Shadow April 24, 2007 05: 40 am (gmt) Dr. Antonius s kumanireng : Apakah Yesus datang utk menebus dosa-dosa manusia ?


shadow_ - April 24, 2007 07:53 AM (GMT) Misi Rohani Ulama Penjara Texas Amerika



Yüklə 324,44 Kb.
səhifə2/8
tarix21.08.2018
ölçüsü324,44 Kb.
#73247
1   2   3   4   5   6   7   8

shadow_ - April 24, 2007 07:53 AM (GMT)

Misi Rohani Ulama Penjara Texas Amerika

Ulama penjara di Texas, Amerika Serikat, memperjuangkan Islam dengan caranya sendiri. Kini jumlah mualaf di 23 penjara di negara bagian itu kian berlipat. 

Imam Omar Shakir melintasi ruang sinder bercat putih dengan tergesa-gesa. Di ujung lorong, sekelompok wanita dengan jumpsuit putih sudah mulai gelisah menunggunya. Rupanya ini yang membuatnya berjalan setengah berlari. 

Assalaamu alaikum, damai untuk Anda sekalian, ujar Shakir dengan senyum hormat. Mereka menjawab salam dengan tak kalah takzim. Setelah menyebut alasan keterlambatannya - masalah klasik: kemacetan lalu lintas - Shakir memulai tausiyahnya. Temanya kali ini adalah Menuju Ketenangan Hati dengan Berzikir. Tak menunggu hitungan menit, tausiyah berubah menjadi dialog interaktif. Masing-masing peserta seolah sudah menyiapkan deretan pertanyaan untuk Shakir. Satu jam waktu yang disediakan seperti kurang. Ia menutup diskusi itu dengan kalimat pendek, Simpan pertanyaan Anda untuk pengajian bulan depan. 

Menjangkau kelompok ini bukan hal yang gampang bagi Shakir. Ia harus menempuh perjalanan sejauh 161 km dari San Antonio tempatnya bermukim menuju penjara khusus wanita Halbert Unit di Burnet, timur laut Austin. Shakir sudah hampir tiga tahun menekuni profesi ini, menjadi ulama di penjara. Bersama empat koleganya, dia bergabung dalam program Islamic Faith di 110 penjara di Texas. :video

Program ini memastikan semua narapidana Muslim mendapatkan hak-hak atas pelayanan rohani sama seperti mereka yang berada di luar penjara. Kini kerjanya mungkin sedikit mudah, setelah sebuah tim relawan yang sebagian besar adalah mualaf bersedia tanpa dibayar untuk membantu mereka. 

Di penjara-penjara di seluruh Texas kini terdapat kurang lebih 7.500 Muslim. Banyak di antara narapidana itu menjadi Muslim setelah berada di dalam penjara. Bagi mereka, penjara seperti ladang pencerahan, karena sinar Islam justru ditemukannya di tempat itu. 

Bagi Shakir, program ini merupakan cara efektif untuk turut menekan bertambahnya angka penjahat kambuhan di Texas. Kita tengah menghadapi sebuah wabah penyakit sosial, agama menurut saya adalah salah satu obat penyembuhnya, kata dia. Tanpa dasar agama, kata dia, orang akan mati rasa dan kehilangan moralitasnya. 

Dia menganggap apa yang dilakukannya - mengajarkan agama kepada mereka yang belum beragama -- adalah jihad. Saya senang mengajarkan agama dan melihat sinar teduh memancar dari mata mereka, ujarnya. 

Shakir adalah nama hijrahnya. Ia terlahir sebagai Kirk Spencer, lahir di Lima, Ohio, tahun 1958. Menjelang ulang tahunnya yang pertama, orang tuanya meninggalkan kota itu dan bermukim di Schenectady, New York. 

Tahun 1974 adalah kali pertama ia bersinggungan dengan paham Islam. Usianya baru 15 tahun saat ia mengenal Islam dari guru seninya yang seorang Muslim. 

