Ali as. dalam Kaca Mata Sunah
Buku-buku literatur hadis, baik Shihâh maupun Sunan, dipenuhi oleh hadis-hadis Nabi saw. yang bagaikan bintang-gumintang gemilang menegaskan keutamaan pelopor keadilan Islam, Imam Ali as., dan mengangkatnya tinggi di tengah-tengah masyarakat Islam.
Setiap orang yang mau merenungkan hadis-hadis yang masyhur dan telah tersebar di kalangan para perawi hadis itu pasti memahami tujuan utama Nabi saw. di balik hadis-hadis tersebut. yaitu ia ingin mengangkat Ali as. sebagai khalifah sepeninggalnya sehingga ia menjadi penerus tongkat estafet kenabian dan tempat rujukan umat yang bertugas menegakkan tonggak kehidupan mereka, memperbaiki kondisi mereka, dan menuntun mereka menapak jalan kehidupannya sehingga umat Islam menjadi pelopor bagi bangsa-bangsa dunia yang lain.
Bila kita mencermati hadis-hadis Nabi saw. mengenai keutamaan Imam Ali as. itu, niscaya kita temukan sekelompok hadis dikhususkan untuk dia secara khusus dan sekelompok hadis yang lain dikhususkan untuk Ahlul Bait Nabi as., yang secara otomatis kelompok hadis kedua ini juga meliputi Imam Ali as. Hal itu lantaran ia adalah junjungan 'Itrah.
Berikut ini kami nukilkan beberapa hadis tersebut.
1. Kelompok Hadis Pertama
Hadis-hadis kelompok ini memuat berbagai macam bentuk pemuliaan dan pengagungan terhadap Imam Ali as. dan penegasan atas keutamaannya. Hadis-hadis tersebut adalah berikut ini:
a. Kedudukan Ali as. di Sisi Nabi saw.
Amirul Mukminin Ali as. adalah satu-satunya orang yang paling dekat dengan Rasulullah saw. Ali as. adalah ayah untuk kedua cucunya dan pintu kota ilmunya. Nabi saw. sangat menghormati dan mencintai Ali as. Beberapa hadis Nabi saw. menegaskan betapa kecintaannya saw. kepada Ali as. sangat besar. Mari kita simak bersama beberapa hadis berikut ini.
Ali as., Diri Nabi saw.
Ayat Mubâhalah menegaskan kepada kita bahwa Imam Ali as. adalah diri dan jiwa Nabi saw. Kami telah memaparkan hal ini pada pembahasan yang lalu. Nabi saw. sendiri telah menjelaskan dalam berbagai hadis bahwa Ali as. adalah diri dan jiwanya.
Pada suatu hari, Walîd bin 'Uqbah memberikan informasi kepda Nabi saw. bahwa Bani Walî'ah telah murtad dari Islam. Mendengar informasi tersebut, Nabi saw. sangat murka seraya bersabda: "Apakah Bani Walî'ah menghentikan perbuatan mereka itu atau aku akan utus kepada mereka seorang laki-laki yang merupakan diri dan jiwaku; ia akan memerangi mereka dan menyandera kaum wanita mereka. Laki-laki itu adalah orang ini." Setelah bersabda demikian, Nabi saw. menepuk pundak Imam Ali as.
Dalam sebuah hadis, 'Amr bin 'Ash berkata: "Ketika aku kembali dari perang Dzâtus Salâsil, aku mengira bahwa tidak seorang pun yang lebih dicintai oleh Rasulullah saw. daripada aku. Aku bertanya kepadanya, 'Ya Rasulallah, siapakah yang paling Anda cintai?' Rasulullah saw. menyebutkan nama beberapa orang. Aku bertanya lagi, 'Ya Rasulallah, di manakah Ali?' Nabi saw. menoleh kepada para sahabat seraya bersabda, 'Sesungguhnya ia bertanya kepadaku tentang jiwaku.'"
Ali as., Saudara Nabi saw.
Nabi saw. pernah mengumumkan di hadapan para sahabat bahwa Ali as. adalah saudaranya. Masalah ini telah direkam oleh banyak hadis. Antara lain ialah:
At-Turmudzî meriwayatkan dengan sanad dari Ibn Umar. Ibn Umar berkata: "Rasulullah saw. telah mempersaudarakan para sahabatnya. Kemudain datanglah Ali as. dengan air mata yang berlinang seraya berkata, 'Ya Rasulallah, engkau telah mempersaudarakan para sahabatmu. Tetapi mengapa Anda tidak mempersaudarakanku dengan siapa pun?' Rasulullah saw. bersabda, 'Engkau adalah saudaraku di dunia dan di akhirat.'"
Nabi saw. mempersaudarakan Ali dengan dirinya bukan hanya di dunia ini saja. Tetapi persaudaraan antaranya Imam Ali as. ini berlanjut hingga hari akhirat yang tak berbatas.
Anas bin Malik berkata: "Rasulullah saw. naik ke atas mimbar. Setelah usai berpidato, ia bertanya, 'Di manakah Ali bin Abi Thalib?' Ali as. segera bangkit dan berkata: "Aku di sini, ya Rasulullah.' Tak lama kemudian Nabi saw. memeluk Ali as. dan mencium keningnya seraya bersabda dengan suara yang lantang: "Wahai kaum Muslimin, Ali adalah saudaraku dan putra pamanku. Dia adalah darah dagingku dan rambutku. Dia adalah ayah kedua cucuku Hasan dan Husain, penghulu para pemuda penghuni surga.'"
Dalam sebuah riwayat, Ibn Umar berkata: "Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda pada saat melaksanakan haji Wadâ' sementaranya menunggangi unta sembari menepuk pundak Ali as.: "Ya Allah, saksikanlah. Ya allah, aku telah menyampaikan seruan-Mu bahwa orang ini adalah saudaraku, putra pamanku, menantuku, dan ayah kedua cucuku. Ya Allah, sungkurkanlah orang yang memusuhinya ke dalam api neraka.'"
Nabi saw. dan Ali as. Berasal dari Satu Pohon
Nabi saw. pernah menegaskan bahwa ia saw. dan Ali as. berasal dari satu pohon yang sama. Hal ini telah disebutkan dalam beberapa hadis. Berikut ini adalah contoh dari hadis-hadis tersebut:
Dalam sebuah hadis, Jâbir bin Abdillah berkata: "Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda kepada Ali as., 'Hai Ali, sesungguhnya umat manusia berasal dari berbagai pohon yang berbeda. Sementara engkau dan aku berasal dari satu pohon yang sama.' Kemudannya membacakan ayat yang berbunyi: "Dan di atas bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan (tapi berbeda-beda), dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman, dan pohon kurma yang bercAbâng dan yang tidak bercAbâng, disirami dengan air yang sama ..." (QS. Ar-Ra'd [13]:4)
Rasulullah saw. bersabda: "Aku dan Ali as. berasal dari satu pohon, sedang umat manusia berasal dari pohon yang berbeda-beda."
Sungguh betapa agung dan mulia pohon tersebut yang telah melahirkan junjungan alam semesta, Rasulullah saw., dan pintu kota ilmunya, Amirul Mukminin Ali as. Pohon ini adalah pohon yang penuh berkah; pohon yang akarnya menghujam ke dalam bumi dan ranting-rantingnya menjulang ke langit, dan membuahkan hasil bagi umat manusia pada setiap generasi.
Ali as., Wazîr Nabi saw.
Dalam beberapa hadis, Nabi saw. sangat menekankan bahwa Ali as. adalah wazîrnya. Di antara hadis-hadis tersebut ialah berikut ini:
Dalam sebuah hadis, Asmâ' binti 'Umais berkata: "Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Ya Allah, sesungguhnya aku berkata sebagaimana saudaraku, Mûsâ berkata, 'Ya Allah, jadikanlah untukku seorang wazîr dari keluargaku, yaitu saudaraku Ali. Kokohkanlah aku dengannya, sertakanlah dia dalam urusanku agar kami banyak bertasbih kepada-Mu dan senantiasa mengingat-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui kondisi kami".
Ali as., Khalifah Nabi saw.
Nabi saw. memproklamasikan bahwa Ali as. adalah khilafah sepeninggalnya dari sejaknya memulai dakwah. Hal itu terjadi Ketika ia mengundang kaum Quraisy agar memeluk Islam. Di akhir pertemuan tersebut, ia saw. berkata kepada mereka: "Dengan demikian, orang ini-yaitu Ali as.-adalah saudaraku, washî-ku, dan khalifahku setelahku untuk kalian. Dengarkan dan taatilah dia."
Rasulullah saw. telah menggandengkan kekhalifahan Ali as. sepeninggalannya dengan permulaan dakwah Islam. Ia juga telah menyingkirkan kemusyrikan dan penyembahan terhadap berhala. Banyak sekali riwayat yang telah menegaskan kekhalifahan Ali as. ini. Berikut ini sebagian darinya:
Rasululllah saw. bersabda: "Hai Ali, engkau adalah khalifahku untuk umatku."
Beliau saw. juga bersabda: "Di antara mereka, Ali bin Abi Thalib paling dahulu memeluk Islam, paling banyak ilmu pengetahuannya, dan dia adalah imam dan khalifah setelahku."
Ali as. di Sisi Nabi saw. Seperti Hârûn di Sisi Mûsâ
Banyak sekali hadis dan riwayat telah diriwayatkan dari Nabi saw. yang memiliki kandungan yang sama. yaitu ia bersabda kepda Ali as.: "Engkau di sisiku seperti kedudukan Harus di sisi Mûsâ as. ...."
Berikut ini kami nukilkan sebagian hadis tersebut:
Nabi saw. bersabda kepada Ali as.: "Tidakkah engkau rela bahwa engkau di sisiku sebagaimana kedudukan Hârûn di sisi Mûsâ as., hanya saja tidak ada nabi lagi setelahku?"
Sa'îd bin Mûsâyyib meriwayatkan hadis dari '?mir bin Sa'd bin Abi Waqqâsh, dari ayahnya, Sa'd. Sa'd berkata: "Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Ali as.: "Engkau di sisiku seperti kedudukan Hârûn di sisi Mûsâ as., hanya saja tidak ada nabi lagi setelahku.'"
Sa'îd berkata: "Aku ingin menyampaikan informasi tersebut kepada Sa'd. Aku menjumpainya dan kuceritakan apa yang diceritakan oleh '?mir. Sa'd berkata: "Aku pun telah mendengarnya.' Aku bertanya: "Sungguh engkau telah mendengarnya?" Ia meletakkan jarinya di kedua telinganya seraya berkata: "Ya, aku telah mendengarnya. Jika tidak, berarti aku tuli.'"
Ali as., Pintu Kota Ilmu Nabi saw.
Satu hal lagi tentang ketinggian dan keagungan kedudukan Ali as. yang ditegaskan oleh Nabi saw. adalah bahwa ia telah menjadikannya sebagai pintu kota ilmunya. Hadis-hadis mengenai hal ini telah diriwayatkan melalui beberapa jalur sehingga mencapai peringkat qath'î (meyakinkan). Hadis-hadis ini telah diriwayatkan dari Rasulullah saw. pada beberapa kesempatan. Di antaranya adalah berikut ini:
Jâbir bin Abdillah berkata: "Pada peristiwa Hudaibiyah, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda sambil memegang tangan Ali as.: "Orang ini adalah pemimpin orang-orang saleh, pembasmi orang-orang zalim, akan ditolong siapa yang membelanya, dan akan terhina siapa yang menghinanya.' Lalunya mengeraskan suaranya: "Aku adalah kota ilmu, sedang Ali adalah pintunya. Barang siapa yang ingin memasuki rumah, hendaklah ia masuk melalui pintunya.'"
Ibn Abbâs berkata: "Rasulullah saw. bersabda: "Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya. Barang siapa yang ingin memasuki kota, maka hendaklah ia mendatangi pintunya."
Rasulullah saw. bersabda: "Ali adalah pintu ilmuku dan penjelas risalahku kepada umatku sepeninggalku nanti. Mencintainya adalah iman, memurkainya adalah kemunafikan, dan memandangnya adalah kasih sayang."
Amirul Mukminin Ali as. adalah pintu kota ilmu Nabi saw. Setiap ajaran agama, hukum syariat, akhlak yang mulia, dan tata krama luhur yang datang darinya, semua itu bersumber dari Nabi saw. Konsekuensinya, kita harus mematuhi dan mengikutinya.
Sesungguhnya Nabi saw. telah meninggalkan sumber ilmu pengetahuan untuk memenuhi kehidupan ini dengan hikmah dan kesejahteraan. Sumber itunya titipkan kepada Ali as. agar umat ini dapat menimba darinya. Tetapi sangat sekali, kekuatan zalim yang dengki kepada Imam Ali as. telah menutup jendela cahaya tersebut, mencegah umat untuk mengambil manfat darinya, dan membiarkan mereka terperosok ke dalam kebodohan hidup ini.
Ali as., Serupa dengan Para Nabi
Suatu ketika Nabi saw. berada di tengah-tengah para sahabat. Ia berkata kepada mereka: "Jika kalian ingin melihat ilmu pengetahuan Adam as., kesedihan Nuh as., ketinggian akhlak Ibrahim as., munajat Mûsâ as., usia Isa as., dan petunjuk serta kelembutan Muhammad saw., maka hendaklah kalian melihat orang yang akan datang sebentar lagi." Setelah agak lama mereka menanti-nanti siapa yang akan datang, tiba-tiba Amirul Mukmini Ali as. muncul."
Seorang penyair terkenal, Abu Abdillah Al-Mufajji', telah banyak menyusun bait- bait syair tentang keagungan dan kemuliaan Imam Ali as. Ketika mengungkapkan realita tersebut di atas, ia menulis:
Wahai pendengki kekasihku Ali, masuklah ke dalam neraka Jahim dengan terhina.
Masihkah engkau menyindir manusia terbaik, sedang engkau tersingkirkan dari petunjuk dan cahaya?
Dialah yang mirip para nabi di kala kanak dan muda, di kala menyusu, disapih dan di kala makan.
Ilmunya bagai Adam di kala ia menjelaskan nama-nama dan alam semesta.
Bagai Nuh di kala selamat dari maut ketika ia turun di bukit Jûdî.
Mencintai Ali as., Keimanan; Membencinnya, Kemunafikan
Nabi Muhammad saw. menegaskan kepada umat bahwa mencintai Ali as. adalah tanda keimanan dan ketakwaam. Sementara membencinya adalah kemunafikan dan maksiat. Beriktu ini sebagian riwayat yang telah diriwayatkan darinya tentang hal ini:
Ali as. berkata: "Demi Dzat yang membelah biji-bijian dan menciptakan manusia, sesungguhnya janji Nabi yang ummî kepadaku adalah bahwa tidak ada yang mencintaiku kecuali orang mukmin dan tidak membenciku melainkan orang munafik."
Al-Musâwir Al-Humairî meriwayatkan hadis dari ibunya. Ibunya berkata: "Ummu Salamah datang menjumpaiku dan aku mendengar ia mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Orang munafik tidak akan mencintai Ali dan orang mukmin tidak akan membencinya.'"
Ibn Abbâs pernah meriwayatkan sebuah hadis. Ia berkata: "Rasulullah saw. memandang kepada Ali as. seraya bersabda: "Tidak mencintaimu melainkan orang mukmin dan tidak membencimu kecuali orang munafik. Barang siapa yang mencintaimu, berarti ia mencintaiku. Barang siapa yang membencimu, berarti ia membenciku. Kekasihku adalah kekasih Allah dan pendengkiku adalah pendengki Allah. Sungguh celaka orang yang mendengkimu setelahku nanti.'"
Dalam sebuah riwayat, Abu Sa'îd Al-Khudrî berkata: "Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Ali as., 'Mencintaimu adalah keimanan dan membencimu adalah kemunafikan. Orang yang pertama masuk surga adalah pecintamu dan orang pertama yang masuk neraka adalah pendengkimu.'"
Hadis-hadis di atas telah tersebar luas di kalangan para sahabat nabi saw. Mereka menerapkan hadis-hadis tersebut kepada orang yang mencintai Ali as. dan menyebutnya sebagai orang mukmin. Sementara orang yang mendengkinya mereka sebut sebagai orang munafik.
Seorang sahabat terkemuka yang bernama Abu Dzar Al-Gifârî pernah berkata: "Kami tidak mengenal orang-orang munafik, kecuali ketika mereka berdusta kepada Allah dan Rasul-Nya, meninggalkan salat, dan mendengki Ali bin Abi Thalib as."
Seorang sahabat Nabi terkemuka lainnya yang bernama Jâbir bin Abdillah Al-Anshârî juga pernah berkata: "Kami tidak pernah mengenal orang-orang munafik kecuali ketika mereka mendengki Ali bin Abi Thalib as."
b. Kedudukan Ali as. di Sisi Allah swt.
Selanjutnya kita beralih menjelaskan sebagian hadis yang telah diriwayatkan dari Nabi saw. berhubungan dengan keagungan Imam Ali as. di sisi Allah swt. dan kemuliaan-kemuliaan yang ia miliki.
Sejumlah hadis yang telah diriwayatkan dari Rasulullah saw. berhubungan dengan kemuliaan Imam Ali as. di sisi Allah di akhirat kelak. Sebagian hadis tersebut adalah berikut ini:
Imam Ali as., Pembawa Bendera Pujian
Banyak sekali hadis sahih dari Nabi saw. yang menjelaskan bahwa Imam Ali as. pada Hari Kiamat kelak akan diberikan kemuliaan oleh Allah swt. untuk membawa bendera pujian. Hal ini adalah anugerah khusus yang tidak diberikan kepada siapa pun selainnya. Di antara hadis-hadis tersebut adalah hadis berikut ini:
Rasulullah saw. bersabda kepada Imam Ali as.: "Pada Hari Kiamat kelak, engkau akan berada di hadapanku. Ketika itu aku diberi bendera pujian, lalu bendera tersebut kuserahkan kepadamu. Sementara engkau sedang mengusir orang-orang (yang tidak berhak) dari telagaku."
Imam Ali as., Pemilik Telaga Haudh Nabi saw.
Banyak sekali hadis Nabi saw. yang menjelaskan bahwa Imam Ali as. adalah pemilik telaga Haudh Nabi saw., sungai di surga yang paling sejuk, paling manis, dan sangat indah dipandang mata itu. Tak seorang pun dapat meneguk airnya kecuali orang yang ber-wilâyah dan mencintai Imam Ali as. Berikut ini kami paparkan sebagian hadis tersebut:
Rasulullah saw. bersabda: "Ali bin Abi Thalib as. adalah pemilik telaga Haudh-ku kelak di Hari Kiamat. Di sekelilingnya berjejer gelas-gelas sebanyak bilangan bintang di langit. Luas telaga Haudh-ku itu sejauh antara Jâbiyah dan Shan'a."
Imam Ali as., Pemilah Surga dan Neraka
Di antara posisi agung dan mulia yang diberikan oleh Rasulullah saw. kepada pintu kota ilmunya ini adalah bahwa ia adalah pemilah surga dan nereka. Ibn Hajar pernah meriwayatkan sebuah hadis bahwa Imam Ali as. pernah berkata kepada anggota Dewan Syura yang telah dipilih oleh Umar: "Demi Allah, apakah di antara kalian ada seseorang yang pernah disebut oleh Rasulullah saw. dengan sabda, 'Wahai Ali, engkau adalah pemilah surga dan neraka pada Hari Kiamat kelak', selainku?"
"Tak seorang pun", jawab mereka pendek.
Ibn Hajar memberikan catatan atas hadis ini. Ia menulis: "Maksudnya ialah ucapan yang pernah diriwayatkan dari Imam Ar-Ridhâ as. Sabda Nabi saw. kepada Ali as., 'Engkau adalah pemilah surga dan neraka pada Hari Kiamat kelak', berarti engkau, hai Ali, berkata kepada neraka, 'Ini adalah bagianku dan yang ini adalah bagianmu.'"
Dapat dipastikan bahwa tak seorang wali Allah pun, baik sebelum maupun setelah Islam, yang pernah memperoleh kemuliaan tak berbatas ini seperti yang pernah diperoleh oleh Imam Ali as. Allah swt. telah menganugerahkan kemulian itu kepadanya sebagai penghargaan atas jerih payah dan jihadnya di jalan Islam, dan atas usahanya dalam mengikis habis egoisme dan kerelaannya berkhidmat kepada kebenaran.
2. Kelompok Hadis Kedua
Tidak sedikit hadis yang telah diriwayatkan dari Nabi saw. tentang keutamaan Ahlul Bait Nabi saw. yang suci, keharusan mencintai dan berpegang teguh kepada mereka. Berikut ini adalah sebagian dari hadis-hadis tersebut:
Hadis Tsaqalain
Hadis Tsaqalain termasuk hadis Nabi saw. yang paling indah, paling sahih, dan paling tersebar luas di kalangan muslimin. Hadis ini telah diabadikan oleh Enam Kitab Sahih (Al-Kutub As-Sittah), dan para ulama juga menerimanya.
Perlu diingatkan di sini bahwa Nabi saw. telah menyampaikan hadis tersebut di beberapa tempat dan kesempatan. Di antaranya ialah berikut ini:
Zaid bin Arqam meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda: "Sesungguhnya aku tinggalkan dua pusaka berharga untuk kalian. Jika kalian berpegang teguh kepada keduanya, maka kalian tidak akan tersesat selamanya sepeninggalku nanti. Salah satunya lebih agung daripada yang lainnya. Yaitu Kitab Allah, tali yang membentang dari langit ke bumi, dan yang kedua adalah 'Itrahku, Ahlul Baitku. Keduanya itu tidak akan pernah berpisah sampai menjumpaiku di telaga Haudh kelak. Perhatikanlah bagaimana kalian memperlakukan keduanya itu sepeninggalku kelak."
Nabi saw. juga pernah menyampaikan hadis ini ketika sedang melaksanakan haji Wada' pada hari Arafah. Jâbir bin Abdillah Al-Anshârî meriwayatkan hadis seraya berkata: "Aku melihat Rasulullah saw. pada haji Wada' pada hari Arafah. Ketika itunya berpidato sedangnya berdiri di atas punggung untanya yang bernama Al-Qashwâ'. Aku mendengarnya berkata, 'Wahai manusia, sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian sesuatu yang jika kalian mengikutinya, niscaya kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan 'Itrahku, Ahlul Baitku.'"
Rasulullah saw. juga pernah berpidato di hadapan para sahabat Ketika ia berada di atas ranjang pada saat mendekati wafat. Ia saw. bersabda: "Wahai manusia, sebentar lagi nyawaku akan diambil dengan cepat, lalu aku pergi. Dan sebelum ini aku pernah menyampaikan suatu ucapan kepada kalian. Yaitu aku tinggalkan untuk kalian Kitab Tuhanku Yang Mulia nan Agung dan 'Itrahku, Ahlul Baitku." Kemudian ia saw. memegang tangan Ali as. seraya berkata: "Inilah Ali yang selalu bersama Al-Qur'an dan Al-Qur'an pun senantiasa bersamanya. Keduanya tidak akan pernah berpisah hingga mendatangiku di telaga Haudh."
Hadis Bahtera Nuh as.
Dalam sebuah riwayat, Abu Sa'îd Al-Khudrî berkata: "Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Sesungguhnya perumpamaan Ahlul Baitku di tengah-tengah kalian adalah bagaikan bahtera Nuh as. Barang siapa yang menaikinya, niscaya ia akan selamat. Dan barang siapa yang meninggalkannya, maka ia akan tenggelam. Dan perumpamaan Ahlul Baitku di tengah-tengah kalian bagaikan pintu Hiththah (pengampunan) bagi Bani Isra'il. Barang siapa yang memasukinya, maka dosanya akan diampuni."
Hadis tersebut menegaskan agar umat manusia berpegang teguh kepada 'Itrah suci. Karena mereka adalah kunci keselamatan mereka dari tenggelam dan kebinggungan hidup ini. Ahlul Bait adalah bahtera penyelamat dan pengaman bagi umat manusia.
Imam Syarafuddin menulis: "Anda ketahui bahwa maksud dari penyerupaan mereka dengan bahtera Nuh as. adalah bahwa barang siapa yang bersandar kepada mereka di dunia dan akhirat; yaitu mengambil ajaran agama, baik pondasi maupun cAbângnya, dari para imam suci, maka ia akan selamat dari azab api neraka. Dan barang siapa membelakangi mereka, maka ia seperti orang yang berlindung kepada bukit ketika topan bergemuruh kencang agar selamat dari ketentuan Allah. Perbedaannya, ia hanya tenggelam di air. Sedangkan orang yang meninggalkan para imam suci akan terjerumus ke dalam neraka Jahanam. Semoga Allah melindungi kita.
Adapun sisi penyerupaan mereka dengan pintu pengampunan, artinya adalah Allah swt. menjadikan pintu tersebut sebagai salah satu lambang kerendahan diri terhadap keagungan-Nya dan ketundukan kepada ketentuan-Nya. Dengan demikian pintu itu menjadi faktor pengampunan dosa. Ini adalah rahasia penyerupaan tersebut. Tetapi Ibn Hajar berupaya mengutarakan rahasia yang lain di balik penyerupaan itu setelah ia memaparkan hadis tersebut dan hadis-hadis lainnya yang serupa. Ia menulis, 'Sisi penyerupaan mereka dengan bahtera Nuh as. adalah bahwa barang siapa yang mencintai dan menghormati mereka karena mensyukuri nikmat kemuliaan mereka dan mengikuti petunjuk ulama mereka, maka ia akan selamat dari kegelapan pertentangan. Dan barang siapa yang meninggalkan mereka, maka ia akan tenggelam di lautan pengingkaran nikmat dan terjerumus ke dalam lembah kesesatan ... Adapun faktor penyerupaan mereka dengan pintu Hiththah adalah bahwa sesungguhnya Allah swt. telah menjadikan masuk ke pintu Araiha atau Baitul Maqdis dengan rasa rendah hati dan beristrigfar sebagai faktor pengampunan dosa, dan juga menjadikan kecintaan kepada Ahlul Bait sebagai sebab pengampunan dosa bagi umat ini, (tidak lebih dari itu).'"
Ahlul Bait Pengaman Umat
Nabi saw. mewajibkan kecintaan kepada Ahlul Bait atas umat ini. Ia menegaskan bahwa berpegang teguh kepada mereka adalah faktor pengaman dari kehancuran. Ia saw. bersabda: "Bintang-bintang adalah pengaman bagi penduduk bumi dari tenggelam. Dan Ahlul Baitku adalah pengaman bagi umatku dari pertentangan dan pertikaian. Apabila salah satu kabilah Arab menentang mereka, ini berarti mereka telah bertikai. Akibatnya, mereka menjadi pengikut Iblis."
Jihad Ali as. Bersama Nabi saw.
Secara positif, landasan dakwah Nabi saw. adalah mengajak umat manusia kepada perdamaian dan membebaskan mereka dari setiap ancaman kehancuran dan kerugian perang. Ia memulai dakwah dari kota Mekah, kota sentral kekuatan jahiliah yang dikuasai oleh orang-orang kafir Quraisy. Dasar gerakan dan pemikiran mereka adalah kebodohan, kecongkakan, dan egoisme. Mereka adalah kaum yang keras kepala, sombong, dan bersikeras untuk mengadakan perlawanan terhadap Rasulullah saw. Di samping itu, mereka melakukan penyiksaan terhadap orang-orang yang beriman kepada missi Nabi saw. Kondisi ini menyebabkan mereka harus berhijrah ke Habasyah demi menyelamatkan diri mereka dari kekerasan dan tekanan kaum kafir Quraisy. Pada saat itu, Rasulullah saw. dilindungi oleh Singa Padang Pasir, Abu Thalib, dan putranya, Imam Ali as. Setelah Sang Singa ini kembali ke haribaan Ilahi untuk selamanya, ia tidak memiliki lagi pendukung untuk berlindung diri. Kesempatan tersebut digunakan oleh kaum kafir Quraisy untuk bersekongkol membunuhnya. Mengetahui rencana dan makar jahat ini, ia segera berhijrah ke Yatsrib (Madinah). Di Madinahnya memperoleh sambutan yang hangat dan perlindungan dari penduduknya. Mengetahui peristiwa ini, kaum kafir Quraisy bertambah berang dan marah seperti orang kebakaran jenggot. Mereka sepakat untuk menyulut api peperangan dengan penduduk Yatsrib dan berupaya mengerahkan seluruh sarana dan kekuatan ekonomi untuk menyerang dan melumpuhkan mereka.
Ali as. senantiasa siap siaga di samping Rasulullah saw. untuk melindunginya dan melakukan serangan balik dalam seluruh peperangan yang disulut oleh kaum kafir Quraisy itu. Rasulullah saw. menjadikan Ali as. sebagai komandan perang yang bertugas di garis depan.
Sebagian peperangan yang pernah diikuti Imam Ali as. adalah berikut ini:
Dostları ilə paylaş: |