Top of Form
Bottom of Form
Kiat konyol Siap bobok :D
Bagikan
30 Maret 2010 jam 10:02 | Sunting Catatan | Hapus
Punya masalah mematuhi aturan bangunan pagi ortu? Ketimbang kamu kena siram air gara-gara susah bangun, sebelum tidur persiapkan semuanya dengan baik. Ini dia tiga butir kiat konyol siap bobok dari detEksi:
1) Beker bom waktu. Alarm di handphone biasanya udah nggak mempan buat si jago molor. Makanya, sambungin alarmmu ke bahan peledak. Begitu jam bangun datang, duar! kamu pasti bisa bangun.
2) Paduan suara. Beli banyak ayam, lalu ajari mereka baik-baik untuk paduan suara. Ketika waktu bangun tidurmu datang, minta ayam-ayam itu yang membangunkan.
3) Minum air. Sebelum tidur, minum air putih tiga gentong. Pasti, pagi harinya kamu jadi pengin cepet bangun karena kebelet buang air kecil. (art/azz)
Top of Form
Bottom of Form
MISTERI MALAM HARI.........
Malam hari dijadikan oleh Allah Ta’ala gelap gulita dan siang dijadikanNya terang benderang. Maka malam adalah lawan siang karena gelap adalah lawannya terang. Malam hari sebagaimana disinggung dalam beberapa dalil, baik dari ayat maupun hadits identik dengan kejahatan. Kadangkala sering dinisbatkan sebagai simbol kekuatan syetan. Ini karena syetan memang suka dengan kegelapan, suka dengan kejahatan, sedangkan Allah Ta’ala adalah Nur, Pemberi petunjuk dan cahaya.
Allah Ta’ala berfirman, artinya, Katakanlah, “Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”. (QS. al-Falaq:1-5)
Dalam ayat ini Allah Ta’ala mengajarkan kepada kita agar berlindung kepadaNya dari berbagai macam kejahatan, salah satunya adalah kejahatan malam jika telah gulita dengan berdoa/berdzikir di waktu sore, termasuk di antaranya membaca surat al-Falaq, dan juga agar membawa masuk anak-anak ke rumah ketika menjelang Maghrib. Di antara sebabnya karena menjelang waktu malam inilah syetan-syetan bergentayangan, mengganggu anak-anak Adam.
Tidaklah seseorang melihat sesuatu yang mereka sebut dengan “hantu” (yang benar adalah penampakan jin), kecuali mayoritasnya terjadi pada malam hari. Jin seringkali muncul dengan wujud menyeramkan di tempat-tempat yang dianggap angker oleh masyarakat. Di masa lalu, pada saat orang masih menggunakan kuda sebagai alat transportasi, maka kuda tersebut akan ketakutan ketika terjadi penampakan jin/ syetan dan menjadi sebab jatuhnya si pengendara. Sama halnya jika penampakan jin itu terjadi di masa ini, ketika orang menggunakan mobil atau motor sebagai kendaraan, maka tentu membuat kaget pengemudi, sehingga bisa lepas kontrol dan terjadi kecelakaan.
Tapi bukan namanya syetan kalau tidak menghendaki yang buruk dan jahat. Seperti halnya menakut-nakuti manusia ketika melewati suatu tempat, sehingga akhirnya mereka mau melakukan sesuatu yang menyimpang dari ajaran Allah Ta’ala. Sebab dengan adanya kecelakaan atau bahkan kematian, manusia akan berpikir untuk mencari cara agar selamat dan terhindar dari musibah. Maka dari sini masuklah perangkap besar syetan. Orang yang sudah dalam kondisi cemas dan takut ini jika lemah iman akan semakin takut, sehingga akhirnya memohon agar si penunggu jalan tersebut tidak mengganggu lagi. Caranya dengan memberikan berbagai macam sesajen, makanan, bunga, dan lain sebagainya. Sebuah kesuksesan besar yang dicapai oleh syetan untuk menjerumuskan manusia.