Dia sempat lari dari rumah karena orang tuanya tidak setuju dia pindah agama. Namun tekadnya sudah bulat, maka di ulang tahunnya yang ke-17, dia menjadi seorang Muslim dan mengganti namanya menjadi Omar Quadir Adib Shakir. Tak harus mengganti nama sebetulnya, tapi saya melakukannya sebagai simbol dari kelahiran kembali diri saya, ujar ayah dari tiga anak umur 23, 21, dan 16 tahun ini. 

Pindah agama mengubah hidupnya. Islam bukan agama yang penuh ritual, tapi serangkaian jalan hidup yang menyeluruh, ujarnya. Keinginannya untuk menebarkan damai Islamlah yang membuatnya menjadi chaplain (ulama dengan spesifikasi khusus) dan mengabdi di penjara-penjara di Texas. 

Ia bekerja untuk dua dari 23 penjara di Texas, yaitu di penjara El Paso dan Rio Grande Valley. Dua atau tiga kali setahun ia memberi tausiyah di penjara-penjara lainnya. 

Di luar tugas itu, ia menjadi imam di Masjid Bilal di kotanya. Masjid ini dimotori oleh 19 keluarga Muslim San Antonio dan menjadi salah satu rujukan warga setempat mempelajari Islam. 

Kehadiran ulama penjara sangat penting bagi narapidana Muslim. Seperti dikatakan Curtis Elliott, tak mudah menjadi sorang Muslim di penjara. Banyak ujian, dan kita harus kuat demi iman kita, ujarnya. 

Elliott, 29 tahun, tumbuh dalam keluarga Kristen Baptist. Namun ia tak pernah merasakan sentuhan agama masuk ke dalam relung batinnya.

Tahun 1994, karena suatu sebab, ia harus meringkuk di penjara Cotulla untuk waktu 10 bulan. Ia tinggal satu sel dengan seorang tahanan Muslim.

Sama seperti warga Amerika Serikat lainnya, ia memandang miring rekan sepenjaranya itu. Namun, stereotip Muslim makin luntur setelah melihat keseharian sosok rekannya itu. Dia tak pernah menyakiti orang atau menghujat orang. Dia sangat bersih dan santun, Elliot menceritakan kesan pertama tentang rekannya itu. 

Sampai di suatu titik, ia ikut sang teman mengaji. Dua tiga kali hadir di pertemuan pengajian, ia yakin memilih Islam. Ini agama yang tanpa keraguan. Agama ini memang buat saya, ujarnya. 

Sebelum menyatakan kesilamannya, ia melakukan semua ibadah layaknya seorang Muslim, termasuk shalat lima waktu dan puasa Ramadhan. Tak seperti yang kita bayangkan sebelumnya, puasa tidak membuat kita mati kelaparan, ujarnya tergelak. Ia pun bersyahadat di depan teman-temannya, dengan bimbingan ulama penjara. 

Kini ia tak hanya shalat, puasa, dan zakat saja, tetapi menjadi relawan untuk membantu ulama penjara. Di dalam selnya, ia berdakwah dengan caranya sendiri. Ada kebimbangan di awalnya, tapi Anda hanya memerlukan sedikit waktu untuk reevaluasi hidup dan menemukan apa yang telah ditempuh belakangan ini adalah langkah yang keliru, ujarnya.


Dibutuhkan tapi Dicurigai

Jumlah penganut Islam di penjara-penjara di Amerika Serikat memang terus bertambah. Sebuah penelitian berskala nasional bahkan pernah dilakukan untuk membuktikan hipotesa ini. Angka paling dramatis diperoleh di kompleks penjara Rikers Island di New York, dimana sebagian besar penghuninya kini telah menjadi Muslim. 

Penyebaran Islam di penjara dilakukan oleh para narapidana sendiri. Umumnya adalah di kalangan penghuni kulit hitam, yang diilhami oleh semangat Elijah Muhammed dan Malcolm X, tokoh Muslim kulit hitam AS. Namun belakangan, narapidana etnis Hispanik dan kulit putih juga banyak yang berpindah agama.

Imam Omar Shakir bukan satu-satunya ulama penjara yang namanya banyak dikutip media. Sebelumnya, beberapa nama mencuat sebagai bumbu tulisan berbau pendiskriditan Islam, menyusul temuan meningkatnya angka pertumbuhan Muslim di penjara. Ulama penjara turut berperang melipatkan jumlah ekstemis Muslim jebolan penjara, begitu berita utama beberapa media papan atas Barat menulis. 

Banyak ulama penjara dilabeli guru teroris. Atau, berkomplot dengan narapidana teroris. Kasus terakhir adalah apa yang menimpa ulama militer James Yee yang pernah bertugas di penjara Guantanamo. 

Biro Lembaga Pemasyakatan AS(US Bureau of Prisons) pernah dikritik habis Mei lalu terkait dengan seleksi ulama penjara yang dinilai lemah sehingga berpotensi menumbuhkan benih-benih terorisme di penjara. Perlu dilakukan langkah penting untuk mengoreksinya, begitu bunyi tajuk utama The Washington Post. 

Departemen Kehakiman bertindak sigap menjawab hal itu. Melalui ispektor jenderalnya, Glenn A Fine, mereka menyatakan menerima 13 rekomendasi baru terkait penerimaan ulama penjara baru, termasuk dalam proses screening hingga supervisi mereka. Proses yang sama juga diberlakukan bagi para kontraktor dan relawan yang membantu tugas mereka. 

Fine menyatakan, ulama penjara sangat dibutuhkan untuk menyampaikan layanan rohani bagi narapidana Muslim sekaligus meredam mereka. Tanpa ulama penjara, kata dia, layanan rohani akan dipimpin oleh narapidana sendiri dan hal itu justru sangat potensial menimbulkan distorsi dan memunculkan ekstremitas beragama



shadow_ - April 24, 2007 08:03 AM (GMT)

Sudomo: "Saya Murtad Selama 36 Tahun"

Laksamana TNI (Purn) Sudomo Merasa Terlahir Kembali 


Lebih tenang dan khusyuk. Itulah yang dirasakan Laksamana TNI (Purn) Sudomo di hari tuanya. Di usianya yang sudah senja, mantan Pangkopkamtib di era Soeharto justru menemukan hidupnya. 

''Kalau orang lain berkata hidup dimulai umur 40 tahun, saya justru mulai umur 75 tahun,'' kata Sudomo saat ditemui di kediamannya yang sejuk di Pondok Indah, Jakarta, beberapa waktu lalu. 

Bukan tanpa alasan bila penggemar olahraga golf ini berkata demikian. Dia mengaku hampir sebagian besar usianya dilalui dengan gundah dan gelisah. Salah satu penyebabnya karena sosok yang menghabiskan sebagian besar umurnya - 53 tahun di pemerintahan dengan berbagai jabatan -sebagai umaro ini pernah murtad. Itu semua menjadi penyebab jauhnya ketenangan dari hidupnya.

''Terus terang saja dan bukan rahasia umum, saya dulu kan murtad,'' kata Sudomo sambil tertawa. ''Dan celakanya semua itu saya lakukan tanpa pikir panjang dan memberi tahu orang tua,'' lanjutnya. Wajahnya berubah serius.

Seiring waktu, Sudomo pun merindukan ketenangan hati dan kembali pada keyakinannya semula. ''Kasih sayang Allah pada hamba-Nya lebih luas daripada murka-Nya.'' Sudomo merasakan betul makna ayat itu. Waktu membawanya ke kota kelahirannya, Malang. Saat itu, bertepatan 22 Agustus 1997, ia melihat Masjid Al Huda di kompleks Kostrad Malang. Hatinya tersentuh. Diapun memutuskan untuk kembali. 

''Itu peristiwa luar biasa. Nama masjid itu sendiri berarti petunjuk. Dan di situ saya mendapat petunjuk. Mungkin ini hikmah dari doa orang tua saya yang selalu berdoa agar saya kembali,'' kenang Sudomo yang tampak lebih gemuk. Ia baru saja keliling Eropa sebulan penuh. 

Peristiwa itu laiknya sebuah kelahiran bagi dirinya dan anugerah yang luar biasa dari Yang di Atas. ''Saya sangat senang diberi kesempatan bertobat. Bayangkan kalau saya meninggal sebelum bertobat bisa-bisa masuk neraka saya,'' ujarnya. 

Sebagai rasa syukur, tahun itu juga Sudomo menunaikan umrah pertamanya. Ibadah haji dia lakukan tahun berikutnya. Sampai sekarang sudah lima kali ia berumrah. Tahun ini Sudomo kembali menjadi tamu Allah bersama jutaan umat yang lain.

Ia mengaku punya pengalaman aneh saat menjadi tamu Allah. Peristiwa tersebut dialami saat menunaikan ibadah haji 1998 dan 2002. Ketika tawaf Sudomo ingin berada sedekat mungkin dekat Ka'bah. Ia pun berdoa dan membaca Asmaul Husna. Tiba-tiba ia merasa Ka'bah sangat dekat dengan dirinya. 

''Barisan orang yang sedang tawaf seperti terbuka begitu saja sampai-sampai ustadz saya mengikuti dari belakang mendekati Ka'bah. Alhamdulillah,'' kata Sudomo mengenang kejadian enam tahun silam. ''Doa di sana memang sangat mustajab,'' lanjut Sudomo. 

Setelah semua yang dilalui, Sudomo yang tetap rutin menyelam tiga bulan sekali, mengaku lebih tenang dan bahagia. Shalat lima waktu pun selalu tepat waktu dijalankan. Ia melakukan shalat Shubuh di Masjid Al Ihsan Kebayoran Baru tiap hari. Di situ ia berjumpa guru spiritualnya Mawardi Labai.

Tentang hobi menyelamnya itu Sudomo mengaku membawanya semakin dekat dengan Allah. ''Saat kita di bawah, bersama dengan ikan warna-warni dan gugusan karang serta sinar matahari yang menembus ke bawah, Allah terasa semakin dekat,'' katanya puitis. 

Kini sebagian besar waktunya praktis digunakan untuk mempelajari dan mendalami agama, beribadah, beramal, serta sesekali berdakwah untuk kalangan terbatas. Sebuah yayasan, Husnul Khotimah ia bangun pada 1998 untuk mewadahi semua kegiatan. Sebuah desa kecil di Bogor, Cijayanti, menjadi ladang persemaian pertobatannya. 

Dengan selera humor yang tak pernah kering, Sudomo mengatakan bahwa apa yang ia lakukan kini tak lebih dari sebuah penanaman modal akhirat atau PMA. Semua kegiatan itu, menurutnya memberikan kebahagiaan yang tidak dapat diukur dengan materi yang belum pernah didapat sebelumnya. 

Terakhir, yang ingin dilakukan adalah menjadi ustadz. Saat ini apa yang dilakukan baru membawa dirinya seorang 'ulama' kependekan dari usia lanjut makin agresif. Dia mengatakan harus agresif dalam amal dan ibadah. lan ()
Sudomo: "Saya Murtad Selama 36 Tahun"

Rambutnya memutih semua. Kepala bulat dengan logat bicara yang kental Jawa, Laksamana Purnawirawan Sudomo bercerita tentang kehidupan spiritualnya.

Sudomo memang menarik. Terlahir sebagai muslim dari pasangan Martomiharjo dan Soleha, 20 September 1926, mantan Menteri Tenaga Kerja ini beberapa kali pindah agama untuk alasan menikah. Sosok yang seringkali ditafsirkan sebagai tokoh menyeramkan ini tiga kali menikah. Semua berakhir dengan perceraian.

Saat ditemui Hot Shots, bekas Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban ini terlihat tenang. Berpeci hitam dengan senyum menghias di bibirnya. Dia mengaku bersyukur masih diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk bisa kembali memeluk Islam pada 22 Agustus 1997. "Ada kebahagiaan tersendiri karena menekuni iman," kata kelahiran Malang, Jawa Timur ini.

"Saya murtad selama 36 tahun," kata Sudomo lagi. Dari tiga perkawinannnya, yang bisa dibilang ramai dibicarakan orang adalah pernikahan keduanya, yaitu dengan Sisca pada 20 September 1990 di Gereja Paulus di Jalan Taman Sunda Kelapa, Jakarta Pusat. Sudomo masuk Kristen untuk bisa menikahi wanita itu. Bahkan, tentang ini, ada akronim yang ditujukan kepadanya: SDSB yaitu Sisca Datang Sudomo Bertekuk lutut.

shadow_ - April 24, 2007 08:09 AM (GMT)

Drs Wachid Rasyid Lasiman (d/h Willibrordus Romanus Lasiman) : Apa Agama Yesus?

Ketika beragama Katolik, Lasiman bernama babtis Willibrordus, ditambah nama baptis penguatan (kader) Romanus. Jadilah ia dikenal sebagai Willibrordus Romanus Lasiman. Lasiman atau akrab dipanggil Pak Willi. Kegelisahan demi kegelisahan menyerang keyakinannya. Akhirnya ia pun berkelana dari Katolik ke Kristen Baptis, lalu pindah ke Kebatinan Pangestu (Ngestu Tunggil), mendalami kitab Sasongko Jati, Sabdo Kudus, dan lainnya. Ia juga terjun ke perdukunan dan menguasai berbagai kitab primbon dan ajian. Tujuannya satu, mencari dan menemukan kebenaran hakiki.

Ketika bertugas sebagai misionaris di Garut, Allah mempertemukannya dengan prof Dr Anwar Musaddad, berdiskusi tentang agama. Diskusi inilah yang menuntunnya pada Islam. Allah memberikan hidayah ketika ia berusia 25 tahun. Lalu, Willi pulang ke Yogya dan berdiskusi dengan Drs Muhammad Daim dari UGM. Akhirnya, 15 April 1980, Willi berikrar dua kalimat syahadat, masuk dalam dekapan Islam dengan nama Wahid Rasyid Lasiman. Sejak itu, Willi tekun mengkaji Islam di pesantren. Dari pesantren inilah, Ia menjadi ustadz yang rajin berdakwah dari kampung k kampung di Sleman, Yogyakarta, hingga pelosok kampung di kaki Gunung Merapi.

Untuk memenuhi nafkah keluarganya, Willi mengajar di sebuah SMP Negeri di kota Gudeg. Sedangkan ilmu Kristologi yang dimilikinya sejak jadi misionaris, membuatnya menjadi rujukan jamaah untuk bertanya tentang perbandingan Islam dan Kristen. Ustadz Wahid alias pak Willi, adalah mubaligh tangguh yang mahir dalam Kristologi.

Untuk memuluskan dakwahnya, Willi menyusun buku-buku dan VCD untuk kalangan sendiri, berisi kisah nyata perjalanan rohaninya. Hal ini membuat agama lain cemburu pada dakwahnya yang agresif. Tabloid Sabda, media milik Katolik di Jakarta, pernah menyorot Willi di rubrik utama dengan judul cover "Gereja katolik Kembali Difitnah Mantan Misionaris Willibrordus Romanus Lasiman (Ustadz Drs Wachid Rasyid Lasiman)".

Yang dimaksud Sabda adalah uraian Pak Willi dalam buku Yesus Beragama Islam. Dalam bukunya itu, Willi menyatakan, Yesus sebenarnya bukan beragama Kristen atau katolik, melainkan seorang Muslim. Pemred Tabloid Sabda, Peter, menulis artikel berjudul "Kok berani-beraninya Ustadz Wachid Rasyid Lasiman Meng-Islamkan Yesus".

Kemarahan Peter dalam tulisannya ini, tampak nyata. Sang Pemred ini menggunakan kata-kata kasar dengan menyebut Willi sebagai orang "ngawur, konyol, naif, melancarkan fitnah dan lainnya. Sementara, di akhir tulisan, Peter mengimbau pembacanya, "Bagi umat Kristian, menghadapi fenomena seperti ini sebaiknya dengan kepala dingin saja. Tidak usah emosi karena tidak ada manfaatnya sama sekali."

Sementara itu, dalam menghakimi pendapat Willi, peter menulis, "Kalaupun diperbolehkan menyebutkan Yesus itu agamanya Apa? Maka tentu lebih masuk akal mengatakan Yesus beragama Katolik atau Kristen daripada mengatakan Yesus beragama Islam. Tapi, Yesus sesungguhnya bukan pengikut atau penganut agama Kristen Katolik atau Kristen Protestan, melainkan dialah Kristus sang juru selamat manusia dan dunia. Itulah iman orang Kristen," (hlm 4).

Jadi, apa agama Yesus? pertanyaan ini sering menjadi bahan diskusi yang hangat dan menarik. Jika dijawab Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat manusia, maka dia tak perlu agama dan tak beragama. Maka, pernyataan ini bisa dipahami bahwa Yesus tak beragama, artinya Yesus itu ateis. Menurut Yossy Rorimpadel, dari Sekolah Tinggi Teologi "Apostolos", Yesus itu beragama Yahudi. Lalu, mengapa pengikutnya tak beragama Yahudi?

Jika Yesus beragama Katolik, mana dalilnya? kapan Yesus memproklamirkan dirinya beragama Katolik? Jika dinyatakan, Yesus beragama Kristen Protestan, lebih tidak masuk akal lagi, Sebab, Protestan lahir pada abad ke-16, saat bergulirnya pergerakan Reformasi gereja yang dimotori oleh Martin Luther dan John Calvin.

Pendeta Yosias Leindert Lengkong dalam buku Bila Mereka Mengatakan Yesus Bukan Tuhan menyebutkan, istilah "Kristen" muncul di Antiokhia pada 41 Masehi. Dan, yang mengucapkan kata "Kristen" atau "Kristianos" bukan murid Yesus atau orang terpercaya, tapi justru orang-orang luar (hlm.77). Pendapat ini cukup beralasan, karena dalam Alkitab, Yesus tak pernah bersinggungan dengan kata "Kristen". 

Kata ini, muncul pertama kali di Antiokhia setelah Yesus tidak ada. (Lihat Kisah Para Rasul 11:26). Jelaslah, Yesus tak beragama Kristen, baik Katolik maupun Protestan. Riwayat penyebutan "Kristen" tidak mempunyai asal-usul dan persetujuan dari Yesus. Label dan penamaan Kristen diberikan pada pengikut (agama) Yesus, setelah bertahun-tahun Yesus tidak ada.

Tudingan Peter bahwa Willi "meng-Islamkan" Yesus pun tidak tepat. Karena, yang menyatakan Nabi Isa beragama Islam itu bukan Pak Willi alias Ustadz Wachid, melainkan Allah SWT sendiri. Dalam al-Qur'an disebutkan, satu-satunya agama yang diridhai Allah hanyalah ISlam (QS Ali Imran: 19,85,102). Karenanya, semua Nabi beragama Islam dan pengikutnya disebut muslim (QS Ali Imran:84). Islam telah diajarkan oleh paran Nabi terdahulu (QS al-Hajj:78). karena Isa Almasih adalah Nabi Allah, maka dia dan pengikutnya (Hawariyyun) pub beragama Islam (QS al-Maidah:111, Ali Imran :52).

Semua Nabi beragama dan berakidah sama, yakni Islam. Perbedaan mereka hanya pada syariatnya (QS al-Hajj:67-68). Rasulullah saw bersabda: "Aku adalah orang yang paling dekat dengan Isa putra Maryam di dunia dan akhirat. Dan semua Nabi itu bersaudara karena seketurunan, ibunya berlainan sedang agamanya satu (ummahatuhum syattaa wa dinuhum wahid)," (HR Bukhari dari Abu Hurairah ra).

Islam tak mengklaim sebagai agama baru yang dibawa Nabi muhammad ke Jazirah Arabia, melainkan sebagai pengungkapan kembali dalam bentuknya yang terakhir dari agama Allah SWT yang sesungguhnya, sebagaimana ia telah diturunkan pada Adam dan Nabi-nabi berikutnya.

Satu-satunya kitab suci di dunia yang mengungkapkan agama Yesus, hanya al-Qur'an. Al-Qur'an menyebutkan, Nabi Isa sebagai Muslim, sedangkan Bibel tidak menyebutkan Yesus beragama Kristen atau Yahudi. Kok, berani-beraninya Peter menuduh Willi ngawur. Lalu, mengatakan lebih masuk akal, jika Yesus beragama katolik atau Kristen daripada Yesus beragama Islam. (sabili/al-islahonline.com)


________________________________________

Dari Pesantren ke Pesnatren : PP AL HAWAARIYYUN, Terapkan Diklat Sistem Paket

PONDOK pesantren selama ini identik dengan tempat pendidikan agama Islam dan para santri mondok di lingkungan pesantren. Di Ponpes Al Hawaariyyun, kelaziman tersebut ternyata tidak terjadi. “Kami menerapkan pendidikan kilat sistem paket. Peserta dikelompokkan dalam satu paket dan pelajaran diberikan dengan metode singkat,” kata ustadz Drs H Willibrordus Romanus Lasiman, pengasuh PP Al Hawaariyyun.

Tujuan utama dari pesantren ini adalah membentuk sikap dan wawasan dasar tentang Islam, serta menanamkan ajaran agar santri tidak terpengaruh untuk masuk ajaran agama lain. Misi tersebut sebenarnya sangat berat. Rasanya tidak mungkin diberikan dalam waktu singkat. Namun, karena ustadz Willi sebelum menganut Islam dan kemudian mendirikan pesantren adalah penganut agama lain, sehingga dia mempunyai strategi penguatan aqidah Islam yang praktis dan efektif. 

“Cukup dengan pertemuan intensif selama sepuluh jam, saya bisa meyakinkan dan menguatkan kepercayaan santri akan kebenaran ajaran Islam. Tetapi, tidak sedikit santri kurang puas hanya bertatap muka sepuluh jam. Sehingga, rata-rata proses diklat berlangsung tiga hari,” tambah Willi yang setelah menganut Islam bernama H Wakhid Rosyid Lasiman ini.

Selama diklat, rombongan santri tinggal di komplek pesantren yang terletak di dusun Cakran Wukirsari Cangkringan Sleman. Jumlah peserta per paket sangat variatif. Dua santri pun dilayani. Tapi, rata-rata tiga puluh orang. Tingkat usia dan pendidikan tidak menjadi soal. Kebanyakan, santri diklat berasal dari luar daerah, seperti Magelang, Surabaya, Bogor dan Jakarta.

Justru santri dari lingkungan sekitar pesantren jumlahnya minim. Mungkin, mereka belum terbiasa dengan sistem pendidikan kilat. Namun bukan berarti masyarakat sekitar tidak peduli dengan keberadaan Al Hawaariyyun. “Setiap kami menyelenggarakan kegiatan, masyarakat selalu berpartisipasi. Termasuk ketika membangun gedung pesantren,” katanya lagi.

Beberapa santri Al Hawaariyyun merupakan penganut Islam baru. Ini barangkali dilatarbelakangi perjalanan sang ustadz yang sebelumnya non muslim. 

Tidak ada semacam standar biaya diklat. Santri diminta untuk menghitung, apa saja yang menjadi kebutuhannya selama diklat. Misalnya kebutuhan konsumsi. Mereka boleh memasak sendiri atau menyerahkan ke pengelola pesantren. Lalu jika santri ada kelebihan dana, boleh berinfak untuk membantu membayar rekening listrik. “Tidak ada ketentuan untuk honorarium ustadz,” aku guru SMP 15 Yogya ini.

Biaya operasional pondok termasuk pembangunan gedung, sebagian besar diambilkan dari hasil penjualan buku karya Willi. Setelah masuk Islam, ia berhasil menerbitkan empat buku. Juga, sebagian gaji Willi dan isterinya sebagai pegawai negeri serta uang transpor yang diperoleh jika berceramah ke luar kota, disumbangkan untuk mendanai operasionalisasi pesantren.

Pesantren ini didirikan sekitar tahun 1987. Berarti tujuh tahun setelah Willi mendalami Islam dan sempat nyantri ke beberapa kiai dan PP Jaga Satru, Cirebon asuhan KH Ayib Muhammad. Selain menyelenggarakan diklat, Al Hawwariyyun juga mengkoordinir penyaluran zakat dan hewan kurban di wilayah Kaki Merapi. Juga, mengkoordinir kegiatan 15 Taman Pendidikan Al Qur’an.

Metode pendidikannya dengan ceramah, diskusi dan latihan memecahkan masalah melalui metode taktis dan praktis. Selama pertemuan, dibiasakan metode dialogis.

Jumlah santri peserta diklat telah mencapai angka ribuan orang. Selain menyelenggarakan pendidikan di lingkungan pondok, pesantren ini juga sering menggelar diklat di luar pondok. Bahkan ke luar kota, seperti Bogor dan Jakarta. “Tidak sedikit pula sekelompok masyarakat mengundang kami datang ke rumah salah satu peserta dan proses diklat dilangsungkan di sana,” tambahnya.

Willi mengaku, sebelum menganut Islam, dia seorang petualang agama. Pernah dibaptis, beberapa kali mengikuti aliran kepercayaan serta nyantrik ke dukun untuk meguru ilmu kanuragan sudah tidak terhitung. “Dari petualangan itu, saya hanya mendapat kehampaan. Tidak ada ketenangan, bahkan yang ada hanya rasa cemas dan takut. Tapi, setelah mendalami Islam, hidup ini jadi tenang dan indah!” tuturnya



shadow_ - April 24, 2007 08:12 AM (GMT)

Franck Ribery : Menemukan Kedamaian Islam

Pesepakbola Prancis, Franck Ribery, punya kebiasaan baru sebelum merumput. Pemain muda berusia 23 tahun yang disebut-sebut sebagai calon pengganti Zinedine Zidane, ini, selalu menengadahkan tangan ke langit sebelum berlaga bersama Les Bleus di Piala Dunia. Dia berdoa layaknya seorang Muslim. Benarkah pemain termuda di tim Prancis ini seorang Muslim?

Kabar Ribery masuk Islam, menyeruak sejak awal tahun 2006. Kabar itu mula-mula dilansir L'Express. Majalah ini menyebut adanya pemain nasional Prancis yang secara teratur beribadah di masjid di selatan Marseille. Mingguan itu tak menyebut nama secara eksplisit, namun yang dimaksud adalah Ribery. Kendati aksi berdoanya di lapangan hijau telah menarik perhatian publik Prancis, Ribery yang merupakan pencetak gol pertama plus optimisme bagi Prancis saat melawan Spanyol, itu, tetap enggan mengemukakan keyakinan barunya itu secara terbuka. Gelandang kanan klab Olympique Marseille, ini, mengatakan keimanan barunya adalah perkara pribadi, tak perlu publikasi. 

Alhasil, sejumlah spekulasi pun bermunculan. Ada yang menyebut isteri Ribery yang asli Maroko memainkan peran penting terhadap perubahan Ribery. Ada pula yang menyebut perubahan itu terjadi sejak Ribery membantu klab Turkish Galatasary pada tahun 2005 lalu. Ribery memang setahun tinggal di negara berpenduduk mayoritas Muslim itu, dan membantu tim itu memenangi Piala Turki 2005. 

Tapi tak selamanya Ribery bisa diam. Baru-baru ini, dia bersedia diwawancarai majalah Paris Match. Apa katanya? ''Islam adalah sumber kekuatan saya di dalam maupun di luar lapangan,'' Dia menambahkan, ''Saya menjalani karier yang berat. Saya kemudian berketetapan hati untuk menemukan kedamaian. Dan akhirnya saya menemukan Islam.'' 


Yüklə 324,44 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin