TARBIYAH DZATIYAH
Dalam mengaplikasikan konsep menajemen waktu ini, Syaikh Jasim M Badr Al Muthawwi’ dalam kitab “Efisiensi Waktu Konsep Islam” memberikan arahan dalam mengalokasikan waktu secara efektif dan efesien yakni:
-
Berharokah secara terarah
Ini merupakan langkah awal putaran kehidupan yang dilalui memiliki nilai yang besar. Yakni adanya arah aktifitas pergerakan yang jelas, tujuan, target, sasaran, visi, misi, dan aplikasinya secara menyeluruh. Karena bisa jadi seseorang efisien waktunya yakni sibuk, banyak kegiatan dan sebagainya, namun tidak produktif. Ia belum bisa berusaha maksimal tapi hasilnya dikurangi usaha. Bila usaha maksimal tapi hasilnya minimal, maka ia tidak produktif. Karena ia tidak efektif dalam menggunakan waktunya.
Harokah yang terarah memberikan kerangka kiprah seseorang untuk memberikan manfaat yang lebih besar. Da’I yang bergerak secara jama’i dan tertata rapi akan lebih bermanfaat daripada yang infiradhi (individual). Keterarahan untuk mengubah keburukan kepada kebaikan. Sebab kebaikan yang tercecer, tidak terorganisir secara rapi.
Firman Allah “kam min fi-atin qaliilatin ghalabat fi-atan katsiiratan bi-idznillah…” maksudnya bahwa jumlah yang kecil bisa mengalahkan jumlah yang besar dengan izin Allah, dibutuhkan adanya penggabungan dan penataan kekuatan. “Fi-ah” berarti jumlah, kebersamaan dan keterpaduan.
Harokah adalah gerakan tertentu dan memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan yang lainnya. Harokah menurut Syaikh Jasim Badr Al Muthawwi’ adalah geraka terarah atas dasar ikhlas dijalan Allah, berjalan sesuai manhaj-Nya. Menurut Sayid Muhammad Nuh dalam kitab “Taujih Nabawi” ciri-ciri jamaah itu adalah:
-
Berorientasi kepada Allah semata dalam seluruh ucapan dan perilakunya. (QS Al An’am:162-163)
-
Loyalitas sepenuhnya kepada Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin (QS Al maidah: 55-56)
-
Memahami Islam dengan pemahaman yang menyeluruh, integral dan pertengahan (tidak melebihi atau berkekurangan) pada hal-hal tertentu. (QS Al Baqarah: 208-143).
-
Memfokuskan lebih banyak pada aspek kinerja produktif bukan pada teori semata. Yakni jama’ah yang aktif dan aplikatif.
-
Memiliki keunggulan dibandingkan sistem-sistem bikinan manusia, karena ia merujuk kepada manhaj Allah.
Bergabung aktif dalam pergerakan jamaah secara terarah sangat penting, karena:
-
Akan membantu seorang muslim menyibak potensi diri yang memilikinya. Sabda Nabi saw, “Mukmin itu adalah cermin bagi mukmin (lainnya).”
-
Berjamaah akan memperbaiki dan mendidik kepribadian seseorang menjadi lebih baik. Seperti kisah Salman ketika mengingatkan Abu Darda’ yang berlebihan dalam ibadah.
-
Mengarahkan potensi muslim pada awaliyah yang lebih berkualitas. Nilai amal secara berjamaah akan dilipatgandakan oleh Allah.
-
Menambah pengalaman dan latiha serta memperbaharui kreatifitas kerja. Dalam berjamaah akan tumbuh tukar pengalaman antar anggota.
-
Membangkitkan inovasi dalam jiwa dan mencegah rasa putus asa.
-
Mendapatkan pahala dan pertolongan Allah. Rasulullah saw bersabda, “Tangan Allah bersama jama’ah.” (HR Tirmidzi)
-
Mendukung tertunaikannya berbagai kewajiban yang tidak bisa dilaksanakan kecuali degan berjamaah. “Berjamaah adalah rahmat dan perpecahan adalah adzab.” (HR Ahmad)
Teladan harokah banyak dipaparkan dalam sejarah para sahabat Nabi saw dan salafus shalih. Para sahabat yang mengembang amanah da’wah tersebar diseluruh dunia sehingga mereka dimakamkan di daerah da’wahnya. Seperti Abu Ayyub Al Anshori dimakamkan di banten Konstantinopel, Ummu Haraan binti Milhan dimakamkan di Pulau Cyprus, Uqbah bin Amir dimakamkan di Mesir, Bilal bin Rabah Al Habsy dimakamkan di Damaskus, serta Sa’ad bin Abi Waqqash yang dimakamkan di negeri China.
Berharap secara terarah akan membentuk karakter muslim yang aktif. Ia senantiasa siap mengikuti pergerakan da’wah dan siap pula ditempatkan di manapun berada. Sebagaimana para sahabat Nabi tersebut.
-
Bergaul dengan masyarakat
Prinsip bergaul adalah untuk memberikan manfaat atau mengambil kemanfaatan positif. Bergaul adalah sunnah kauniyah dan fitrah basyariyah. Bergaul adalah keniscayaan setiap insan. Di dalamnya ada rambu-rambu yang mesti dipatuhi dan diamalkan.
Bergaul dengan hati
Sayidina Ali ra berkata, “Pergaulilah orang mukmin dengan hatimu dan pergaulilah orang yang rusak dengan akhlakmu.” Maksudnya bahwa sesama mukmin kita memiliki ta’liful qulub, pertalian hati. Kita mencurahkan jiwa dan perasaan kita ibaratnya satu tubuh. “Perumpamaan mukmin dalam cinta dan kasih sayang serta empatinya seperti satu tubuh. Bila ada sebagian perasaan sakit maka seluruh tubuh akan demam dan tidak bisa tidur.” Ini masuk dalam kategori mawaddah, yakni cinta karena pertalian iman. Suami istri yang satu iman dan satu visi akan dapat meraih mawaddah insya Allah.
Bergaul dengan akhlak mulia
Pergaulilah orang rusak dengan akhlak yang baik. Kita berikan keteladanan, tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa, tidak bertolong-menolong dalam dosa dan permusuhan. Makna “al-birr’ adalah kebaikan secara umum, humanis. Dalam mukmin saja, tetapi juga orang kafir. Seperti konsep “birrul walidain” dalam Islam. Berbuat baik kepada kedua orang tua adalah wajib, meskipun orang tuanya kafir. Seperti Ibrahim yang memperlakukan orang tuanya dengan gaulan kariman, perkataan yang mulia, dan memanggil bapaknya dengan panggilan hormat, yaa abatii…wahai bapakku.
Menjauhi dari masyarakat menurut Thalhah Al Quraisy merupakan suatu aib. Ia berkata, “Sesungguhnya aib terkecil yang menimpa seseorang ialah apabila ia hanya duduk-duduk saja di rumahnya.”
Karena bergaul dapat untuk menebarkan salam, menebarkan kebaikan dan rahmat. Sebagai sarana da’wah, mengajak manusia ke jalan Allah, bila hikma, nasihat yang baik dan diskusi yang lebih argumentatif. Adapun keutamaan da’wah jalan Allah, menunjukkan satu orang saja pada hidayah Allah akan mendapat pahala yang lebih baik daripada dunia dan seisinya.
Kriteria teman bergaul menurut Rasulullah ada dua. Teman yang baik seperti penjual minyak wangi. Pandai besi untuk menggambarkan teman yang buruk.
Dostları ilə paylaş: |