Tujuan saum ramadhan



Yüklə 128,22 Kb.
səhifə2/3
tarix09.03.2018
ölçüsü128,22 Kb.
#45248
1   2   3




Akhir dari pesan

______________________________

Dirangkum dan dituliskan kembali, dan mohon maaf apabila terdapat


kesalahan dan kekurangannya.

*nt*


SOEMADIPRADJA & TAHER
Advocates
Wisma GKBI, Level 9
Jl. Jendral Sudirman No.28
Jakarta 10210 - Indonesia
Phone No. (62-21) 574 0088
Fax No. (62-21) 574 0068

Wali Allah Dan Wali Syetan

  Pengertian Wali

Wali dalam konteks sebagai pelaku (fa’il) memiliki makna an-Nashir/Penolong ( fathul bayan fi maqasidil Qur’an, 2/101, Abu Thayib al-Bukhari). al-wali juga memiliki arti al muhibb (yang mencintai), ash-shadiq (teman/rekan), serta an-nashiir (pembela/pendukung) (Tartib qamus al-muhith IV/685, ath-Thahir Ali az-Zawi). Seseorang dikatakan sebagai wali terhadap yang lainnya dikarenakan kedekatannya, keta’atannya dan karena selalu mengikutinya.

Dengan demikian, wali Allah adalah orang yang selalu menurut dan mengikuti segala yang dicintai dan diridhai Allah, menjauhi dan membenci serta melarang dari apa yang telah dilarang oleh-Nya (al furqan baina auliya’ ar-Rahman wa auliya’ asy-syaithan 53-54, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah). Mereka mendapatkan petunjuk berupa dalil yang jelas dari Allah, tunduk kepada-nya serta menegakkan yang haq yaitu beribadah, berda’wah dan menolong agama Allah.

Setiap hamba yang bertakwa kepada Allah, setia, menaati-Nya, melaksanakan perintah-Nya serta menjauhi segala yang dilarang-Nya, maka dia adalah wali Allah. Mereka tidak merasakan takut di saat menusia merasa takut dan mereka tidak gentar di kala manusia merasa gentar nanti pada Hari Kiamat (al-qaul al jalil hal 36, Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Abdus Salam Khudlar)

Tanda-Tanda dan Sifat Wali Allah

   Beriman dan Bertakwa


Allah Subhannaahu wa Ta'ala telah berfirman menjelas tentang wali-Nya,
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa” (10 :62-63)  
   Mencintai Sesuatu yang Dicintai Allah dan Membenci Sesuatu yang Dibenci Allah
Rasulullah Shallallaahu Alaihi wa Sallam telah bersabda,
“Ikatan iman yang paling kokoh adalah menyintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR. At-Tirmidzi dan lainnya)  
   Memihak Kepada Sesama Mukmin dan Memusuhi Orang Kafir.
“Hai orang-orang yang beriman, jangan-lah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia”. (QS. 60 :1)  
   Senantiasa Mengikuti Syari’at yang Dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallaahu Alaihi wa Sallam , Lahir dan Batin.
Katakanlah: ”Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 3:31)

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah RasulNya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnah-nya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagi-mu) dan lebih baik akibatnya. (QS. 4:59)

Wali Allah memiliki tingkat yang berbeda antara satu dengan yang lain-nya, puncaknya adalah Rasulullah Shallallaahu Alaihi wa Sallam kemudian disusul para Nabi dan lebih khusus mereka yang mendapat predikat ulul azmi. Kemudian para shahabat terutama khulafaur rasyidin, selanjut-nya para pengikutnya menurut derajat ketakwaan masing-masing.
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Menge-tahui lagi Maha Mengenal” (QS. 49:13)

Di antara mereka ada yang sabiqun bil khairat (bersegera dan berlomba dalam kebaikan) dan ada pula yang muqtashid (orang yang hanya melaksanakan kewajiban dan meninggalkan yang haram ). Dan yang ma’shum atau terjaga dari kesalahan hanyalah para nabi dan rasul saja. Allah Subhannaahu wa Ta'ala telah berfirman mengabarkan ucapan para shahabat Nabi Shallallaahu Alaihi wa Sallam,

(Mereka berdo’a), “Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami”.(QS.2:286)
Dengan demikian untuk menentukan standar kebenaran, maka acuannya adalah Rasulullah Shallallaahu Alaihi wa Sallam, karena beliau adalah ma’shum.  
   Berpegang dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah
Firman Allah Subhannaahu wa Ta'ala,
“Sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendi-rikan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. (QS. 2:177)

Katakanlah, ”Ta’atlah kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul; dan jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban rasul hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, kewajiban kamu adalah apa yang dibebankan kepada-mu.Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tiada lain kewajiban rasul hanya menyampaikan (amanat Allah) dengan terang”. (QS. 24:54)  


   Selalu Bertaubat, Memohon Ampun dan Mengingat Allah
Dia menyadari, bahwa Allah adalah Maha Mengawasi dan Maha Menolong, sehingga hal ini akan mendorongnya untuk selalu melakukan kebaikan.

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan”. (QS.16:128)


Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS.24:31)  
   Selalu Menyadari akan Kelemahan, Kekurangan dan Kekhilafannya.
Sehingga hal itu mendorong untuk terus berlindung kepada Allah dari buruknya jiwa serta memohon curahan rahmat-Nya.
Sebagaimana tercermin di dalam do’a berikut ini.

“Ya Allah sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri dengan kezhaliman yang amat banyak, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau, maka ampunilah aku dengan pengampunan dari sisi-Mu dan kasihanilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Muttafaq ‘alaih, dari Abu Bakar Radhiallaahu Anhu)

Dia juga menyadari, bahwa setiap kebaikan yang ada pada dirinya adalah semata-mata berasal dari rahmat Allah, sedangkan yang selain itu adalah berasal dari diri sendiri.
“Barang siapa yang mendapatkan kebaikan, maka hendaklah ia memuji Allah, dan barang siapa mendapati selain yang demikian, maka janganlah mencela kecuali terhadap dirinya sendiri.”  
   Sabar, Berserah diri kepada Allah, Ridha dan Bersyukur Kepada-Nya.
Allah Subhannaahu wa Ta'ala berfirman,
“Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Rabbmu pada waktu pagi dan petang”. (QS. 40:55)
Firman-Nya yang lain,
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. 64:11)  
   Memahami Hakikat Segala Sesuatu.
Yaitu mengetahui, bahwa alam semesta ini diatur oleh Allah atas kehendak-Nya, kemudian hakikat tentang agama diatur oleh Allah berdasarkan keridhaan dan cinta-Nya.Maka tidak dibenarkan seseorang menjalankan agama berdasarkan perasaan atau kemauan pribadi masing-masing. Syariat bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang harus selalu menjadi bingkai amal ibadah seluruh umat, karena Nabi Muhammad Shallallaahu Alaihi wa Sallam membawa risalah Islam untuk seluruh bangsa jin dan manusia.
  Wali Syetan

Wali syetan adalah orang yang berpaling dari Al-Qur’an, mengingkari dan kufur kepadanya sehingga mereka dikeluarkan oleh syetan dari kebenaran menuju kebodohan, kesesatan dan kekafiran.


Allah Subhannaahu wa Ta'ala berfirman,
“Barangsiapa yang berpaling dari pe-ngajaran (Rabb) Yang Maha Pemurah (al-Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan), maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. 43:36)
Dalam ayat yang lain disebutkan,
Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang menge-luarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. 2:257)
Bahkan mereka semua terus dihasung oleh syetan untuk bermaksiat kepada Allah, dan apa yang mereka perbuat itu dihiasai oleh syaitan sehingga mereka merasa dalam kebenaran dan petunjuk.
Firman Allah Subhannaahu wa Ta'ala,
Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka meman-dang bagus apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka dan tetaplah atas mereka keputusan azab pada umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari jin dan manusia; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi.” (QS. 41:25)
“Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira, bahwa mereka mendapat petunjuk.” (QS. 7:30)

