Diriwayatkan bahwa Imam Al-Ghazali mulai dari Balighnya tidak pernah terlewatkan olehnya malam Lailatul Qadr, dan dari pengalaman tersebut maka beliau memperhitungkan turunnya malam Lailatul Qadr berdasarkan Awal puasanya yaitu sebagai berikut :
-
Awal puasa pada hari Ahad atau hari Rabu maka Lailatul Qadr akan turun pada malam ke 29
-
Awal puasa pada hari Senin maka Lailatul Qadr akan turun pada malam ke 21
-
Awal puasa pada hari Selasa atau Jumah maka Lailatul Qadr akan turun pada malam ke 27
-
Awal puasa pada hari Kamis maka Lailatul Qadr akan turun pada malam ke 25
-
Awal puasa pada hari Sabtu maka Lailatul Qadr akan turun pada malam ke 23
Sedangkan Imam Besar Syafi'i dalam Kifayatul Akhyar pada Babul I'tikaf, beliau condong kepada malam ke 21 pada malam-malam ganjil akhir Ramadhan
Sedangkan pada kitab yang sama dan Bab yang sama Jumhur Ulama menyepakati bahwa Lailatul Qadr kemungkinan jatuh pada sepuluh malam terakhirnya dan terlebih di malam ganjilnya,
Imam Malik berpendapat bahwa Lailatul Qadr akan bergeser pada tiap tahunnya di setipa 10 malam terkahir
Sedangkan Aisyah Rah. a berkata bahwa Nabi menyuruh mencarinya di malam-malam ganjil pada 10 malam terakhir bulan Ramadan. Yakni malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29. Itu kalau bulan Ramadan lamanya 30 hari. Kalau hanya 29 hari, menurut Ibnu Hazm, 10 hari terakhir dimulai tanggal 20, jadi Lailatul Qadar harus dicari sejak malam ke-20, 22, 24, 26, dan 28. Artinya, bisa saja salah satu malam dari tanggal 20 sampai akhir Ramadan, baik ganjil maupun genap.
Insya Allah jika sempat akan di posting mengenai pendapat-pendapat ulama besar lainnya
Lihat Juga :
Kelebihan Bulan Ramadhan dan Malam Lailatul Qadar
“Berpuasa itu adalah perisai (benteng) dari api neraka, ibarat perisai salah satu kalian dalam peperangan (Hadist)". Jelaslah, begitu besar keutamaan bulan suci Ramadhan.
Datangnya bulan suci ini disambut gembira para malaikat dan umat Nabi Muhammad, hanya orang-orang munafik yang tidak merasa gembira. Betapa tidak, bulan suci Ramadhan adalah bulan yang sarat rahmat, maghfirah (ampunan) dan bulan pembebasan dari api neraka bagi yang mengharap rahmat Allah, dengan imanan wahtisaban (iman dan mengharapkan pahala Allah semata).
“...Bulan Ramadhan awalnya merupakan rahmat, pertengahannya adalah maghfirah (ampunan) dan di akhir bulan Ramadhan adalah pembebasan dari api neraka...”. (Hadist). Termasuk keutamaan bulan puasa bagi seorang hamba yang senatiasa beribadah dengan keimanan dan mengharap ridha Allah semata, dia akan menjadi hamba yang beruntung dan mendapat derajat yang sangat tinggi dimata Allah.
Dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Adaylami, Rasulullah bersabda, maksud hadist: “Diamnya seorang yang sedang berpuasa merupakan tasbih, tidurnya adalah ibadah, Doanya mustajab dan amalan baiknya dilipatgandakan”.
Dalam Hadist yang diriwayatkan Thobroni dan Imam Baihaqy, Rasulullah bersabda, maksud hadist: “Ibadah puasa untuk Allah, tidak ada yang mengetahui pahala yang melakukannya kecuali Allah Azza wa Jalla”. Tentunya, untuk mencapai pahala khusus dalam ibadah puasa harus memenuhi beberapa syarat/adab guna menyempurnakan ibadah seorang hamba, sebagai berikut:
Pertama, niat berpuasa karena Allah, dengan disertai hati yang hadir.
Dua, menjaga perkara-perkara yang membatalkan ibadah puasa (mufthirot) seperti, masuknya makanan/minuman ke dalam perut dengan disengaja, berhubungan badan (seks) antara suami istri di saat menjalankan puasa.
Tiga, menjaga perkara-perkara yang membatalkan pahala puasa (muhbithot) seperti ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), berbohong, melihat wanita yang bukan mahramnya dengan sengaja disertai syahwat.
Yang lain, bersenang-senang bersama istri dengan syahwat, sumpah palsu, menjadi saksi palsu, takabur (sombong/angkuh), menjauhi makanan & minuman dari yang haram, menjauhi dari penghasilan haram, memutuskan hubungan silaturrahmi (permusuhan), berkata kotor dan keji.
Empat, bagi kaum Hawa hendaknya tidak sering keluar rumah dan apabila keluar dari rumah maka wajib menutup aurat sesuai cara syariat.
Keajaiban Lailatul Qadar
Sesungguhnya Lailatul Qadar diturunkan pada malam yang penuh barokah, rahmat dan ampunan, tidaklah seorang hamba yang taat senantiasa di malam itu memohon pada Allah, kecuali akan dikabulkan. Betapa ruginya seorang hamba bila melewatkan malam tersebut.
Maksud firman Allah itu adalah:
Satu, sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Quran) pada malam Lailatul Qadar.
Dua, dan tahukah engkau apakah Lailatul Qadar itu?
Tiga, Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan.
Empat, malaikat dan ruh (Jibril) turun padanya dengan izin Tuhan-nya membawa segala perintah.
Lima, sejahteralah malam itu sampai terbit fajar.
Ayat tersebut merupakan nash dari Quran yang menjelaskan, bahwa Lailatul Qadar adalah kejadian luar biasa yang turun di setiap bulan suci Ramadhan. Segala amal baik yang dilakukan pada malam itu dilipatgandakan pahalanya sehingga seakan-akan seorang hamba beramal selama 1000 bulan. Rasulullah, tidak memberi tahu kepastian terjadinya malam Lailatul Qadar, agar umat Islam senatiasa menghidupkan amalan sunah dan semangat beribadah selama bulan Ramadhan.
Akan tetapi ada beberapa riwayat Hadist sahih yang menjelaskan tanda-tanda turunnya malam Lailatul Qadar akan terjadi pada hitungan tanggal malam ganjil di antara 10 malam terakhir. Umat Nabi Muhammad, diberi kesempatan untuk meraihnya (Lailatul Qadar), di mana pada malam itu para Malaikat diturunkan ke langit bumi guna mengamini dan mencari siapa saja dari Umat Muhammad, yang memohon rahmat, ampunan dan derajat yang sangat tinggi (1000 bulan) dari Allah, hingga menjelang fajar. Hanya orang taat dan bijak yang akan selalu mencari keutamaan Lailatul Qadar dan meraihnya.
Dari Ubadah Ashomid ra, berkata : “Rasulullah telah memberi kami kabar tentang Lailatul Qadar. Beliau bersabda: “Lailatul Qadar adalah 10 akhir di bulan Ramadhan, yaitu pada malam 21 atau malam 23 atau malam 25. Atau malam 27 atau malam 29 atau diakhir malam Ramadhan. Barang siapa menghidupkannya (shalat) dengan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang”.
Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda :“Barang siapa menghidupkan (shalat) malam Lailatul Qadar dengan ibadah karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu (Muttafaqun Alaih)".
Prediksi Terjadinya Lailatul Qadar Versi Imam Qalyubi
Dengan melihat awal hari dari bulan Ramadhan. Jika awal Ramadhan hari Ahad atau Rabu, maka kemungkinan malam Lailatul Qadar pada malam 29. Jika awal Ramadhan hari Jum’at atau Selasa, maka kemungkinan Lailatul Qadar pada malam 27. Jika awal Ramadhan hari Kamis, kemungkinan malam Lailatul Qadar pada malam 25.
Dan jika awal Ramadhan hari Sabtu,maka kemungkinan malam Lailatul Qadar pada malam 23. Sedang jika awal Ramadhan jatuh pada hari Senin, maka kemungkinan malam Lailatul Qadar pada malam 21. Adapun tanda tanda malam Lailatul Qodar adalah udara pada malam itu tidak panas dan tidak dingin (sedang), keesokan harinya matahari tidak terlalu panas.
Walhasil, kunci utama untuk mendapatkan “Lailatul Qadar” adalah melawan hawa nafsu (setan) dengan menghindari segala macam bentuk kemaksiatan serta meperbanyak ibadah terutama shalat malam (qiyamul lail) selama bulan suci Ramadhan atau kita menjadi hamba yang kalah melawan hawa nafsu.
Termasuk kewajiban kita untuk menjaga dan meperingatkan keluarga kita dari hal hal yang merusak moralitas Islam dan bangsa seperti menonton tayangan-tayangan televisi yang tidak mendidik dan merusak moral/mental umat Islam Indonesia, khususnya pada anak-anak kita.
Tentunya, tayangan-tayangan itu jika ditonton akan menggugurkan pahala ibadah puasa kita. Terlebih lagi acara maksiat tersebut ditayangkan saat menjelang waktu sahur. Semestinya mereka wajib menghormati umat Islam yang sedang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, sementara pemerintah kita (MUI) terkesan apatis menanggapi tayangan yang tak bermoral tersebut.
[184] (Puasa yang diwajibkan itu ialah) beberapa hari yang tertentu; maka sesiapa di antara kamu yang sakit atau dalam musafir, (bolehlah dia berbuka), kemudian wajiblah dia berpuasa sebanyak (hari yang dibuka) itu pada hari-hari yang lain; dan wajib atas orang-orang yang tidak terdaya berpuasa (kerana tua dan sebagainya) membayar fidyah iaitu memberi makan orang miskin. Maka sesiapa yang dengan sukarela memberikan (bayaran fidyah) lebih dari yang ditentukan itu, maka itu adalah suatu kebaikan baginya dan (walaupun demikian) berpuasa itu lebih baik bagi kamu (daripada memberi fidyah), kalau kamu mengetahui.
[185] (Masa yang diwajibkan kamu berpuasa itu ialah) bulan Ramadan yang padanya diturunkan Al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dengan yang salah. Oleh itu, sesiapa dari antara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadan (atau mengetahuinya), maka hendaklah dia berpuasa bulan itu dan sesiapa yang sakit atau dalam musafir maka (bolehlah dia berbuka, kemudian wajiblah dia berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah menghendaki kamu beroleh kemudahan dan Dia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran dan juga supaya kamu cukupkan bilangan puasa (sebulan Ramadan) dan supaya kamu membesarkan Allah kerana mendapat petunjukNya dan supaya kamu bersyukur.
Surah Al Baqarah [Ayat 184 - 185]
- Lailatul Qadar makin popular setelah memasuki hari-hari akhir Ramadan. Lailatul Qadar atau Lailat Al-Qadar (malam ketetapan) adalah satu malam penting yang terjadi pada Ramadan, yang dalam Al-Quran digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Malam ini juga diperingati sebagai malam diturunkannya Al-Quran. Deskripsi tentang keistimewaan malam ini dapat dijumpai pada Surat Al-Qadar, surat ke-97 dalam Al-Quran.
Menurut Quraish Shihab, kata qadar sesuai dengan penggunaannya dalam ayat-ayat Al-Quran dapat memiliki tiga arti, yakni:
1. Penetapan dan pengaturan sehingga Lailat Al-Qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Penggunaan qadar sebagai ketetapan dapat dijumpai pada surat Ad-Dukhan ayat 3-5: Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam, dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan semua urusan yang penuh hikmah, yaitu urusan yang besar di sisi Kami.
2. Kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran. Penggunaan qadar yang merujuk pada kemuliaan dapat dijumpai pada surat Al-An'am (6): 91 yang berbicara tentang kaum musyrik, "Mereka itu tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada masyarakat."
3. Sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surat Al-Qadr. Penggunaan qadar untuk melambangkan kesempitan dapat dijumpai pada surat Ar-Ra'd ayat 26, "Allah melapangkan rezeki yang dikehendaki dan mempersempit (bagi yang dikehendaki-Nya)"
KEISTIMEWAAN
Dalam Al-Quran, tepatnya Surat Al-Qadar, malam ini dikatakan memiliki nilai lebih baik dari seribu bulan (97:1). Pada malam ini juga dikisahkan Al-Quran diturunkan, seperti dikisahkan pada Surat Ad-Dukhan ayat 3-6 (44:3).
WAKTU
Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada 10: "Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Romadhan" (HR: malam terakhir bulan Ramadan. Hal ini berdasarkan hadis dari Aisyah yang mengatakan, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beritikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan dan beliau bersabda, yang artinyaBukhari 4/225 dan Muslim 1169).
Mudah sekali Untuk Mendapatkan Lailatul Qadar
Umat islam hari ini beranggapakan sangat sulit sekali untuk mendapatkan Lailatul Qadar dan hanya orang-orang tertentu saja yang mendapatkannya. Padahal setiap orang islam berhak mendapatkan Lailatul Qadar dan caranya pun mudah sekali. Tinggal ada kemauan atau tidak untuk mendapatkannya.
Didalam hadits dikatakan Barangsiapa beramal fardhu di bulan Ramadhan, maka pahalanya seperti orang yang beramal tujuh puluh amalan fardhu pada bulan lainnya.
Kalau kita ditanya untuk mendapatkan pahala yang dilipat gandakan 70 kali lipat pada bulan Ramadhan ini bagaimana caranya ...???
Pasti kita akan menjawab : Kita harus berpuasa.
Semua pasti akan setuju dengan pendapat ini bahwa syaratnya “PUASA”
Kalau ada satu orang memasuki bulan Ramadhan tetapi dia tidak PUASA. Maka kita pun akan mengatakan : Orang seperti ini tidak akan mendapatkan pahala 70 kali lipat ganda.
Jadi syarat untuk dilipat gandakan amal 70 kali lipat pada bulan Ramadhan adalah “PUASA”
Hal ini dulu yang perlu kita fahami.
Yang perlu ditekankan lagi, “SIAPA SAJA YANG BERPUASA MAKA DIA BERHAK MENDAPATKAN PAHALA 70 KALI LIPAT GANDA “.
Allah SWT berfirman : Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan (QS. Al Qadr : 3)
Seribu bulan itu 83 tahun 4 bulan.
Maksudnya barang siapa yang beramal ibadah pada malam Lailatul Qadar maka lebih baik dari beribadah 83 tahun 4 bulan.
• Barang siapa yang shalat pada malam Lailatul Qadar maka dia mendapat pahala shalat 83 tahun 4 bulan.
• Barang siapa yang berzikir pada malam Lailatul Qadar maka dia mendapat pahala zikir 83 tahun 4 bulan.
• Barang siapa yang membaca Al Qur’an pada malam Lailatul Qadar maka dia mendapat pahala membaca Al Qur’an 83 tahun 4 bulan.
Jadi, setiap amalan sama nilainya dengan beribadah 83 tahun 4 bulan.
Pendapat umum yang beredar dilangan orang awam. KALAU KITA BERJUMPA DENGAN LAILATUL QADAR. APAPUN PERMINTAAN KITA AKAN DIKABULKAN OLEH ALLAH SWT.
Misalkan:
Minta uang yang banyak jumpa Lailatul Qadar maka akan langsung diberi uang banyak.
Minta istri yang cantik jumpa Lailatul Qadar maka akan langsung diberi istri yang cantik.
Minta jabatan yang tinggi jumpa Lailatul Qadar maka akan langsung diberi jabatan yang tinggi.
Bukan seperti itu. Ini pendapat yang salah
Untuk lebih memperjelas. Bagai mana sebenarnya asal usul Lailatul Qadar.
Di dalam Durrul-Mantsur terdapat sebuah hadits dan Anas r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Lailatul-Qadar telah dikaruniakan kepada umat ini (umatku) yang tidak diberikan kepada umat-umat sebelumnya.”
Terdapat beberapa pendapat mengenai alasan dikaruniakannya Lailatul-Qadar. Menurut beberapa hadits, di antara sebabnya adalah sebagai berikut:
Rasulullah SAW. pernah merenungkan usia umat-umat terdahulu yang lebih panjang daripada usia umatnya yang pendek. Beliau pun bersedih karena mustahil umatnya dapat menandingi amal ibadah umat-umat terdahulu. Oleh sebab itu, Allah SWT. dengan kasih sayangNya yang tidak terhingga mengaruniakan Lailatul-Qadar kepada umat ini. Hal ini bermakna bahwa apabila ada seseorang yang memperoleh kesempatan beribadah selama sepuluh malam Lailatul-Qadar pada bulan Ramadhan dan mendapatkan keberkahan malam-malam tersebut, maka ia akan mendapat pahala beribadah selama 83 tahun 4 bulan, bahkan lebih. Riwayat lain menyatakan bahwa Rasulullah saw bercerita kepada para sahabatnya tentang kisah seseorang yang sangat shalih dan Bani Israil yang telah menghabiskan waktunya selama seribu bulan untuk berjihad fi sabilillah. Mendengar kisah ini, para sahabat r.hum merasa iri. Terhadap hal ini, Allah SWT. mengaruniakan kepada mereka Lailatul-Qadar sebagai ganti dan beribadah selama 1000 bulan tersebut. Ada juga riwayat lainnya yang menyatakan bahwa Nabi SAW. pernah menyebutkan empat nama Nabi dan Bani Israil, yang masing-masing telah menghabiskan delapan puluh tahun untuk berbakti dan beribadah kepada Allah tanpa pernah mendurhakaiNya sekejap mata pun. Mereka adalah Ayyub as., Zakariya as., Hizkil as., Yusya’ as. Mendengar hal ini para sahabat merasa iri. Lalu Jibril a.s. datang dan membacakan surat Al-Qadar; yang mewahyukan tentang keberkahan malam yang istimewa ini.
Asbabun Nuzul QS. Al Qadr : 3
Imam Tirmizi, Imam Hakim dan Imam Ibnu Jarir semuanya mengetengahkan sebuah hadis melalui Hasan bin Ali yang menceritakan bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah bermimpi melihat Bani Umaiyah berada di atas mimbarnya, maka hal itu membuatnya berduka cita. Lalu turunlah ayat ini, yaitu, "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al Kautsar." (Q.S. Al Kautsar, 1) dan turun pula ayat lainnya, yaitu firman-Nya, "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan." (Q.S. Al Qadar, 1-3) Artinya, seribu bulan itu dimiliki oleh Bani Umaiyah sesudahmu. Al Qasimul Harrani mengatakan, kami hitung-hitung (umur kekhalifahan Bani Umaiyah), ternyata masa kekhalifahan mereka itu hanya berlangsung selama seribu bulan tidak lebih dan tidak pula kurang. Imam Tirmizi memberikan komentarnya bahwa hadis ini berpredikat Gharib atau aneh. Sedangkan Muzanni dan Ibnu Katsir mengatakan, hadis ini berpredikat Mungkar Jiddan atau sangat diingkari. Ibnu Abu Hatim dan Wahidi kedua-duanya mengetengahkan sebuah hadis melalui Mujahid yang menceritakan, bahwasanya Rasulullah saw. pernah menceritakan tentang seorang lelaki dari kalangan kaum Bani Israel; ia menyandang senjatanya selama seribu bulan untuk berjuang di jalan Allah. Kaum muslimin merasa takjub atas hal tersebut, maka Allah swt. segera menurunkan firman-Nya; "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan." (Q.S. Al Qadar, 1-3) Maksudnya, beramal saleh pada malam kemuliaan itu jauh lebih baik dan jauh lebih besar pahalanya daripada pahala seorang lelaki yang menyandang senjatanya selama seribu bulan di jalan Allah. Imam Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Mujahid yang menceritakan, bahwa di kalangan orang-orang Bani Israel terdapat seorang laki-laki yang setiap malam selalu salat hingga pagi hari, kemudian pada siang harinya ia selalu berjihad melawan musuh-musuh Allah hingga sore harinya. Hal tersebut dilakukannya selama seribu bulan secara terus-menerus. Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Lailatulkadar (malam kemuliaan) itu lebih baik daripada seribu bulan." (Q.S. Al Qadar, 3) Maksudnya, beramal saleh pada malam lailatulkadar itu pahalanya jauh lebih baik dan lebih besar daripada amalan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dari Bani Israel itu.
Jadi bagai mana caranya untuk mendapatkan Lailatul Qadar ... ???
Dari Abu Sa’id Al Khudri r.a., bahwa Rasulullah saw beri’tikaf pada sepuluh hari awal Ramadhan, kemudian dilanjutkan pada sepuluh hari pertengahan di sebuah kemah Turki, lalu Beliau mengulurkan kepalanya seraya menyeru manusia, maka orang-orang pun mendatanginya. Lalu beliau bersabda,” Aku telah beri’tikaf sejak sepuluh hari awal bulan ini untuk mendapatkan Lailatul Qadr, kemudian sepuluh hari pertengahan. Lalu dikatakan kepadaku bahwa Lailatul Qadar itu ada di sepuluh hari yang terakhir. Maka barangsiapa ingin beri’tikaf, I’tikaflah pada sepuluh malam terakhir.” Lalu orang-orang pun beri’tikaf bersama beliau. Beliau bersabda,” Aku bermimpi melihat Lailatul Qadar pada malam ini, tetapi dibuat lupa, dimana pada pagi-pagi aku sujud di tanah yang basah. Maka carilah pada sepuluh malam terakhir dan carilah pada malam-malam yang ganjil.” Memang malam itu hujan, sehingga masjid tergenang air. Setelah selesai sholat shubuh, Rasulullah saw keluar sedangkan di kening beliau menempel tanah basah. Malam itu adalah malam ke-21 dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” ( Hadits Bukhari, Muslim- Misykat )
I’tikaf pada bulan Ramadhan adalah amalan yang biasa dilakukan oleh Nabi SAW. Pada bulan ini, beliau beri’tikaf selama sebulan penuh. Dan pada tahun terakhir di akhir hayatnya, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari. Karena kebiasaan beliau yang amat mulia itu (I’tikaf sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan), maka para ulama berpendapat bahwa I’tikaf selama sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan adalah sunnah muakaddah.
Syarat untuk dilipat gandakan amal 70 kali lipat pada bulan Ramadhan adalah “PUASA”
Syarat untuk mendapatkan Lailatul Qadar adalah “I’TIKAF”
Semua hadits dari nabi SAW menganjurkan I’TIKAF untuk mendapatkan Lailatul Qadar.
Kalau ada satu orang memasuki 10 hari akhir Ramadhan tetapi dia tidak I’TIKAF maka orang seperti ini tidak akan mendapat Lailatul Qadar.
Yang perlu ditekankan lagi, “SIAPA SAJA YANG BER I’TIKAF MAKA DIA BERHAK MENDAPATKAN PAHALA LEBIH BAIK DARI SERIBU BULAN ATAU 83 TAHUN 4 BULAN”.
Sebagaimana tadi sudah kita jelaskan diatas, “SIAPA SAJA YANG BERPUASA MAKA DIA BERHAK MENDAPATKAN PAHALA 70 KALI LIPAT GANDA “.
Tidurnya orang yang berpuasa saja dihitung ibadah. Bagaimana pula tidurnya orang yang I’tikaf pada malam Lailatul Qadar, berapa besar pahalanya...? Itu masih tidurnya, bagai mana dengan shalatnya, zikirnya baca Al Qur’annya. Apalagi DAKWAHNYA, lebih DAHSYAT lagi.
Intinya siapa saja yang I’tikaf maka dia akan mendapat Lailatul Qadar.
JADI MUDAHKAN ...???
TIDAK PAYAH ...
Ulama berbeda pendapat masalah harinya bukan masalah dapat tidak dapatnya. Jadi semua kebagian Lailatul Qadar. Masalahnya Cuma mau atau tidak.
Maulana Zakariyya rah.a katakan Beruntanglah orang yang mulai dari baligh tidak pernah tertinggal Lailatul Qadar.
Tidak ada satu hadits pun yang dikatakan oleh Nabi SAW beribadah dirumah akan mendapatkan Lailatul Qadar. Jadi kita jangan bermimpi untuk mendapatkannya kalau tidak I’tikaf.
Satu orang kaya telah mengatakan : “Siapa saja yang datang kerumah saya dalam masa waktu 10 hari ini dan didalam 10 hari itu ada 1 hari, saya akan membagi-bagikan uang 100 juta kepada siapa saja yang datang.
Maka setiap orang akan berpikir : “Untuk mendapatkan uang yang 100 juta tersebut. Jalan satu-satunya menginap dirumah orang kaya tersebut”
Siapa pun orangnya akan berpikiran demikian.
Tibalah masa waktu uang dibagi. Kita katakanlah hari ke 5. Waktu pembagian uang ada yang sedang makan, ada yang sedang tidur dsb. Orang kaya tadi sudah berjanji akan memberikan uang 100 juta kepada siapa saja yang datang. Maka yang tertidur pun akan tetap diberikan uang karena dia sudah mau datang. Apakah orang yang tidak hadir ketika itu akan mendapatkan uang. Jawababnya : TENTU TIDAK AKAN MENDAPATKAN walau hanya Rp. 1,-
Allah SWT telah menjanjikan Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan dan masih banyak lagi kelebihannya. Jadi mengapa kita tidak mau I’tikaf... ??? Berkorban sedikit saja untuk mendapatkan pahala yang besar.
Begadang setiap malam untuk menonton siaran bola selama piala dunia kita sanggup. Tentu untuk I’tikaf juga kita pasti sanggup.
Semua sedia Insya Allah ...
Sebenarnya bagi satu orang dai itu tiada hari tanpa Lailatul Qadar.
Dari Abu Hurairah r.a. berkata bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Berdiri sesaat di jalan Allah lebih baik daripada beribadah di malam Lailatul Qadar di depan Hajr Aswad.” (Hr. Ibnu Hibban. Berkata pentahqiq, “Isnadnya shahih” X/463)
Rasulullah SAW, besabda : "Orang yang shalat isya berjamaah kemudian shalat empat rakaat sebelum ia keluar masjid, maka seperti membandingi Lailatul Qadar." (HR Thabrani)
Semua sedia Insya Allah ...
Menjadikan hari-harinya Lailatul Qadar
Catatan : Bagi Wanita Sebaiknya di rumah
Jadi jangan pernah katakan saya belum pernah mendapatkan Lailatul Qadar
SEBAGAI BAHAN RENUNGAN BAGI YANG INGIN MENCARI LAILATUL QADAR
Dari Aisyah rha Rasulullah SAW bersabda, “Carilah malam Lailatul-Qadar pada malam-malam ganjil dari sepuluh malam pada akhir bulan Ramadhan (Bukhari - Misykat).
Menurutjumhur ulama, sepuluh hari terakhir dimulai dan malam yang ke-21. Biasanya bulan Ramadhan terdiri dan 29 atau 30 hari, maka siapa saja hendaknya mencari malam Lailatul-Qadar pada malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29. Meskipun dalam sebulan terdiri dan 29 hari, malam-malam itu disebut sebagai sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Tetapi Ibnu Hazm berpendapat lain, yakni lafazh ‘asyrah dalam hadits di atas maksudnya adalah sepuluh. Berarti, perhitungan di atas benar jika bulan Ramadhan berlangsung 30 hari. Akan tetapi, jika bulan Ramadhan berlangsung selama 29 hari, maka sepuluh hari terakhir dimulai dan malam ke-20. Menurut perhitungan ini, maka malam ganjil adalah malam ke-20, 22, 24, 26, dan 28. Walaupun demikian, Nabi SAW. menganjurkan para sahabatnya agar mencari malam Lailatul-Qadar diiringi dengan i’tikaf. Aiim ulama telah sepakat bahwa ketika mencari Laiiatul-Qadai Rasulullah saw. beri’tikaf mulai dan malam ke-21 bulan Ramadhan. Berdasarkan hal ini, alim ulama sepakat bahwa Lailatul-Qadar turun pada malam yang ganjil, walaupun ada kemungkinan Lailatul-Qadar turun pada malam lainnya. Kedua pendapat ini dapat digunakan. Dengan demikian, setiap malam mulai malam ke20 sampai malam Idul Fitri, sebaiknya digunakan hanya untuk beribadah dengan penuh konsentrasi untuk memperoleh Lailatul-Qadar. Sepuluh atau sebelas malam beribadah tidaklah berat jika dibandingkan dengan besarnya pahala yang dijanjikan Allah SWT.
Menurut Imam Al Ghazali Cara Untuk mengetahuiLailatul Qadar bisa dilihat dari permulaan/haripertama bulan Ramadhan :
1. Jika hari pertama jatuh pada hari ahad atau hari rabu maka Lailatul Qadar jatuh pada tanggal 29 Ramadhan
2. Jika hari pertama jatuh pada hari Senin maka Lailatul Qadar jatuh pada tanggal 21 Ramadhan
3. Jika hari pertama jatuh pada hari Kamis maka Lailatul Qadar jatuh pada tanggal 25 Ramadhan
4. Jika hari pertama jatuh pada hari Sabtu maka Lailatul Qadar jatuh pada tanggal 23 Ramadhan
5. Jika hari pertama jatuh pada Selasa atau Jumat maka Lailatul Qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadhan ( Sulaiman Al Kurdi juz hal 188 )
han Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tak lupa juga shalawat dan salam terlimpah dan tercurah kepada manusia pilihan, Nabiyullah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga beserta para sahabatnya.
Tidak terasa, bulan suci Ramadhan sebentar lagi akan meninggalkan kita semua. Ramadhan kini telah berada dalam fase terakhirnya. Sebab menurut para ulama kita, bulan Ramadhan itu terdiri dari tiga fase; fase pertama sepuluh hari awal Ramadhan. Disebut sebagai fase rahmat. Fase berikutnya sepuluh hari pertengahan. Di sebut juga sebagai fase magfirah. Dan fase terakhir adalah sepuluh hari terakhir. Yang lebih dikenal sebagai fase pembebasan dari api neraka.
Berbicara mengenai fase terakhir Ramadhan ini, tentu yang paling santer dibicarakan orang-orang adalah mengenai datangnya “malam agung” atau malam kemuliaan alias malam penuh rahmat. Apa itu?, ialah malam lailatul qadar. Malam yang ditetapkan Allah bagi umat Islam. Ada dua pengertian mengenai maksud malam tersebut. Pertama, lailatul qadar adalah malam kemuliaan. Kedua, lailatul qadar adalah waktu ditetapkannya takdir tahunan.
Kemuliaan lailatul qadar yang penuh keberkahan dapat dilihat dari pilihan Allah terhadapnya untuk menurunkan kitab terbaik-Nya dan syariat agama-Nya yang paling mulia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al-Qadar: 1-5)
Arti dan keutamaan malam lailatul qadar, juga dapat di jumpai dalam hadits shahih yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Berikut isi haditsnya:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yang menunaikan shalat malam di bulan Ramadan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam redaksi lain;
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yang menunaikan shalat malam di Lailatul Qadar imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebagaimana di sebutkan di atas, malam lailatul qadar juga merupakan waktu (malam) penetapan takdir sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut;
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhon: 4). Mengenai ayat ini Qotadah menjelaskan bahwa, yang dimaksud adalah pada malam lailatul qadar ditetapkan takdir tahunan. (Jami’ul Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qur’an, 13: 132)
Penjelasan Tentang Waktu Turunnya Lailatul Qadar
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallamtelah menjelaskan tentang waktu turunnya Lailatul Qadar tersebut. Mengenai hal ini beliau bersabda;
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَان
"Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan." (Muttafaq 'alaih)
Lalu beliau menjelaskan lebih rinci lagi dengan sabdanya;
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
"Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir dari Ramadhan." (HR. Al-Bukhari & Muslim).
Selain itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallamjuga bersabda;
"Bisa jadi lailatul qadar ada pada sembilan hari yang tersisa, bisa jadi ada pada tujuh hari yang tersisa, bisa jadi pula pada lima hari yang tersisa, bisa juga pada tiga hari yang tersisa" (HR. Bukhari).
Kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi?. Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dalam bulan Ramadhan. Meskipun menurutnya, waktunya bisa saja berpindah-pindah dari tahun ke tahun (lihat Fathul Bari, 4: 262-266 dan Syarh Shahih Muslim, 6: 40).
Terus yang manakah itu malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dalam bulan ramadhan?. Merujuk pada hitungan hari awal puasa, malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, yakni malam puasa ke 21, 23, 25, 27, dan 29.
Syaikh Abu Malik Kamal dalam Shahih Fiqih Sunnah memberikan catatan terhadap pendapat-pendapat tentang Lailatul Qadar. Dalam hal ini, beliau berkata “Yang jelas, menurutku, Lailatul Qadar terdapat pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir dan berpindah-pindah di malam-malam tersebut. Ia tidak khusus hanya pada malam ke 27 saja. Adapun yang disebutkan oleh Ubay, Lailatul Qadar jatuh pada malam ke 27, ini terjadi dalam suatu tahun dan bukan berarti terjadi pada semua tahun. Buktinya, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah mendapati lailatul qadar pada malam ke 21, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abu Sa'id Radhiyallahu 'Anhu. Dalam hadis itu disebutkan, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkhutbah kepada mereka seraya mengatakan;
إِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نَسِيتُهَا أَوْ أُنْسِيتُهَا فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ كُلِّ وِتْرٍ وَإِنِّي أُرِيتُ أَنِّي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ
"Sungguh aku telah diperlihatkan Lailatul Qadar, kemudian terlupakan olehku. Oleh sebab itu, carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir pada setiap malam ganjilnya. Pada saat itu aku merasa bersujud di air dan lumpur."
Abu Sa'id berkata: "Hujan turun pada malam ke 21, hingga air mengalir menerpa tempat shalat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Seusai shalat aku melihat wajah beliau basah terkena lumpur. (HR. Al- Bukhari dan Muslim)
*****
Susahnya Menentukan Malam Lailatul Qadar Di Indonesia
Jika dikatakan bahwa malam lailatul qadar itu turunnya di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dalam bulan ramadhan. Maka itu jelas akan menjadi sulit di tentukan di negara kita Indonesia ini. Mengapa?:
-
Perbedaan penetapan awal puasa oleh sebagian ormas islam di negeri ini jelas membuat kita kebingungan menentukan malam ganjil dari sepuluh malam terakhir Ramadhan. Coba anda bayangkan, bagaimana ormas Muhammadiyah, dkk menetapkan awal Ramadhan (1 Ramadhan 1434 H) pada tanggal 9 Juli 2013 lalu. Kemudian berbeda dengan penetapan pemerintah yang menetapkan awal Ramadhan (1 Ramadhan 1434 H) pada tanggal 10 Juli 2013. Ini tentu berimbas pada penetapan “malam ganjil” itu. Alhasil, umpamanya hari ini (tanggal 30 Juli 2013), bagi orang yang berpuasa mengikuti Muhammadiyah, itu berarti puasanya telah genap 22 hari puasa. Dan juga berarti mereka sudah berada di malam ke 23 puasa (malam ganjil). Bedanya dengan orang yang berpuasa mengikuti Pemerintah, hari ini (tanggal 30 Juli 2013) puasanya baru 21. Artinya mereka baru memasuki malam ke 22 puasa Ramadhan (malam genap). Nah, kalau bercermin pada hadist-hadist di atas, tentu orang yang puasanya sudah 22 hari dan memasuki malam ke 23 puasa akan menganggap malam ini sebagai malam ganjil yang kemungkinan malam turunnya lailatul qadar. Sementara yang puasanya baru genap 21 hari dan baru memasuki malam 22 puasa kemungkinan akan menganggap malam ini bukan malam turunnya lailatul qadar (dengan catatan kalau saja mereka juga berpedoman dengan hadits-hadist diatas). Lalu?, ini pastinya sunggah akan sangat membingungkan, ia nggak ???
-
Konon katanya hari lebaran Idul Fitri 1434 H, tahun ini akan serentak dilakukan pada hari Kamis 8 Agustus 2013. Nah, sekarang jika pun orang akan mencari waktu datangnya lailatul qadar berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam; "Bisa jadi lailatul qadar ada pada sembilan hari yang tersisa, bisa jadi ada pada tujuh hari yang tersisa, bisa jadi pula pada lima hari yang tersisa, bisa juga pada tiga hari yang tersisa" sesuai yang diriwayatkan dari Bukhari. Maka dengan adanya kemungkinan penetapan serentak hari lebaran Idul Fitri 1434 H pada hari Kamis 8 Agustus 2013 tentu juga akan menimbulkan kebingungan. Letak kebingungannya dimana?. Jika betul hari lebaran Idul Fitri 1434 H jatuh pada hari Kamis 8 Agustus 2013, itu berarti orang yang berpuasa awal di tanggal 9 Juli 2013, puasanya akan genap 30 hari puasa. Sementara orang yang berpuasa awal nanti di tanggal 10 Juli 2013, kemungkinan puasanya hanya genap 29 hari puasa saja. Maka yang akan terjadi, perhitungan jatuhnya malamlailatul qadar pada sembilan hari yang tersisa, pada tujuh hari yang tersisa, pada lima hari yang tersisa, dan pada tiga hari yang tersisa sesuai hadist di atas tentu akan mengalami kerancuan. Bagi yang berpuasa genap 30 hari puasa tentu tidak menjadi soal. Yang menjadi masalah bagi orang yang puasanya hanya genap 29 hari puasa saja. Tentu perhitungan malam turunnya lailatul qadar akan meleset dari malam ganjil bulan suci Ramadhan sebagaimana petunjuk hadits dan diperkuat oleh pendapat banyak ulama.
Jika memang kondisinya seperti di atas, maka sudah sepatutnya bagi setiap umat muslim di negeri tercinta ini mencari lailatul qadar itu di keseluruhan dari sepuluh hari terakhir di bulan suci Ramadhan kali ini. Tanpa harus memilah-milah mana malam ganjil dan mana malam genap. Sebagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda; "Bersemangatlah mencari lailatul qadar di sepuluh hari terakhir" (HR. Bukhari dan Muslim)
Surah al-Qadr yang diturunkan di Mekkah setelah hijrahnya Nabi ke Madinah itu hanya berjumlah lima ayat, isinya berkisar tentang suatu malam yang dijanjikan yang didokumentasikan alam dengan gempita. Suatu malam komunikasi antara bumi dengan mala’ul a’la. Malam dimulai turunnya al Quran pada kalbu Muhammad SAW. Malam agung yang tak ada duanya di persada alam, keagungannya, tanda-tandanya, dan efeknya bagi seluruh kehidupan manusia. Keagungan yang tak bisa dideteksi nalar: “Sesungguhnya Kami turunkan ia di Malam Qadr. Tahukah kamu apa itu Malam Qadr? Malam Qadr itu lebih baik dari seribu bulan” (Al-Qadr: 1-3)
Teks alQuran yang selama nya akan menerangi alam semesta ini,ada satu malam yang didalamnya terdapat keberkahan yang sangat luas, malam itu berada disalah satu dari malam bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, Dalam riwayat Ibnu Ishak, bahwa wahyu pertama pada awal surat al-Alaq juga pada bulan Ramadhan. Rasulullah SAW, saat itu, sedang bertahannus di gua Hira.
Banyak sekali hadis yang berbicara mengenai malam seribu bulan ini.
Apa malam lailatul qadr ini? kita semua akan bertanya-tanya,Sesuai dengan derivasi ‘qadr’ yang mengandung banyak arti, secara etimologis qadr diartikan taqdir (kepastian). Adapula yang mengartikan tadbir (perenungan). Bisa juga berarti qimmah (supremasi) atau maqam (posisi). Kedua makna terakhir ini yang paling selaras dengan dahsyatnya malam Lailatul Qadr, peristiwa turunnya al-Quran, wahyu dan risalah. Tak ada satupun yang lebih besar dan lebih hebat dari malam itu. Tak ada sesuatupun yang bisa menunjukkan keagungan Tuhan pada diri seorang hamba.
Mengenai waktu terjadinya Lailatul Qadr, para ulama beragam pendapat. Ibnu Hajar menyebutkan lebih dari 40 pendapat. Namun, bila kita membaca hadits-hadits Nabi SAW, dapat kita simpulkan sebagai berikut :
~ Lailatul Qadr terjadi setiap tahun di bulan suci Ramadhan, terutama pada malam-malam
sepuluh hari terakhir ketika Rasulullah SAW melakukan I’tikaf, “Apabila memasuki sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, Rasulullah saja menghidupkan malam-malamnya dengan
beribadah. Beliau membangunkan istrinya, bersungguh-sungguh dan serius bribadah,”
(HR Bukhari dan Muslim)
~ Lebih utamanya pada malam-malam ganjil, yaitu 21,23, 25, 27 , dan 29. Rasulullah SAW bersabda, “Carilah Lailatul Qadr pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan,” (HR Bukhari dan Muslim)
~ Lebih spesifik lagi adalah pada tanggal 27 Ramadhan menurut pendapat mayoritas ulama dan
tanggal 21 menurut Imama Syafi’i. Ibnu Abbas pernah meminta sahabat yang lebih tua, lemah
dan tidak mampu berdiri berlama-lama untuk bertanya kepada Rasul, kapankah ia bisa
mendapatkan Lailatul Qadar? Rasulullah SAW menasehati agar ia mencarinya pada malam ke 27 (HR Thabrani dan Baihaqi).
~ Malam Jum’at yang jatuh pada tanggal ganjil, juga perlu diperhatikan
Di sebutkan didalam kitab al Bajuri syarah dari matan Abi Syuja’a, bahwa ada beberapa ulama salaf yang setiap tahunnya menemui malam lailatul qadr, sehingga mereka menyimpulkan menjadi satu syair yang maksudnya sebagai berikut:
apabila awal puasa Jum’at maka ambillah tanggal 29
jika diawali dengan Sabtu maka hari ke 21 tanpa ragu
apabila hari Ahad hari ke 27
dan jika hari senin maka lailatul qadr 29
jika selasa awal puasa maka di hari ke 25 akan didapat
apabila awal puasa hari rabu maka tanggal 27 lailatul qadr
sedang jika hari kamis maka malam tanggal 23
pendapat ini juga dikuatkan oleh beberapa ulama diantaranya Imam Nawawi.
Semoga saja kita dapat menemui keindahan malam yang penuh keberkahan itu.
Oleh Tgk. H. Nuruzzahri Yahya, Ketua Dewan Syura HUDA Aceh
LAILATUL QADAR adalah malam diturunkan Alquran dari Lauhil Mahfudh ke langit dunia, turunnya para malaikat serta melimpahnya rahmat dan keampunan Allah Swt kepada hamba-Nya. Sebagaimana Allah jelaskan dalam Surah Al-Qadar. Sebagian ulama berpendapat bahwa pada malam tersebut Allah mempermaklumkan kepada para malaikat tentang perjalanan hidup hamba selama setahun dan atau Lailatul Qadar adalah malam yang sempit, karena pada malam tersebut turun semua malaikat memenuhi alam raya ini.
Kebanyakan ulama sepakat bahwa Lailatul Qadar terdapat pada sepuluh yang terakhir dari bulan Ramadhan, berdasarkan hadis riwayat Abi Zar Al-Giffari, seraya berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw; Apakah diangkatkan malam qadar beserta para Nabi atau malam qadar masih ada hingga hari kiamat? Rasul menjawab; Malam qadar masih ada hingga hari kiamat. Lalu saya bertanya lagi; Apakah ia dalam bulan Ramadhan atau bukan? Rasul menjawab; Ia di bulan Ramadhan. Lalu saya bertanya lagi; Apakah ia di sepulah awal, sepuluh pertengahan, atau di sepuluh yang akhir? Beliau menjawab: Ia berada di sepuluh terakhir.”
Dalam hadis lain, diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah saw bersabda, “Carilah malam qadar di sepuluh yang akhir dan carilah malam qadar pada tiap-tiap malam yang ganjil.” Kemudian ulama berbeda pendapat tentang malam ganjil yang merupakan malam qadar.
Diceritakan dari Ubay bin Ka’ab dan Abdullah Ibn ‘Abbas bahwa Malam Qadar terjadi pada malam 27 Ramadhan. Ubay bersumpah atas nama Allah bahwa Malam Qadar terjadi pada malam 27 Ramadhan, apa tandanya beliau mengatakan demikian? Beliau menjawab, Rasulullah menjelaskan bahwa matahari tidak bersinar dan saya mendapatkan matahari tidak bersinar pada waktu Subuh 27 Ramadhan.
Sedangkan Ibn Abbas mengambil dalil dari perkiraan kalimat yang terdapat dalam Surah Al-Qadar berjumlah 30 kalimat sesuai dengan jumlah hari dalam sebulan dan ia mendapat isyarat dari firman Allah tersebut, terletak pada ujung kalimat yang ke-27. Jadi, Ibn Abbas berkesimpulan bahwa Malam Qadar terdapat pada malam ke-27 Ramadhan. Ada juga yang berpendapat bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam yang ke-25 Ramadhan.
Menurut Imam Al Ghazali, tanda Lailatul Qadar bisa dilihat dari permulaan atau malam pertama bulan Ramadhan. Jika hari pertama jatuh pada malam Ahad atau Rabu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam tanggal 29 Ramadhan. Jika malam pertama jatuh pada Senin, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 21 Ramadhan. Jika malam pertama jatuh pada Kamis, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 25 Ramadhan. Jika malam pertama jatuh pada malam Sabtu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 23 Ramadhan, dan jika malam pertama jatuh pada Selasa atau Jumat, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 27 Ramadhan
Kaidah ini tercantum dalam kitab-kitab para ulama, termasuk dalam kitab-kitab fiqh Syafi’iyyah. Rumus ini teruji dari kebiasaan para tokoh ulama yang telah menemukan Lailatul Qadar. Kaidah ini diceritakan Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, juga terdapat dalam kitab Hasyiah Sulaiman Al Kurdi juz hlm 188; Tafsir Shawi; kitab I’anah at-Thalibin II/257.
Syaikh Ibrahim al Bajuri dalam kitabnya Hasyiah ‘Ala Ibn Qasim Al Ghazi juz I halaman 304; as Sayyid al Bakri dalam kitabnya I’anatuth Thalibin juz II hlm 257-258; juga kitab Mathla‘ul Badrain karangan Syaikh Muhammad bin Ismail Daud al-Fathani.
Pada malam itu Jibril dan para malaikat turun ke bumi untuk menyaksikan kesungguhan manusia dalam beribadah dan mereka mendoakan keselamatan dan doa syafaat kepada manusia. Siapa saja yang mendapatkan doa selamat dari malaikat, maka akan diampuni dosa-dosanya. Sedangkan Jibril bersalam dengan setiap mukmin yang beribadah pada malam itu, akan merasakan sentuhan Jibril dengan merinding, hatinya terbuka, dan berlinang air mata karena mengingat dosa.
Diriwayatkan bahwa Usman bin ‘Ash memiliki seorang budak, ia berkata, “Wahai tuanku! Sesungguhnya aku melihat air laut pernah tawar pada satu malam dari satu bulan (bulan Ramadhan). Fenomena lain yang pernah terjadi sebagai tanda Malam Qadar adalah di pagi harinya matahari putih, tidak bercahaya sebagaimana lazimnya dan hawanya tidak dingin dan tidak panas, sebagaimana telah disebutkan dalam cerita Ubay ibn Ka’ab.”
Untuk mendapatkan fadilah atau kelebihan di malam tersebut, maka senantiasa shalat berjamaah, mendirikan shalat malam atau qiyamul lail (shalat Tarawih, Tahajud, Witir, dan lain-lain), memperbanyak baca Alquran dengan baik, iktikaf, memperbanyak zikir, istighfar, dan doa, terutama doa yang diajarkan Rasulullah kepada ‘Aisyah: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Zat Maha Pengampun lagi Maha Pemurah, senang pada ampunan, maka ampunilah kami, wahai Zat yang Maha Pemurah.”
Dostları ilə paylaş: |