Pertemuan 1 – 2



Yüklə 471,64 Kb.
səhifə8/9
tarix27.12.2018
ölçüsü471,64 Kb.
#87035
1   2   3   4   5   6   7   8   9

Tarbiyah Dzatiyah

  1. Hakekat Tarbiyah Dzatiyah

Istilah tarbiyah dzatiyah merupakan sejumlah sarana tarbiyah yang diberikan orang Muslim, atau Muslimah, kepada dirinya, untuk membentuk kepribadian Islami yang sempurna diseluruh sisinya; ilmiah, iman, akhlak, sosial, dan lain sebagainya, dan naik tinggi ketingkatan kesempurnaan manusia. Tarbiyah dzatiyah ini juga bisa dikatakan pembinaan (tarbiyah) seseorang terhadap dirinya sendiri. Tarbiyah dzatiyah sudah pernah dilakukan oleh sahabat-sahabat Rasulullah. Bisa dilihat dari sejarah keberhasilan sahabat-sahabat Rasulullah, dimana mereka mampu tampil menjadi figur-figur hebat, dengan ciri khas dan kelebihannya masing-masing. Salah satu kuncinya adalah masing-masing dari mereka mampu mentarbiyah (membina) diri sendiri dengan optimal, meningkatkan kualitas diri menuju tingkatan seideal mungkin, mengadakan perbaikan diri secara konsisten dan kontinyu, serta meningkatkan semua potensi diri mereka sehingga tidak ada satu pun potensi mereka yang terabaikan.


      1. Sarana-sarana Tarbiyah Dzatiyah

Banyak sekali sarana-sarana dalam tzabiyah seorang muslim terhadap dirinya sendiri. Sarana-sarana tersebut adalah :

        1. Muhasabah

Muhasabah merupakan penyucian atau pembersihan diri sebagai alat untuk mengintrospeksi dirinya sendiri. Seorang muslim mulai mentarbiyah dirinya sendiri dengan cara pertama-tama melakukan muhasabah (evaluasi) terhadap dirinya sendiri atas kebaikan dan keburukan yang telah ia kerjakan, meneliti kebaikan dan keburukan yang ia miliki, agar ia dapat segera menyadari dan melakukan perbaikan terhadap dirinya sendiri.

Hal yang pertama kali perlu di muhasabahi seseorang pada dirinya ialah kesehatan akidahnya, kebersihan tauhidnya dan kebersihannya dari syirik kecil dan tersembunyi, yang keduanya sering kali disepelekan serta keyakinan-keyakinan dan perbuatan-perbuatan lain yang bertentangan atau melemahkan tauhid. Lalu ia memuhasabahi dirinya atas pelaksanaan kewajiban-kewajiban, shalat lima waktu berjamaah, bakti kepada kedua orang tua (birrul walidain), menyambung hubungan kekerabatan, amar ma’ruf nahi munkar dan juga memuhasabahi dirinya tentang sejauh mana pelaksanaan ibadah-ibadah sunnah dan ketentuan-ketentuan lainnya oleh dirinya.




        1. Taubat dari Segala Dosa

Diantara sarana tazkiyah adalah taubat karena ia dapat meluruskan perjalanan jiwa setiap kali melakukan penyimpangan, dan mengembalikannya kepada titik tolak yang benar. Taubat juga bisa menghentikan laju kesalahan jiwa, sehingga Allah melimpahkan karuniaNya kepada orang-orang yang bertaubat dengan mengubah kesalahan-kesalahan mereka menjadi kebaikan, “kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan”.

Hal yang terpenting yang harus dilakukan ketika sesorang muslim beribadah kepada Allah Swt adalah bertaubat dari segala dosa. Caranya dengan bertaubat dari segala maksiat, aib, dan ketidaksempurnaan di aspek pemikiran, amal, akhlak, dan lain sebagainya. Juga dengan cara merasa butuh kepada Allah Swt, dekat kepada-Nya, dan keridhaan-Nya. Ini semua bisa diwujudkan dengan cara membersihkan diri dari semua dosa dan kekurangan pada dirinya. Mengenai anjuran bertaubat Allah Swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحاً

Artinya:


Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.
Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa Allah menganjurkan setiap orang mukmin untuk bertaubat nashuhah (hakiki). Taubat nashuhah adalah taubat yang jujur dan serius, yang menghapus kesalahan-kesalahan sebelumnya dan melindungi pelakunya dari dosa-dosa yang dilakukan sebelumnya. Dilakukan dengan cara berhenti dari dosa pada masa mendatang, menyesali dosa-dosa silamnya, dan bertekad tidak akan mengerjakannya lagi pada masa mendatang. Dengan taubat kepada Allah Swt maka seorang muslim telah memulai pelaksanaan tarbiyah terhadap dirinya sendiri.


        1. Mencari Ilmu dan Memperluas Wawasan

Sarana selanjutnya dalam tarbiyah dzatiyah adalah mencari ilmu dan memperluas cakrawala pengetahuan, dimana ini merupakan aspek dan sarana penting dalam tarbiyah dzatiyah yang ideal dan mengarahkannya dengan pengarahan yang benar. Sebab bagaimana mungkin seseorang dapat mentarbiyah dirinya dengan tarbiyah yang benar, jika tidak tahu hal halal, haram, kebenaran, kebathilan, manhaj, dan sarana yang benar atau salah. Syekh Muhammad bin Abdul Wahab berkata, Ketahuilah, mencari ilmu itu wajib dan menyembuhkan hati yang sakit. Yang paling penting bagi seorang hamba ialah ia tahu agamanya, dimana mengetahui dan mengamalkannya adalah jalan masuk ke sorga.

        1. Mengerjakan Amalan-amalan Iman

Mengerjakan amalan-amalan iman termasuk sarana yang bervariatif, sangat besar pengaruhnya pada jiwa, karena cara ini merupakan realisasi dari perintah-perintah Allah dan rasul-Nya. Cara ini merupakan ujian untuk mengetahui sejauh mana kejujuran orang-orang yang mengerjakannya dalam mencari petunjuk serta beristiqamah, dan dengan mengerjakan amalan-amalan iman ini merupakan bukti kuat keinginan ikhlas orang yang bersangkutan dalam mentarbiyah dirinya dan memperbaikinya.

Amalan-amalan iman ini sangat bervariatif diantaranya, mengerjakan ibadah-ibadah wajib seoptimal mungkin seperti mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa dan mengeluarkan zakat, meningkatkan porsi ibadah-ibadah sunnah, peduli dengan ibadah dzikir termasuk membaca al-Qur’an.




        1. Memperhatikan Aspek Akhlak (Moral)

Pembinaan akhlak merupakan aspek penting dalam tarbiyah dzatiyah. Islam sangat peduli dengan aspek akhlak (moral) yang baik. Seluruh perintah, larangan, ibadah dan ketaatan Islam membuahkan hasil positif dalam jiwa dan kehidupan manusia. Diantara hasil terbesar akhlak terkait dengan hak Allah Swt ialah takut kepada-Nya. Hasil positifnya terkait dengan hak manusia adalah berakhlak baik ketika bergaul dengan mereka dan berbuat baik kepada mereka, karena agama adalah muamalah

Allah Swt berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Artinya:


Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Selanjutnya Allah juga berfirman:

وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ


Artinya:

Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.


Dalam hadits Rasulullah Saw bersabda:

..\..\my documents\a4.jpg

Artinya:


Sesungguhnya orang mukmin pasti mendapatkan derajat orang yang puasa dan qiyamul tail dengan akhlaknya yang baik. (Diriwayatkan Abu Dawud)
Akhlak menjadi salah satu sarana tarbiyah dzatiyah, sekaligus tujuannya pada saat yang sama. Oleh karena itu, setiap orang muslim harus mentarbiyah dirinya dengan akhlak yang dianjurkan agama Islam, seperti sabar, thawadhu', dermawan jujur dan masih banyak alagi akhlak-akhlak mulia yang harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.


      1. Buah Tarbiyah Dzatiyah

Jika seorang muslim benar-benar melaksanakan pembinaan akhlak terhadap dirinya sendiri maka ia akan memperoleh hasil atau buah dari Tarbiyah Dzatiyah. Buah dari tarbiyah dzatiyah diantaranya:

        1. Keridhaan Allah Swt dan Surga-Nya

Jika seorang muslim melakukan tarbiyab dzatiyah secara sempurna, dengan cara mengerjakan kewajiban-kewajiban dan menjauhkan diri dari segala maksiat, maka ia akan mendapat keridhaan Allah SWT, lalu memperoleh surga-Nya yang merupakan dambaan seluruh orang Muslim di akhirat kelak.

