersebut dan juga SAP, barang (modal sekalipun) apabila diniatkan untuk dihibahkan kepada pihak ketiga, tidak dapat disebut sebagai barang inventaris. Untuk itu, meskipun penganggarannya melalui Belanja Modal, aset seperti ini layaknya dicatat sebagai barang persediaan, dan bukan aset tetap. Namun karena kebiasaan, belanja modal ini biasanya akan tetap dicatat sebagai barang inventaris dan masuk dalam KIB sebelum akhirnya diserahkan ke pihak penerima hibah/bansos.
Nah, untuk membetulkan data aset kita, segera inventarisir aset-aset persediaan tersebut. Catat dalam daftar persediaan, dan keluarkan dari KIB. Dokumen pendukung bagi pengurus barang cukup surat pernyataan Kepala SKPD dan bukti SK KDH bahwa barang tersebut akan diserahkan kepada penerima hibah/bansos.
Segera setelah dicatat dalam daftar persediaan, lakukan pendistribusian kepada pihak yang berhak. Jangan ditunda-tunda. Mereka semua pasti sudah membutuhkannya.
Note: Aset yang diniatkan untuk dihibahkan kepada pihak lain bukan inventaris.
Catatan Harian – 52, Barang rusak bukan inventaris
MAsih tentang barang rusak. Kali ini, barang rusak yang bukan inventaris.
Adakalanya, saat penyusunan daftar inventaris awal maupun neraca awal, terdapat beberapa barang inventaris yang belum tercatat. Kelemahan tersebut dapat saja terjadi karena kekurangcermatan ataupun ketidaktahuan petugas atas kondisi barang inventaris saat itu.
Nah, pada kenyataannya, kita sekarang mendapatkan warisan barang-barang rusak yang bukan inventaris. Trus, apakah barang-barang itu dapat dianggap sebagai barang pribadi dan dapat dijual sendiri?.....
Saya sarankan untuk tidak melakukan itu! Meskipun tidak tercatat sebagai barang inventaris, barang tak bertuan yang ditemukan pada area dinas bisa jadi adalah inventaris. Sehingga barang tersebut juga merupakan barang daerah. Kecuali ada pihak-pihak yang mengklaim bahwa barang tersebut miliknya.
Pernah aku ditanya tentang perlakuan barang non inventaris yang rusak. Apakah perlu dilakukan pencatatan, masuk daftar inventaris, lalu dilakukan usulan penghapusan dan pada akhirnya dihapuskan? Mengingat nilai materialitasnya, urgensinya dan juga cost benefitnya, kukira tidak perlu mencatat barang-barang rusak tersebut sebagai inventaris kalau pada akhirnya hanya akan menghapuskannya dari daftar barang daerah. Belum lagi untuk mencari harga perolehan atau harga wajarnya. Tentu membutuhkan upaya dan waktu yang tidak sedikit.
Ada cara lebih mudah dan efisien, yaitu mencatat barang rusak non inventaris pada aktiva lain-lain (di luar aset tetap). Barang-barang tersebut dicatat dalam bentuk paket dan ditaksir harga pasar wajarnya. Toh sebentar lagi barang-barang tersebut akan diproses lelang dan hasilnya disetor ke Kas Daerah. Yang penting barang rusak aman, terkendali dan bisa menambah income daerah.
Jadi ga perlu pusing memikirkan barang rusak!!
Note : Barang rusak non inventaris, catat tersendiri pada aktiva lain-lain, usulkan penghapusan, lelang, setor kas daerah.
Catatan Harian – 53, Barang inventaris rusak mau diapakan?
RUsak dan aus memang hal yang sangat lumrah terjadi pada perjalanan hidup sebuah barang. Setelah sekian lama menjalani masa manfaatnya, ada saatnya stamina barang mengalami penurunan sebelum akhirnya menjadi rusak permanen.
Saat ku berkeliling ke gudang-gudang dinas, badan dan kantor, kulihat barang rusak teronggok di sudut-sudut ruang. Belum lagi di gudang belakang kantor. Kadangkala ada juga yang masih di ruang-ruang kerja karyawan. Sepertinya kelihatan baik, tetapi ternyata sudah tidak dapat digunakan.
