Rifcy Zulficar
Dalam tugas ini saya mengangkat Kekerasan berbasis Agama, pertama-tama kalau anda membaca tulisan Ini, hampir seluruhnya adalah beberapa kekecewaan saya, yang menurut saya sendiri hal itu harus segera di ubah. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menjelekan Agama, hanya mencoba memaparkan apa yang menurut saya kurang berkenan di hati saya.
Agama saya sendiri adalah Islam, meski saya sendiri bukan seorang Muslim yang taat, tapi alhamdulilah saya mendapatkan pelajaran mengenai agama islam dengan jelas dan disiplin dari keluarga saya. Yang ingin saya komentari pada agama saya, khususnya pada bagian kekerasan yang berbasis agama, pertama adalah pada konteks arti Jihad yang sering di salah gunakan dalam terorisme dan kedua adalah masalah seperti pada kaum Ahmadiyah.
Pertama pada konteks kata Jihad yang sering di gunakan oleh beberapa oknum yang sering mengatakan Jihad demi melawan apaaa gitu? (sebenarnya agak kurang jelas apa yang mereka lawan) selama ini saya sering agak merasa risih dari Jihad yang mereka kemukakan dan Jihad yang sering saya terima, pada Jihad yang sering saya terima, Jihad dilakukan apabila ada suatu perang melawan agama, dan ancama perang itu jelas sekali, kedua Jihad sendiri biasanya di dahului dengan cara Diplomasi, seperti mengirimkan utusan, surat, apapun yang harusnya menunjukkan iktikad baik terlebih dahulu, kemudian pada saat Jihad, orang yang berjihad sendiri dari yang saya pelajari diharamkan membunuh wanita, anak-anak, merusak fasilitas umum seperti bangunan, merusak walau 1 kuntum bunga saja, dan orang yang diperbolehkan untuk di buuh adalah musuh yang benar benar dalam keadaan berperang, serta perang itu sendiri Frontal serta nyata di depannya. Bisa dilihat sendiri Jihad yang dilakukan kelompok teroris tersebut, melanggar point tertentu yang telah di kemukakan. Seperti saya sendiri tidak melihat adanya suatu ancaman secara frontal dan nyata, lalu hampir pelaku bom bunuh diri itu sendiri ataupun teror bom lainnya, selalu dan selalu, merusak bagunan, fasilitas umum, membunuh wanita, membunuh anak-anak dan alam, dan saya sendiri hampir selalu heran dengan pembelaan yang pernah mereka lontarkan, hampir kebanyakan mengawang tanpa dasar yang kuat.
Kedua maslaah perbedaan pendapat dalam agama dalam kasus ini ada suatu aliran pemahaman Islam yang bernama Ahmadiyah, beberapa saat yang lalu berita-berita tentang pengerusakan terhadap kaum Ahmadiyah sendiri terpampang di korang dan masuk dalam berita hotline televisi, yang saya sesalkan kenapa beberapa oknum menjudge kalau Ahmadiyah itu sesat dan langsung saja melaksanakan pengerusakan beramai-ramai, bukankah harusnya lebih baik melakukan dialog langsung saja lebih dulu? Daripada melakukan kegiatan membabi buta seperti itu.
Afiq Iskandar
Ku Klux Klan (KKK) adalah nama dari sebuah organisasi di Amerika Serikat yang rasis, dengan menganggap bahwa orang kulit putih adalah golongan terbaik. KKK yang didirikan pada 1866 mempromosikan ide-ide white supremacy (supremasi kulit putih), anti-semit, anti-Katolik, anti-Yahudi dan homophobia. Organisasi ini sering memakai terorisme, kekerasan, tindakan intimidasi, seperti pembakaran salib dan penggantungan (lynching) untuk menekan terutama orang kulit hitam dan orang-orang kulit berwarna lainnya.
Sebagai organisasi yang rasis, ideologi KKK adalah bisa dilihat dari pernyataan berikut: "kami akan membantai musuh-musuh kami ketika perang untuk melindungi ras kulit putih dimulai." Ini merupakan pandangan bahwa ras kulit putih menduduki tempat teratas pada garis evolusi, sedangkan ras lainnya diletakkan lebih rendah di bawah, yang menyebabkan mereka mendapatkan perlakuan tidak manusiawi.
Meskipun telah dibubarkan oleh pemerintah AS, banyak gerakan-gerakan baru yang bermunculan di AS yang pada dasarnya sama saja dengan KKK. Dibawah ini ada isi dari pidato salah satu pemimpin organisasi white supremacy di AS:
-
Mengutarakan persamaan ras adalah penghinaan untuk ras kulit putih.
-
Memandang hina dan membenci penyatuan, perkawinan antarras, dan membanjirnya kedatangan ras bukan kulit putih ke Amerika.
-
Perkawinan antarras adalah dosa terhadap masyarakat kulit putih.
-
Gerakan Hak-Hak Sipil adalah keliru bagi kulit putih. Hal itu akan merugikan kepentingan kulit putih (merusak “kemurnian kulit putih”).
-
Ras kulit putih dalam hal kecerdasan lebih unggul dari semua ras lainnya.
-
Saat kemenangan kulit putih tiba, saat kulit putih berkuasa di dunia ini seperti yang diinginkan, seperti yang akan kita (kulit putih) alami, pastilah kita akan memberi pertolongan terbaik untuk ras kita, yang terpandai di antara ras kita untuk memiliki keturunan terbanyak.
-
Masa depan akan menjadi masa ketika kita memiliki tanah yang putih dan kita akan mengusir ras lainnya.
-
Mereka (orang kulit berwarna) akan didorong dengan paksa ke dalam perahu pengungsi, dengan sah menurut hukum! Itulah yang akan menjadi hukum.
-
Ras bukan putih sama sekali tidak ada artinya. Jika mereka (orang kulit berwarna) tergeletak dalam kolam darah, itu pun sama sekali tak ada artinya. Apa yang saya pedulikan adalah ras dari keluarga saya sendiri.
-
Otak yang membuat ras berbeda. Tiap ras memiliki bentuk dan ukuran otak yang berbeda.
-
Tentang mengapa kebanyakan pembunuh berantai berkulit putih: “Orang kulit putih merencanakan apa yang mereka kerjakan. Orang kulit putih sungguh-sungguh berpikir. Kebanyakan kejahatan yang dilakukan orang kulit hitam merupakan tindakan spontan. Orang kulit putih berpikir tentang kejahatan yang akan dilakukannya. Orang kulit putih terlibat jenis kejahatan tersebut karena hal tersebut memerlukan banyak perencanaan.”
Kata-kata diatas dengan jelas mengungkapkan cara berpikir anggota organisasi rasis ini. Jenis mental seperti inilah yang memungkinkan bahkan tindakan pembunuhan berantai pun menjadi sumber kebanggaan dan kebiadaban dibenarkan atas nama keunggulan ras.
Ainur Rohmah
Ritual atau teks yang melestarikan kekerasan;
-
Ritual
-
Foot Binding (chánzú) adalah budaya menekuk kaki yang dilakukan oleh wanita-wanita di China dan telah dipraktekkan hampir 1000 tahun. Wanita muda menekuk telapak kaki mereka -dengan kain dan dibungkus sepatu kecil sebesar bungkus rokok- sedemikian rupa untuk menghambat pertumbuhan kaki. Tujuan dari praktek chánzú ini adalah supaya kakiperempuan menjadi kecil dan indah, juga berbentuk seperti bunga teratai. Biasanya selalu dilakukan sejak seorang perempuan berumur 5-6 tahun. Metode ini tetap menyeramkan karena chánzú punya efek samping yaitu perempuan bisa menjadi lumpuh dan tidak bisa berjalan secara maksimal. chánzú juga sebagai tanda status sosial, yaitu hanya perempuan kayalah yang mampu ber-chánzú, karena mereka bisa hidup dilayani, menjadi unproductive dengan kaki yang tidak maksimal. Menurut mereka kaki kecil dan mungil tersebut adalah simbol keseksian dan kecantikan wanita.
-
Di daerah Bokondini (Papua), apabila ada orang meninggal jenazah dibaringkan di halaman depan rumah, dan para kerabat datang membawa babi, ubi jalar dan makanan lain untuk disumbangkan. Kemudian mayat didudukkan pada kursi darurat terbuat dari kayu dan diangkat ke tempat pembakaran. Sebelum dibakar famili terdekat memotong jari dan telinga sebagai tanda berkabung, dan nanti dikumpulkan bersama-sama abu jenazah yang dibungkus dengan kulit kayu, kemudian digantung.
2. Teks
“Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditempakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang sabar”
-An Nahl 126-
Riyanto Lesmana
"Every religion contains, in varying degrees, elements that contribute to peace or war.
For the sake of world peace, dialogue within religions and among them must strengthen the peacemaking elements within them."
(Johan Galtung, founding father of the International Peace Research Institute)
Laki-laki lebih tinggi derajatnya daripada perempuan, kelas atas vs kelas bawah, kulit putih vs kulit berwarna, suku/bangsa/negaraku lebih baik dari suku/bangsa/negaramu, agamaku yang paling benar daripada agamamu. Siapa yang memutuskan, apakah ajaran agama?
Pada dasarnya agama membiarkan kekerasan berlangsung secara terus menerus, baik berupa kekerasan langsung, struktural, maupun budaya. Kekerasan langsung misalnya, jihad yang dilakukan oleh kaum muslimin yang seringkali berupa pemboman bunuh diri sehingga orang-orang tak berdosa menjadi korban. Kemudian pada Perang Salib 1097 dimana umat Kristen (ksatria suci) yang menganggap dirinya sebagai orang terpilih membunuh anak-anak dan perempuan setibanya di Jerusalem. Agama Kristen yang disebarkan ke beberapa belahan dunia ini pun disebarkan dengan jalan tidak damai (baca: pemaksaan) yang berujung pada perang, dll.
Sementara itu, kekerasan struktural bisa dikategorikan secara vertikal (represi secara politik dan ekonomi) dan horizontal (pengasingan). Sebagai contoh di Timur Tengah dimana masih ada sebagian negara yang memilih wakil rakyatnya secara tidak demokratis dengan anggapan bahwa penguasa bisa dipilih karena masih keturunan nabi (Yordania) dan keturunan raja (Arab Saudi). Hal ini sangat bisa meruncing kepada kelangkaan legitimasi dan menyebabkan kelompok minoritas (Arab non-Islam dan non-Arab Islam) merasakan adanya tirani di sistem pemerintahan. Sistem konsosasional di Libanon yang membagi porsi pemerintahan berdasarkan agama pun menyebabkan ketimpangan dan konflik sangat mungkin terjadi. Agama Hindu dengan sistem kasta yang sangat membatasi pemeluknya untuk berkehidupan dan tidak membuka ”kesempatan” sama sekali pemeluknya untuk naik ”pangkat” kasta. Begitu pula dengan agama Kristen yang dulu sempat menjual surat penebusan dosa (indulgensia) yang sangat bernuansa ekonomis.
Pada kekerasan budaya, agama Islam misalnya sangat membatasi peranan wanita (tidak boleh menjadi imam, kelaminnya harus di sunat, dll yang sebenarnya tidak terdapat di Al Quran) dan melarang kawin antar agama. Agama hindu dengan tradisi ritual persembahan korban (manusia) seperti menceburkan diri ke api dan laut. Agama Budha yang sering mubazir meletakkan sesajen buah-buahan dan makanan ke patung Budha yang jelas-jelas patung tersebut tidak akan memakannya. Bukankah akan lebih baik jika sesajen itu diberikan kepada saudara kita yang kelaparan?
Walaupun begitu, banyak ajaran-ajaran agama yang menganjurkan manusia untuk berperilaku baik. Namun ajaran tersebut menjadi bias karena tergantung dari diri manusia itu sendiri untuk mentaatinya. Misalnya tradisi Ahimsa di India yang mengusung prinsip anti kekerasan; tradisi Budha yang bernuansa cinta damai; ajaran Islam, Yahudi dan Kristen yang saling menghormati (berdasarkan perjanjian Madinah), dan menyayangi orang jompo serta melindungi anak-anak dan wanita ketika perang berlangsung; ajaran Katolik yang menghormati hari-hari tertentu agar aman dari perang, dll.
Lantas bagaimanakah caranya menghindari kekerasan berbasis agama? Menurut saya yang terpenting adalah bagaimana peran para pemimpin agama mensosialisasikan pentingnya kebersaman dan perdamaian dunia dengan cara dialog inter dan antar agama.
Cesty Nur Tribuana
Budaya Patriarki Sebagai Kekerasan Kultural
Dalam kehidupan sehari – hari, kita sering menemui banyak tindak kekerasan di sekitar kita. Namun, terkadang kita tidak menyadari bentuk – bentuk kekerasan tersebut. Yang kita sadari hanya kekerasan secara langsung, yang menyangkut fisik. Tetapi di sisi lain, kita kurang menyadari adanya kekerasan struktural maupun kekerasan kultural.
Contoh kekerasan kulutral antara lain adalah budaya patriarki. Dalam budaya tersebut, wanita seolah - olah menjadi warga nomor dua di tengah – tengah komunitas masyarakat. Dalam hal ini, gender seseorang seolah menjadi semacam image bagi kepribadian orang tersebut. Di antara pria dan wanita seolah terdapat jurang pemisah.
Budaya patriarki tidak hanya membawa kerugian bagi kaum wanita saja. Tanpa disadari, kaum pria juga menderita kerugian yang tidak kalah besarnya dengan kaum wanita. Salah satu contohnya adalah pernyataan yang menyebutkan bahwa seorang wanita hanya bertugas di rumah, mengurus anak dan suami, serta tidak boleh bekerja. Jika suami mampu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, maka hal itu tidak menjadi masalah. Namun jika suami tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangganya, hal itu tentu akian menimbulkan masalah yang pelik, karena sang istri tidak boleh bekerja dan mengembangkan karir.
Budaya patriarki mungkin memang memiliki tujuan yang baik, yaitu untuk menjaga keseimbangan di dalam keluarga. Namun di zaman seperti saat ini, budaya tersebut sudah tidak terlalu relevan lagi, di tengah tuntutan zaman yang semakin maju. Sekarang ini memang masih diperlukan keseimbangan peranan di dalam masyarakat. Tetapi keseimbangan tersebut tidak harus dalam hal pemisahan gender. Antara pria dan wanita memang tidak sama, tapi bukan berarti mereka tidak memiliki kedudukan yang setara dalam suatu komunitas.
Aldila Armitalia
JIHAD, SISI BURAM KESALAHAN UMAT ISLAM
Sekarang ini, sering kita dengar kekerasan terjadi dimana-mana. Yang baru-baru ini menjadi tren adalah kekerasan dengan menggunakan agama sebagai tameng. Dengan mengatasnamakan agama, banyak pihak melakukan tindak kekerasan terhadap pihak lain. Salah satu contohnya adalah Jihad, yang sering dilakukan oleh umat muslim.
Jihad sendiri sesungguhnya didefinisikan dan diimplementasikan secara berbeda oleh umat islam sendiri. Ada yang menggunakan jihad sebagai alat politik, sebagai sarana menegakkan syariat islam, dan sebagai sarana pengontrol penguasa yang dispotik dan korup. Yang baru-baru ini sedang merebak adalah penggunaan jihad sebagai alat peperangan. Banyak pihak mengatasnamakan jihad sebagai salah satu bentuk pembenaran terhadap perang yang dilakukannya. Salah satu contoh nyatanya adalah tindakan terorisme yang dilakukan oleh kelompok Al Qaeda. Mereka tampak mengartikan jihad sebagai jalan untuk membawa orang kafir agar mau memeluk islam. bahkan bila perlu sampai membunuh. Mereka menjadikan orang-orang tersebut adalah musuh. Padahal musuh sesungguhnya bagi umat islam sekarang ini adalah masalah personal diri sendiri yang banyak dilanda kemiskinan, kelaparan, serta keterbelakangan pendidikan.
Hal tersebut seharusnya ditanggapi dengan jihad yang membawa damai, bukan kekerasan atau perang. Jihad yang memberikan kebahagiaan bagi semua pihak. Bukan jihad yang malah membuat cemas di kalangan umat. Sekarang ini lebih dibutuhkan jihad yang membangun dan menghidupkan, dibandingkan jihad yang menghancurkan.
Oleh karena itu ada baiknya pihak-pihak yang bersangkutan dan berwenang mulai merekonstruksi ulang konsep jihad di mata masyarakat islam sendiri. Jihad lebih baik menuntut semua pihak untuk mengerahkan segala intelektualitas serta sumber daya yang dimiliki guna membangun kemanusiaan yang sesungguhnya. Karena sesungguhnya kekerasan bukanlah wajah agama, melainkan hanyalah gambaran 'sisi buram' kesalahan umat beragama dalam memahami ajarannya secara dangkal.
Akbar Hakim
Hukum Rajam dan Cambuk
Dalam Islam saya diperkenalkan mengenai hukum rajam bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran asusila (dalam Islam disebut zina). Pada dasarnya hukuman ini tidak hanya berlaku bagi masyarakat Muslim saja, namun pada kenyataannya pada kitab perjanjian lama juga memuat dua konsep hukuman ini.
Hukum rajam dan cambuk adalah hukuman bagi seseorang yang melakukan perbuatan zina. Jika mereka yang belum berkeluarga namun melakukan perbuatan zina, maka akan dikenakan hukuman cambuk. Hukuman ini berlaku untuk laki-laki maupun perempuan, dan mereka mendapatkan seratus kali cambukan atas perbuatannya tersebut. Lain halnya ketika pelaku perbuatan zina adalah orang yang sudah memiliki keluarga. Mereka yang sudah beristri atau bersuami namun melakukan perbuatan tersebut akan mendapatkan hukum rajam, yaitu hukuman yang menempatkan seseorang di sebuah tanah lapang untuk kemudian dilempari batu hingga tewas. Hukuman ini pernah berlaku di Ambon dalam sebuah kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang anggota Laskar Jihad setempat, dia dilempari batu hingga meninggal dunia.
Dalam mererapkan sistem ini, diberlakukan hukum berlapis yang membuat hukum rajam maupun hukum cambuk dalam Islam tidak diberlakukan dengan mudah. Setidaknya harus ada empat orang saksi yang dengan mata kepala mereka sendiri menyaksikan berlangsungnya perbuatan zina tersebut. Atau jika ketentuan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka jika pelaku perbuatan tersebut memang mengakui adanya zina yang dia lakukan, barulah hukum rajam atau cambuk bisa dilaksanakan setelah penggalian informasi yang mendalam dan berhari-hari.
Selain itu, pemberlakuan hukum rajam bagi wanita hamil tidaklah sama seperti wanita yang tidak mempunyai janin di dalam perutnya. Wanita yang berbuat zina sehingga menghasilkan kandungan akan dibiarkan untuk memelihara kandungannya hingga anaknya lahir, dibiarkan untuk menyusui anaknya hingga menyapihinya, dan dibiarkan membesarkan anaknya hingga bisa makan sendiri. Barulah wanita tersebut dirajam atas perbuatannya.
Melalui wacana ini, hukum rajam maupun cambuk bukanlah merupakan hukum yang bisa dengan begitu saja diterapkan tanpa ada bukti dan penggalian informasi yang mendalam mengenai kasus zina yang dilakukan oleh seseorang. Banyak syarat yang berlaku dalam penerapan hukum ini, seperti di Iran. Hukum rajam dilakukan dengan batu yang besarnya sedang, tidak terlalu besar atau tidak terlalu kecil, dan berbagai persyaratan lainnya yang merupakan sebuah sistem rumit untuk melaksanakan hukum rajam maupun cambuk.
Bela Reza Tanjung
JIHAD dalam Islam
Saya mengambil tema ini , karena adanya kesalah konsep tentang JIHAD sekarang ini. Dan dalam hal ini Jihad selalu diartikan dengan kekerasan, padahal hal yang utama dari Jihad itu sendiri merupakan jauh dari kekerasan, walaupun terjadinya kekerasan akan muncul jika adanya suatu keadaan. Jihad di dalam Isalam merupakan sebuah usaha yang dilakukan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakan (din) Agama Allah dan menjaga Din agar tetap tegak dengan garis perjuangan para Rassul dan Al-Qur’an. Tujuannya merupakan agar manusia menjauhi kemusrikan dan kembali kpada Allah, menyucikan hati, memberikan pengajaran kepada umat manusia.
Pelaksanaan jihad dapat dirumuskan sebagai berikut:
-
Pada konteks diri peribadi - berusaha membersihkan fikiran dari pengaruh-pengaruh ajaran selain Allah dengan perjuangan spiritual di dalam diri, mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
-
Komuniti - Berusaha agar Din pada masyarakat sekitar mahupun keluarga tetap tegak dengan dakwah dan membersihkan mereka dari kemusyrikan.
-
Kedaulatan - Berusaha menjaga kedaulatan dari serangan luar, mahupun pengkhianatan dari dalam agar ketertiban dan ketenangan beribadah pada rakyat di negara tersebut tetap terjaga termasuk di dalamnya pelaksanaan Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Jihad ini hanya berlaku pada negara yang menggunakan Din Islam secara menyeluruh (Kaffah).
Dalam Surat yang terdapat di Al-Qur’an Menyatakan :
Dalam Alquran Surat Al-Hajj ayat 78 Allah berfirman, yang artinya: "Dan berjihadlah (berjuanglah) kamu sekalian pada jalan Allah dengan perjuangan yang sesungguh-sungguhnya".
Dalam Surat AI-Hujurat ayat 10 disebutkan pula: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian tidak ragu-ragu lagi, dan berjuang dengan harta dan jiwanya di jalan Allah, maka mereka itulah orang-orang mukmin yang sesungguhnya".
Dalam Konteks Perang, Jihad dapat dilakukan hanya jika dengan keadaan terjadi fitnah yang membahayakan kewujudan umat (contohnya serangan dari luar). Jihad tidak boleh dilaksanakan kepada orang-orang yang tunduk kepada aturan Allah atau mengadakan perjanjian damai ataupun ketaatan. Dalam hal ini Jihad dengan perang tersebut munkin dapat dikategorikan kekerasan langsung secara kultural. Akan Tetapi hal tersebut bagi umat Islam sangat di wajibkan bagi setiap Muslim untuk menegakan Islam. Karena hal tersebut di kemukan dalam Kitab Al-ur’an.
Contoh yang dapat diambil adalah seperti halnya perang yang dilakukan Nabi Muhammad s.a.w. yang mewakili Madinah melawan Makkah dan sekutu-sekutunya. Alasan perang tersebut terutama adalah kezaliman kaum Quraisy yang melanggar hak hidup kaum Muslimin yang berada di Makkah (termasuk merampas harta kekayaan kaum Muslimin serta pengusiran). Dan Mereka yang diserang berhak berjihad untuk mempertahankan diri dengan apa sekalipun.
Dalam hal ini Umat Muslim mungkin akan dikatakan memperlihatkan kekerasan, akan tetapi kekerasan dalam Jihad yakni Perang terjadi dala konteks tertentu yang telah diuraikan diatas. Dabn dalam hal ini saya menulis hal ini dengan tidak ada maksud untuk memojokan suatu kelompok, ras, budaya, agama. tulisan ini berdasarkan sumber-sumber yang saya dapat. dan yang pasti dengan adanya tugas ini saya dapat membedakan kekerasaan dan mengapa kekerasaan tetap dipertahankan karena adanya alasan tertentu, dalam suatu klan, Agama, Budaya, ras ataupun kelompok yang lainya.
Dwi Putro Utomo
RELEVANSI SYARIAH ISLAM DI MASA MODERN
Seperti yang kita ketahui, ada beberapa nilai yang mungkin akan bertentangan bila kita memperbandingkan kandungan yang ada didalamnya. Hal seperti tidak dapat dipersalahkan ataupun diperdebatkan karena masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Seperti misalnya apabila kita mempertautkan antara beberapa hukum yang ada di dalam suatu agama tertentu, Islam misalnya, dengan kaidah hukum modern yang mengagungkan nilai-nilai hak asasi manusia dan kebebasan.
Sebagai agama yang dilahirkan dalam keadaan yang kacau dan serba tidak teratur, Islam memiliki hukum-hukum (syariah) yang bila dilihat dari sudut pandang modern terkadang keras dan kejam. Hukuman untuk seorang pencuri misalnya, adalah salah satu tangannya dipotong, zina dapat dirajam hingga tewas, dan seorang membunuh orang lain dapat dihukum oleh keluarga korban atau membayar denda bila terjadi kesepakatan. Akan tetapi hal itu terkadang jauh lebih efektif dibandingkan dengan hukum modern. Beberpa pendapat barat mengatakan bahwa hukum Islam atau syariah tidak sejalan dengan hukum dalam suatu negara demokrasi. Akan tetapi, adilkah bila kita membandingkan dua benda yang berbeda kegunaannya dalam suatu perbandingan? Syariah Islam tentu saja tidak dapat diperbandingkan langsung dengan hukum demokrasi ala Barat. Karena Syariah Islam memiliki kaitan antara hukum yang mengatur kehidupan di dunia dan kehidupan setelahnya, berbeda dengan hukum demokrasi ala barat yang lebih bersifat materialistis dan melihat suatu hal dari subjek manusianya.
Bila kita lihat di beberapa Negara dewasa ini, ada Negara yang menggabungkan beberapa prinsip dalam syariah Islam dengan hukum demokrasi barat, terutama Negara-negara di Timur Tengah. Mereka memiliki system hukum yang bersifat dualisme. Mereka memiliki sistem hukum sekuler dan sistem hukum syariah yang utamanya mengatur masalah pernikahan dan agama. Penggabungan tersebut merupakan relevansi dari suatu keadaan yang menuntut suatu Negara untuk bertindak sesuai dengan keinginan rakyatnya dan tanpa melupakan tradisi yang telah lama melembaga.
Assyifa Yolanda
“Tradisi Sifon oleh suku Meto di Nusa Tenggara Timur”
Tradisi ritual “sifon” masih dipraktekkan sampai sekarang ini di daerah Timur Barat terutama oleh suku Atoni Meto, Dawan Timur Tengah Selatan, suku Malaka di Timur Tengah Utara, dan beberapa daerah di kabupaten Belu (beberapa daerah ini termasuk Propinsi di NTT).
Tradisi sifon adalah tradisi sunatan untuk laki-laki dewasa yang sudah menikah dan punya anak. Dalam penyembuhannya, ia harus melakukan hubungan seks dengan perempuan yang bukan istri ataupun kerabat. Perempuan tersebut dijadikan sebagai tempat untuk membuang penyakit kelamin laki-laki yang akan disunat. Tradisi yang dilakukan pada musim panen ini dimaksudkan untuk membersihkan diri dari penyakit, membersihkan diri dari dosa, menolak bala setan, dan secara biologis untuk menambah keperkasaan.
Prosesi awalnya adalah dengan menyerahkan mahar berupa ayam, pernak-pernik, dan uang kepada Ahelet (dukun sunat). Kemudian pasien dibawa ke sungai untuk melakukan Naketi (pengakuan dosa). Ketika proses Naketi, laki-laki yang akan disunat harus mengakui dengan jujur berapa kali ia telah melakukan hubungan seks (sampai saat ia melakukan sifon). Menurut Ahelet semakin banyak pengalaman seksnya semakin bagus. Selanjutnya, Ahelet melakukan sunat dengan menggunakan bilah bambu atau pisau, kemudian dibawa kembali ke sungai untuk melakukan pembersihan dan penyembuhan yang merupakan inti dari ritual sifon. Dalam keadaan luka yang belum sembuh, laki-laki tersebut harus melakukan hubungan seks dengan wanita yang sudah dipersiapkan, dengan syarat ia tidak boleh melakukan hubungan seks lagi dengan wanita yang bersangkutan setelah prosesi.
Perempuan yang disediakan, pada umumnya tidak menyadari (hipnotis) bahwa ia telah melayani laki-laki yang sedang melakukan ritual sifon bahkan dengan tidak dibayar. Hal ini sangat merugikan perempuan karena mereka akan dikucilkan, tidak bersuami, mengalami penderitaan fisik, mental dan psikologis bahkan menjadi gila. Perempuan yang menjadi korban, mata dan kulitnya akan menjadi kuning, bersisik dan berbau. Perempuan tersebut terkadang melayani tiga orang pasien, bahkan sebelumnya “dicoba” oleh asisten Ahelet.
Tradisi ini sulit dihapuskan karena terdapat mitos yang mengatakan bahwa jika laki-laki melakukan sunat pada masa anak-anak akan menyebabkan mereka impoten. Masyarakat juga percaya bahwa perempuan yang dijadikan korban akan mendapat berkah dari leluhur. Jika seorang pemuda Meto tidak melakukan sifon, maka ia akan dikucilkan dan disindir dalam upacara adat.Tradisi ini merupakan ritual yang bersumber dari budaya yang terkristalisasi melalui kesepakatan-kesepakatan yang diwariskan secara turun-temurun.
Dostları ilə paylaş: |