Demografi
Perkembangan Manusia Penghuni
Nusantara Indonesia
Keberadaan dan ditemukannya fossil manusia (purba) dan berbagai peninggalan kehidupan manusia di beberapa daerah/pulau seperti antara lain:
a. fossil manusia dari masa 1,6 – 2 juta tahun SM di desa Sangiran Surakarta Jawa Tengah.
b. Homo Mojokertensis, 4000 SM yang menghuni lembah-lembah sungai Berantas dan lain lain sungai.
c. 3000 SM Suku-suku Wedda (?) dan kelompok manusia abad batu dari Tonkin bermigrasi ke Sulawesi dan Sumatera.
Ini membuktikan bahwa kepulauan ini sudah dihuni dan dieksploitasi kekayaan buminya jutaan tahun yang lalu.
Masa Kerajaan
Sejarah mencatat bahwa di sekitar tahun 400–450 di Kutai Kalimantan Timur, Raja Mulawarman memerintah negeri ini, sedangkan di Bogor, Jawa Barat bertahta Raja Tarumanegara. Tarumanegara meluaskan daerah kekuasaannya sampai ke Lampung, Indragiri, Riau dan Tumasik (sekarang Singapura). Ini menunjukkan bahwa di masa itu sudah ada peradaban (aturan-aturan hidup bermasyarakat dengan serba tradisi, budaya dan pengembangan keilmuannya) dan teknologi yang mampu memproduksi kapal-kapalnya dan peralatan perangnya.
-
Kerajaan Sriwijaya
Tahun 675 Kerajaan Sriwijaya berdiri dan tumbuh berkembang dalam kejayaan (860–1000) dan menyebarkan agama Budha sehingga luas pengaruh kekuasaanya meliputi Sumatera, Jawa. Malaya, sebagian Thailand, sebagian Kamboja, sebagian Filipina serta menjadi “penguasa” Laut Cina Selatan dan sebagian Sri Langka, sehingga tak terbantahkan bahwa inilah kerajaan yang pernah menguasai seluruh kawasan barat Nusantara (termasuk daerah pengaruh kekuasaan di luar batas nusantara) sehingga sering disebut sebagai “Kerajaan Nusantara”.
Kemampuan penjelajahan ke tempat-tempat yang jauh memperkenalkan kepada kita betapa tangguhnya masyarakat Kerajaan satu sampai satu setengah ribu tahun yang lalu, yang sekaligus menampilkan penguasaan teknik dan teknologi (persenjataan, perkapalan, navigasi kelautan dlsbnya).
Tetapi itu pula yang menjerumuskan kerajaan-kerajaan besar yang menjadi kurang waspada dan tidak berhemat dalam penggunaan potensi kekuatannya, makin ceroboh dalam memelihara ketahanannya sehingga lambat atau cepat “kebesaran” kerajaan menjadi keropos. Demikian pula karena terlalu luasnya wilayah pengaruh yang harus dijaga dan masih adanya perlawanan oleh masyarakat/kerajaan setempat seperti yang dilakukan pada tahun 1030 oleh Raja Rayendracola dari India Selatan yang menyusup ke dalam ibu kota Sriwijaya serta menawan Raja dan menyita seluruh harta kerajaan. Kendati pusat kerajaan tidak sempat hancur tetapi kedaulatan dan kekuatan Kerajaan Sriwijaya makin menyurut dan akhirnya pada tahun 1377 tidak mampu lagi bertahan dalam kebesarannya sebagai Pusat Kerajaan. Ini mungkin yang membuat bahwa situs-situs peninggalan Kerajaan Sriwijaya amat langka yang dapat ditampilkan kembali ke permukaan.
Inilah pelajaran sejarah “selagi jauh yang dipantau, jantung tidak terjaga dengan baik”, wilayah yang luas dikuasai, pusat kendali pertahanan diabaikan. Kendati demikian Kemaharajaan/kekaisaran Sriwijaya yang berpusat di Palembang Sumatera Selatan adalah yang ter-lama eksistensinya (675–1377) dan paling luas wilayah pengaruhnya (Nusantara plus).
2. Kerajaan Mataram
Tahun 732 di Jawa Tengah berkembang Kerajaan Mataram (lama, penganut agama Hindu) yang kemudian berpindah membangun pusat kerajaan di Singasari Jawa Timur, karena merasakan ancaman ekspansi agama Budha yang didukung oleh Sriwijaya. Melalui berbagai persengketaan dengan kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dan “kebetulan” diserbu oleh suatu ekspedisi Armada Kekaisaran Cina/Mongolia Khublai Khan dengan tugas “menghukum” kerajaaan Jawa yang pernah “mengganggu” kerajaan-kerajaan di Cina Selatan. Dengan tipu muslihat pasukan ekspedisi Cina itu dilibatkan dalam peperangan antara Singasari dengan Kediri/Daha. Dalam keadaan yang tidak menguntungkan itu Raden Wijaya, menantu Raja Kertanagara, yang dikuasakan menyelamatkan kerajaan Kediri dalam sengketa sesudah menyelesaikan pertikaian Kediri - Singasari dengan muslihat menggagalkan intervensi pasukan (20ribu orang) dan armada (1.000 kapal) laut Khubilai Khan (Kaisar Mongol/Cina) yang kemudian berantakan sehingga sebagian dari perajuritnya tinggal menetap di pulau Jawa. Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit (1294). Tahun 1350 Mahapatih Majapahit bersumpah ia tidak akan pernah berhenti mengusahakan penyatuan seluruh Nusantara, yang disebut sebagai Sumpah Palapa (“Amukti Palapa”).
Dua kerajaan besar/kemaharajaan yang masing-masing bersaing berebut penguasaan wilayah dan masih adanya perlawanan kerajaan kecil yang tak mudah ditaklukkan, melemahkan masing masing kerajaan besar. Yang amat tragis ialah bahwa kesurutan kewibawaan Raja-raja Majapahit memuncak sesudah Raja Hayam Wuruk wafat (1389) terjadi sengketa di antara putera-puteranya dalam perang saudara tahun 1406 yang disebut sebagai “Paregreg” makin melemahkan Majapahit, sehingga satu per satu kerajaan-kerajaan Daha/Kediri, Tumapel/ Singosari Kahuripan/Jenggala dalam kemaharajaan Majaphit memisahkan diri. Satu pelajaran lagi dari sejarah bila faktor persatuan dan kepentingan bersama diabaikan, betapa pun kepentingan lain (perluasan pengaruh kekuasaan) dikedepankan maka buah yang diperoleh ialah kehancuran dari dalam.
Dalam kecamuk permusuhan pada tahun 812 oleh Raja Sumaratungga mulai dibangun Candi Borobudur di Jawa Tengah sampai dengan selesai pada 832. Suatu karya besar tangan manusia yang bentuk, corak dan konstruksinya khas, sehingga mendapatkan sebutan sebagai salah satu keajaiban dunia.
3. Kesultanan Demak
Sekitar 1477 – 1488 selain agama Hindu dan Budha, telah berkembang pesat agama Islam, terutama di daerah pantai baik di Sumatera maupun di Jawa dan telah pula berdiri beberapa kesultanan, antara lain Kesultanan Demak. Dengan menyatukan segenap kekuatan muslim dipimpin Raden Fattah, mereka menundukkan Majapahit, yang untuk selanjutnya Raja Kertanegara tetap dengan pemerintahannya, dengan memberi kebebasan warga/kawulanya beragama Islam dan bahwa kerajaan/pemerintah tidak lagi mengekang pengembangan Islam. Keleluasan atau kebebasan membangun pemerintahan sesuai aspirasi rakyat, membuka jalan untuk kelahiran berbagai kesultanan, antara lain: di abad ke XIII Samodra Pasai, di abad ke XV Ternate, Demak dan Banten; abad ke XVI (Banda) Aceh, Kutai, Cirebon, Luwu, Soppeng, Tidore, Bacan, Bone, Pangeran Samodra (Kalimantan Selatan); abad ke XVII Gowa, Wajo/ Tallo dan Sultan Agung Mataram.
Kehadiran Awal
Kaum Penjajah Eropa
Pada sekitar penghujung Abad ke XVI, aroma rempah-rempah dan kekayaan bumi Nusantara yang ramai diperdagangkan, menarik perhatian para pedagang Eropa untuk ikut mengeksploitasi usaha ekonomi ini. Ekspedisi kelautan berdatangan ke kepulauan yang penuh harapan mengeksplorasi sumber daya alam di daerah khatulistiwa ini antara lain dari Portugal, Spanyol, Inggris, dan Belanda. Maka sejak kehadiran mereka ini terjadi persaingan yang sengit dan kadang dengan pertempuran. Yang tragis antara lain ialah aksi intervensi dalam pertikaian Kesultanan Ternate dengan Tidore, dimana Portugal membantu Ternate dan Spanyol membantu Tidore.
Sesudah kekuatan asing itu mengenali potensi sumber daya alam wilayah Asia Tenggara ini, muncul usaha usaha untuk mengembangkan “settlement” dengan “menyewa” tanah dengan dalih guna membangun “gudang” yang sebenarnya adalah suatu perbentengan. Suatu tempat pemukiman dengan segala fasilitas kemiliteran yang dikelilingi tembok tebal dan tinggi. Dari titik perbentengan ini mereka, meskipun sesungguhnya adalah organisasi perdagangan dan kaum penelitian keilmuan, mereka itu dikawal pasukan militer dan kapalnya bersenjata meriam. Dari titik perbentengan itu kaum pedagang itu meluaskan pengaruhnya dan berupaya agar mereka yang mengatur. Demikian tahap demi tahap mereka makin mendesak ke daerah pedalaman dan menjadikan daerah itu menjadi “koloni” mereka. Demikian pula yang terjadi pada (yang kemudian bernama) Indonesia. Kehadiran awal dari pedagang Eropa ini berturut-turut: Portugal 1511 di daerah Sumetera, Spanyol 1522 di Ternate, Inggris 1580 di Maluku dan Belanda 1598 di Banten Jawa Barat. Mereka ini saling bersaing dalam perdagangan (sebagai misi utama) dan merintis “daerah koloni” untuk sumber mengisi pundi Kerajaan kalau perlu dengan kekerasan senjata paling tidak dengan memperalat otoritas setempat untuk sampai kepada sumber produksi.
VOC (perhimpunan pedagang Asia Timur/Vereenigde Oost Indiesche Compagne-Belanda) karena perlawanan yang tiada hentinya, antara lain Perang Sultan Agung di Jayakarta/Batavia (1618 dan 1629), Perang Padri Sumatera Barat ( 1821–1838), Perang Jawa/Diponegoro di Jawa Tengah (1825–1830), Perang Aceh di Aceh (1873–1903), dengan tujuan untuk masuk (“penetrate”) lebih dalam ke daerah yang menghasilkan, faktual atau pun potensial menambah pendapatannya/perluasan daerah koloninya, akhirnya jatuh bangkrut yang kemudian diambil alih oleh Pemerintah Kerajaan Belanda dan pada tepat 1 Januari 1900 diresmikan sebagai Nederlands Indie (Hindia Belanda) dengan kota Batavia (di daerah muara sungai Ciliwung) sebagai ibukota koloninya yang baru. Sesungguhnya Kerajaan Belanda itu secara “de facto” belum dan tidak menguasai seluruh wilayah Nusantara Indonesia terutama bagian pedalamannya. Baru kemudian dengan (tipu muslihat) menggandeng para Penguasa (raja atau sultan) setempat untuk bekerjasama membangun daerah perkebunan komoditi yang di kemudian hari pengelolaan perkebunan itu mereka kuasai secara sepihak. Peristiwa seperti ini banyak terjadi karena fihak penguasa setempat memerlukan bantuan kekuatan militer untuk menyelesaikan perselisihan dengan sesama kerajaan/kesultanan di region itu.
………………………………………………………… (Ada jeda pemikiran Ayah/Eyang kami)
Nusantara, terutama daerah-daerah pedalaman ada yang tak pernah di-usik karena tidak ekonomikal. Juga tidak benar bila orang mengatakan kita (Bangsa Indonesia) dijajah Belanda selama 350 tahun, Itu berlebihan karena sampai dengan Desember 1799 VOC hanya menguasai dan mengurus masyarakat di sekitar “kota perbentengan”nya, di luar itu masih “berdaulat” pemerintahan kesultanan mulai dari Aceh di barat sampai dengan Ternate di timur. Yang sesungguhnya terjadi adalah bahwa Kerajaan Belanda sudah mulai mengeksploitasi kekayaan bumi Indonesia mulai dari rempah-rampah oleh VOC (himpunan perdagangan) kemudian sampai ke mineral/minyak bumi (dengan bantuan negara-negara lain Inggris dan Amerika). Belum lagi kalau diingat bahwa Belanda pernah “menyerahkan” pemerintahannya untuk beberapa waktu kepada Kerajaan Inggris, sesudah Belanda menjadi propinsi Perancis. Pemerintahan jajahan bekas Belanda itu dipimpin oleh Letnan Gubernur Thomas Raffles 1811–1816 yang berkedudukan di Bogor Jawa Barat (Gubernur Jenderalnya bermarkas di Madras India)
Demikian gambaran rumit peliknya membangun satu kesatuan bangsa dan memperjuangkan Kemerdekaan Bangsa guna mendirikan Negara Indonesia yang berdaulat, berkeadilan dan sejahtera.
------------------------------------------------------------------------(Ada jeda pemikiran Ayah/Eyang kami)
Mengenal (takdir) sejarah dan keadaan strategis kepulauan atau archipolago terbesar (sepanjang hampir 2 juta kilometer (barat ke timur)) dan penduduk yang terdiri dari berpuluh bangsa, suku bangsa dan komunitas sosial yang amat beragam dan tersebar di ribuan pulau.
a. Geografi :
-
menghubungkan dua benua Asia dengan Australia
-
menghubungkan dua samodra Pasifik dengan Lautan Hindia dengan beberapa selat yang amat strategis
-
terletak sepanjang garis Khatulistiwa (nilai strategis pengaruh pergantian musim dan cuaca)
-
terletak tepat di atas pertemuan 3 lempeng bumi (dasar laut benua Asia–Oceania–Australia)
b. Demografi :
-
kepulauan ini adalah salah satu bagian dari permukaan bumi yang sudah di-eksploitasi (manusia purba/Homo Erectus di Sangiran) sejak 2 juta tahun sebelum Masehi dan juga ditemukan fosil Mojokertensis (manusia pra-sejarah) menghuni lembah-kembah di pulau Jawa.
-
Sejarah mencatat bahwa di kepulauan ini sudah tumbuh ketatanegaraan sejak sekitar tahun 400–450 semasa Raja Mulawaman memerintah di Kalimantan Timur dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.
-
Antara tahun 675–1377 Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera Selatan dan antara tahun 760–1406 Kerajaan Majapahit saling bersaing untuk menguasai seluruh kepulauan Nusantara. Kedua kerajaan besar Nusantara inimengirim ekspedisi untuk menundukkan sebagian dari Malaya, bagian selatan Muang Thai, bagian sekatan Filipina, Ekspedisi Sriwijaya ada yang sampai Srilangka. Sriwijaya runtuh karena perlawanan kerajaan dan kesultanan di lingkungan kekuasaannya sendiri (pemberontakan), sedangkan Kerajaan Majapahit yang sudah keropos ditundukkan oleh Kesultanan Demak agar kerajaan memberi kebebasan penduduk untuk memeluk agama Islam.
Ini adalah akhir tulisan Suami/Ayah/Eyang kami
yang dikerjakan di hari-hari terakhir hidupnya
(medio akhir Maret 2008)
Insya Allah sumbangan pemikiran Suami/Ayah/Eyang kami
di hari-harinya yang terakhir ini
dapat direguk dan dimanfaatkan
oleh semua pihak yang
peduli dan cinta pada
Negara dan Bangsa Kesatuan Republik Indonesia,
Negara dan bangsa yang sangat dicintai dan dibanggakan Almarhum.
Kami yang Bangga pada Semangat Juang Almarhum, nahkan hingga mendekati ajal, Suami/Ayah/Eyang kami masih bertekad menyumbangkan pemikirannya.
Tuti Nurhati (Istri)
Anak-Menantu:
Titiek Wahyu Rumanti – Arjo Harjanto
Wahyudi Samodra – Sri Kuntarsih
Wahyu Trihartati – M.Q. Wisnu Aji
Wahyu Prihatini – Syarif Avitiadi
Wahyu Lestari
Wahyudi Riyanto – Evie Damayanti
Cucunda:
Rizki Wahyuningtyas
Haryo Adi Wibowo
Aditya Yodha
Zahra
Atika Amalia
Rizqi
Nia Astuti Chandrakasih
Agung Harish Bastoro
Ilma Avitrianto
Fahromi Avitiadi
Andhika Putra Avianto
Adhitama Putra Avianto
Dostları ilə paylaş: |