Penutup


Umat manusia digolongkan menja-di dua golongan yaitu hizbullah (kelompok Allah) dan hizbusy syaithan (kelompok syetan).Dan ukuran seseorang disebut sebagai wali Allah atau bukan adalah berdasar pada keta’atan-nya kepada Allah, al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallaahu Alaihi wa Sallam seutuhnya, lahir dan batin. Semakin taat seseorang berarti semakin dekat tingkat kewaliannya, dan semakin durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia semakin dekat dengan syetan yang menipunya. Kesaktian dan kejadian luar biasa yang terjadi pada seseorang bukanlah ukuran untuk menentukan karamah dari kewalian. Tetapi harus dilihat keta’atan dan kesesuaiannya dengan ajaran Islam.
Imam Asy-Syafi’i berkata, “... Jika kalian melihat seseorang berjalan di atas permukaan air atau melayang di udara, maka janganlah terpedaya dengannya hingga kalian cocokkan keadaannya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah”.
(Tafsir Ibnu Katsir I hal :116. QS.2:34 Cet. Darus Salam 1994. Lihat Syarah Aqidah Ath-Thahawiyah. hal:769)
(Waznin Mahfud)

TAUBAT DAN ISTIGHFAR


====================
A. Ayat-ayat tentang taubat :
Allah Ta'ala berfirman :
"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. " (Az-Zumar: 53),
"Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya sendiri,
kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. "(An-Nisa': 110).
"Dan Dia-lah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan
kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan. "(AsySyuura: 25).
"Orang-orang yang mengevjakan kejahatan kemudian bertaubat sesudah itu dan
beriman, sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah taubat yang disertai dengan iman
itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang "(Al-A'raaf: 153),
"Dan bertaubatlah Kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung. "(An- Nuur: 31).
"Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Al-lah dan memohon ampun
kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (A1-Maa'idah: 74).
"Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari
hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang?" (At- Taubah: 104).
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan
taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kama ke dalam Surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai. (At-Tahriim:8).
"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman,
beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar. (Thaaha: 82).
'Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain
daripada Allah?
Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
Mereka itu Balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan Surga yang
mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan
itulah sebaik-baik pahala orang-orangyang beramal. "(Ali Imraan: 135-136).
Firman Allah Ta 'ala:'Mereka ingatAllah, maksudnya mereka ingat keagungan
Allah, ingat akan perintah dan larangan-Nya, janji dan ancaman-Nya, pahala
dan siksa-Nya sehingga mereka segera memohon ampun kepada Allah dan mereka
mengetahui bahwasanya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain
daripada Allah.
Dan firman Allah Ta'ala:"Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu."
Yakni mereka tidak tetap melakukannya padahal mereka mengetahui hal itu
dilarang dan bahwa ampunan Allah bagi orang yang bertaubat daripadanya.
Dalam hadits disebutkan :
"Tidaklah (dianggap) melanjutkan (perbuatan keji) orang yang memohon ampun,
meskipun dalam sehari ia ulangi sebanyak 70 kali. " (HR. Abu Ya'la
Al-Maushuli, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Al-Bazzaar dalam Musnadnya, Ibnu
Katsiir mengatakan, ia hadits hasan; TafsiY Ibnu Katsir, 1/408).
B. Hadits-hadits tentang taubat :
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan memohonlah ampun
kepada-Nya. Sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari sebanyak 100 kali " (HR.
Muslim).
Demikianlah keadaan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam, padahal beliau telah
diampuni dosa-dosanya, baik yang lain maupun yang akan datang. Tetapi Rasul
shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba yang pandai bersyukur, pendidik
yang bijaksana, pengasih dan penyayang. Semoga shalawat dan salam yang
sempurna dilimpahkan Allah kepada beliau.
Abu Musa radhiallahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam :
"Sesungguhnya Allah membentangkan Tangan-Nya pada malam hari agar beutaubat
orang yang berbuat jahat di siang hari dan Dia membentangkan Tangan-Nya pada
siang hari agar bertaubat orang yang berbuat jahat di malam hari, sehingga
matahari terbit dari Barat (Kiamat). "(HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalkam bersabda:
"Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari Barat, niscaya Allah
menerima taubatnya. " (HR.Muslim)
Sebab jika matahari telah terbit dari Barat maka pintu taubat serta merta
ditutup.
Demikian pula tidak ada gunanya taubat seseorang ketika dia hendak meninggal
dunia. Allah berfirman :
"Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengeriakan
kejahatan (yang) hingga apabila datang ajar kepada seseorang di antara
mereka, (barulah) ia mengatakan: 'Sesungguhnya aku bertaubat sekarang .'
(An- Nisaa': 18)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama (nyawanya) belum
sampai di kerongkongan. " (HR· At-Tirmidzi, dan ia menghasan-kannya).
Karena itu setiap muslim wajib bertaubat kepada Allah dari segala dosa dan
maksiat di setiap waktu dan kesempatan sebelum ajal mendadak menjemputnya
sehingga ia tak lagi memiliki kesempatan, lalu baru menyesal, meratapi atas
kelengahannya. Dan sungguh, tak seorang pun meninggal kecuali ia menyesal.
Jika dia orang baik, maka ia menyesal mengapa dia tidak memperbanyak
kebaikannya, dan jika ia orang jahat maka ia menyesal mengapa ia tidak
bertaubat, memohon ampun dan kembali kepada Allah.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa senantiasa beristighfar, niscaya Allah menjadikan untuk setiap
kesedihannya kelapangan dan untuk setiap kesempitannya jalan keluar, dan
akan diberi-Nya rezki dari arah yang tiada disangka-sangka. " (HR. Abu Daud)
(Lihat kitab Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 172-178 )
Imam Al-Auza'i ditanya: "Bagaimana cara beristighfar? Beliau menjawab:
"Hendaknya mengatakan : "Astaghfirullah, astaghfirullah. " Artinya, aku
memohon ampunan kepada Allah.
Anas radhiallahu 'anhu meriwayatkan, aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, Allah berfirman :
"Allah Ta'ala berfirman:"Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau memohon
dan mengharap kepadaKu, niscaya Aku ampuni dosa-dosamu yang lalu dan Aku
tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu sampai ke awan langit,
kemudian engkau memohon ampun kepadaku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku
tidak peduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang kepadaku
dengan dosa-dosa sepenuh bumi dan kamu menemuiKu dalam keadaan tidak
menyekutukanKu dengan sesuatu pun, niscaya Aku datangkan untukmu ampunan
sepenuh bumi (pula). " (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan),
Dalam hadits di atas disebutkan tiga sebab mendapatkan ampunan :
Berdo'a dengan penuh harap.
Beristighfar, yaitumemohon ampu"an kepadaAllah.
Merealisasikan tauhid, dan memurnikannya dari berbagai bentuk syirik, bid'ah
dan kemaksiatan. Hadits di atas juga menunjukkan luasnya rahmat Allah,
ampunan, kebaikan dan anugerah-Nya yang banyak.
Perbedaan Islam dan Tasawwuf (4/4)

Wali Allah menurut Al-Quran

Wali  Allah  menurut Al-Quran tidak seperti  yang  digambarkan oleh  orang tasawwuf. Tetapi wali Allah yaitu  orang-orang yang beriman  dan  bertaqwa, seperti yang ditegaskan Allah  SWT  dalam firmanNya:

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada  kekhawatiran  terhadap mereka dan tidak (pula) mereka  bersedih  hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa. Bagi mereka  berita  gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akherat." (QS Yunus/ 10: 62, 63, 64).

Dimaksudkan dengan wali-wali Allah dalam ayat ini ialah orang-orang  mukmin dan mereka selalu bertaqwa,  sebagai  sebutan bagi  orang-orang yang membela agama Allah, dan orang-orang  yang menegakkan hukum-hukumNya di tengah-tengah masyarakat, dan  sebagai lawan kata dari orang-orang yang memusuhi agamaNya,  seperti orang-orang musyrikin dan orang kafir.

Dikatakan  tidak ada kekhawatiran bagi mereka,  karena  mereka yakin  bahwa janji Allah pasti akan datang,  dan  pertolonganNya tentu  akan  tiba, serta petunjukNya tentu membimbing  mereka  ke jalan yang lurus. Dan apabila ada bencana menimpa mereka,  mereka tetap bersabar menghadapi dan mengatasinya dengan penuh ketabahan dan tawakkal kepada Allah.



Dan  tidak pula gundah hati, karena mereka telah meyakini  dan rela  bahwa segala sesuatu yang bersangkut paut dengan  alam  dan seluruh  isinya tunduk dan patuh di bawah hukum-hukum  Allah  dan berada  dalam  genggamanNya. Mereka tidak gundah  hati  lantaran berpisah  dengan dunia, karena kenikmatan yang akan diterima  di akherat adalah kenikmatan yang lebih besar. Dan mereka takut akan menerima adzab Allah di hari pembalasan, karena mereka dan  seluruh  hatinya telah dibaktikan kepada agama  menurut  petunjukNya. Mereka  tidak  merasa kehilangan sesuatu  apapun,  karena  telah mendapatkan petunjuk yang tak ternilai besarnya.

Kemudian daripada itu Allah SWT menjelaskan siapa yang  dimaksud dengan wali-wali Allah yang berbahagia itu, dan apakah sebabnya  mereka itu demikian. Penjelasan yang didapat di  dalam  ayat ini; wali itu ialah orang-orang yang beriman dan selalu bertaqwa. Dimaksud  beriman di sini ialah orang yang beriman kepada  Allah, kepada  malaikatNya, kepada kitab-kitabNya,  kepada  Rasul-rasul-Nya, dan kepada hari qiyamat, dan segala kepastian yang baik  dan yang  buruk semuanya  dari Allah, serta  melaksanakan  apa  yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang beriman. Sedang yang dimaksud dengan bertaqwa ialah memelihara diri dari segala tindakan yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah, baik  hukum-hukum Allah yang mengatur tata alam semesta, ataupun hukum syara'  yang mengatur tata hidup manusia di dunia.

Sesudah itu Allah SWT menjelaskan bahwa mereka mendapat khabar gembira, yang mereka dapati di dalam kehidupan mereka di dunia dan  kehidupan  mereka di akherat. Khabar  gembira  yang  mereka dapati  ini,  ialah khabar gembira yang telah  dijanjikan  Allah melalui  Rasul-Nya. Khabar gembira yang mereka dapatkan di  dunia seperti kemenangan yang mereka peroleh di dalam menegakkan  kalimat Allah, kesuksesan hidup lantaran menempuh jalan yang  benar, harapan  yang diperoleh sebagai khalifah di dunia, selama  mereka tetap berpegang kepada hukum Allah dan membela  kebenaran  agama Allah  akan mendapat husnul khatimah. Adapun khabar gembira  yang akan  mereka  dapati di akherat yaitu selamat  dari kubur,  dari sentuhan api neraka dan kekalnya mereka di surga 'Adn.  (Al-Quran dan Tafsirnya, Depag RI, 1985/1986, juz 11, halaman 418-419).

Ada orang yang mengatakan, bahwa wali Allah itu orang keramat, dapat mengerjakan perkara-perkara yang ajaib dan  aneh,  seperti berjalan  di  atas air, dapat menerka yang dalam hati  orang  dan sebagainya. Maka yang demikian itu, bukanlah menurut istilah  Al-Quran,  melainkan menurut istilah orang tasauf. Bahkan  ada  juga yang  disebut wali Allah, orang yang kurang akalnya,  dan  ganjil perbuatannya.  (Prof  Dr H Mahmud Yunus, Tafsir Quran  Karim,  PT Hidakarya Agung  Jakarta, cetakan ke-27, 1988M/  1409H,  halaman 300).

Jelaslah bedanya, antara wali Allah menurut Al-Quran, dan wali Allah menurut orang tasawwuf atau shufi. Orang yang kurang  akalnya  dan ganjil perbuatannya pun disebut wali, itu jelas di  luar ajaran Al-Quran.

Mafhum  mukhalafahnya (pengertian tersiratnya), ketika  orang-orang  justru mengangkat-angkat orang model terakhir itu  sebagai wali  dan  dihormati, bahkan dijadikan pemimpin  yang  menentukan urusan  orang  banyak, boleh diduga keras bahwa  orang-orang  itu memang  telah lari dari Al-Quran. Dan itulah  sebenarnya bencana bagi  ummat Islam. Namun anehnya, di khutbah-khutbah Jum'at  atau di pengajian pun diserukan oleh para khatib --yang  model  itu-- untuk bersyukur kepada Allah SWT atas telah dipilihnya orang yang mereka anggap wali --padahal sebenarnya sama sekali bukan-- itu.

Ya Allah, tunjukilah hamba-hambaMu yang lemah ini, agar tidak terseret oleh ocehan mereka yang sangat jauh dari ajaranMu itu.

4. Aqidah Shufi Mengenai Surga dan Neraka:

Mayoritas  orang  shufi (menurut Abdur  Rahman  Abdul  Khaliq, semuanya) berkeyakinan bahwa menuntut surga merupakan suatu  aib besar.  Seorang wali tidak boleh menuntutnya (mencari surga)  dan barangsiapa menuntutnya, dia telah berbuat aib.

Menurut  mereka, yang patut dituntut adalah al-fana' (menghancurkan  diri  dalam proses untuk menyatu dengan Allah  SWT)  yang mereka  klaim (dakwakan) terhadap Allah, dan  melihat  keghaiban, dan mengatur alam... Inilah surga orang shufi yang mereka klaim.

Adapun  mengenai neraka, orang-orang shufi  berkeyakinan  juga bahwa lari darinya itu tidak layak bagi orang shufi yang  sempurna. Karena takut terhadap neraka itu watak budak dan bukan orang-orang  merdeka.  Di antara mereka ada yang berbangga  diri  bahwa seandainya ia meludah ke neraka pasti memadamkan neraka,  seperti kata  Abu Yazid al-Busthami (Parsi, w. 261H/ 874M).   Dan   orang
shufi yang berkeyakina dengan Wahdatul  Wujud (menyatu  dengan Tuhan),  di antara mereka ada yang mempercayai bahwa  orang-orang yang memasuki neraka akan merasakan kesegaran dan  keni'matannya, tidak kurang dari keni'matan surga, bahkan lebih. Inilah pendapat Ibnu Arabi dan aqidahnya. (Fadhoihus Shufiyyah, hal 46).  Seperti disebutkan dalam buku Ibnu Arabi, Fushushul Hukm.

Orang  jahil  di  masa kita sekarang  kadang  menyangka  bahwa aqidah mengenai surga (model shufi) ini adalah aqidah yang  tinggi,  yaitu manusia menyembah Allah tidak mengharapkan  surga  dan tidak takut neraka. Ini tidak diragukan lagi (jelas)  menyelisihi aqidah kita yang terdapat di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Allah telah mensifati keadaan para nabi dalam ibadah mereka bahwa:

Mereka  berdo'a  kepada Kami dengan harap  (roghoban)  dan  takut (rohaban). Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu'." (QS  Al-Anbiyaa': 90).

Ar-roghob  yaitu  mengharapkan surga Allah  dan  keutamaanNya, sedang ar-rohab yaitu takut dari siksaNya, padahal para nabi  itu mereka  adalah sesempurna-sempurnanya manusia  (segi)  aqidahnya, keimanannya, dan keadaannya.            



Yüklə 128,22 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin