Perpisahan dengan Keluarga
Imam Husain as. kembali menjumpai keluarganya untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mereka, sedang sekujur tubuhnya berlumuran darah. Ia berwasiat kepada keluarga risalah dan wahyu untuk bersiap-siap menghadapi cobaan dan bencana. Ia memerintahkan mereka supaya tegar, bersabar, dan menerima segala ketentuan Allah swt. Ia berkata: "Bersiaplah kalian untuk menghadapi cobaan dan bencana. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah swt. akan menjaga dan menyelamatkan kalian dari kejahatan musuh, menjadikan akhir urusan kalian dengan kebaikan, menimpakan azab yang pedih pada musuh-musuh kalian, dan menggantikan cobaan atas kalian ini dengan nikmat dan kemuliaan. Jangan kalian mengeluh dan jangan kalian mengatakan sesuatu yang dapat menurunkan kehormatan dan harga diri kalian."
Seluruh pemerintahan telah sirna, seluruh kerajaan telah lenyap, dan seluruh peradAbân telah musnah. Tapi keimanan yang tidak ada batasnya ini lebih berhak untuk lestari dan abadi dalam kehidupan ini. Di manakah jiwa yang bisa merasakan dan menerima seluruh bencana ini dengan keridaan menerima ketentuan Allah swt.? Tidak ada yang lain selain Imam Husain as., titik harapan, buah hati, dan jati diri Rasulullah saw. itu.
Kesedihan para putri Rasulullah saw. bertambah ketika melihat Imam Husain as. dalam kondisi seperti itu. Mereka memegangnya dan mengucapkan selamat tinggal kepadanya. Hati ini malu melihat mereka, sedangkan rasa takut telah memucatkan warna kulit mereka. Imam Husain as. lemas lunglai ketika melihat mereka, sedangkan sendi-sendi mereka telah luluh.
Imam Kâsyif Al-Ghithâ' berkata: "Siapakah yang mampu untuk menolong Husain as., sedangkan berbagai macam cobaan dan aneka macam musibah telah menyelubunginya? Dalam kondisi seperti, ia berusaha untuk mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga dan anak-anaknya yang masih tersisa. Maka ia mendekati kemah-kemah yang telah didirikan untuk keturunan Ali dan Az-Zahrâ' as. itu. Kaum wanita keluar bagaikan segerombolan burung pipit yang lemah lunglai. Mereka mengelilingi Imam Husain as., sedangkan ia bermandikan darah. Apakah Anda mampu menggambarkan kondisi Imam Husain as. dan kondisi mereka pada saat itu, sedangkan hatimu tidak bergetar, nalurimu tidak bergemuruh, dan air matamu tidak berlinang?"
Adegan perpisahan Imam Husain as. dengan keluarganya adalah salah satu cobaan dan bencana paling berat dan pedih yang telah dihadapinya. Putri-putri Rasulullah saw. itu memukul-mukul wajah mereka dan suara tangisan mereka nyaring terdengar sembari mengucapkan belasungkawa kepada Rasulullah saw. Mereka melemparkan diri kepada Imam Husain as. untuk mengucapkan selamat tinggal. Adegan menyayat hati ini menyayat hatinya dan tidak ada yang mengetahui kepedihannya selain Allah swt.
Umar bin Sa'd yang keji itu memberikan komanda kepada pasukan perangnya untuk menyerang Imam Husain as. Ia berteriak: "Seranglah Husain selama ia masih sibuk dengan diri dan keluarganya. Demi Allah, jika ia sempat menyerangmu, maka kalian akan kehilangan arah kanan dan kiri kalian."
Orang-orang berhati busuk itu menyerang Imam Husain as. Mereka melemparkan anak panah kepadanya. Anak panah-anak panah itu mengenai sasaran tandu-tandu kemah. Para kaum wanita melindungi diri mereka dan segera masuk ke dalam kemah. Ketika itu, keluarlah Imam Husain as. laksana seekor singa yang menerkam musuh-musuhnya dan menebas kepala mereka dengan pedangnya, sedangkan anak panah-anak panah menyerang bagian kanan dan kiri tubuhnya. Sementara itu, ia menyongsong anak panah-anak panah itu dengan dada dan lehernya. Dan di antara anak panah-anak panah yang memiliki andil menghabisi nyawanya adalah berikut:
1. Satu anak panah mengenai mulut Imam Husain as. Sarah suci itu pun tersembur keluar. Ia meletakkan tangannya di bawah luka itu. Setelah tangan itu penuh dengan darah, ia mengangkatnya ke langit sembari berseru: "Ya Allah, sesungguhnya semua ini di sisi-Mu adalah sedikit."
2. Satu anak panah mengenai dahi mulia Imam Husain as. yang terpancar cahaya kenabian dan imâmah. Darah segar nan suci pun tersembur dari dahi itu. Ia mengangkat kedua tangannya seraya berdoa demi kecelakaan para pembunuh durhaka itu: "Ya Allah, sesungguhnya Engkau menyaksikan seluruh bencana yang sedang kuhadapi dari para hamba penentang-Mu itu. Ya Allah, hitungkah jumlah mereka, bunuhlah mereka, jangan Kau sisakan satu orang pun dari mereka di muka bumi, dan janganlah Kau beri ampunan kepada mereka selamanya."
Imam Husain as. berteriak ke arah bala tentara Yazîd: "Hai umat yang keji, alangkah kejinya perbuatan yang telah kalian lakukan terhadap keluarga Muhammad sepeninggalnya. Camkanlah baik-baik bahwa kalian tidak akan membunuh seseorang pun setelahku, lalu kalian merasa takut untuk membunuhnya. Bahkan perbuatan membunuh itu akan terasa mudah bagi kalian setelah kalian tega membunuhku. Demi Allah, aku sungguh memohon kepada Allah supaya Dia memuliakanku dengan syahadah, kemudian Dia akan menuntut balasku kepada kalian dari jalan yang tidak kalian sadari."
Balasan terhadap Rasulullah saw. yang telah berhasil menyelamatkan mereka dari kesengsaraan hidup itu adalah mereka memusuhi keturunannya. Mereka tega mengucurkan darah keluarganya itu dan berbuat suatu aniaya terhadap mereka yang kulit bergetar melihatnya dan wajah pun mengkerut karenanya.
Sungguh Allah telah mengabulkan doa Imam Husain as. Dia menuntut balasnya dari para musuh durhaka itu. Tidak lama mereka berkuasa, fitnah dan bencana pun datang mengancam mereka. Seorang revolusioner agung, Al-Mukhtâr, melakukan perlawanan terhadap mereka demi menuntut darah Imam Husain as. Al-Mukhtâr berhasil mengusir mereka dan mereka melarikan diri pada peristiwa Al-Baidâ'. Bala tentara Al-Mukhtâr berhasil memukul mundur mereka dan membunuh mayoritas bala tentara mereka.
Az-Zuhrî menulis: "Tak seorang pun dari para pembunuh Husain yang tersisa kecuali ia telah memperoleh balasan. Ada yang dibunuh, ada yang ditimpa kebutaan, ada yang berubah wajahnya menjadi hitam legam, dan ada juga yang dibalas langsung oleh malaikat dalam tampo yang sekejap."
3. Anak panah ini adalah anak panah paling dahsyat yang menghabisi nyawa Imam Husain as.
Para ahli sejarah menulis: "Imam Husain as. sedang beristirahat setelah terkena pendarahan yang membuat tubuhnya lemah. Seorang durjana melemparkan sebuah batu dan mengenai keningnya yang mulia. Darah bersimbah ke wajahnya. Ia mengambil baju untuk mengusap darah yang menutupi kedua matanya. Seorang durjana yang lain melemparkan sebatang tombak bermata tiga. Tombak itu mengenai jantung mulia yang penuh terisi kasih sayang dan rahmat untuk seluruh umat manusia itu. Ketika itu ia yakin bahwa ajal telah dekat. Ia mengangkat pandangannya ke langit seraya berkata, 'Dengan nama Allah, demi Allah, dan demi agama Rasulullah saw. Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa mereka membunuh seorang laki-laki yang di muka bumi ini tidak ada lagi putra dari putri seorang nabi kecuali dia."
Imam Husain as. mencabut tombak itu. Dan darah pun mengucur keluar laksana sebuah pancuran air. Ia menampung darah itu dengan kedua tangannya. Ketika kedua tangan itu telah penuh dengan darah, ia melemparkannya ke langit seraya berkata: "Sungguh mudah semua penderitaan ini lantaran semua itu terjadi di bawah pengawasan Allah."
Imam Husain as. mengambil darah yang masih tersisa. Ia melumuri wajah dan janggutnya dengan darah itu, sedang ia tetap dalam posisi yang menggambarkan posisi para nabi as. Ia berkata: "Beginilah kondisiku sehingga aku menemui datukku, Rasululah saaw., sedangkan aku berlumuran dengan darahku ...."
4. Hushain bin Namîr juga melemparkan sebuah anak panah yang mengenai mulut Imam Husain as. Darah pun mengucur keluar. Imam Husain as. menampung darah itu dengan tangannya, lalu melemparkannya ke langit. Ia berdoa demi kebinasaan para pembunuh durjana itu: "Ya Allah, hitungkah jumlah mereka, musnahkanlah mereka, dan janganlah Kau sisakan seorang pun dari mereka di muka bumi ini."
Semakin banyak anak panah-anak panah yang menusuk tubuh suci Imam Husain as. Ia tampak lemah karena kekurangan darah dan kehausan yang menyengat. Ia duduk di atas tanah sembari memegang lututnya untuk menahan rasa sakit. Seorang durjana yang bernama Mâlik bin An-Nasîr menyerangnya dalam kondisi seperti itu. Mâlik mencerca Imam Husain sembari menebaskan pedang ke arahnya. Kepala Imam Husain memakai topi perang, dan topi ini pun dipenuhi darah. Imam Husain meliriknya seraya berdoa demi kebinasaannya: "Semoga engkau tidak dapat makan dan minum dengan tangan kananmu dan tidak juga dengan tangan kirimu. Semoga Allah mengumpulkanmu bersama orang-orang yang zalim."
Imam Husain as. melemparkan topi perang itu dan membiarkan serban melengket di kepalanya. Mâlik sang durjana itu bergegas untuk mengambil topi perang Imam Husain itu, tapi tangannya telah lumpuh.
Munajat Imam Husain as.
Pada detik-detik akhir kehidupannya itu, Imam Husain as. berkesempatan untuk bemunajat kepada Allah swt. Dengan hati yang luruh, ia bermunajat, pasrah diri, dan mengadukan kepada-Nya segala bencana yang menimpa dirinya. Ia berkata: "Bersabarlah atas ketentuan-Mu, tidak ada tuhan selain-Mu, hai Penolong orang-orang yang memohon pertolongan. Bersabarlah atas ketentuan-Mu, hai Penolong orang yang tidak memiliki penolong selain-Mu, hai Dzat yang maha abadi dan tak pernah musnah, hai Dzat yang menghidupkan orang-orang yang telah mati, hari Dzat yang menguasai seluruh jiwa, tetapkanlah ketentuan antara aku dan mereka, dan Engkaulah sebaik-baik penentu."
Seluruh tindakan itu adalah manifestasi keimanan yang telah berinteraksi dengan seluruh jati diri Imam Husain as. sehingga keimanan itu menjadi unsur terpenting dalam jiwanya. Ia telah bergantung kepada Allah swt. dan bersabar atas seluruh ketentuan-Nya. Ia telah menyerahkan seluruh bencana dan cobaan yang telah menimpa dirinya hanya kepada Allah. Keimanan itu telah melupakannya dari seluruh bencana yang telah mengelili kehidupannya.
Imam Husain as. Dibantai
Kelompok durjana itu menyrang buah hati Rasulullah saw. dari segala penjuru dengan tusukan pedang dan huzaman tombak. Zar'ah bin Syuraik At-Tamîmî menebas pergelangan tangan kirinya dan durjana yang lain menebas pundaknya.
Musuh Imam Husain as. yang paling dengki adalah Sinân bin Anas. Kadang-kadang Anas menusuknya dengan pedang dan kadang-kadang lagi dengan tombak. Ia merasa bangga dengan perbuatannya itu. Pembantai ini pernah menceritakan perbuatannya itu kepada Hajjâj dengan penuh kebanggaan seraya berkata: "Kutusuk dia dengan tombak dan lalu kucincang-cincang dia dengan pedang." Hajjâj tersentak mendengar ceritanya itu seraya berkata: "Ingatlah, kamu berdua tidak akan dapat berkumpul dalam satu rumah."
Para musuh Allah itu membantai Imam Husain as. dari segala penjuru. Pedang-pedang mereka mengalirkan darahnya yang suci. Sebagian ahli sejarah menulis: "Tidak seorang pun di sepanjang sejarah Islam yang dibunuh seperti Husain dibunuh. Ia mengalami seratus dua puluh luka akibat tebasan pedang, goresan tombak, dan tusukan anak panah."
Imam Husain as. terdiam beberapa saat di atas tanah gersang itu. Seluruh penyerang merasa takut dan mengurungkan niat untuk menyerangnya. Kharismatikanya mempengaruhi seluruh hati sehingga sebagian dari mereka berkomentar: "Ketampanan wajah dan cahaya kharismatikanya mencegah kami untuk membunuhnya." Tak seorang pun dari mereka yang mendekati Imam Husain as. kecuali ia kembali mundur, karena takut tanggung jawab pembunuhannya akan jatuh di atas pundaknya.
Cucu Rasulullah saw., Zainab, keluar dari kemahnya dengan perasaan luruh menangisi saudara dan seluruh keuarganya. Dengan jiwa yang pasrah, ia berkata: "Oh, seandainya langit jatuh ke atas bumi!" Ibn Sa'd menghampirinya. Zainab berteriak kepadanya: "Hai Umar, apakah engkau rela Abu Abdillah dibunuh, sedangkan kamu hanya melihatnya?" Umar bin Sa'd memalingkan wajahnya dari Zainab, sedangkan air matanya bercucuran membasahi jenggotnya yang sial itu. 'Aqîlah Ahlul Bait itu tidak mampu lagi melihat saudaranya dalam kondisi yang membutakan mata seperti itu. Akhirnya ia kembali ke kemah untuk menenangkan kaum wanita dan anak-anak yang sedang dilanda ketakutan itu.
Imam Husain as. terdiam panjang di bawah terik siang yang menyengat itu, sementara luka-luka di tubuhnya telah melemahkannya dan kucuran darah yang keluar telah membuatnya lunglai. Ia menyeru segerombolan pembunuh itu: "Apakah kalian berkumpul untuk membunuhku? Ingatlah! Demi Allah, kalian tidak akan membunuh seorang hamba Allah setelahku. Demi Allah, sesungguhnya aku berharap semoga Allah memuliakanku dengan kehinaan kalian, kemudian Dia membalas kalian untukku dari arah yang kalian tidak menyadarinya."
Orang yang celaka dan pendosa, Sinân bin Anas, telah menghunus pedangnya. Ia tidak mengizinkan orang lain untuk mendekati Imam Husain as. karena takut orang itu mengalahkan dirinya dari menebas kepala Imam Husain. Dengan itu, Sinân akan kehilangan hadiah yang telah dijanjikan oleh tuannya, Ibn Marjânah. Sinân memenggal kepala Imam Husain, sedang di bibirnya teruntai senyuman keridaan, kebanggaan, dan kemenangan yang akan terkenang di sepanjang masa.
Imam Husain as. telah menghadiahkan jiwanya sebagai harga Al-Qur'an dan harga bagi setiap kemuliaan yang mampu mengangkat nilai insani. Alangkah mahalnya harga yang telah ia haturkan itu. Ia telah dibunuh dalam keadaan terzalimi, terusir, dan terasing, setelah keturunan, keluarga, dan para sahabatnya dianiaya. Ia telah dibunuh dalam keadaan menahan dahaga di hadapan keluarganya. Harga manakah yang lebih mahal dari harga yang telah diberikan oleh Imam Husain as. sebagai sebuah pengorbanan yang tulus karena Allah semata itu?
Imam Husain as. telah berniaga dengan Allah swt. dengan persembahan dan pengorbanannya yang agung itu. Perniagaannya adalah sebuah perniagaan yang beruntung. Allah swt. berfirman: "Sesungguhnya Allah swt. telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menempati janjinya (selain) dari Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. At-Tawbah [9]:111)
Sesuatu yang pasti, Imam Husain as. sungguh telah memperoleh untung dari perniagaannya itu dan mendapatkan kebanggaan yang tidak akan diperoleh oleh orang selainnya. Tidak ada keluarga syuhada pun yang pernah memperoleh kemuliaan, keagungan, dan keabadian seperti yang telah diperoleh oleh Imam Husain as. Lihatlah dunia selalu menyebut namanya. Lihatlah makamnya menjadi makam yang paling mulia nan megah.
Imam Husain as. telah mengibarkan bendera kemenangan Islam yang berlumuran dengan darahnnya dan darah keluarga dan para sahabatnya tinggi-tinggi. Bendera itu senantiasa menerangi alam semesta ini dan membuka cakrawala bagi masyarakat di seluruh penjuru dunia untuk menyongsong kebebasan dan kemuliaan mereka.
Catatan Kaki:
Siyar A'lâm An-Nubalâ', jilid 3, hal. 190; Târîkh Ibn 'Asâkir, jilid 3, hal. 50.
Mustadrak Al-Hâkim, jilid 3, hal. 177; Nûr Al-Abshâr, hal. 129.
Sunan Ibn Mâjah, jilid 1, hal. 56.
Hayâh Al-Imam Husain as., jilid 1, hal. 95.
At-Tâj Al-Jâmi'li Al-Ushûl, jilid 3, hal. 218.
Minhâj As-Sunnah, jilid 4, hal. 210.
Majma' Az-Zawâ'id, jilid 9, hal. 201
Mustadrak Al-Hâkim, jilid 3, hal. 179.
Mustadrak Al-Hâkim, jilid 3, hal. 176.
Kanz Al-'Ummâl, jilid 7, hal. 106.
Kanz Al-'Ummâl, jilid 7, hal. 106; Al-Mu'jam Al-Kabîr, jilid 3, hal. 106.
Majma' Az-Zawâ'id, jilid 9, hal. 187.
Ibid., hal. 189.
Ibid., hal. 191.
Târîkh Ibn Al-Wardî, jilid 1, hal. 173-174.
Mu'jamul kabir Tabrani jilid 3 hal. 108
Târîkh alkhamis jilid 2 hal. 334
Târîkh Ibn Asakir jilid 13 hal. 57-58
Hayâh Al-Imam Husain as., jilid 1, hal. 426.
Syarah Nahjul Balâghah, karya Ibn Abil Hadîd, jilid 10, hal. 14.
Al-Ishâbah, jilid 1, hal. 187.
Târîkh Al-Ya'qûbî, jilid 2, hal. 293.
Syarah Nahjul Balâghah, karya Ibn Abil Hadîd, jilid 3, hal. 249.
Syarah Nahjul Balâghah, jilid 3, hal. 263.
Al-Imam Al-Husain as., hal. 101.
Ansâb Al-Asyrâf, jilid 1, hal. 240
Kasyf Al-Ghummah, jilid 2, hal. 229.
Al-Ishâbah, jilid 2, hal. 222.
QS. Ali Imran [3]:134.
Al-Imam Al-Husain, hal. 117.
Târîkh Ibn 'Asâkir, jilid 13, hal. 54.
A'yân Asy-Syi'ah, jilid 4, hal. 110.
Al-Irsyâd, karya Ad-Dailamî, jilid 1, hal. 28.
Tuhaf Al-'Uqûl, hal. 246.
Raihânah Ar-Rasul, hal. 55.
Ibid.
Ibid.
Tuhaf Al-'Uqûl, hal. 246.
Ibid.
Târîkh Ibn Al-Atsîr, jilid 2, hal. 553.
Hayâh Al-Imam Husain as., jilid 2, hal. 255.
Al-Khashâ'ish Al-Husainiyyah, hal. 60.
Hayâh Al-Imam Husain as., jilid 3, hal. 374.
Durar Al-Afkâr fî Washf Ash-Shafwah Al-Akhyâr, karya Abul Fath Ibn Shadaqah, hal. 38.
Manâqib Ibn Syahr ?syûb, jilid 4, hal. 222.
Maqtal Al-Husain, hal. 333.
Al-Khashâ'ish Al-Husainiyyah, hal. 39.
Târîkh Ibn Katsîr, jilid 8, hal. 188.
Maqtal Al-Husain, hal. 337.
Jannah Al-Ma'wâ, hal. 115.
Ad-Darr An-Nzhîm, hal. 168.
Maqtal Al-Husain, hal. 337.
'Uyûn Al-Akhbâr, karya Ibn Qutaibah, jilid 1, hal. 103-104.
Maqtal Al-Khârazmî, jilid 2, hal. 34.
Ansâb Al-Asyrâf, jilid 1, hal. 240.
Maqtal Al-Husain, hal. 345.
Majma' Az-Zawâ'id, jilid 9, hal. 194.
Al-Hada'iq Al-Wardiyah, jilid 1, hal. 126.
Ansâb Al-Asyrâf, jilid 3, hal. 203.
Jawâhir Al-Mathâlib fî Manâqib Al-Imam Ali bin Abi Thalib, hal. 139.
Ash-Shirâth As-Sawî fi Manâqib ?
MAM ALI AS-SAJJAD
Imam Ali As-Sajjâd adalah seorang imam yang agung, reformer agama, dan penghidup sunah kakeknya. Ia serupa dengan Nabi Isa as. dalam wara' dan ketakwaan, dan serupa dengan Nabi Ayyûb as. dalam cobaan dan malapetaka (yang dihadapi). Kewibawaannya membuat seluruh wajah tertunduk di hadapannya. Di wajahnya bersinar cahaya para nabi dan terbersit kewibawaan para washî.
Asy-Syaikhânî Al-Qâdirî menegaskan: "Mata orang yang memandang tidak pernah puas untuk melihat cercahan cahaya wajahnya." Kewibawaan Imam Ali As-Sajjâd menghikayatkan kewibawaan kakeknya, Rasulullah yang agung saw. As-Saffâh Muslim bin 'Uqbah, sang kriminalis yang senantiasa meremehkan seluruh nilai insani itu, tercengang lantaran kewibawaan tersebut. Ketika ia melihat Imam As-Sajjâd as., seluruh sendinya gemetar dan menyambutnya dengan penuh penghormatan. Orang-orang yang berada di sekitarnya berkomentar: "Sesungguhnya Ali Zainul Abidin adalah manifestasi para nabi."
Gelar Imam As-Sajjâd
Seluruh gelar yang dimiliki oleh Imam Ali As-Sajjâd menghikayatkan karakter jiwa dan akhlak mulia yang telah disandangnya. Di samping itu, seluruh gelar itu juga menceritakan ketaatan dan ibadahnya yang sangat besar kepada Allah. Sebagian gelar tersebut adalah berikut ini:
1. Zainul Abidin (Hiasan Para 'Abid)
Gelar ini-seperti telah dijelaskan sebelum ini-dihadiahkan oleh kakek Imam Ali As-Sajjâd as., Rasulullah saw. Imam Ali as. diberi gelar tersebut lantaran ibadahnya yang tak terhitung banyaknya. Gelar ini sangat terkenal dan tersebar (di tengah-tengah masyarakat) sehingga gelar tersebut berubah menjadi namanya. Tak ada seorang pun yang pernah mendapatkan gelar semacam ini. Dan sungguh ia adalah hiasan bagi setiap 'abid dan kebanggaan bagi setiap orang yang taat kepada Allah.
2. Sayyidul Abidin (Junjungan Para 'Abid)
Salah satu gelar Imam Ali As-Sajjâd yang menonjol adalah Sayyidul Abidin. Hal itu lantaran ketaatannya kepada Allah. Tidak pernah ada riwayat yang menceritakan ibadah seseorang diriwayatkan seperti riwayat yang menggambarkan ibadah imam yang satu ini, selain kakeknya, Imam Amirul Mukminin as.
3. Dzuts Tsafanât
Imam Ali As-Sajjâd as. diberi gelar tersebut lantaran anggota-anggota sujudnya yang mengeras seperti lutut unta. Imam Abu Ja'far Al-Bâqir as. berkata: "Anggota-anggota sujud ayahku memiliki bekas-bekas yang sangat menonjol. Ia selalu memotongnya sebanyak dua kali dalam setahun. Pada setiap kalinya, ia memotong sebanyak lima potong. Oleh karena itu, ia diberi julukan Dzuts Tsafanât."
Dalam sebuah riwayat juga disebutkan bahwa Imam Ali As-Sajjâd mengumpulkan bekas-bekas sujud tersebut dalam sebuah kantong dan berwasiat supaya kantong itu dikuburkan bersama dirinya.
4. As-Sajjad
Salah satu lagi gelar Imam Ali yang menonjol dan terkenal adalah As-Sajjâd. Hal itu lantaran ia selalu melakukan sujud. Ia adalah orang yang paling banyak melakukan sujud dan ketaatan kepada Allah swt. Ketika menceritakan sujud sang ayah yang sangat banyak, Imam Abu Ja'far Muhammad Al-Bâqir as. berkata: "Ali bin Husain tidak mengingat sebuah nikmat Allah 'Azza Wajalla kecuali ia melakukan sujud. Ia tidak membaca ayat kitab Allah 'Azza Wajalla yang mengandung ayat sajdah kecuali ia melakukan sujud. Allah tidak menyelamatkannya dari kejelekan yang dikhawatirkannya kecuali ia melakukan sujud. Ketika usai mengerjakan salat wajib, ia melakukan sujud. Bekas-bekas sujud terdapat di seluruh anggota sujudnya. Oleh karena itu, ia diberi gelar As-Sajjâd."
5. Az-Zakî
Imam Ali diberi gelar Az-Zakî lantaran Allah telah menyucikannya dari setiap kotoran, sebagaimana Dia juga telah menyucikan nenek moyangnya dari setiap jenis kotoran.
6. Al-Amîn
Salah satu gelar Imam Ali As-Sajjâd adalah Al-Amîn. Ia adalah teladan yang tinggi untuk karakter yang satu ini. Pada sebuah kesempatan, ia pernah berkata: "Seandainya pembunuh ayahku menitipkan kepadaku pedang yang telah ia gunakan untuk membunuhnya, niscaya aku akan menyampaikan amanat itu kepadanya."
7. Ibn Al-Khairatain
Salah satu gelar Imam Ali As-Sajjâd as. adalah Ibn Al-Khairatain (putra dua orang terbaik). Ia selalu merasa bangga dengan gelar ini. Ia berkata: "Aku adalah Ibn Al-Khairatain." Ucapannya ini menunjuk sabda Rasulullah saw. yang menegaskan: "Allah swt. memiliki dua orang terbaik dari kalangan hamba-hamba-Nya. Hamba-Nya yang terbaik dari kalangan Arab adalah Hâsyim dan dari kalangan bangsa 'Ajam adalah Fâris."
Karakteristik Kejiwaan
Allah tidak menciptakan sebuah keutamaan atau karunia yang dimiliki oleh seseorang kecuali keutamaan atau karunia itu adalah jati diri Imam Zainul Abidin as. Tak ada seorang pun yang dapat menandinginya dalam hal ini. Seluruh karakter pembentuk jiwanya didominasi oleh adab yang tinggi, akhlak yang mulia, dan kepeduliaan yang sangat tinggi terhadap agama. Tak seorang pun yang membaca sejarah kehidupannya kecuali ia bersimpuh di hadapannya dengan penuh penghormatan dan pengagungan. Lebih dari itu, rasa takjub akan menguasainya. Ia akan menganggap seluruh orang agung di dalam dunia Islam kecil di hadapan seluruh keutamaan yang Imam Ali miliki ini.
Sa'îd bin Mûsâyyib, salah seorang ulama besar Madinah berkomentar: "Aku tidak pernah melihat orang yang lebih utama daripada Ali bin Husain. Aku tidak melihatnya kecuali aku membenci diriku ...."
Kepribadian Imam Ali As-Sajjâd as. yang tinggi ini telah mengangkatnya ke atas puncak kemuliaan dan keagungan, suatu kedudukan yang telah digapai oleh nenek moyangnya yang telah dibebani tugas untuk mengadakan perombakan sosial. Pada kesempatan ini, kami akan memaparkan sebagian karakter jiwanya ini.
Kesabaran (Al-Hilm)
Kesabaran adalah salah satu karakter para nabi dan rasul. Karakter ini adalah salah satu karakter manusia yang paling agung dan berbeda. Hal itu lantaran karakter ini dapat membantu seseorang untuk menguasai dirinya dan tidak tunduk kepada setiap faktor yang dapat membangkitkan amarah dan balas dendam. Ketika mendefinisikan kesabaran (al-hilm), Al-Jâhizh menulis: "Kesabaran adalah enggan membalas dendam pada saat amarah memuncak padahal kita mampu untuk melakukan balas dendam itu."
Imam Zainul Abidin as. adalah figur manusia yang paling sabar dan paling dapat menahan amarah. Para perawi hadis dan ahli sejarah telah menyebutkan banyak contoh tentang kesabarannya ini. Di antaranya adalah contoh-contoh berikut ini:
1. Imam Ali Zainul Abidin as. pernah memiliki seorang sahaya wanita. Sahaya ini selalu menuangkan air ke atas tangannya ketika ia hendak berwudu sebelum mengerjakan salat. Pada suatu hari, kendi air jatuh dari tangannya menimpa wajah Imam As-Sajjâd dan wajahnya terluka. Sahaya itu segera berkata: "Sesungguhnya Allah 'Azza Wajalla berfirman, 'Dan orang-orang yang menahan amarah.'"
Imam As-Sajjâd as. bergegas menjawab: "Aku telah menahan amarahku ...."
Sahaya itu mengharapkan kesabaran dan keagungan Imam As-Sajjâd as. Tidak sampai di situ saja, ia meminta tambahan seraya menambahkan: "Dan orang-orang yang memaafkan manusia."
Imam Zainul Abidin as. berkata kepadanya dengan penuh kelembutan: "Semoga Allah memaafkanmu ...."
Sahaya itu pun bergegas menimpali: "Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan."
Imam Zainul Abidin as. menyambutnya dengan kelembutan dan kebajikan yang melimpah seraya berkata: "Pergilah kamu. Kamu sekarang telah merdeka ...."
2. Pada suatu hari, seorang budak yang keji menyambut Imam Zainul Abidin as. dengan cercaan dan celaan tanpa sebab yang jelas. Ia menghadapinya dengan penuh santun seraya berkata: "Wahai pemuda, jalan yang sulit sedang menunggu di hadapan kita. Jika aku berhasil melewatinya, aku tidak akan memperdulikan apa yang telah kamu katakan itu, dan jika aku bingung melewatinya, sungguh aku adalah lebih buruk daripada apa yang kamu katakan itu ...."
Seluruh wujud Imam Zainul Abidin as. telah terfokus kepada Allah dan kedahsyatan dunia akhirat yang tidak akan terselamatkan darinya kecuali orang-orang yang bertakwa. Seluruh celaan dan cercaan yang timbul dari sebuah jiwa yang tidak beretika dan beradab itu tidak membuatnya sakit hati sedikit pun.
Dostları ilə paylaş: |