Saat ku coba meminta daftar barang rusak pada salah satu pengurus barang, dijawab tidak punya. Belum sempat mendata katanya. Kuterima saja alasan tersebut mengingat ia bekerja sendiri di kantor sebesar itu. Lalu kuminta daftar inventarisnya, mencoba melihat apakah ada data kondisi barang tercantum di sana. Eiitt, ternyata ada. Lalu kuajak ia berkeliling ke lokasi barang untuk mencocokkan data kondisi barang dengan kerusakan senyatanya. Baru kutahu bahwa data tersebut tidak mutakhir. Ada barang rusak namun tercatat baik. Ada barang tercatat kurang baik ternyata sudah lama rusak. Ada juga barang tercatat rusak namun kenyataannya sudah tidak diketemukan. Pantas saja pengurus barang bingung menghadapi hal ini.
Setelah mahfum dengan kondisi ini, kuajak pengurus barang untuk duduk bersamaku. Aku sampaikan bahwa mengidentifikasi kondisi barang merupakan tugas rutin yang perlu dilakukannya. Kusampaikan kembali copy daftar inventaris miliknya yang telah kutandai dengan kondisi barang hasil kami tadi berkeliling. Pak, tolong daftarnya dimutakhirkan ya. Barang-barang yang rusak berat dicoret saja dari daftar inventaris dan dicatat tersendiri sebagai aktiva lain-lain (barang rusak berat). Nanti akan kami proses penghapusannya setelah ditinjau oleh tim penghapusan aset. Ia mengangguk-angguk tanda mengerti. Sebelum mengakhiri kunjunganku, kupesankan juga kepada atasannya untuk membantu mengamankan barang-barang rusak yang telah disisihkan oleh pengurus barang dan mengecek lagi daftar inventaris setelah pengurus barang memutakhirkan datanya. Siapa tahu masih ada yang perlu disempurnakan.
Pelajaran hari ini: Barang rusak – tandai – sisihkan – usulkan penghapusan – catat sebagai aktiva lain-lain.
Catatan Harian – 54, Jejaring, agar tak pernah sendiri menata aset
Feel alone.....? Tentu menyedihkan. Palagi dalam menata aset tetap. Ooh mana mungkin? ......
Begitulah, meski sudah berbekal tekad dan mengerahkan seluruh kemampuan, rasanya tetap musykil menata aset sendiri. Bayangkan, aset begitu berjuta-juta nilainya, begitu beribu-ribu jenisnya, begitu bermacam-macam kondisinya. Semuanya mesti tertata rapi. Menjadi sederet data yang sistematis, sehingga audit menjadi praktis. Di sisi lain, para pegawai banyak yang apatis. Karena pimpinan begitu statis. Tidak mendorong menjadi dinamis. Kalau sudah begitu apakah aset akan dibiarkan habis?
Mati satu, tumbuh seribu. Satu pergi, seribu menghampiri. Jangan takut kita sendiri. Karena di tempat lain kegundahan yang sama ada dalam diri. Tinggal satukan langkah mencari. Untuk menemukan teman-teman sejati.
Lihatlah, mereka yang bertugas menjaga barang daerah. Di berbagai sekolah-sekolah dasar negeri, di sub unit pelayanan kesehatan, di ujung gudang barang, di kantor-kantor pemerintah. Itulah sejawat kita dalam menata aset. Sudahkah kita terkoneksi satu sama lain? Sudahkah kita punya jejaring? Bila belum, on line-kan jejaring penting ini. Mulailah dari diri anda! Percayalah, gelombang besar dimulai dari riak-riak yang kecil. Yang tak pernah lelah dan berhenti berusaha. Bravo!
Underline: Jejaring-efektif menata aset.
Catatan Harian – 55, Olala, mantan pejabat masih membawa aset daerah...
DAlam serangkaian wawancaraku dengan pengurus barang, permasalahan yang sering menggalaukan sahabat-sahabatku itu adalah barang inventarisnya tidak ada karena dibawa pulang oleh pejabat atau mantan pejabat.
Ada yang kehilangan laptop (ini yang paling banyak...), printer, kamera, telepon genggam, bahkan motor. Ouch...hari gini, masih musim ya pinjam ga dikembalikan?!!
Dalam curhatnya, salah seorang mereka meminta solusiku. Gimana mengatasi hal tersebut tanpa harus berkonflik secara pribadi dengan si pejabat. Mmhhh...susah juga ya, karena aku bukan psikolog, hypnotherapist, ataupun penagih aset yang bisa memberikan tips n trik yang jitu.
Namun akhirnya, ketemu juga solusinya. Kuminta ia melakukan pendekatan ke sang pejabat. Minta dengan cara yang sopan dan menyentuh hatinya......mudah-mudahan tidak kena marah. Kalo belum berhasil, kuminta ia “mencari teman” (baca: melaporkan ke atasannya, atau siapa yang dihormati di kantor tersebut). Bersama dengan ‘teman’ tersebut, ia lakukan pendekatan (kembali) ke sang pejabat. Mudah-mudahan sang pejabat bisa memahami. Kalo gagal lagi, tambahkan kualitas treatmentnya. Laporkan ke Bidang Aset, sebagai pembina. Harapanku bidang aset dapat menerbitkan surat tagihan resmi kepada sang pejabat untuk mengembalikan aset tersebut. Kalo belum berhasil, memang sudah waktunya melaporkan ke Inspektorat untuk dilakukan pemeriksaan. .....
Bagaimana dengan konflik yang tercipta? Ah, abaikan saja, karena bukan anda yang mengajak berkonflik....
Catatan : Perlu ketegasan yang santun (dan procedural) dalam menghadapi ketidaksantunan.
Catatan Harian – 56, Refreshing dalam pelatihan
BErtemu dengan teman senasib dan se-profesi ternyata membawa kegembiraan dan suasana rileks tersendiri. Itu kualami ketika berjumpa dengan para pengelola barang daerah di suatu pelatihan berskala nasional yang diselenggarakan di kotaku. Saling bertukar cerita, memadupadankan peraturan, membedah permasalahan sambil berkelakar ringan tentang cara-cara unik mengelola aset menjadi moment yang sayang untuk ditinggalkan oleh para peserta. Kapan lagi bisa curhat seperti ini??.....
Hari ini kuhentikan dulu semua aktivitas menata aset. Kusadari, perlu juga merefresh pikiran dengan melihat praktek pengelolaan aset di tempat lain. Cerita-cerita mereka selain mengisi kekurangan ilmuku, juga bisa memperkaya tolok ukur keberhasilan atau kegagalanku dalam menata aset.
Secara langsung aku disuguhi berbagai macam model pengelolaan aset daerah. Juga berbagai metode pencatatan. Cara pendokumentasian database aset. Penyajiannya pada laporan keuangan. Secara tidak langsung aku telah belajar memperbandingkan standar pemberian opini laporan keuangan, khususnya menyangkut aset tetap. Sungguh semuanya berharga!! Semua menjadi bekal bagiku untuk menerapkan best of the best practise penataan aset daerah.
The New one: New friends, new knowledges, new experiences, new adventures.
Catatan Harian – 57, Saldo asetku masih belum valid!
MEskipun sudah divalidasi berulang kali, saldo asetku masih saja belum sesuai kondisi riil. Ada saja informasi baru yang kuperoleh terkait kondite aset. Ada aset yang ternyata sudah hilang, rusak berat dan juga salah catat. Ada juga aset yang belum dimuat dalam catatan inventaris (ga sengaja lho!)....
Apa yang harus kulakukan?... Kuberanikan diri mengupdate saldo asetku yang mulai rapi. Dengan konsekuensi ada kerja keras tahap dua. Yah, semua harus diniati dengan sungguh-sungguh kalau menginginkan hasil yang semakin baik.
Kumulai dengan membuat konsep inventarisasi ulang. Mulai dari menegaskan kembali definisi aset tetap, pengakuannya, klasifikasinya, juga penilaiannya. Definisi aset tetap (sekalipun sudah jelas) ternyata perlu lagi dijelaskan. Demikian juga dengan pengakuan aset, sangat penting untuk memberikan pedoman apakah aset akan diakui atau tidak. Kalau klasifikasi, fungsinya untuk mengkonsistenkan penggolongan sebuah aset, agar semua person menggolongkan dengan seragam.
Keynote: Menyempurnakan database aset melalui inventarisasi ulang memvalidkan saldo aset kita.
Dostları ilə paylaş: |