Allah berfirman:

مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلَا يُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا وَمَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُوْلَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ

Artinya:


Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu dan barang siapa mengerjakan amal yang shalih baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rizki didalamnya tanpa hisab.

Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلاً

Artinya:


Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah surga firdaus menjadi tempat tinggal.
Tingkatan orang di surga sangat ditentukan oleh sejauh mana tarbiyah dan tazkiyah (penyucian dirinya). Sebagaimana dalam firman Allah SWT:

وَمَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِناً قَدْ عَمِلَ الصَّالِحَاتِ فَأُوْلَئِكَ لَهُمُ الدَّرَجَاتُ الْعُلَى

Artinya:

Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal shalih, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia).




        1. Kebahagiaan dan Ketentraman

Semua orang mencari kebahagiaan bathin dan ketentraman jiwa. Namun, banyak dari mereka salah jalan dalam upaya mendapatkannya dan tidak tahu jalan-jalannya. Sebab mereka mencari kebahagiaan dan ketentraman di makanan, minuman, syahwat, maksiat dan sebagainya. Mereka hanya mendapatkan kebahagiaan sesaat dan semu. Allah Swt membimbing manusia untuk selalu mentarbiyah diri manusia sendiri, sehingga buah tarbiyah yang diperoleh adalah kebahagiaan dan ketentraman batinnya. Sebagaimana firman Allah Swt:

..\..\my documents\a5.jpg

Artinya:


Barang siapa yang mengerjakan amal shalih baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya pasti Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.


        1. Dicintai dan Diterima Allah

Allah Swt menjanjikan barangsiapa memperbaiki dan mentarbiyah dirinya untuk beriman, bertakwa dan beramal shalih, ia mendapatkan cinta Allah Swt. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits qudsi:

..\..\my documents\a6.jpg

Artinya :

Hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan (melakukan) ibadah-ibadah sunnah, hingga Aku mencintainya.
Lalu, tanpa keinginan dan pilihan orang itu mendapatkan cinta manusia, penghormatan mereka dan Allah Swt membuat mereka menerima dirinya.

Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدّاً

Artinya:


Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang.


        1. Terjaga dari Keburukan

Allah Swt menjaga orang Muslim dari keseluruhan musibah dunia, hal-hal yang tidak mengenakan di kehidupan, pihak-pihak yang menginginkan keburukan baginya, yaitu setan-setan dari kalangan manusia dan jin, bahkan menjaga dari hewan-hewan buas, singa dan lain sebagainya.

Allah Swt berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٍ كَفُورٍ

Artinya:


Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman.

Allah Swt juga menjaga telinga, mata, potensi akal, dan potensi fisik orang yang bertakwa dan senantiasa melakukan tarbiyah terhadap dirinya. Ibnu Rajab barkata: “Barang siapa menjaga Allah pada masa muda dan masa kuatnya, maka Allah menjaganya pada masa tuanya dan ketika kekuatannya melemah, serta memberinya kenikmatan pada telinga, mata, kekuatan, dan akalnya. Sebagai contoh dalam hal ini ialah salah seorang ulama telah berusia lebih dari seratus tahun, tetapi ia tetap hidup dengan kekuatan dan akal yang utuh seperti semula. Pada suatu hari, ia melakukan loncatan keras dan ia pun dikecam karenanya. Ia berkata, “Aku menjaga organ tubuh ini dari maksiat ketika aku masih kecil, lalu Allah menjaganya ketika aku telah tua.” Hal ini sebagai penegasan sebagaimana yang disebut di dalam hadits Rasulullah.



..\..\my documents\a7.jpg

Artinya:


Jagalah Allah, niscaya Dia menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau mendapatkan-Nya di depanmu (Diriwayatkan At-Tirmidzi).


        1. Jiwa Merasa Aman

Ketentraman adalah kehidupan bagi hati, cahaya di mana ia bersinar dengannya, kebangkitan baginya, dan kekuatan yang menguatkan tekadnya, membuatnya tegar terhadap seluruh penderitaannya, dan mengontrol jiwa ketika tidak bersabar. Karena itu orang mukmin semakin kuat imannya dengan ketentraman yang ada padanya.

Semua orang di kehidupan ini pasti diliputi ketakutan-ketakutan dan duka dari semua arah. Karena mereka tidak tahu apa yang akan diputuskan Allah Swt terhadap dirinya dan juga tidak tahu masa depan apa yang akan ditetapkan Allah Swt. Seorang Muslim yang telah mentarbiyah dirinya tidak akan merasa takut dan sedih terhadap apa yang terjadi pada masa silamnya, masa kininya, dan masa depannya. Mereka yakin bahwa Allah Swt akan memberikan rahmat pada umat-Nya dan mengampuni dosa-dosanya. Mereka merasa aman atas rizki dan mata pencahariannya, serta merasa aman dan ridha dengan takdir Allah karena di dalamnya terdapat kebaikan.

Firman Allah Swt:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Artinya:

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak (pula) berduka cita.


Selanjutnya firman Allah yang lain:

هُوَ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَاناً مَّعَ إِيمَانِهِمْ

Artinya:

Dia yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang Mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).




    1. Halaqah Tarbawiyah

Betapapun tarbiyah dzatiyah merupakan faktor terpenting dalam pembinaan akhlak, akan tetapi dalam realitas kehidupan seseorang akan menghadapi kendala yang sangat besar untuk bisa merealisasikan tarbiyah dzatiyah.

Uniknya hambatan yang paling besar muncul dalam diri seseorang, seperti kurangnya disiplin, tidak konsisten, tidak jujur pada diri sendiri, lemah semangat dan lain-lain. Maka dalam rangka merealisasikan tarbiyah dzatiyah perlu ditopang dengan perilaku lain baik langsung maupun tidak langsung. Rasulullah Saw memberikan isyarat tentang hal tersebut dengan sabdanya:



..\..\my documents\a8.jpg

Artinya:


Orang mukmin merupakan cerminan saudaranya

Selanjutnya Allah Swt berfirman:



..\..\my documents\a9.jpg

Artinya:


Bahkan para sahabat sebagai generasi terbaik setelah Rasulullah Saw mentradisikan pembinaan diri mereka sendiri ke arah yang lebih baik dengan melibatkan sahabat yang lain.
Hudzaifah Ibn Yaman pernah berkata:

..\..\my documents\a10.jpg

Artinya:


Mari kita duduk bersama untuk merenungkan iman kita sesaat.
Pada umumnya setiap orang mempunyai forum dengan orang lain baik yang berkaitan dengan bidang profesi pedagang, petani, pegawai dan lain-lain. Berbeda jika forum yang terkait dengan kegiatan sosial, politik, keluarga dan lain-lain. Akan tetapi sangatlah sedikit orang yang mempunyai forum internalisasi keimanan.

Di kalangan pengamal thariqah yang merupakan bagian dari kegiatan sebagian kalangan tasawuf dikenal dengan adanya seorang mursyid. Seorang mursyid biasanya menjadi rujukan para pengamal thariqah khususnya di dalam menjalankan wirid-wirid. Bahkan idealnya seorang mursyid juga menjadi pembimbing dalam berprilaku agar sesuai dengan akhlak al-karimah yang sering disebut dengan suluk.

Apa yang dilakukan para pengamal thariqah dalam menghimpun diri pada sebuah kelompok thariqah dengan bimbingan seorang mursyid jika dikaitkan dengan beberapa hadits Nabi Saw dan tradisi yang dilakukan para sahabat dalam membina keimanan secara jama’i (kolektif) dapat diadopsi secara massal sebagai konsep pembinaan akhlak tasawuf dalam bentuk halaqah. Halaqah sesuai dengan arti lughawi adalah lingkaran dimana orang menghimpun diri di dalamnya dengan dipandu oleh seorang murabbi (pembimbing) untuk bersama-sama membina diri mereka baik dari segi penambahan ilmu maupun pengamalan. Inilah yang kemudian dinamakan halaqah tarbawiyah.

Kegiatan halaqah ini berbentuk pertemuan rutin minimal sekali dalam seminggu dengan agenda kegiatan, antara lain :



  1. Tadarus al-Qur’an

  2. Pemberian materi

  3. Internalisasi materi dalam pengamalan

  4. Dialog permasalahan umat

  5. Evaluasi diri atau muhasabah

  6. Penutup

Disamping kegiatan rutin mingguan, halaqah juga bisa mengadakan acara-acara khusus untuk menguatkan spiritual seperti qiyamul lail bersama, buka puasa sunnah, rihlah untuk memperkuat ukhuwah, tadabbur dan lain-lain. Intinya forum ini tidak hanya mengkaji Islam dalam dataran wacana, akan tetapi dilanjutkan ke arah internalisasi atau pengamalan bahkan hingga pada tataran bagaimana dakwah pada kaumnya.

Dalam bentuk pembinaan akhlak tasawuf, melalui halaqah akan dihasilkan manfaat:



  1. Tertanamnya keyakinan keimanan kuat kepada aqidah dan kebenaran Islam.

  2. Terbentuknya akhlak al-karimah secara nyata dalam wujud perbuatan baik dalam ruang lingkup individu, keluarga dan masyarakat termasuk di dalamnya di lingkungan kampus.

  3. Terciptanya ruh ukhuwah Islamiyah di dalam kehidupan sosial.

  4. Optimalisasi amal untuk mendakwah keislaman khususnya melalui Qadwah atau tasawuf.

  5. Terpeliharanya kepribadian dan amal dari pelbagai pengaruh yang bisa merusak dan melemahkannya.

  6. Mengkoreksi dan memperbaiki berbagai bentuk kesalahan dan penyimpangan melalui tausiyah dan mau’idzah khasanah.




  1. Langkah-Langkah Pembinaan Akhlak

Beribadah merupakan pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya (Allah Swt). Dalam mewujudkan pengabdianya manusia berusaha untuk senantiasa bersih atau suci dari segala dosa-dosa yang melekat pada diri manusia. Upaya-upaya tersebut sudah banyak dilakukan oleh mereka yang ingin dekat dengan Allah Swt. Salah satunya adalah pembinaan akhlak yang dalam pembahasan ini lebih ditekankan pada pembinaan akhlak melalui Tarbiyah Dzatiyah, Tarbiyah al-Nafs dan Halaqah Tarbawiyah. Disinilah para ahli perjalanan kepada Allah mengambil langkah pendekatan diri pada Tuhannya dengan cara muraqabah, muhasabah, musyarathah, mujahadah dan mu’tabah, dimana cara seperti ini sebagai salah satu sarana tazkiyatun nafs.

Manusia yang senantiasa metazkiyah dirinya akan selalu mengingat bahwa Allah mengawasi mereka, menanyai mereka dalam proses hisab, dan akan dituntut dengan berbagai tuntutan yang sedetail-detailnya. Dan tidak ada sesuatu yang dapat menyelamatkan mereka dari bahaya ini kecuali lazumul muhasabah (muhasabah secara terus menerus), shidul muraqabah (muraqabah secara benar), muthalabatun nafsi (menuntut jiwa) dalam semua nafas dan gerak dan muhasabah terhadap jiwa dalam segala hal dan keadaan. Barangsiapa meng-hisab dirinya sebelum dihisab, maka akan ringan hisabnya di hari kiamat, bisa menjawab pertanyaan yang diajukan, dan mendapatkan tempat kembali yang baik. Tetapi barang siapa yang tidak meng-hisab dirinya maka akan menyesal selamanya, akan lama penantiannya di pelataran kiamat, dan berbagai keburukan akan menyeretnya kepada kehinaan dan murka. Setelah hal itu terungkap, maka manusia akan mengetahui bahwa tidak ada sesuatu yang dapat menyelamatkan mereka kecuali ketaatan kepada Allah.

Dalam pada itu Allah telah memerintahkan mereka agar bersabar dan bersiap siaga (murabathah). FirmanNya “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga...” Mereka mempersiapsiagakan diri mereka terlebih dahulu dengan musyarathah (menetapkan beberapa syarat), kemudian dengan muraqabah, muhasabah, mu’aqabah, mujahadah dan mu’atabah. Inilah yang kemudian sebagai acuan dalam tazkiyah al-nafs, yaitu upaya manusia membersihkan atau mensucikan dirinya sebagai sarana mendekatkan diri pada Tuhannya.

Ada beberapa tahapan mempersiapkan diri (murabathah) dalam bertazkiyah yang memiliki keterkaitan erat satu sama lain dan membangun sistem pengawasan serta penjagaan yang kokoh. Kesemua tahapan tersebut penting dijalani agar benar-benar menjadi “safety net” (jaring pengaman) yang menyelamatkan manusia dari keterperosokan dan keterpurukan di dunia serta kehancuran di akhirat nanti. Tahapan tersebut terbagi dalam enam maqam (tingkatan), yaitu:



    1. Musyarathah (Penetapan Syarat)

Penetapan syarat adalah permulaan seseorang melakukan suatu kegiatan. Sebagai contoh tuntutan orang-orang yang terlihat dalam kongsi perdagangan, ketika melakukan perhitungan, adalah selamatkan keuntungan. Sebagaimana pedagang meminta bantuan kepada sekutu dagangnya lalu menyerahkan harta kepadanya agar memperdagangkan kemudian memperhitungkannya. Demikian pula akal, ia merupakan pedagang di jalan akherat. Apa yang menjadi tuntutan dan keuntungan tidak lain adalah tazkiyatun nafs karena dengan hal itulah keberuntungannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” Karena keberuntungan tidak lain adalah amal shalih.

Dalam perdagangan ini akal dibantu oleh jiwa, bila dipergunakan dan dikerjakan untuk hal yang dapat mensucikannya, sebagaimana pedagang dibantu oleh sekutu dan pembantunya yang memperdagangkan hartanya. Sebagaimana sekutu bisa menjadi musuh dan pesaing yang memanipulasi keuntungan sehingga perlu terlebih dahulu dibuat syarat (musyrathah), kemudian diawasi (muraqabah), diaudit (muhasabah) dan memberi sanksi (mu’aqabah) atau dicela (mu’atabab). Demikian pula akal memerlukan musyrathah (penetapan syarat kepada jiwa), lalu memberikan berbagai tugas, menetapkan berbagai syarat, mengarahkan ke jalan kemenangan, dan mewajibkannya agar menempuh jalan tersebut. Kemudian tidak pernah lupa mengawasinya, sebab seandainya manusia mengabaikannya niscaya akan terjadi pengkhianatan dan penyia-nyiaan modal. Kemudian setelah itu ia harus meng-hisabnya dan menuntut memenuhi syarat yang ditetapkan, karena bagi manusia keuntungan perdagangan ini adalah syurga firdaus yang tertinggi dan mencapai sidratul munthaha bersama para nabi dan syuhada’. Oleh sebab itu memperketat hisab (perhitungan) terhadap jiwa dalam hal ini jauh lebih penting ketimbang memperketat perhitungan keuntungan dunia, karena keuntungan dunia sangat hina bila dibandingkan dengan kenikmatan syurga, disamping kenikmatan dunia pasti lenyap. Tidak ada kebaikan pada kebaikan yang tidak langgeng.

Maka menjadi keharusan bagi setiap orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk tidak lalai untuk melakukan muhasabah terhadap jiwanya, memperketat dalam berbagai gerak, diam, lintasan dan langkah-langkahnya. Apabila hamba memasuki waktu shubuh dan telah usai melaksanakan shalat shubuh maka hendaknya ia meluangkan hatinya untuk menetapkan syarat terhadap jiwanya sebagaimana pedagang meluangkan pertemuan untuk menetapkan syarat-syarat kepada sekutunya ketika ia menyerahkan barang dagangan kepadanya seraya berkata kepada jiwa; “Aku tidak mempunyai barang dagangan kecuali umur, jika ia habis maka habislah modal sehingga tidak ada harapan untuk melakukan perdagangan dan mencari keuntungan. Di hari yang baru ini Allah telah memberi tempo (waktu) kepadaku, dia memperpanjang usiaku dan melimpahkan nikmat kepadaku dengan usia itu. Seandainya Allah mematikan aku niscaya aku akan berandi-manusia sekiranya Allah mengembalikan aku ke dunia sehari saja agar aku beramal shalih.” Seandainya jiwa manusia telah meninggal kemudian dikembalikan lagi ke dunia, maka janganlah menyia-nyiakan hari ini, karena setiap nafas adalah mutiara yang tiada terkira nilainya. Perlu diketahui bahwa sehari semalam adalah dua puluh empat jam, maka bersungguh-sungguhlah hari ini untuk mengumpulkan bekal dan hindari kecenderungan pada kemalasan, kelesuan dan santai yang menyebabkan tidak dapat meraih derajat ‘iltiyin sebagaimana orang yang telah mendapatkannya.


    1. Yüklə 471,64 Kb.

      Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin