Ramadhan backpacker



Yüklə 309,96 Kb.
səhifə7/7
tarix26.07.2018
ölçüsü309,96 Kb.
#59533
1   2   3   4   5   6   7

Saya tidak terlalu antusias untuk selalu berfoto sebnayak mungkin seperti teman-teman mahasiswa. Karena itu saya hanya berdiri di belakang sambil memperhatikan suasana. Demikian pula Medi yang memang sudah bertahun-tahun tinggal di sini. Ia hanya menertawakan tingkah polah teman-temannya.

Bubar dari halaman SultanAhmet, Medi mengajak kami jalan-jalan ke bawah jembatan Bosphorus. Namun Rani kuatir ketinggalan bus shuttle yang berangkat ke kampus Sabanci. Soalnya di sore hari, belum tentu ada bus lagi yang menuju ke sana karena hari ini hari libur. Kami kemudian berpisah dengan kelompok Medi, Alvin dan Lucky.

Saya mengikuti Rani, Romel dan Nikita, berjalan menuju pelabuhan ferry Beksitas. Di sini kami akan menyeberang ke Istanbul bagian Asia dengan menggunakan kapal Ferry. Sangat menyenangkan menumpang ferry membelah selat Marmara yang biru. Uh, saya selalu suka air laut, suka merasakan gelombang yang terasa di dasar kapal. Karena itu saya duduk di luar, di emperan kapal, bukan di dalam ruangan. Kapal ferry tiba di pelabuhan Kadikoy, yang merupakan salah satu pelabuhan di bagian Asia. Untung kami tidak terlambat, bus shuttle belum datang. Kami perlu menunggu beberapa menit dahulu.

Rani dan Nikita sempat mencemaskan kedatangan saya tanpa sepengetahuan pihak kampus. Sabanci memang cukup ketat, kalau ada mahasiswa yang kedatangan tamu, harus memberi tahu, minimal melalui email. Namun karena ini hari libur, tentu tidak ada dosen atau staf yang stand by, sehingga sulit memberitahukan kedatangan saya. Selain itu, kecemasan Rani disebabkan beberapa waktu yang lalu ketika Medi datang, Medi harus menjalani pemeriksaan yang ketat dengan X ray. Saya sendiri merasa yakin bahwa kedatangan saya tidak akan menimbulkan masalah apa pun. Saya merasa selalu mendapat perlindungan dari Allah melalui malaikat-malaikatnya.

Alhamdulillah kecemasan teman-teman tidak terbukti. Petugas keamanan hanya memeriksa sambil lalu saja. Ia sama sekali tidak bertanya apa pun terhadap saya. Mungkin saya dianggap salah satu mahasiswa dari Sabanci. Dari tempat bus shuttle, kami perlu berjalan lagi agak jauh karena area kampus ini sangat luas, sekitar tujuh hektar. Asrama perempuan terletak paling belakang, bersebelahan dengan asrama laki-laki. Di hari libur lebaran seperti ini, suasana kampus sangat sepi, kami tidak melihat atau berpapasan dengan mahasiswa lainnya. Kebanyakan mereka berlibur di luar kampus, bersenang-senang di Istanbul bagian Eropa atau kembali ke rumah orang tuanya.

Saya, Rani dan Nikita ke asrama perempuan, sedangkan Romel ke asrama laki-laki. Gedung asrama terdiri dari lima lantai, kamar Rani dan Nikita ada di lantai tiga. Sayangnya gedung ini dibuat tanpa lift, sehingga kalau mondar-mandir harus naik tangga, cukup melelahkan. Kamar mahasiswa cukup luas, dilengkapi dengan empat ranjang untuk empat mahasiswa. Kebetulan dua mahasiswa lainnya sedang pulang kampong, jadi saya menempati salah satunya. Ranjang ini sangat efisien, dirancang khusus, di bagian bawah untuk meja belajar sedangkan di atas untuk tidur. Dari jendela yang lebar, kami bisa melihat pemandangan halaman kampus yang cukup indah. Ada dua buah kursi besar yang diletakkan Rani dan Nikita di depan jendela sehingga cukup menyenangkan minum kopi sambil melihat ke bawah.

Setelah istirahat sejenak dan membereskan barang bawaan, kami mandi bergantian. Ruang kamar ini ini luas dan modern. Ada dua kamar mandi dan satu WC, sedangkan wastafel berda di tengah-tengah. Kita tidak usah takut kedinginan kalau mandi malam hari karena air panas selalu mengucur. Saya merasa segar setelah mandi. Rasanya ingin kembali menjadi mahasiswa seperti dulu. Selesai mandi, kami menghubungi Romel untuk janjian turun ke dapur yang terletak di lantai dasar. Kebetulan dapur milik mahasiswa putri sedang bermasalah, sehingga kami beralih ke dapur asrama pria. Di sana Romel telah menunggu. Rani mengeluarkan simpanan bekal bahan makanan untuk dimasak sebagai makan malam. Mereka masak nasi, tumis terong dan telur. Lumayan juga rasanya untuk ukuran mahasiswa. Setelah makan malam selesai kami membereskan peralatan. Malam itu Rani tidur paling cepat, sedangkan saya dan Nikita baru tertidur lewat tengah malam.

Esoknya, sesudah shalat shubuh kami tidur lagi. Sekitar pukul sebelas barulah kami turun langsung ke dapur. Ketiga teman mahasiswa ini memasak untuk makan pagi dan siang sekaligus, soalnya sudah tanggung. Saya mengikuti saja ritme mereka. Habis makan, kami bertandang ke asrama Romel dan duduk-duduk di ruang tunggu sambil membuka lap top milik Romel. Kami mencari berita-berita segar di internet, tertawa jika ada berita yang lucu dan aneh. Rani dan Nikita mengecek face book dan email, sementara saya jadi terkantuk-kantuk karena arus angin yang kuat di lantai atas. Untunglah akhirnya Rani dan Nikita mengajak kembali ke kamar setelah pukul empat sore. Di depan kamar kami berpapasan dengan gadis-gadis dari Pakistan. Gadis-gadis ini senang berceloteh tentang segala hal. Namun rata-rata sudah mempunyai tunangan di negaranya. Bahkan ada yang telah menikah! Rupanya bagi orang Pakistan, sudah biasa menikah dalam usia muda, meski status mereka masih mahasiswa. Ada persamaan juga dengan orang Turki. Menurut Rani, sewaktu baru datang, gadis-gadis Pakistan itu tampak kampungan. Setelah beberapa lama tinggal di Istanbul, mereka menjadi sering berdandan dan menggunakan make up. Barangkalli mereka terbawa arus moderninasi di Istanbul.

Sore hari kami lewati dengan berjalan-jalan keliling kampus. Rani dan Nikita mengajak saya melihat-lihat seluruh fasilitas kampus. Area kampus yang tujuh hektar ini memang menakjubkan. Di sini ada laboratorium dan perpustakaan lengkap, stadion olahraga, supermarket, café, bahkan ada hotel yang disediakan bagi para orang tua yang datang untuk menjenguk putra-putrinya. Selain itu ada sebuah danau buatan yang cukup indah, lengkap dengan air terjun. Saya melihat burung-burung kecil yang mandi dan berkicau bersahutan, tampak sangat asri dan alami. Dengan keheningan alam yang menggelayut menjelang senja, suasana terasa syahdu dan khidmat.

Sabanci adalah universitas swasta paling bergengsi di Turki karena mahal dan ekslusif. System pendidikannya mengadopsi system Eropa yang modern dengan dua bahasa, Turki dan Inggris. Pemiliknya konon seorang konglomerat yang juga menguasai perdagangan dan transportasi. Pantaslah jika melihat sarana yang disediakan untuk mahasiswa. Asrama putra dan putri saling berhadapan, masing-masing dilengkapi dapur besar, laundry dan lounge yang ada televisinya untuk nonton bersama. Ada security yang selalu keliling setiap beberapa jam sekali ke asrama. Kalau ada yang mau bandel, bisa saja mahasiswa pria menyelinap ke tempat pacarnya di asrama putri, asalah teman sekamar mau diajak kerjasama.

Sebelum maghrib, kami kembali ke dapur untuk memasak. Bahan-bahan yang ada semakin terbatas, beras, pasta dan sarden. Setidaknya kami masih bisa makan dengan nikmat. Kadang-kadang dapur yang luas pun terasa sempit jika mahasiswa-mahasiswa lain juga datang untuk memasak. Seperti malam itu, teman-teman mahasiswa dari Pakistan dan China juga butuh memasak untuk makan malam. Kami selesai lebih dahulu dan segera naik ke atas kamar. Di kamar, Rani membaca buku sebelum tertidur pulas. Saya menyukai buku-buku pilihannya, di antaranya adalah sejarah tentang Turki yang kemudian saya baca diam-diam. Nikita asyik dengan blackberrynya sambil menunggu cucian di ruang laundry. Saya mengikuti ajakannya untuk mencuci pakaian-pakain kotor malam itu. Lumayan juga dapat menikmati fasilitas ini, jadi saya tidak susah payah mencuci baju, tinggal menunggu mesin bekerja selama setengah jam. Namun kami agak terganggu dengan suara berisik di kamar gadis-gadis Pakistan. Entah apa yang mereka lakukan. Saya baru bisa memejamkan mata setelah pukul dua dini hari dan suara-suara berisik itu lenyap.



Seperti kemarin, setelah sholat shubuh kami tidur lagi dan bangun sekitar pukul sembilan. Kami sarapan dengan menu ala kadarnya. Saya makan mie gepeng terakhir milik Romel dan Nikita hanya makan sereal. Ini sarapan yang praktis karena kami punya rencana untuk keluar kampus. Sebagaimana anak-anak muda di berbagai belahan dunia, week end, sabtu dan minggu adalah waktu untuk bersenang-senang. Sabtu ini kami keluar kampus, menumpang bus shuttle menuju Taksim. Kami naik trem ke Eminonu. Sayang ternyata Egypt bazaar tidak dibuka, mungkin karena masih libur lebaran. Rani dan Nikita berniat kembali di lain waktu. Kami hanya duduk-duduk di halaman masjid sambil makan jagung. Masjid Eminonu ini juga sudah tua, dibangun sekitar abad 16, tapi masih tampak kokoh. Sangat banyak burung merpati
Yüklə 309,96 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin