Standar Kompetensi



Yüklə 0,65 Mb.
səhifə2/8
tarix02.08.2018
ölçüsü0,65 Mb.
#66232
1   2   3   4   5   6   7   8

2. Al-Hadits


Hadits menurut bahasa artinya "perkataan". Menurut istilah hadits ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan (taqrir) Nabi. Bersadarkan definisi tersebut, maka hadits dibagi menjadi 3 bagian yaitu hadits qouliyah (perkataan Nabi saw;), hadits fi'liyah (perbuatan Nabi saw;) dan hadits taqriri (katetapan Nabi saw;). Sedangkan menurut kwalitasnya hadits di bagi menjadi 2 bagian :

    1. Hadits maqbul (dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup hadits shoheh dan hadits hasan.

    2. Hadits mardud (tidak dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup hadits dhaif (lemah) dan hadits maudlu' (palsu).

Usaha seleksi diarahkan kepada 3 unsur hadits yaitu :

  1. Matan (isi hadits). Suatu isi hadits dapat dinilai baik apabila tidak bertentangan dengan Al-Qur'an, hadits lain yang lebih kuat, fakta sejarah dan prinsip-prinsip ajaran Islam.

  2. Sanad (persambungan antara pembawa dan penerima hadits).Sanad dapat dinilai baik apabila antara pembawa dan penerima benar-benar bertemu bahkan berguru.

  3. Rowi (orang yang meriwatkan hadits). Seorang dapat diterima haditsnya apabila memenuhi syarat-syarat :

    1. Adil yaitu orang Islam yang baligh dan jujur, tidak pernah berdusta dan membiasakan berbuat dosa.

    2. Afidh yaitu kuat hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang dapat dipertanggung jawabkan.

Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an, sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya : "Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah". (Al-Hasyr : 7)
Kedudukan dan Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam.


  1. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur'an.

Misalnya : Allah SWT, berfirman yang artinya : "Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta ". (al-Hajj:30). Kemudian firman Allah SWT, tadi dikuatkan oleh hadits yang artinya : "Awas! jauhilah perkataan dusta". (HR. Bukhori Muslim).

  1. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang masih bersifat umum.

Contoh: Allah SWT, berfirman yang artinya: "Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah dan daging babi". (Al-Maidah:3). Kemudian Rasulullah saw, menjelaskan bahwa ada bangkai yang boleh dimakan yaitu ikan dan belalang. Seperti sabda Nabi saw, yang artinya : "Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah, adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalang, sedang dua macam darah adalah hati dan limpha". (HR. Ibnu Majah).

  1. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al-Qur'an.

Misalnya cara menyucikan bejana yang dijilat anjing. Rasulullah saw, bersabda yang artinya : "Sucikanlah bejanamu yang dijilat anjing, dengan menyucikan sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah". (HR. Muslim).

3. Ijtihad


Ijtihad ialah berusaha keras atau bersungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya baik dalam Al-Qur'an maupun Al-Hadits, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum yang telah ditentukan. Ijtihad dapat dijadikan sebagai sumber hukum Islam yang ketiga. Landasannya berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Shahabat Nabi Saw Muadz ibn Jabal ketika diutus ke Yaman sebagai berikut :

Dari Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi Saw ketika mengutusnya ke Yaman, Nabi bertanya: “Bagaimana kamu jika dihadapkan permasalahan hukum? Ia berkata: “Saya berhukum dengan kitab Allah”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam kitab Allah” ?, ia berkata: “Saya berhukum dengan sunnah Rasulullah Saw”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam sunnah Rasul Saw” ? ia berkata: “Saya akan berijtihad dan tidak berlebih (dalam ijtihad)”. Maka Rasul Saw memukul ke dada Muadz dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah sepakat dengan utusannya (Muadz) dengan apa yang diridhai Rasulullah Saw”. (HR.Tirmidzi)


Hal yang demikian dilakukan pula oleh Abu Bakar ra apabila terjadi kepada dirinya perselisihan, pertama ia merujuk kepada kitab Allah, jika ia temui hukumnya maka ia berhukum padanya. Jika tidak ditemui dalam kitab Allah dan ia mengetahui masalah itu dari Rasulullah Saw,, ia pun berhukum dengan sunnah Rasul. Jika ia ragu mendapati dalam sunnah Rasul Saw, ia kumpulkan para shahabat dan ia lakukan musyawarah. Kemudian ia sepakat dengan pendapat mereka lalu ia berhukum memutus permasalahan.
Bentuk-bentuk Ijtihad.

  1. Ijma’, yaitu kesepakatan pendapat para ahli mujtahid dalam segala zaman mengenai hukum syari'ah. Misalnya: Kesepakatan para ulama dalam membukukan Al-Qur'an pada waktu kholifah Usman bin Affan.

  2. Qias, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu masalah yang tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang ada hukumnya karena eduanya terdapat persamaan illat (sebab-sebabnya). Misalnya: Menyamakan hukum minum bir dan wisky adalah haram diqiaskan dengan munum khamr yang sudah jelas hukumnya dalam Al-Qur'an.

  3. Istikhsan, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap masalah ijtihadiyah berdasarkan prinsip-prinsip kebaikan. Misalnya: Dokter laki-laki melihat aurot wanita yang bukan muhrimnya saat wanita tersebut akan melahirkan anaknya.

  4. Masholihul Mursalah, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu masalah ijtihadiyah atas dasar kepentingan umum. Misalnya: pengenaan pajak terhadap orang-orang kaya.



  1. HUKUM TAQLIFI


Pengertian.

Hukum taqlifi ialah khitab (titah) Allah SWT atau sabda Nabi Muhammad SAW yang mengandung tuntutan, baik perintah melakukan atau larangan. Hukum taqlifi ada lima bagian yaitu :



      1. Ijab, artinya mewajibkan atau khitab (firman Allah) yang meminta mengerjakan dengan tuntutan yang pasti.

      2. Nadab (anjuran), artinya menganjurkan atau khitab yang mengandung perintah yang tidak wajib dituruti.

      3. Karohah (memakruhkan) yaitu titah/ khitab yang mengandung larangan, tetapi tidak harus dijauhi.

      4. Ibahah (membolehkan), yaitu titah/khitab yang membolehkan sesuatu untuk diperbuat atau ditinggalkan.

Adapun yang berhubungan dengan hukum taqlifi antara lain :

  1. Mahkum ‘alaihi (yang dikenai hukum) ialah orang mukallaf yakni orang-orang muslim yang sudah dewasa dan berakal, dengan syarat ia mengerti apa yang dijadikan beban baginya. Orang gila, orang yang sedang tidur nyenyak, anak yang belum dewasa dan orang-orang yang terlupa tidak dikenai taklif (tuntutan). Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :



Artinya: “Pena itu telah diangkat (tidak dipergunakan untuk mencatat) amal perbuatan 3 orang : (1) orang yang tidur hingga ia bangun, (2) anak-anak hingga ia dewasa dan (3) orang gila hingga ia sembuh kembali”. (Hr. Ashabus Sunan dan Hakim)
Demikian pula orang yang lupa disamakan dengan orang yang tidur yang tidak mungkin mematuhinya apa yang ditaqlifkan.

  1. Hakim (yang menetapkan hukum) ialah Allah SWT dan yang memberitahukan hukum-hukum Allah SWT adalah para rasulNya. Dan sesudah seruan sampai kepada yang di tuju maka syariatnya menjadi hukum.

  2. Mahkum bihi (yang dibuat hukum) yaitu perbuatan mukallaf yang berhubungan (bersangkutan) dengan hukum yang lima yang masing-masing adalah :

        1. Yang berhubungan dengan ijab dinamai wajib.

        2. Yang berhubungan dengan nadab dinamai mandub/sunah.

        3. Yang berhubungan dengan tahrim dinamai haram.

        4. Yang berhubungan dengan karohah dinamai haram.

        5. Yang berhubungan dengan ibahah dinamai mubah.

Dari kelima hukum tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

  1. Wajib, ialah suatu yang harus dikerjakan dan pelakunya mendapat pahala, bila ditinggalkan maka pelakunya mendapat dosa. Adapun macam-macam wajib adalah sebagai berikut :

  • Wajib Syar’i yaitu suatu ketentuan yang apabila dikerjakan mendatangkan pahala dan bila tidak dikerjakan berdosa.

  • Wajib Aqli yaitu suatu ketetapan hukum yang harus diyakini kebenarannya karena masuk akal dan rasional.

  • Wajib ‘Aini yaitu suatu ketetapan yang harus dikerjakan oleh setiap muslim seperti : sholat 5 waktu, puasa bulan ramadhan, sholat jum’at dan lainnya.

  • Wajib kifayah yaitu suatu ketetapan apabila telah dikerjakan oleh sebagian muslim maka muslim yang lain terlepas dari kewajiban, seperti mengurus jenazah.

  • Wajib Mu’ayyanah yaitu suatu keharusan yang telah ditetapkan macam tindakannya seperti wajibnya berdiri dalam sholat bagi yang mampu.

  • Wajib mutlaq yaitu suatu kewajiban yang tidak ditentukan waktu pelaksanaan-nya, seperti membayar denda sumpah.

  • Wajib Aqli Nadzari yaitu kewajiban mempercayai suatu kebenaran dengan memahami dalil-dalilnya atau penelitian yang mendalam, seperti mempercayai eksistensi Allah SWT.

  • Wajib Aqli Dharuri yaitu kewajiban mempercayai suatu kebenaran dengan sendirinya tanpa dibutuhkan dalil-dalil tertentu.

    1. Haram, ialah sesuatu yang apabila dilakukan pelakunya mendapat dosa dan bila ditinggalkan pelakunya mendapat pahala. Dengan demikian secara sederhana dapat dikatakan bila ditinggalkan perbuatan itu pelakunya akan mendapat pahala dan bila dilaksanakan berdosa. Haram ada dua macam, yaitu:

a. Haram li-dzatihi, yaitu perbuatan yang diharamkan oleh Allah, karena bahaya tersebut terdapat pada perbuatan itu sendiri. Sebagai contoh makan bangkai, minum khamr, berzina, dll.
b. Haram li-ghairi/aridhi, yaitu perbuatan yang dilarang oleh syariat dimana adanya larangan tersebut bukan terletak pada perbuatan itu sendiri, tetapi perbuatan tersebut dapat menimbulkan haram li-dzatihi. Sebagai contoh jual beli memakai riba, melihat aurat wanita, dll

    1. Mubah, ialah sesuatu yang apabila dilakukan dan ditinggalkan tidak berdosa.

    2. Sunat atau Mandub, ialah sesuatu yang apabila dikerjakan pelakunya mendapat pahala dan bila ditinggalkan tak berdosa. Adapun macam-macam suant adalah sebagai berikut :

  • Sunat Muakkad yaitu sunat yang sangat dianjurkan, seperti sholat Idhul Fitri dan Idhul Adha.

  • Sunat Ghoiru Muakkad yaitu suant biasa seperti memberi salam.

  • Sunat Hae’at yaitu sunat yang sebaiknya dikerjakan seperti mengangkat tangan ketika takbir dalam sholat.

  • Sunat Ab’at yaitu perkara-perkara yang kalau terlupakan harus mengganti dengan sujud syahwi.

    1. Makruh, ialah sesuatu yang apabila dikerjakan pelakunya tidak berdosa tetapi bila ditinggalkan pelakunya mendapat pahala.


Kedudukan dan Fungsi Hukum Taqlifi.

Kedudukan hukum taqlifi dalam Islam adalah untuk mengetahui hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan amal perbuatan mukallaf, baik yang menyangkut wajib, sunat,haram, mubah, syah dan tidaknya suatu perbuatan. Disamping itu juga untuk memahami kaidah-kaidah yang dipergunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalil hukum yakni kaidah-kaidah yang menetapkan dalil hukum. Hukum-hukum tersebut bersumber dari Al-Qur’an, Hadits, Ijmak dan Qias.




  1. PENGERTIAN DAN HIKMAH IBADAH

Ibadah berasal dari kata ‘Abdun yang berarti hamba. Sedangkan arti secara harfiah adalah rasa tunduk, melakukan pengadian (penghambaan), merendahkan diri dan istikhanah. Jadi tugas yang paling esensial dari seorang hamba Tuhan adalah mengabdi dan beribadah kepadaNya. Secara terminologi ibadah ialah usaha mengikuti hukum-hukum dan aturan-aturan Allah SWT serta menjalankannya dalam kehidupan sesuai dengan perintahNya mulai dari aqil baligh sampai meninggal. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Adz-Dzariat : 56


Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (Adz-Dzariat : 56 )

Ibadah merupakan bagian integral dari syariah, apapun yang dilakukan manusia harus bersumber dari syaria’ah Allah SWT dan rasulNya.Ibadah tidak hanya sebatas menjalankan rukun Islam tetapi ibadah juga berlaku pada semua aktifitas duniawi yang didasari rasa ikhlas. Oleh karena itu ibadah terdapat 2 klasifikasi yaitu :



          1. Ibadah Khusus (ibadah mahdhah) yaitu ibadah yang langsung berhubungan kepada Allah SWT atau ibadah yang berkaitan dengan arkanul Islam seperti syahadat, sholat, puasa dan haji.

          2. Ibadah Amm/umum (ibadah ghoiru mahdhah) yaitu segala aktivitas yang titik tolaknya ikhlas dan ditujukan untuk mencapai ridho Allah SWT berupa amal shaleh.

Perbedaan antara ibadah khusus dan umum terletak pada perbedaan sebagaimana dinyatakan dalam ilmu Ushul Fiqh yang berbunyi : Bahwa ibadah dalam arti khusus semuanya dilarang kecuali yang diperintahkan dan di contohkan, sedang ibadah dalam arti umum semuanya dibolehkan kecuali yang dilarang.

Ibadah-ibadah lain yang berhubungan dengan rukun Islam antara lain :



        1. Ibadah badani (fisik) seperti : bersuci yang meliputi ; wudhu, mandi, tayamum, cara menghilangkan najis, istinjak dan semacamnya, adzan, iqomah, I’tikaf, do’a, membaca sholawat, tasbih, istighfar, khitan dan lain-lain.

        2. Ibadah Maliyah (harta) seperti : qurban, aqiqoh, wakaf, fidyah, hibah dan lain-lain.

        3. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan lainnya, seperti: jual beli, dagang, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, syirkah, simpanan, pengupahan, utang-piutang, wasiat, warisan dan lain-lain.

        4. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur seseorang dengan orang laindalam hubunga berkeluarga. Seperti : pernikahan, perceraian, pengaturan nafkah, penyusuan, pemeliharaan anak, pergaulan suami istri, meminang, khulu’, lian, dzihar, walimah, wasiat dan lain-lainnya.

        5. Jinayat, yaitu pengaturan yang menyangkut pidana, seperti : qishosh, diyat, kifarat, pembunuhan, zina, minuman keras, murtad, khianat dan lainnya.

        6. Siyasah, peraturan yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik), diantaranya: ukhuwah (persaudaraan), musyawarah, ‘adalah (keadilan), ta’awun (tolong-menolong), hurriyah (kebebasan), tasamuh (toleransi), takaful ijtimak (tanggung jawab social), zi’amah (kepemimpinan), pemerintahan dan lainnya.

        7. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi. Seperti : syukur, sabar tawadhu’, pema’af, tawakal, istiqomah, saja’ah, birrul walidain dan lainnya.

        8. Peraturan-peraturan lainnya, seperti: makanan, minuman, sembelihan, berburu, nadzar, pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, masjid, da’wah dan lainnya.

Adapun hikmah ibadah itu antara lain sebagai berikut :

          1. Untuk memelihara agama (hifzh ad-din), dengan cara menunaikan arkanul Islam, memelihara agama dari seranga musuh, memelihara jiwa yang fitri sehingga tidak kehilangan esensinya.

          2. Untuk memelihara jiwa (hifzh an-nafs) dengan cara memenuhi hak hidup masing-masing anggota masyarakat sesuai dengan aturan yang berlaku. Oleh karena itu perlu adanya hokum pidana (qishosh) terhadap orang yang melanggar ketentuan ini.(Q.S. Al-Maidah : 32, An-Nisa’ : 93, Al-Isra’ : 31, Al-An’am :151, Al-Baqoroh : 178-179).

          3. Untuk memelihara akal fikiran (hifzh al-‘aql) dengan cara menggunakan akal yang dimilikinya sebagaimana mestinya, seperti memikirkan kekuasaan Allah SWT tentang penciptaan dirinya, alam maupun yang lainnya serta menghindarkan dari perbuatan yang dapat merusak daya fikirnya seperti minum minuman keras, narkoba dan semacamnya. Uraian ini dapat dilihat pada surat Al-Maidah : 90, Yasin : 60-62, Al-Qoshosh : 60, Yusuf : 109 dan masih banyak lagi.

          4. Untuk memelihara keturunan (hifzh an-nasl) dengan cara mengatur pernikahan dan pelarangan pelecehan seksual seperti zina, kumpul kebo, homo seks, lesbian yang semuanya dapat merusak keturunan. Uraian ini dapat dilihat pada surat An-Nur : 2-9, Al-Isro’ : 32, Al-Ahzab : 49, At-Thalaq : 1-7, An-Nisa : 3-4.

          5. Untuk memelihara kehormatan harta benda (hifzh al-‘ird wal amwal) dengan cara mencari rizki yang halaluntuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengharamkan segala macam bentuk riba, perampokan, penipuan, pencurian, ghosob dan semacamnya. Rizki yang halal dapat berpengaruh terhadap kebersihan hati dan ikhlas menjalankan ibadah sebaliknya harta yang haram dapat mengakibatkan malas beribadah serta kekotoran hati. Hal ini dapat dilihat dalam surat An-Nur : 19-21, 27-29, Al-Hujurot : 11-12. Al-Maidah : 38-39, Ali Imron : 130 dan Al-Baqoroh : 188, 275-284.

Adapun yang termasuk ibadah mahdah (ibadah khusus) itu antara lain :



          1. Sholat

Menurut bahasa sholat berarti do'a. Sedang menurut istilah sholat ialah sistem peribadatan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul ikhrom dan diakhiri dengan salam berdasarkan atas syarat dan rukun tertentu. Sholat diwajibkan sebanyak 5 kali dalam sehari semalam. Perintah sholat diturunkan pada waktu isro' dan mi'raj Nabi Muhammad saw., setahun sebelum hijrah ke Madinah.

Sholat mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam agama Islam. Adapun kedudukan sholat dalam agama Islam adalah sebagai berikut :



  • Sholat Sebagai Tiang Agama.

Sholat mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi manusia yang bertaqwa kepada Allah swt. Rasulullah saw., bersabda :



Artinya : "Sholat adalah tiang agama, barang siapa yang mendirikan sholat berarti mendirikan agama, barang siapa yang meninggalkannya berarti ia telah menghancurkan agama". (HR. Baihaqi)

- Sholat Sebagai Amalan Ibadah Yang Pertama dan Utama.


Sholat adalah merupakan amalan ibadah yang pertama yang akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah swt., di hari kiamat . Rasulullah saw, bersabda :



Artinya : "Yang pertama kali dihisab dari amalan-amalan seorang hamba pada hari kiamat adalah sholat. Jika sholatnya baik maka baiklah seluruh amalnya. Dan jika sholatnya rusak maka rusak seluruh amalnya". (HR. Thabrani)

Pada hari hisab amal yang pertama dihisab adalah sholat. Bagi orang yang tak pernah sholat ia akan ditempatkan di neraka saqor dan bagi orang yang melalaikan sholat akan ditempatkan di neraka weil. Jika sholatnya seseorang baik maka seluruh amal baiknya akan mengikutinya, tetapi bila jelek sholatnya maka akan jelek amalnya.



- Sholat Sebagai Pembeda Mukmin dan Kafir. Rasulullah saw., bersabda :



Artinya :"Perbedaan antara seorang mukmin dengan seorang kafir adalah meninggalkan sholat". (HR. Muslim)
- Sholat Sebagai Rukun Islam Yang Ke Dua.

Sholat merupakan 5 sendi diantara kuatnya bangunan Islam. Kelimanya merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak bisa dipisahkan. Jika salah satu sendi itu rapuh maka akan mempengaruhi yang lain. Rasulullah saw., bersabda :





Artinya : "Islam dibangun di atas lima sendi yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikaan sholat, mengeluarkan zakat, melaksanakan ibadah haji dan berpuasa di bulan Ramadhan ". (HR. Bukhori Muslim dari ibnu Umar)
Sholat dalam Islam juga mempunyai beberapa hikmah. Adapun beberapa hikmah Sholat adalah sebagai berikut :

- Membiasakan nidup bersih.

Orang yang akan melaksanakan sholat terlebih dahulu harus suci dari hadas dan najis, pakaian dan tempatnya dan lain sebagainya. Dengan demikian sholat melatih seseorang agar cinta kebersihan. Rasulullah saw., bersabda :




Artinya :"Kebersihan itu adalah sebagian dari iman". (HR. Bukhori Muslim)

- Terbiasa Hidup sehat.

Seseorang diwajibkan berwudhu sebelum sholat. Kalau sholat 5 kali sehari ia berwudhu sebanyak 5 kali, berarti kesehatan seorang muslim akan terpelihara.



- Pembinaan Disiplin Waktu.

Melalui sholat tepat pada waktunya merupakan pembinaan disiplin waktu. Allah swt., menjelaskan kepada kita bahwa orang yang benar-benar berada dalam kerugian adalah orang yang yang tidak menghargai waktu sebagaimana dalam Al-Qur'an surat Al-Ashr .



- Melatih Kesabaran.

Orang yang bisa mendirikan sholat dengan benar akan menjadi kuat tekadnya dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan hidup, ia akan menjadi orang yang sabar. Allah swt., berfirman :





Artinya : " Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan sholat yang mereka tetap mengerjakan sholatnya". (Al-Ma'arij : 19 - 23 )
- Mengikat Tali Persaudaraan Sesama Muslim.

Sholat berjamaah dapat memupuk persaudaraan sesama muslim. Rasulullah saw., bersabda :



Artinya : "Orang mukmin dengan mukmin lainnya itu laksana bangunan, yang sebagian memper-kokoh bagian yang lainnya". ( HR. Bukhori Muslim )


- Mencegah Perbuatan Keji dan Mungkar.

Hikmah sholat yang paling utama adalah dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Orang yang bisa mendirikan sholat dengan baik, akan takut melakukan perbuatan keji dan jahat, dia akan merasa selalu diawasi oleh Allah swt. Firman Allah swt;





Artinya :"Dan dirikanlah sholat, sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar". (Al-Ankabaut : 45)

Yüklə 0,65 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin