Sungguhpun begitu, apabila ada orang-orang yang terjerumus dalam hal ini sampai mereka itu melakukan pelanggaran - lalu untuk menjaga eksistensinya masyarakat menjatuhkan hukuman kepada mereka dengan maksud supaya pelanggaran mereka tidak sampai merugikan masyarakat - maka adanya hukuman ini tidak berarti suatu jalan buntu untuk mereka bertaubat dan kembali kepada kebenaran. Barangsiapa melakukan perbuatan dosa karena tidak tahu kemudian ia menyadari dan, mau mengubah keadaan dirinya, mau kembali kepada Tuhan sebagai orang yang patuh, Tuhan akan mengampuni dosanya yang telah lampau. Dengan demikian orang yang telah bersalah dan berbuat dosa akan mengambil pelajaran dari peristiwa sejarah itu dan akan membersihkan hatinya. Ia akan kembali ke jalan yang benar dengan penuh taubat, dan Allah pun akan menerima taubatnya, sebab Dia Maha Pengasih dan Pengampun.
Gambaran kehidupan demikian ini dapat mempertemukan beberapa aliran filsafat yang bermacam-macam, yang tadinya diduga tidak akan dapat dipertemukan. Jelas sekali bahwa eksistensi ini suatu kemauan. "Sesungguhnya perintah Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya Kami hanya mengatakan kepadanya 'Jadilah!' maka ia pun jadi." Alam dapat memantulkan apa yang dapat ditangkap oleh daya rasa dan apa yang tidak. Alam sudah mempunyai hukum-hukum tertentu, yang dalam batas-batas ilmu kita yang nyata ini kita dapat mengetahui apa yang akan dicapai oleh pikiran kita. Makin bertambah kita berusaha akan makin bertambah pula penemuan kita tentang alam. Yang menjadi dasar hukum alam ialah kebaikan. Akan tetapi kejahatan selalu hendak melawannya dan kadang sampai hampir mengalahkannya. Perlawanan kebaikan terhadap kejahatan, itulah yang disebut evolusi kreatif yang telah membawa kemajuan yang luar-biasa kepada alam dan umat manusia, sehingga dengan langkah itu ia telah mencapai kesempurnaannya seperti sekarang ini.
Kita sudah melihat, bahwa gambaran ini mengandung suatu konsepsi dengan tujuan hidup yang lebih sempurna dengan lukisan yang begitu baik yang pernah dikenal oleh pemikiran filsafat. Disamping apa yang sudah kita sebutkan, hal ini menunjukkan penggambaran Qur'an mengenai evolusi rohani dalam kehidupan sejak Tuhan menciptakan bumi dengan segala isinya. "Tuhan telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, kemudian Dia pun berkuasa diatas Singgasana." Adakah enam hari
"Satu hari menurut Tuhanmu sama dengan seribu tahun menurut perhitungan kamu." (Qur'an, 22: 47)
Tetapi bukanlah disini tempatnya kita mengadakan pembahasan. Kalau pun kita menjumpai adanya teori evolusi, dan yang sudah menjadi salah satu pula undang-undang Tuhan dalam alam, namun pembicaraan dalam hal ini masih akan luas sekali. Tuhan menciptakan Adam dan Hawa lalu berkata kepada para malaikat supaya bersujud kepada Adam. Selain Iblis mereka pun bersujud, Iblis masih tetap menolak meskipun Tuhan telah mengajarkan semua nama-nama kepada Adam, seperti dalam firman Allah:
"Hai Adam! Tinggallah engkau dengan isterimu di dalam surga! Dan makanlah mana yang kamu sukai, tetapi pohon ini jangan kamu dekati, sebab nanti kamu akan menjadi orang yang salah karenanya. Lalu datang setan membisikkan pikiran jahat kepada mereka, supaya aurat mereka yang tertutup dibuka. Dan setan pun berkata: 'Tuhan melarang mendekati pohon ini hanya supaya kamu berdua jangan menjadi malaikat atau menjadi orang-orang yang kekal.' Dan dia bersumpah kepada mereka: 'Sungguh aku ini penasehat kamu.' Lalu dengan tipu daya itu setan pun dapat menjatuhkan mereka berdua; setelah keduanya merasakan buah pohon itu, tampaklah bagi mereka berdua itu aurat mereka, lalu mereka pun menutupi diri dengan daun pohon surga. Oleh Tuhan kedua mereka dipanggilNya: 'Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon itu dan sudah Kukatakan kepadamu bahwa setan itu musuh yang jelas sekali buat kamu.' Keduanya mengatakan: 'Wahai Tuhan kami. Kami telah menganiaya diri kami sendiri. Kalau tidak karena pengampunan dan rahmat yang akan Engkau limpahkan kepada kami, niscaya kami akan menjadi orang yang rugi.' Tuhan berkata: 'Turunlah kamu. Kamu akan saling bermusuhan. Kamu akan tinggal dan hidup di dunia sampai pada waktu tertentu!' Tuhan berkata: 'Di tempat itu kamu hidup, di sana kamu akan mati dan dari sana pula kamu akan dibangkitkan kembali. Wahai anak Adam! Kepadamu Kami telah menurunkan pakaian penutup auratmu, dan pakaian perhiasan. Akan tetapi pakaian takwa itu lebih baik. Itulah tanda-tanda kebesaran Tuhan, supaya kamu ingat. Wahai anak Adam! Jangan sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan seperti yang dilakukannya dalam mengeluarkan ibu bapamu dari surga. Ia menanggalkan pakaian mereka berdua untuk saling memperlihatkan aurat; ia dan pengikut-pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu arah yang tak dapat kamu lihat mereka. Kami telah menjadikan setan itu pemuka-pemuka mereka yang tiada beriman." (Qur'an, 7: 19-27)
Adam dan Hawa turun dari surga, sebahagian keturunannya satu sama lain akan saling bermusuhan. Mereka turun dengan kekuatan yang diberikan Tuhan untuk memperjuangkan hidup, dan demikian seterusnya generasi demi generasi.
Gejala pertama kehidupan manusia di dunia ini ialah kekerasan dan fanatisma, seperti dalam firman Allah:
"Ceritakanlah kepada mereka dengan sebenarnya kisah kedua putera Adam itu ketika keduanya mempersembahkan kurban. Dari yang seorang diterima, dari yang lain tidak. Yang seorang berkata: 'Akan kubunuh engkau.' Yang lain menjawab: 'Tuhan hanya menerimanya dari orang-orang yang bertakwa. Kalau engkau menggerakkan tangan hendak membunuhku, aku tidak akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sungguh aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam. Akan kubiarkan engkau memikul dosaku dan dosamu sendiri, supaya engkau menjadi isi neraka. Dan itulah balasan orang-orang yang melakukan kejahatan.' Kemudian kehendak nafsunya akan membunuh saudaranya itu diturutinya, maka dibunuhnyalah ia. Dia sudah menjadi orang yang rugi. Kemudian Tuhan pun mengirim seekor burung gagak menggali tanah dengan memperlihatkan kepadanya bagaimana caranya ia menguburkan mayat saudaranya itu. Katanya: 'Aduhai! Kenapa aku tidak seperti burung gagak ini, aku menguburkan mayat saudaraku.' Itu sebabnya, ia menjadi orang menyesal sekali. Oleh karena itulah, Kami telah menetapkan kepada anak-anak Israil, bahwa barangsiapa membunuh seorang manusia bukan karena suatu pembunuhan atau karena melakukan keonaran di muka bumi ini, maka orang itu seolah membunuh semua manusia. Dan barangsiapa dapat memelihara hidup seorang manusia, maka seolah ia telah menghidupkan semua manusia. Rasul-rasul Kami kepada mereka pun sudah datang, sudah memberikan keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi sesudah itu masih banyak juga di kalangan mereka orang-orang yang melampaui batas melakukan kejahatan di muka bumi ini." (Qur'an, 5: 27 - 32)
Pembunuhan seorang saudara atas saudaranya jelas sekali karena dendam, dengki, perangai yang kasar dan keras hati Tetapi saudaranya itu orang yang bertakwa, yang takut kepada Tuhan ketika dikatakan oleh saudaranya: aku akan membunuhmu - ia, tidak mau meminta pengampunan Tuhan, bahkan katanya: Akan kubiarkan engkau memikul dosaku dan dosamu sendiri supaya engkau menjadi isi neraka. Ini adalah suatu dominasi kodrat manusia serta logika hukum terhadap kebesaran jiwa dan maaf yang sungguh indah. Anak cucu Adam pun berkembang biak di bumi ini. Lalu Tuhan mengutus para nabi kepada mereka dengan memberikan berita gembira di samping peringatan. Tetapi mereka tetap bersikeras, masih dalam kesesatan. Kehidupan rohani
mereka jadi beku, hati mereka kaku tertutup. Tuhan mengutus
Nuh dengan mengajak golongannya sendiri, supaya hanya Tuhanlah
Yang disembah sebab "aku kuatir kamu akan mendapat siksaan
Tuhan." Ia pun didustakan oleh masyarakat itu dan hanya sedikit saja yang mau percaya. Sesudah itu berturut-turut datang pula nabi-nabi yang lain sesudah Nuh, datang pula ajaran-ajaran yang menyerukan agar jangan orang mempersekutukan Tuhan. Akan tetapi sikap manusia itu lebih berkuasa, pikiran mereka tetap beku belum dapat memahami. Beberapa macam manifestasi alam ini dijadikannya Tuhan. Setiap ada seorang rasul yang diutus Tuhan, ada yang mendustakannya, ada pula yang membunuhnya. Akan tetapi kekakuan mereka itu berangsur kendor. Dengan datangnya ajaran-ajaran Tuhan secara berturut-turut itu sudah merupakan bibit yang baik juga meskipun lamban sekali tumbuhnya. Sungguhpun begitu namun ada juga meninggalkan bekas. Pernahkah ajaran kebenaran itu pada suatu waktu menjadi hilang! Kalau pun orang sudah terdorong oleh rasa congkak dan tinggi hati terhadap ajaran itu dan dalam beberapa hal mereka memperolok pembawanya, namun bila mereka sudah kembali seorang diri, mereka kembali bertanya-tanya tentang Kebenaran yang ada dalam ajaran itu. Hanya saja mereka yang dapat memahami kebenaran yang terkandung didalamnya tidak banyak jumlahnya.
Pada masa Firaun di Mesir para pendetanya percaya akan keesaan Tuhan. Tetapi mereka mengajar orang sebaliknya dengan bermacam-macam Tuhan. Tidak lain mereka melakukan itu karena ingin mempertahankan kekuasaan terhadap orang lain dan mempertahankan kedudukan mereka. Malah sengaja mereka memerangi Musa dan Harun ketika keduanya datang kepada Firaun, mengajaknya menyembah Tuhan, dan dimintanya Anak-anak Israil itu dilepaskan pergi bersama mereka.
Oleh Qur'an juga diceritakan berita tentang para nabi, yang silih berganti selama beberapa generasi di kalangan umat manusia. Tetapi umat itu tetap dalam kesesatan; hanya sedikit saja yang mendapat petunjuk Tuhan dalam mengenal kebenaran itu. Dalam kisah-kisah para nabi ada suatu gejala yang perlu sekali direnungkan. Untuk jelasnya, baik juga kalau kita kembali ke masa Musa dan Isa serta kepada tuntunan Muhammad 'alaihissalam kemudian.
Gejala ini ialah adanya pemisahan atau yang semacarn itu pada mulanya, antara rasio dan logikanya dengan iman kepercayaa yang didasarkan kepada mukjizat dan hal-hal yang tak masuk akal. Para nabi itu oleh Tuhan telah diperkuat dengan mujizat untuk masyarakatnya, supaya mereka percaya. Sungguh pun demikian cuma sedikit mereka itu yang mau percaya. Logika dan cara berpikir mereka belum cukup untuk dapat memahami, bahwa Tuhan menciptakan segalanya, bahwa Ia Maha Kuasa. Setelah dengan ketentuan Tuhan Musa disuruh keluar meninggalkan Mesir, sebelum kerasulannya itu ia pergi dari sana dengan membawa perasaan takut. Ketika sampai pada sebuah mata air di Madyan, ia kawin dengan seorang wanita penduduk kota itu. Setelah Tuhan memberi ijin ia kembali, ... terdengar ada suara memanggilnya dari balik lembah sebelah kanan, pada tempat yang telah diberi berkah dari batang pohon itu:
"Hai Musa! Aku ini Allah, Tuhan semesta alam. Lemparkanlah tongkatmu!, Setelah dilihatnya tongkat itu bergerak-gerak seperti ular, ia lari ke belakang tidak menoleh lagi. 'Hai Musa! Kembalilah, jangan takut! Engkau sudah mendapat lindungan keamanan. Masukkanlah tanganmu kedalam saku bajumu, niscaya akan keluar dalam keadaan putih tanpa cacat dan dekapkan tanganmu ke badanmu jika engkau merasa takut.' Inilah dua mujizat dari Tuhan ditujukan kepada Firaun dan pembesar-pembesarnya; sebab mereka itu orang-orang yang jahat." (Qur'an, 28: 30 - 32)
Sungguhpun begitu tukang-tukang sihir Firaun itu tidak juga percaya kepada ajakan Musa. Ketika kemudian apa yang mereka kerjakan itu disergap oleh tongkat Musa, ketika itulah tukang-tukang sihir itu menyerah sujud, lalu mereka berkata: Kami beriman kepada Tuhannya Harun dan Musa. Sungguhpun demikian orang-orang Israil masih juga dalam keadaan sesat, sampai-sampai mereka berkata kepada Musa: "Perlihatkan Allah itu terang-terang kepada kami." Setelah Musa wafat, kembali mereka menyembah anak sapi. Kemudian sesudah Musa, datang lagi nabi-nabi yang lain kepada mereka, diajaknya mereka menyembah Allah. Tetapi nabi-nabi itu malah dibunuh dengan sewenangwenang. Setelah kemudian mereka kembali teringat kepada Tuhan, mereka menanti-nantikan kedatangan seorang nabi lagi yang akan dapat mengembalikan kerajaan mereka dengan memerintah dunia untuk selama-lamanya.
Peristiwa ini berlangsung dalam sejarah belum begitu lama dari kita. Tidak lebih dari 25 abad yang lalu. Dalam pada itu jelas sekali ini membuktikan adanya dominasi perasaan diatas pengertian rohani. Sesudah lampau lima-enam abad kemudian datang pula Isa mengajak masyarakatnya itu menyembah Tuhan, diperkuat dengan Ruh Kudus dari Tuhan. Oleh karena Isa orang Yahudi, ketika begitu pertama kali berita tentang dia itu sampai kepada pihak Yahudi mereka menduga bahwa dia inilah nabi yang mereka nanti-nantikan (Messiah) untuk mengembalikan kerajaan yang hilang itu ke Tanah atau Negeri yang Dijanjikan. Mereka rindu sekali akan kerajaan semacam ini setelah begitu lama mereka berada dibawah kekuasaan dan kekejaman pihak Rumawi. Akan tetapi mereka masih menunggu, ingin mengetahui keadaan yang sebenarnya tentang diri Isa. Adakah ia bicara kepada mereka dengan bahasa rasio semata-mata? Tidak, malah jalan mujizat itulah yang ditempuhnya untuk meyakinkan mereka.
Kalau pun sumber Kristen itu benar. bahwa ia telah mengubah air menjadi minuman anggur dalam suatu pesta perkawinan di Kana, Galilea, itulah yang mula-mula menarik perhatian orang. Sesudah itu lalu mujizat roti dan ikan, mujizat-mujizat menyembuhkan orang-orang sakit dan menghidupkan orang-orang mati. Itulah yang membuat dia tidak ragu-ragu lagi mengajar orang melalui jalan hati dan perasaan tanpa memberikan tempat yang terutama kepada rasio dan logika dalam ajaran-ajarannya itu. Tetapi bidang ini memang diberikan lebih luas daripada yang pernah diberikan oleh rasul-rasul sebelumnya. Dalam ajaran-ajarannya itu dorongan perasaan kepada kasih-sayang, pengampunan dosa dan cinta-kasih bercampur-baur dengan ajaran rasionil yang tidak dilandasi oleh dalil logika tentang Kerajaan Tuhan. Apabila ada rasa syak yang menyusup ke dalam hati orang mengenai ajaran rasionil ini maka Tuhan segera memberikan mujizat baru yang akan membuat orang lebih dapat menerima dan percaya kepada Almasih. Dengan mujizat-mujizat yang telah dapat menyembuhkan penyakit kusta, orang buta dan menghidupkan orang mati, sudah begitu jauh membuat pengikut-pengikutnya percaya, sehingga sebagian ada yang mengira dia adalah Tuhan yang menjelma di atas bumi untuk menebus dosa umat manusia. Ini bukti yang jelas sekali bahwa kemampuan rasio sampai pada waktu itu belum begitu matang, yang akan membuat orang dengan itu saja sudah dapat memahami hakekat tertinggi tentang arti Al-Khalik dan bahwa Dia Maha Esa, Tempat segalanya bergantung, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tiada suatu apa pun yang menyerupaiNya.
Pada zaman Musa dan Isa itu keadaan ilmu, filsafat dan perundang-undangan di Mesir zaman Firaun sudah pindah ke Yunani dan Rumawi, dan dengan segala pengaruhnya sudah dapat menguasai cara berpikir bangsa-bangsa itu terutama dalam bidang filsafat dan peradaban Yunani. Kesadaran berpikir logis sudah mulai menggugah orang bahwa hal-hal yang tak masuk akal dengan sendirinya secara logis tak dapat dijadikan pegangan. Karena pengaruh itu pula filsafat Yunani yang bertetangga dengan agama Kristen di Mesir, Palestina dan Syam telah dapat menimbulkan bermacam-macam mazhab Kristen - seperti sudah kita sebutkan dalam buku ini. Dalam undang-undang Tuhan sudah menentukan bahwa akal pikiran adalah mahkota hidup umat manusia, dengan syarat bahwa pikiran demikian itu jangan sampai kering tanpa perasaan dan jiwa. Bahkan hendaknya ia dapat menjadi pikiran yang berimbang, dapat mengimbangi akal, perasaan dan jiwa, sehingga dapat ia memahami rahasia-rahasia alam ini sejauh mungkin. Demikian juga Tuhan telah menentukan pula kedatangan seorang nabi yang akan membawa Islam ke dalam alam ini dengan mengajarkan kebenaran menurut hukum logika, dilandasi oleh perasaan dan jiwa, dan yang akan menjadi mujizat logika ini ialah Kitab Suci Qur'an yang telah diwahyukan oleh Allah kepada Nabi. Dengan demikian Tuhan telah menyempurnakan agama ini dan memberikan nikmat secukupnya kepada umat manusia. Ia telah menjadi mahkota dan penutup semua ajaran Ilahi
Tetapi semua itu terjadi baru setelah adanya perjuangan yang begitu berat terus-menerus, yang juga pernah dilakukan oleh para nabi dan para rasul, yang membawa umat manusia kedalam evolusi rohani sehingga akhirnya ajaran Islam dapat mencapai kemurnian tauhid serta keimanan kepada Tuhan Yang Maha Tunggal.
Untuk melengkapi akidah ini maka keimanan itu harus meliputi beberapa kewajiban seperti yang sudah kita sebutkan pada pembahasan pertama dalam penutup buku ini. Supaya orang yang beriman dapat mencapai puncak akidahnya maka ia harus sungguh-sungguh dapat memahami hukum Tuhan dalam alam ini dengan cara terus-menerus sampai pada waktu Tuhan menciptakan bumi dengan segala isinya ini. Dan inilah yang sudah dimulai oleh orang-orang Islam pada permulaan sejarahnya dan pada zaman berikutnya, hingga tiba masanya zaman itu beredar lagi.
Alasan-alasan yang saya kemukakan ini dengan sendirinya sudah membantah apa yang ditafsirkan oleh orientalis-orientalis tentang jabariah Islam serta tafsiran mereka tentang takdir, nasib dan umur seperti yang terdapat dalam Qur'an. Dengan tidak usah diragukan lagi argumen ini sudah dapat memperkuat, bahwa Islam agama usaha, agama perjuangan dalam pelbagai lapangan hidup, rohani dan ilmu, agama dan dunia. Dalam hukum alam ini Tuhan sudah menentukan bahwa manusia mendapat ganjaran sesuai dengan perbuatannya, dan bahwa Tuhan takkan merugikan siapa pun, tapi manusia itu sendirilah yang merugikan dirinya. Mereka merugikan diri sendiri bilamana mereka menduga bahwa mereka sudah mendapat kasih Tuhan hanya dengan berpeluk lutut dan menyerah begitu saja atas nama tawakal kepada Allah.
Kendatipun argumen-argumen ini sudah cukup kuat sesuai dengan maksud yang saya kemukakan itu, namun saya tak dapat mengabaikan argumen terakhir yang saya pandang sangat tepat dan kuat sekali, yakni argumen yang dapat diambil dari firman Tuhan: "Harta dan anak-anak keturunan adalah hiasan kehidupan dunia, tetapi perbuatan baik yang kekal lebih baik pahalanya dalam pandangan Tuhan serta harapan yang lebih baik pula." (Qur'an, 18: 46)
Dalam hidup ini rasanya tak ada yang lebih baik merangsang kita dalam bekerja dan berusaha seperti dalam mencari nafkah dan harta. Demi harta sebagian besar orang berusaha dan berjuang, yang kadang sampai diluar kemampuannya. Dalam dunia kita sekarang ini, sekali lihat saja orang sudah dapat memperoleh kesan apa yang sedang bergolak dalam dunia ini - perjuangan dan kesulitan, perang dan damai, pemberontakan dan kekacauan - demi harta. Demi harta inilah kerajaan-kerajaan terbalik menjadi republik, untuk harta ini pertumpahan darah terjadi, nyawa manusia melayang. Juga anak-anak keturunan! Kesulitan yang bagaimanakah yang tidak akan kita pikul demi anak-anak buah hati kita! Kepahitan yang bagaimana pula yang takkan terasa manis kalau memang untuk kesenangan mereka, untuk menjamin kemakmuran hidup dan kemuliaan mereka! Segala kesulitan untuk mencapai kebahagiaan mereka itu jadi mudah. Bahkan, demi harta dan anak-anak keturunannya itu, ada orang yang menganggap segala yang mustahil itu tiada berarti. Ada yang sampai berlebih-lebihan sekali dalam hal ini sehingga untuk itu ia mengorbankan segala kesenangannya, bahkan hidupnya.
Memang demikianlah, harta dan anak-anak keturunan itu memang hiasan (bentuk luar) kehidupan dunia. Tetapi disamping inti kehidupan yang sebenarnya bentuk luar itu bukan apa-apa. Orang yang mengorbankan inti demi hiasan lahir, sama dengan orang yang berpikir sempit dan bodoh saja: sama dengan perempuan yang tidak memandang penting kesehatannya sendiri asal dia tampak cantik untuk sementara waktu; sama dengan pemuda yang sudah lupa daratan, yang mau mengorbankan pikiran dan harga dirinya ditengah-tengah ejekan kawan-kawannya bila ia mengira bahwa dirinya adalah pemimpin mereka sebab dia sudah menghambur- hamburkan harta untuk mereka itu; atau sama seperti mereka, orang-orang yang begitu bodoh, yang tertipu oleh kenyataan dibalik kebenaran, oleh hari ini dibalik hari esok. Mereka yang mengejar harta dan anak-anak keturunan sebagai hiasan kehidupan dunia dan melupakan yang lain, mereka ini tidak kurang pula bodohnya. Harta dan anak-anak keturunan suatu hiasan. Sedang inti kehidupan ialah segala pekerjaan dan perbuatan baik yang kekal. Dan untuk perbuatan-perbuatan baik inilah orang harus mencurahkan tenaga dan perjuangannya lebih dari pada untuk hiasan (bentuk luar) kehidupan dunia, harta dan anak-anak keturunannya.
Kita sudah melihat betapa luhurnya tujuan yang digambarkan ayat Qur'an Suci ini. Kalau kita sudah mencurahkan segala tenaga dan darah kita demi hiasan kehidupan dunia ini, maka kita juga harus mencurahkan jiwa dan hati kita untuk inti daripada kehidupan itu, bentuk harus tunduk kepada inti. Oleh karena itu segala hidup kita, harta kita dan anak-anak keturunan kita harus ditujukan kepada tujuan ini, kepada inti daripada perbuatan-perbuatan baik yang kekal itu yang lebih besar pahalanya dalam pandangan Tuhan serta harapan yang lebih baik pula.
Mengenai logika yang begitu sehat dan jelas ini bagaimana dalam pemikiran Muslimin dapat berubah menjadi bermacam-macam kepercayaan yang sama sekali tidak sesuai? Pada pembahasan yang pertama buku ini sepintas lalu ada juga kita singgung tatkala kita sebutkan tentang keadaan yang sudah berubah pada umat Islam itu.
Karena adanya penaklukan-penaklukan yang pernah menguasai imperium Islam secara berturut-turut sejak berakhirnya zaman dinasti Abbasiah - seperti yang sudah kita singgung sepintas lalu dalam pengantar cetakan kedua - cara musyawarah yang berlaku pada permulaan sejarah Islam telah berubah menjadi kerajaan yang sewenang-wenang pada zaman dinasti Umayyah, lalu menjadi hak suci pada masa Abbasiah kedua.
Baiklah sekarang kita ikuti keterangan almarhum Syaikh Muhammad Abduh dengan agak terperinci dalam Al-Islam wan-Nashrania sebagai berikut:
"Islam pada mulanya agama yang dianut orang Arab. Kemudian setelah berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang tadinya bercorak Yunani ilmu itu pun lalu bercorak Arab pula. Kemudian ada seorang khalifah yang salah dalam menjalankan politik. Keluasan Islam digunakannya untuk apa yang dikiranya akan membawa keuntungan untuk kepentingannya - dikiranya bahwa tentara yang terdiri dari orang-orang Arab itu mungkin saja akan jadi pendukung seorang khalifah golongan Ali, sebab golongan ini dekat sekali pertaliannya dengan keluarga Nabi s.a.w. Oleh karena itu ia mau mempergunakan tentara dari luar, yang terdiri dari orang-orang Turki, Dailam dan lain-lain yang dikiranya pula bahwa dengan kekuasaannya itu mereka ini akan dapat diperhamba, dapat dipergunakan untuk kepentingannya. Suasana tidak akan membantu adanya pihak yang akan memberontak kepadanya atau menuntut kedudukannya sebagai penguasa, meskipun keluasan hukum Islam akan membenarkan ia melakukan itu. Sejak itulah Islam jadi bercorak asing.
"Ada seorang khalifah Banu Abbas - yang karena mengingat kepentingannya sendiri serta anak cucunya - ia ingin sebagian besar tentaranya itu diangkat dari orang-orang asing, demikian juga pembesar-pembesarnya. Suatu tindakan yang buruk sekali, baik terhadap bangsanya atau pun terhadap agama. Tetapi tidak lama kemudian pembesar-pembesar militer ini pun telah pula dapat mengalahkan para khalifah itu. Dengan kekuasaan yang ada itu mereka telah dapat bertindak sewenang-wenang. Sekarang kekuasaan negara berada ditangan mereka, dengan tiada persiapan pikiran seperti yang diajarkan Islam dan dengan hati yang sudah diisi oleh pendidikan agama. Bahkan sebaliknya, mereka datang menerima Islam dalam keadaan biadab dan bodoh, dengan membawa segala macam kekejaman. Tubuh mereka mengenakan pakaian Islam, tapi ajarannya belum sampai menembusi hati mereka. Masih banyak diantara mereka itu yang membawa berhala untuk disembah dengan diam-diam. Kalau pun ada yang menjalankan salat bersama-sama, itu hanya untuk memperkuat kekuasaannya.
"Kemudian datang lagi yang lain melanda Islam, seperti bangsa Tatar dan yang lain misalnya, malah persoalan agama juga dibawah kekuasaannya. Buat mereka musuh yang paling besar ialah ilmu pengetahuan. Orang pun sudah mengenal siapa mereka, sudah mengetahui sejarah mereka yang buruk itu. Mereka sangat memusuhi ilmu, juga memusuhi yang menjadi pelindung ilmu, yakni Islam. Segala yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan tidak pernah mendapat perhatian mereka, bantuan untuk itu pun dihentikan. Tidak sedikit dari kaki tangan mereka itu yang turut menyusup kedalam jiwa orang yang masih awam dalam agamanya. Mereka menempatkan diri ke tengah-tengah orang yang masih hijau dalam agama itu, sebagai orang yang taat dan pelindung agama. Mereka menganggap agama masih belum sempurna, perlu disempurnakan, atau sedang sakit, perlu diobati, atau juga sedang miring, perlu ditopang, sudah hampir roboh, jadi perlu dibangun kembali.
Dostları ilə paylaş: |