Maling Beroperasi
Pencuri alias maling biasanya beroperasi di malam hari, walaupun di zaman ini ada juga maling nekad yang beroperasi di siang hari, tapi itu sangat jarang. Mereka memilih waktu malam untuk melancarkan aksinya karena malam hari itu gelap, dan pada umumnya orang-orang sedang istirahat. Begitu juga jika dia kepergok, tentu tidak seberapa tampak wajahnya, apalagi jika menggunakan penutup wajah. Ini jelas sekali merupakan dampak dari kejahatan waktu malam, yang dapat mengaburkan penglihatan orang untuk melihat apa atau siapa pelaku yang sebenarnya.
Allah Ta’ala sudah menetapkan jatah waktu bagi manusia untuk beraktivitas dan istirahat, di antaranya dengan menjadikan malam waktu istirahat dan siang waktu bekerja. Jika ini dibalik artinya bertentangan dengan kodrat dan hikmah Allah Ta’ala menciptakan waktu malam dan siang. Kita tentunya tidak mengatakan haramnya bekerja di waktu malam, namun hanya ingin menekankan bahwa potensi terjadinya kejahatan di waktu malam itu sangatlah besar. Orang yang melakukan pekerjaan halal saja sangat mungkin terjebak dalam perangkap syetan jika itu dilakukan pada malam hari.
Contoh kecilnya adalah para penjual buah, atau sayuran atau barang-barang lainnya, sepatu, sandal, tas. Ini semua adalah pekerjaan halal, namun ketika dia berjualan pada waktu malam bisa jadi akan tergiur untuk melakukan penipuan. Anda bisa jadi adalah salah satu dari korban mereka. Anda membeli buah atau barang yang kelihatannya bagus, namun ternyata setelah sampai rumah atau esok harinya baru ketahuan bahwa dagangan tersebut adalah cacat. Ya intinya pada waktu malam orang-orang jahat sangat memiliki peluang besar untuk melakukan kejahatan dengan memanfaatkan kelengahan sang korban, entah maling entah perampok, atau penjual yang curang dalam jual beli dan lain sebagainya.
Waktu Transaksi Haram [b/]
Pernahkan anda mendengar cerita tentang pesta narkoba, pesta sex dan yang semisalnya? Coba anda perhatikan! Bukankah pekerjaan syetan tersebut digelar di waktu malam, di saat gelap, di saat orang tidak bisa melihat dengan jelas, di saat sebagian besar manusia sedang beristirahat? Mereka memilih waktu malam, karena mereka tahu bahwa perbuatan itu adalah perbuatan dosa, perbuatan maksiat, yang kalau dilakukan pada waktu siang akan mendapatkan banyak hambatan dan rintangan. Maka kita dapati pula para penjual minuman keras, bandar narkoba biasanya beroperasi di malam hari. Demikian juga dengan para usernya (pemakai), mereka umumnya melakukan transaksi dan mengonsumsinya juga di waktu malam.
Belum lagi kalau kita melihat bentuk-bentuk transaksi lainnya, tempat-tempat hiburan, misalnya. Diskotik, bar, billiard, tempat-tempat perjudian dan lain sebagainya, maka hampir kita pastikan mayoritasnya beroperasi di malam hari. Apalagi dunia malam sekarang ini merupakan sebuah komoditas yang menghasilkan omset luar biasa nan menggiurkan. Ada memang yang hanya sekedar mencari hiburan, membuang rasa suntuk, dan lain sebagainya, namun tidak sedikit yang benar-benar melakukan aktivitas-aktivitas yang sarat dengan maksiat.
Memang begitulah iblis menjebak, memang seperti itu lingkaran syetan berputar. Manusia dijanjikan dengan kenikmatan dunia, narkotik yang membuat ‘ngefly’, minuman keras yang memberikan kedamaian, disko yang membuat badan jadi bugar, perjudian yang menjanjikan harta melimpah. Benar-benar kejayaan syetan dan bala tentaranya, dan semuanya terjadi pada malam hari, malam syetan berpesta pora, malam mereka mencari teman sebanyak-banyaknya.
[b]Kejahatan Saudara Yusuf ‘Alaihis Salam
Kisah tentang perlakuan saudara-saudara Yusuf ‘alaihis salam merupakan salah satu bukti dan saksi tentang jahatnya prilaku di waktu malam. Mereka lemparkan Yusuf ke dalam sumur, mereka buat sebuah sandiwara bahwa Yusuf dimakan serigala dan mereka sobek serta lumuri baju Yusuf dengan darah. Namun perlu diingat, bahwa mereka tidak langsung pulang ke rumah, tapi menunggu malam tiba. Hal ini, menurut penjelasan Syaikh Abu Bakr al-Jazairi dalam ‘Aisar’nya, karena malam hari itu waktu yang tepat untuk berpura-pura, melakukan kemunafikan. Mereka memilih waktu malam untuk pulang karena hari sudah gelap, sehingga ayah mereka tidak dapat melihat dengan jelas ketika mereka sedang berpura-pura menangis. Subhanallah, benar-benar Allah Ta’ala menciptakan malam hari sebagai tanda kekuasaanNya, benar-benar ada hikmah yang besar yang dapat kita petik.
Tak salah memang kalau malam hari juga merupakan simbol kemunafikan, sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Bahwasanya shalat yang paling berat dikerjakan oleh orang-orang munafik adalah shalat Isya’ dan Shubuh. Sekiranya mereka mengetahui (besarnya pahala) di dalamnya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dalam keadaan merangkak.” (Muttafaq ‘alaih).
Zhuhur masih siang, Ashar baru sore, dan Maghrib belum begitu gelap, kalau tidak muncul gak enak. Nah kalau sudah Isya’ dan Shubuh itu waktu gelap, karena pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam belum ada lampu, sehingga orang-orang munafiq mengira bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak tahu ketidak hadiran mereka ke masjid. Maka ini adalah waktu yang tepat bagi mereka untuk tidak shalat. Jadi benarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengindikasikan kemunafikan untuk orang yang tidak hadir dalam shalat Isya dan Shubuh.
Jam Kerja Tukang Sihir dan Dukun
Santet, teluh, sihir dan perdukunan banyak dilakukan di malam hari, ketika sang korban sedang lengah dan ketika syetan-syetan sedang berpesta pora. Tatkala Allah Ta’ala memerintahkan kita berlindung dari kejahatan malam, maka Dia melanjutkan perintah tersebut dengan mohon perlindungan dari kejahatan wanita-wanita penyihir yang meniup pada buhul-buhul tali. Ini menunjukkan kaitan yang sangat erat antara kegelapan malam dengan praktek perdukunan, santet atau pun teluh.
Hanya mukmin sejatilah yang mengisi waktu malam menurut petunjuk Ilahi, malam hari sebagai kesempatan memperteguh iman, sarana melatih keikhlasan, waktu perenungan dan muhasabah, beristighfar dan mempersiapkan diri untuk menjemput ajal. Dan menurut penjelasan dalil yang shahih, waktu malam yang utama adalah pada sepertiga akhir. Olehkarena itu terdapat anjuran dari Nabi agar bersegera tidur selepas shalat Isya’ dan tidak begadang tanpa suatu keperluan. Wallahu a’lam. [alsofwah/kholif]
Top of Form
Bottom of Form
Surat Dari Seorang Ibu
Surat ini benar-benar menyentuh hati saya. ketika membaca tulisan ini saya merasa trenyuh dan larut dalam suasana haru. Terbayang wajah ibu saya, yang telah melahirkan, mendidik, dan membesarkan dengan penuh kasih sayang. Ibu adalah yang terbaik bagiku. Tak pernah ada kata tidak untuk kami anak-anaknya ketika meminta sesuatu. Semoga Allah membalas kebaikan ibu dengan pahala yang besar. Semoga Allah senantiasa membimbing dan memberi petunjuk kepada saya untuk selalu memperlakukan ibu dengan baik serta mengasihinya sebagaimana ibu mengasihi kami, anak-anaknya.
Robbigh firlii waliwaalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii soghiiroo
Silahkan dibaca …………..
Assalamu’alaikum,
Segala puji Ibu panjatkan kehadirat Allah ta’ala yang telah memudahkan Ibu untuk beribadah kepada-Nya. Shalawat serta salam Ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Amin…
Wahai anakku,
Surat ini datang dari Ibumu yang selalu dirundung sengsara… Setelah berpikir panjang Ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri. Setiap kali menulis, setiap kali itu pula gores tulisan terhalang oleh tangis, dan setiap kali menitikkan air mata setiap itu pula hati terluka…
Wahai anakku!
Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak! Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau remas kertas ini lalu engkau merobeknya, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati dan telah engkau robek pula perasaanku.
Wahai anakku… 25 tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku. Suatu ketika dokter datang menyampaikan kabar tentang kehamilanku dan semua ibu sangat mengetahui arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi…
Semenjak kabar gembira tersebut aku membawamu 9 bulan. Tidur, berdiri, makan dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu.
Aku mengandungmu, wahai anakku! Pada kondisi lemah di atas lemah, bersamaan dengan itu aku begitu grmbira tatkala merasakan melihat terjangan kakimu dan balikan badanmu di perutku. Aku merasa puas setiap aku menimbang diriku, karena semakin hari semakin bertambah berat perutku, berarti engkau sehat wal afiat dalam rahimku.
Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah saat itu, ketika fajar pada malam itu, yang aku tidak dapat tidur dan memejamkan mataku barang sekejap pun. Aku merasakan sakit yang tidak tertahankan dan rasa takut yang tidak bisa dilukiskan.
Sakit itu terus berlanjut sehingga membuatku tidak dapat lagi menangis. Sebanyak itu pula aku melihat kematian menari-nari di pelupuk mataku, hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia. Engkau pun lahir… Tangisku bercampur dengan tangismu, air mata kebahagiaan. Dengan semua itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku padamu semakin bertambah dengan bertambah kuatnya sakit. Aku raih dirimu sebelum aku meraih minuman, aku peluk cium dirimu sebelum meneguk satu tetes air yang ada di kerongkonganku.
Wahai anakku… telah berlalu tahun dari usiamu, aku membawamu dengan hatiku dan memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Saripati hidupku kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu.
Harapanku pada setiap harinya; agar aku melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat adalah celotehmu dalam meminta sesuatu, agar aku berbuat sesuatu untukmu… itulah kebahagiaanku!
Kemudian, berlalulah waktu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Selama itu pula aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai, menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti, dan menjadi pekerjamu yang tidak pernah mengenal lelah serta mendo’akan selalu kebaikan dan taufiq untukmu.
Aku selalu memperhatikan dirimu hari demi hari hingga engkau menjadi dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis yang telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu. Tatkala itu aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan demi mencari pasangan hidupmu.
Semakin dekat hari perkawinanmu, semakin dekat pula hari kepergianmu. saat itu pula hatiku mulai serasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka, tangis telah bercampur pula dengan tawa. Bahagia karena engkau mendapatkan pasangan dan sedih karena engkau pelipur hatiku akan berpisah denganku.
Waktu berlalu seakan-akan aku menyeretnya dengan berat. Kiranya setelah perkawinan itu aku tidak lagi mengenal dirimu, senyummu yang selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihan, sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam. Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam yang hening, dengan dedaunan yang berguguran. Aku benar-benar tidak mengenalmu lagi karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku.
Terasa lama hari-hari yang kulewati hanya untuk ingin melihat rupamu. Detik demi detik kuhitung demi mendengarkan suaramu. Akan tetapi penantian kurasakan sangat panjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk melihat dan menanti kedatanganmu. Setiap kali berderit pintu aku manyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu. Setiap kali telepon berdering aku merasa bahwa engkaulah yang menelepon. Setiap suara kendaraan yang lewat aku merasa bahwa engkaulah yang datang.
Akan tetapi, semua itu tidak ada. Penantianku sia-sia dan harapanku hancur berkeping, yang ada hanya keputusasaan. Yang tersisa hanyalah kesedihan dari semua keletihan yang selama ini kurasakan. Sambil menangisi diri dan nasib yang memang telah ditakdirkan oleh-Nya.
Anakku… ibumu ini tidaklah meminta banyak, dan tidaklah menagih kepadamu yang bukan-bukan. Yang Ibu pinta, jadikan ibumu sebagai sahabat dalam kehidupanmu. Jadikanlah ibumu yang malang ini sebagai pembantu di rumahmu, agar bisa juga aku menatap wajahmu, agar Ibu teringat pula dengan hari-hari bahagia masa kecilmu.
Dan Ibu memohon kepadamu, Nak! Janganlah engkau memasang jerat permusuhan denganku, jangan engkau buang wajahmu ketika Ibu hendak memandang wajahmu!!
Yang Ibu tagih kepadamu, jadikanlah rumah ibumu, salah satu tempat persinggahanmu, agar engkau dapat sekali-kali singgah ke sana sekalipun hanya satu detik. Jangan jadikan ia sebagai tempat sampah yang tidak pernah engkau kunjungi, atau sekiranya terpaksa engkau datangi sambil engkau tutup hidungmu dan engkaupun berlalu pergi.
Anakku, telah bungkuk pula punggungku. Bergemetar tanganku, karena badanku telah dimakan oleh usia dan digerogoti oleh penyakit… Berdiri seharusnya dipapah, dudukpun seharusnya dibopong, sekalipun begitu cintaku kepadamu masih seperti dulu… Masih seperti lautan yang tidak pernah kering. Masih seperti angin yang tidak pernah berhenti.
Sekiranya engkau dimuliakan satu hari saja oleh seseorang, niscaya engkau akan balas kebaikannya dengan kebaikan setimpal. Sedangkan kepada ibumu… Mana balas budimu, nak!? Mana balasan baikmu! Bukankah air susu seharusnya dibalas dengan air susu serupa?! Akan tetapi kenapa nak! Susu yang Ibu berikan engkau balas dengan tuba. Bukankah Allah ta’ala telah berfirman, “Bukankah balasan kebaikan kecuali dengan kebaikan pula?!” (QS. Ar Rahman: 60) Sampai begitu keraskah hatimu, dan sudah begitu jauhkah dirimu?! Setelah berlalunya hari dan berselangnya waktu?!
Wahai anakku, setiap kali aku mendengar bahwa engkau bahagia dengan hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak, engkau adalah buah dari kedua tanganku, engkaulah hasil dari keletihanku. Engkaulah laba dari semua usahaku! Kiranya dosa apa yang telah kuperbuat sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu?! Pernahkah aku berbuat khilaf dalam salah satu waktu selama bergaul denganmu, atau pernahkah aku berbuat lalai dalam melayanimu?
Terus, jika tidak demikian, sulitkah bagimu menjadikan statusku sebagai budak dan pembantu yang paling hina dari sekian banyak pembantu dan budakmu. Semua mereka telah mendapatkan upahnya!? Mana upah yang layak untukku wahai anakku!
Dapatkah engkau berikan sedikit perlindungan kepadaku di bawah naungan kebesaranmu? Dapatkah engkau menganugerahkan sedikit kasih sayangmu demi mengobati derita orang tua yang malang ini? Sedangkan Allah ta’ala mencintai orang yang berbuat baik.
Wahai anakku!! Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku tidak menginginkan yang lain.
Wahai anakku! Hatiku teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat wal afiat. Orang-orang sering mengatakan bahwa engkau seorang laki-laki supel, dermawan, dan berbudi. Anakku… Tidak tersentuhkah hatimu terhadap seorang wanita tua yang lemah, tidak terenyuhkah jiwamu melihat orang tua yang telah renta ini, ia binasa dimakan oleh rindu, berselimutkan kesedihan dan berpakaian kedukaan!? Bukan karena apa-apa?! Akan tetapi hanya karena engkau telah berhasil mengalirkan air matanya… Hanya karena engkau telah membalasnya dengan luka di hatinya… hanya karena engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu tepat menghujam jantungnya… hanya karena engkau telah berhasil pula memutuskan tali silaturrahim?!
Wahai anakku, ibumu inilah sebenarnya pintu surga bagimu. Maka titilah jembatan itu menujunya, lewatilah jalannya dengan senyuman yang manis, pemaafan dan balas budi yang baik. Semoga aku bertemu denganmu di sana dengan kasih sayang Allah ta’ala, sebagaimana dalam hadits: “Orang tua adalah pintu surga yang di tengah. Sekiranya engkau mau, maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah!!” (HR. Ahmad)
Anakku. Aku sangat mengenalmu, tahu sifat dan akhlakmu. Semenjak engkau telah beranjak dewasa saat itu pula tamak dan labamu kepada pahala dan surga begitu tinggi. Engkau selalu bercerita tentang keutamaan shalat berjamaah dan shaf pertama. Engkau selalu berniat untuk berinfak dan bersedekah.
Akan tetapi, anakku! Mungkin ada satu hadits yang terlupakan olehmu! Satu keutamaan besar yang terlalaikan olehmu yaitu bahwa Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, amal apa yang paling mulia? Beliau berkata: “Shalat pada waktunya”, aku berkata: “Kemudian apa, wahai Rasulullah?” Beliau berkata: “Berbakti kepada kedua orang tua”, dan aku berkata: “Kemudian, wahai Rasulullah!” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah”, lalu beliau diam. Sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya. (Muttafaqun ‘alaih)
Wahai anakku!! Ini aku, pahalamu, tanpa engkau bersusah payah untuk memerdekakan budak atau berletih dalam berinfak. Pernahkah engkau mendengar cerita seorang ayah yang telah meninggalkan keluarga dan anak-anaknya dan berangkat jauh dari negerinya untuk mencari tambang emas?! Setelah tiga puluh tahun dalam perantauan, kiranya yang ia bawa pulang hanya tangan hampa dan kegagalan. Dia telah gagal dalam usahanya. Setibanya di rumah, orang tersebut tidak lagi melihat gubuk reotnya, tetapi yang dilihatnya adalah sebuah perusahaan tambang emas yang besar. Berletih mencari emas di negeri orang kiranya, di sebelah gubuk reotnya orang mendirikan tambang emas.
Begitulah perumpamaanmu dengan kebaikan. Engkau berletih mencari pahala, engkau telah beramal banyak, tapi engkau telah lupa bahwa di dekatmu ada pahala yang maha besar. Di sampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau mempercepat amalmu. Bukankah ridhoku adalah keridhoan Allah ta’ala, dan murkaku adalah kemurkaan-Nya?
Anakku, yang aku cemaskan terhadapmu, yang aku takutkan bahwa jangan-jangan engkaulah yang dimaksudkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya: “Merugilah seseorang, merugilah seseorang, merugilah seseorang”, dikatakan, “Siapa dia,wahai Rasulullah?, “Orang yang mendapatkan kedua ayah ibunya ketika tua, dan tidak memasukkannya ke surga”. (HR. Muslim)
Anakku… Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit dan aku tidak adukan duka ini kepada Allah, karena sekiranya keluhan ini telah membumbung menembus awan, melewati pintu-pintu langit, maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan yang tidak ada obatnya dan tidak ada tabib yang dapat menyembuhkannya. Aku tidak akan melakukannya, Nak! Bagaimana aku akan melakukannya sedangkan engkau adalah jantung hatiku… Bagaimana ibumu ini kuat menengadahkan tangannya ke langit sedangkan engkau adalah pelipur laraku. Bagaimana Ibu tega melihatmu merana terkena do’a mustajab, padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupku.
Bangunlah Nak! Uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu masa hingga engkau akan menjadi tua pula, dan al jaza’ min jinsil amal… “Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang engkau tanam…” Aku tidak ingin engkau nantinya menulis surat yang sama kepada anak-anakmu, engkau tulis dengan air matamu sebagaimana aku menulisnya dengan air mata itu pula kepadamu.
Wahai anakku, bertaqwalah kepada Allah pada ibumu, peganglah kakinya!! Sesungguhnya surga di kakinya. Basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya, kencangkan tulang ringkihnya, dan kokohkan badannya yang telah lapuk.Anakku… Setelah engkau membaca surat ini,terserah padamu! Apakah engkau sadar dan akan kembali atau engkau ingin merobeknya.
Wassalam,
Ibumu
Dostları ilə paylaş: |