Arti Menunggu



Yüklə 234,67 Kb.
səhifə1/5
tarix18.01.2018
ölçüsü234,67 Kb.
#38867
  1   2   3   4   5




Arti Menunggu

By : Venty Marsellina





prolog

Nama aku Nadia, impian aku menjadi seorang penulis sudah aku tanam semenjak aku SMP. Impian aku menjadi seorang penulis berawal kegemaran aku pada pelajaran Bahasa Indonesia dan kebiasaan aku menulis diary. Namun, dari setiap karya tulisan yang aku kirim baik itu cerpen maupun puisi, selalu mendapatkan penolakan dari redaksi majalah manapun. Namun, itu tidak membuat aku patah semangat justru membuat aku tambah bersemangat dalam menulis, karena aku yakin tak ada usaha yang sia-sia, karena kesabaran yang tak henti, dan tekat yang bulat itu yang mengantarkan kita pada kesuksesan.

Saat aku mengikuti SMBPTN tujuan utama aku yaitu, diterima di Universitas Negeri, Fakultas Sastra Indonesia, karena aku rasa mungkin dengan cara ini. Aku dapat mewujudkan impian aku selama ini menjadi seorang penulis. Namun kenyataan tidak selalu sebanding dengan apa yang kita harapkan berselang sebulan kemudian saat pengumuman kelulusan SMBPTN dibuka, aku diterima di Universitas Pajajaran jurusan Ekonomi, namun aku masih bersyukur karena masih diterima di Universitas Negeri.

setelah menjalankan aktivitas sebagai Mahasiswa, ternyata jauh berbeda seperti saat di bangku sekolah. Saat dibangku sekolah semuanya guru yang mengatur, namun sekarang saat menjadi Mahasiswa. Kita harus berfikir kedepan dan mencari hal yang baru yang sebelumnya belum pernah ditemukan. Impian aku menjadi seorang penulis tak akan pernah pudar aku akan terus berusaha menjadi penulis seperti, Asma Nadia. Setiap karya tulisanya yang best seller, cerita yang mengispiratif banyak orang, itu adalah impian aku tapi, entah kapan semua itu akan terjadi. Hanya waktu yang dapat menjawabnya dan aku hanya bisa bersabar dan terus berusaha.

Terkadang saat aku lelah dengan semua penolakan, akan semua naskahku. Aku hanya bisa mengeluh dan menangis, tetapi ibu selalu mengatakan kesuksesan itu memang tak mudah, kesuksesan hanya didapat oleh orang-orang yang kuat, mau berusaha, dan mau cape, hanya saja waktunya yanng berbeda-beda, kamu juga harus tahu kunci kesuksesan itu adalah “Manjadda wajadda”, maka setiap kali semangat aku surut dalam menulis yang aku sebut adalah ‘Manjadda Wajadda”

Aku memiliki teman kuliah yaitu, Gilang dan Dimas mereka yang selalu ada membantu dan memberikan semangat dalam segala permasalahan yang aku hadapi, mereka teman terbaik yang pernah aku temui.



Bab 1

Aku diperemukan Kembali Dengannya

“pagi Dimas, sendiri aja? Gilang mana?.” Sapa Nadia saat menemui Dimas di kantin tengan menikmati sarapannya.

“pagi, si Gilang sih tadi aku liat di kosannya baru bangun.” Sahut Dimas sambil menyuapkan bubur ke mulutnya.

“oh iya, Dim aku punya cerpen, ini coba kamu liat apa kekurangnya, kamu kan anak teater pasti tau dong.” Nadia menyodorkan naskah cerpennya kehadapan Dimas.

Dengan tampang muka agak serius Dimas membaca cerpen Nadia.

“Mang satu buburnya, ga pake pedes” teriak Nadia ke Tukang Bubur yang ada disebelahnya

“kalau aku liat sih, ceritanya klise dan alur ceritanya mudah banget ditebak sama pembaca.”

“oh gitu ya, tulisan aku segitu parahnya?.”

Saat Dimas dan Nadia asyik duduk membicarakan cerpen yang dibuat Nadia, Gilang datang langsung menarik kursi di sebelah Nadia.

“hai, aku cari-cari kalian disini taunya.”

“Nadia, tulisan kamu ga jelek ko cuman alurnya aja yang harus kamu perhatiin.” sahut Dimas, memberi masukan pada Nadia

“iya, Dim makasih ya.” dengan muka yang memelas, Nadia mengambil kembali naskah cerpennya, di tangan Dimas.

Setelah mereka makan, mereka masuk kelas untuk mata kuliah Manajemen.

“paling males deh, masuk kelas Manajemen.” Ujar Gilang dengan langkah kaki yang lunglai tidak ada semangatnya.

“iya, pak Afandi itu pelit banget sama nilai.” Ujar Nadia.

“kalian itu ga boleh ngeluh gitu, ini tantangan untuk kita, jangan jadiin beban dong.” Ujar Dimas.

“iya sih” jawab Nadia dan Gilang dengan nada ketusnya.

Setelah 2 jam berlalu, mata kuliah Manajemen pun selesai

“Nad, abis ini kamu mau kemana? mau langsung pulang ?.” tanya Dimas

“ngga, aku mau ke tempat bedah buku Asma Nadia .Lumayan lah bisa dapet ilmunya bisa jadi penulis sukses sampe kaya sekarang.”

“aku, boleh ikut ga?.”

Nadia mengerlingkan matanya “boleh sih tapi, emangnya kamu suka acara bedah buku? Nanti kamu malah bosen lagi ikut sama aku..” ujar Nadia dengan menaiki sebelah alisnya.

“aku juga suka ke seminar bedah buku, itu ga boring malah nambah ilmu.kita.”

“oh iya?” Nadia terkejut dengan penuturan yang dilontarkan oeh Dimas.

“kalau, kamu Gilang abis ini mau kemana?” tanya Nadia

“aku, mau jalan sama Mawar.” Jawab Gilang dengan santai

“aku, duluan ya.” gilang mempercepat langkah kakinya menuju parkiran motornya.

Nadia dan Dimas pun menuju tempat parkiran mobil Dimas,



Sesampainya di tempat acara bedah buku, acara sudah dimulai dengan antusiasnya Nadia langsung mencari tempat duduk. Ada kalimat yang menarik di lontarkan Asma Nadia yaitu, “menjadi penulis memang pekerjaan tak mudah, tapi aku berharap dengan aku menulis dibaca banyak orang hanya karena satu hal, yaitu membagi ilmu yang aku miliki.” Saat diujung acara ada kesempatan untuk foto bersama Asma Nadia. Nadia tak mau lewatkan kesempatan ini. Dengan rona bahagia diwajahnya akhirnya, Nadia bisa lihat wajah Asma Nadia dari dekat dan berfoto bersamanya. Dimas yang baru tinggalkan beberapa menit ternyata malah sedang asyik ngobrol dengan perempuan berjilbab warna merah muda, terlihatnya sih mereka seperti sudah kenal satu sama sama lain. Nadia pun mendekati mereka yang sedang asik mgobrol.



“Nadia, kenalin ini Putri dia teman SMA aku.” Ujar Dimas.

“Nadia” sembari menyalami

Putri menjulurkan lengannya untuk bersalaman dengan Nadia “Putri.”

“aku, kayanya ga bisa lama-lama disini. Soalnya masih banyak kerjaan, aku duluan ya Dimas.” perkenalan antara Punti dan Nadia sekaligus penutup percakapan mereka berdua

“oh gitu, padahal aku masih pengen ngobrol-ngobrol, dah lama kita ga ketemu”

“lain kali, kita bisa ketemu lagi.”

“iya, deh.”

“assalamualaikum”

“wa’alaikumsalam” Putri pun pergi meninggalkan Dimas dan Nadia

Saat diperjalanan pulang Dimas dan Nadia di dalam mobil, saling lempar pendapat mengenai Putri.

“putri catik ya.”

“iya, aku ga nyangka sekarang dia udah pake jilbab.”

“iya, dan kayanya dia anak yang sholeh dan paham dengan agama.”

“aku liat juga, dari tutur katanya aja beda, dia keliatan lebih anggun, terus lemah lembut ga kaya kamu.”

“oh iya, kamu benar aku emang ga ada anggun-anggunnya sama sekali.” Jawab Nadia dengan nada ketusnya.

“abis ini mau kemana lagi?” Dimas melirik ke arah Nadia yang hanya terdiam tidak menjawab pertanyaannya

“gimana kalau makan? Kamu juga laper kan?.” Tanya Dimas untuk kedua kalinya, denga lirikan rayunya.

“terserah.” Jawab Nadia dengan ketusnya.



Di malam harinya seperti biasa Nadia memulai kembali menyelesaikan tulisan cerpennya. Disaaat Nadia sedang asyik di depan laptop tiba-tiba Handphone-nya berdering, telihat dari layar hadpone-nya “Dimas calling” Nadia pun langsung menggeserkan tombol berwarna hijuanya, untuk mengangkat teleponnya.



“hallo, assalamualaikum.” Ujar Nadia dengan suara ketusnya.

“kayanya, aku telepon ganggu waktu kamu ya?”

“pake nanya, iyalah ganggu aku tuh lagi nulis, sekarang ide-ide aku untuk nulis jadi buyar gara-gara kamu telepon.”

“sorry, aku telepon cuman mau kasih kabar baik buat kamu, kalau di kantor ayah aku. Redaksinya lagi adain lomba nulis cerpen.”

“beneran? Wah, temanya ditentuin ga?” nada suara Nadia pun berubah menjadi bersemangat.

“temanya bebas, dan hadiahnya itu amazing banget, aku yakin kamu pasti menang?”

“apa hadiahnya.?”

“tulisan kamu bakalan dimuat disalah satu halaman manjalah redaksi kantor ayah aku. Dan dapat uang Rp 1.000.000.-”

“waw, oke ini kesempatan berhargaa banget buat aku.”

“kalau gitu, besok kamu bisakan kasih naskahnya ke aku? nanti naskahnya biar aku yang kasih ke ayah aku.”

“bisa banget, besok aku kasih naskahnya ke kamu.”

“oke”


“makasih banget ya Dim, informasi berharga buat aku.”

“iya sama-sama.”

Saat telepon dari Dimas ditutup, Nadia langsung menggarap cerpennya semalaman. Hingga tertidur di depan laptop. Ibu yang melihat Nadia tertidur di depat laptop tersenyum, melihat kegigihan anaknya untuk mencapai menjadi seorang penulis. Ibu menyelimuti Nadia dan menutup jendela kamarnya, memang kebiasaan Nadia lupa untuk menutup jedela kamarnya.




Pagi harinya, Nadia tergesah-gesah berangkat ke kampus hingga tidak sempat untuk sarapan. Sebelum berangkat, Nadia mencium tangan ayah dan ibunya, dengan berlari-lari Nadia pergi menuju tempat dimana Damri mengetem mencari penumpangnya, sesampai di kampus, Nadia berlari menuju kelas. Benar saja di kelas sudah ada dosen yang sedang menerangkan. Ketika Bu Ifah sedang menghadap white board Nadia langsung saja menyelinap masuk duduk disamping Dimas.

“kamu, ga biasanya telat.”

“aku bangun kesiangan, semalaman garap cerpen.” dengan mukanya yang pucat tak sempat make-up, dan matanya yang merah semalaman bergandang.

Seusai keluar kelas mereka bertiga, meuju kantin untuk mengisi perut mereka yang keroncongan yang tidak sempat sarapan.

“Nad, mana cerpennya aku mau liat.” pinta Dimas

Nadia yang sedang menikmati nasi goreng, langsung mengambil naskah cerpen ditasnya yang semalaman dia garap.

“oke, nanti aku kasih ke ayah aku.”

“Dim, kamu mau ngasih naskah cerpen aku, langsung ke kantor ayah kamu?.”

“iya, abis beres makan aku mau langsung ke kantor ayah aku, kasih naskah cerpen kamu, soalnya hari ini batas akhir penerimaan naskah cerpennya.”

“aku, ikut dong.”

“Nad, kita kan harus buat makalah manajemen. Minggu depan kelompok kita persentasi.” Sergah Gilang.

“oh, iya, Gilang kamu kerjain dulu sendiri ya, nanti aku bantu kamu kalau abis dari kantor ayah Dimas.”

“kamu, kerjain aja tugas manajemen.”

“tapi, aku mau ikut Dim.”

“ga, usah kalian kerjain aja tugas manajemen,”

“ya udah deh, makasih ya Dim.”

Dimas pun setelah selesai makan langsung pergi ke kantor ayahnya. Sedangkan Nadia dan Gilang ke perpustakaan untuk ngerjain makalah Manajemen, bahan untuk persentasi kelompok mereka.




Sesampai dikantor ayahnya, Dimas langsung ke ruangan ayahnya.

“hey anak ayah yang ganteng tumben ke sini, pasti ada maunya.” Sapa ayah Dimas saat melihat, Dimas memasuki ruangannya.

“iya, Dimas cuman mau kasih naskah cerpen punya temen Dimas.” Jawab Dimas dengan mentodorkan naskah cerpen Naida kehadapan ayahnya.

Ayah Dimas yang tengah sibuk di depan laptopnya, perhatiannya teralihkan oleh naskah cerpen milik Nadia yang disodorkan Dimas.

“lumayan sih, menurut ayah temen kamu cuman harus lebih ngaduk lagi kemampuan menulisnya, supaya pembaca dibuat terpukau dengan tulisannya. Dan penyajian settingnya yang harus dibuat menarik”

“jadi, naskah cerpen Nadia ditolak nih?.”

“ngga juga sih, kasih tau aja Nadia kalau ayah pengin ketemu sama dia, dan ayah juga pengin liat karya cerpen-cerpennya yang lain.”

“iya, nanti Dimas kasih tau Nadia, kalau gitu Dimas harus ke kampus lagi, Assalamualaikum.” sebelum meninggalkan ruangan kerja ayahnya Dimas pamit dengan menicum tangan ayahnya.

“wa’alaikumsalam”

Saat keluar dari ruangan ayahnya, tidak sengaja Dimas menabrak perempuan yang lagi berlari sedang terburu-buru, Sampai perempuan itu terjatuh.

“maaf, aku ga sengaja soalnya lagi buru-buru” perempuan itu masih menundukan kepalanya memberekan kertas-kertas yang berhamburan, akibat adegan tambarakan itu.

Dimas pun, membantu perempuan itu, membereskan berkas-berkasnya yang berhamburan. Dan saat perempun itu sudah terbangun. Dimas terkejut saat melihat wajah perempuan itu, yang sebenarnya dia sudah mengenalnya sejak SMA.

“Putri”

“Dimas, kamu lagi ngapain disini?.”



“ini, kantor ayah aku, kalau kamu lagi ngapain?.”

“oh, aku disini lagi kerja, aku kerja disini baru dua minggu, aku duluan ya Dim.” Putri pun meninggalkan Dimas dengan gelang yang terjatuh dilantai.



Dipertemukannya dirinya, dengan dia.

Pujian, yang dilontarkannya,

yang diarahkan untuk dia.

Hatiku, cemburu mendengarnya.

Dia yang tiba-tiba datang,

Telah mengalihkan perhatiannya.

Sedangkan aku, yang sudah lama.

Lama memendam rasa ini dihati.

Rasa ini hanya bisa bersembunyi.

(Suara hati sesungguhnya Nadia)

Bab 2

Dia Datang Dengan Pesonanya

Dimas sengaja setelah ngasih naskah cerpen ke ayahnya, Dimas ga langsung ke kampus lagi soalnya Dimas pengin ketemu sama Putri. Dimas masih penasaran kenapa Putri bisa kerja di kantor ayahnya. Saat jam istirahat, akhirnya Dimas bisa ketemu Putri sambil makan siang di Kantin kantor ayahnya.

“Dimas, kamu ngapain sih pake nungguin aku, kalau ada ayah kamu liat gimana?.”

“ya biarin aja, emang kenapa?.” jawab Dimas, dengan mata jahilnya

“ih kamu dari SMA sampai sekarang, ga berubah-berubah ya mata jahilnya.”

“aku, nunggui kamu pengin aja gobrol sama kamu.”

“ya ampun, kan bisa lain kali di tempat lain, ga harus sampai nunggu aku sampai berjam-jam, kalau dilihat ayah kamu kan ga enak.”

“ya ga apa-apa lah Put, aku juga cuman sembentar mau ngobrol sama kamu masa ga boleh, lagian kapan lagi kita bisa ketemu, nomer kamu aja aku ga punya.”

“oh iya, ini nomer aku” Putri memberikan secuil kertas ke Dimas dan Putri langsung pergi meninggalkan Dimas.

“Putri, kamu sekarang dah beda dan itu buat aku penasaran pengin deketin kamu.” pandangan Dimas masih tertuju pada arah jalannya putri yang anggun, hingga menghilang dari pandanganya.



Disaat perjalanan menuju kampus tiba-tiba Dimas merasakan ada yang aneh dengan mobilnya hingga, mobilnya berhenti di tengah perjalanannya. Saat Dimas keluar dari mobil untuk cek keadaan mobilnya, ternyata ban mobilnya kempes.



“aduh, pake kempes ban segala, mana ada latihan teater jam 2 lagi.” saat melihat jam tangannya sudah menunjukkan jam 1. Terpaksa Dimas harus medorong mobilnya sampai ketemu dengan tempat tambal ban, setelah mendorong mobilnya hingga 1 KM akhirnya Dimas ketemu tempat tambal ban, untuk memompa ban yang kempesnya.

Sesampai di kampus dengan tampang muka lelahnya yang masih ada, setelah mendorong mobilnya hingga 1 KM. Dimas langsung bergegas ke aula tempat dia berlatih teater.

Setelah beberapa menit berlatih teater, Dimas beristirahat sejenak dengan merebahkan badannya di perantaran Aula, yang dinginnya lantai yang terbuat dari marmer membuat punggung Dimas yang sedang berbaring tersentuh rasa dinginnya. Dengan mata terpejam Dimas merasakan ada seseorang yang datang menghambirinya dan menempelkan es batu di pipinya, saat matanya terbuka Dimas melihat sudah ada Nadia di sampingnya dengan membawakan minuman dingin.

“ini, buat aku Nad?.”

“iya, itu aku beliin buat kamu.”

“makasih ya Nad, tau aja kalau aku lagi haus.” Dimas pun langsung membuka minumnya dan menegagkan ke dalam mulutnya, kerongkongan yang tadinya terasa kering terasa segar setelah meneguk minuman itu.

“si Gilang, mana ga sama kamu?.”

“tadi sih sama aku, abis dari perpus langsung pergi. Katanya mau jemput Mawar.”

“oh ya Nad, aku tadi pas ke kantor ayah aku, pas ngasih naskah cerpen kamu. Ga sengaja ketemu sama Putri.”

“Putri? Putri temen SMA kamu yang ketemu sama kita, pas acara bedah buku Asma Nadia?.” Nadia dengan nada herannya.

“iya, dia kerja dikantor ayah aku baru 2 minggu. Aku tadi nungguin dia sampai jam istirahat dan hasilnya, aku dikasih nomer dia, sekarang aku punya Line nya dia.” Dengan bangganya Dimas memamerkan secuil kertas yang berisikan nomer Putri.

“oh, gitu ya”

“aku ga tau kenapa ya, dari awal ketemu dia lagi pas liat, dia udah pake jilbab rasanya penasaran aja pengin deketin dia.”

“oh, jadi sekarang seleranya sama cewe yang berjilbab nih?.” lirikan mata Nadia yang jahil

“iya kali ya, ga tau kenapa liat cewe yang jilbab kayanya adem, nyejukin hati.”

“waw, kaya kulkas dong bisa nyejukin.”

“ih, ga nyambung banget kamu Nad.”

Nadia terdiam sembari menatap wajah Dimas yang berseri-seri karena kini hatinya telah di isi oleh perempuan. Yang tiba-tiba saja yang membuat dirinya penasaran ingin mendekatinya. Entah kenapa hati ini sedikit tergores dengan hal itu, rasa apa sebenarnya ini? Aku tak pantas untuk merasakan ini karena sampai kapan pun dia tak akan menyadari bahwa aku yang berada disampingnya telah memandangnya dengan dekat.



Dimas yang lagi merebahkan badannya di sofa ruang tengah, sembari memaikan hadpone-nya, ketenangannya terusik dengan kedatangan ayahya.



“Dim, temen kamu kapan mau ketemu sama ayah?.”

“Nadia sih, kayanya kapan ayah bisa, asal abis pulang dari kampus aja.”

“kalau besok. abis pulang dari kampus bisa ga?.”

“kayanya bisa sih, nanti Dimas tanya Nadia.”

“ya udah, besok ayah tunggu dikantor sehabis kamu pulang dari kampus” ayah pun pergi ke ruangan kerjanya membiarkan Dimas sendiri diruang tengah. Dimas pun beranjak ke dapur, melihat ibunya yang lagi nyuci piring, bekas makan malam.

“Bu, Dimas mau nanya”

“tanya apa?.” Ibunya yang masih sibuk denga cucian piringnya.

“kalau perempuan yang pake jilbab itu, menurut ibu kaya gimana?.” tanya Dimas, sambil menuangkan air ke dalam gelasnya.

“emm, menurut ibu sih, yang pake jilbab itu, belum tentu juga dia baik, tapi dia berusaha menjalankan peritah Allah dengan bejilbab, dan perempuan yang berjilbab itu sudah pasti dia perempuan yang sholiyah. karena dia begitu menjaga perhiasan miliknya yang hanya diaperlihatkan dihadapan mukhrimnya.”

“gitu ya, Bu.”

“emangnya, kenapa kamu nanya gitu?”

“ngga apa-apa, cuman mau nanya aja.” Dimas pun pergi menuju kamarnya, meninggalkan ibunya yang berada di dapur dengan senyuman mengembang di bibirnya.

Sesampai di kamar, Dimas LINE Nadia, untuk kasih tau dia kalau besok ayahnya mau ketemu sama dia.


Dimas Juliana :

Nad, besok ayah aku mau ketemu kamu abis pulang dari kampus, bisa kan? Ayah aku juga pengin liat cerpen-cerpen kamu yang lain.

Nadia Anggreini

Ih, kamu mah baru kasih tau sekarang, aku kan belum siapin cerpen-cerpen aku.

Dimas Juliana

Nyantai aja kali, ayah aku juga ga ngeburu-buru yang penting dia mau ketemu dulu sama kamu.

Nadia Anggreini:

Iya tapi, ayah kamu mau ketemu sama aku itu pasti mau liat cerpen aku yang lain kan?

Dimas Juliana:

Iya sih


Nadia Anggreini:

Ya udah deh aku garap dulu cerpennya

Dimas Juliana:

Oke

Selesainya kasih pesan LINE ke Nadia, Dimas lansung menelepon Putri.

“hallo, assalamualaikum.” Terdengan seura lembut disebrang sanna.

“wa’alaikumsalam, aku ganggu ga Put?.”

“engga, ko”

“kamu lagi ngapain Put?”

“lagi, nyatai aja.”

“oh”

“Put, kamu malam minggu besok ada acara ga?.”



“ga ada, emang kenapa?.”

“oh, kalau kita ketemuan bisa ga?. ”

“gimana ya?.”

“kalau kamu ga mau juga, ga apa- apa sih”

“bukan gitu Dim, tapi orang tua aku pasti ga bolehin aku jalan sama temen cowo apa lagi cuman berdua”

“gitu, ya.” Dimas mengigit bibir bagian bawahnya, ada sedikit ke kecewaan di hatinya.

“iya, kalau aku ajak adik aku boleh ga?.”

“boleh, aja.”

“oke, kalau gitu aku ngomong dulu ke orang tua aku, nanti aku kasih tau boleh apa engganya.”

“oke, deh kalau gitu”

Setelah menutup telepon dari Putri Dimas pun melopat-lompat ke girangan diatas kasurnya.




Besok harinya sepulang dari kampus Dimas menemani Nadia ketemua ayahnya di kantornya, di dalam perjalanan Nadia tampak agak gugup karena akan bertemu ayah Dimas yang seorang pemimpin redaksi, sekaligus seorang penulis yang karyanya sudah dikenal.

“aku, mesti gimana ya pas ketemu ayah kamu?.”

“santai aja, ayah aku tampangnya ga nyeremin banget.”

“aku gugup banget Dim, nanti pas ketemu ayah kamu, aku mesti ngomong apa”

“ya biasa aja, kaya yang belum pernah ketemu ayah aku aja.”

“ini kan suasananya beda, biasanya aku ketemu ayah kamu itu dalam situasi nyantai tapi, kali ini bicara yang serius kamu ngeerti aku dong, jatung aku dak, dik, dug ga jelas gini.” Nadia untuk kesekian kalinay memegang dadanya, menarik napasnya dalam, dan membuangnya pelan-pelan.

Sesampainya di kantor ayahnya Dimas, Langkah kaki Nadia terasa begitu berat, dan jantungnya berdetak begitu kencang bagaikan seorang fans yang mau bertemu dengan artisnya. Sesampai di ruangan ayah Dimas sekujur badan Nadia, terasa begitu kaku keringat pun sudah membasahi badannya.

“hallo, anak-anak aku.” sambut ayah Dimas dengan ramahnya.

“hallo Om, apa kabar?.” Nadia pun langsung mencium tangan ayah Dimas

“kalian mau minum dulu”

“ga usah Om”

“iya, yah, kita tadi baru aja makan.” Jawab Dimas dengan santainya.

“baiklah langsung saja, sebenernya om mengajak kamu untuk bertemu itu karena, Om tertarik dengan tulisan kamu. Om bisa lihat kalau kamu adalah calon penulis yang akan menghadirkan karya-karya novel yang best seller”

“terima kasih Om tapi, aku rasa Om berlebihan aku masih perlu banyak belajar.” Nadia menundukan kepalanya untuk menutupi pipinya yang sekarang berubah menjadi merah jambu.

“dari itu, Om mau mengntarkan kamu pada pintu yang ingin kamu tuju.”

“maksud om?.” Nadia endokakan kepalannya dengan keheranan mendengan penuturan dari ayah Dimas.

“iya Om yakin, kalau kamu itu bisa dan kamu memiliki bakat itu.”

“terimakasih Om.”

“oh iya, Om juga pengin liat cerpen-cerpen kamu yang lainnya.”

Nadia pun mengodori ayah Dimas dengan naskah cerpennya, ayahnya Dimas mengkoreksinya dan memberikan masukan untuk naskah Nadia agar lebih baik.

“Om , sekali lagi makasih atas masukannya, itu bekal buat ilmu aku.”

“iya sama-sama, om juga seneng bisa searing ilmu, ini juga ladang pahala buat Om, tetep semangat ya Nadia. Gali terus potensi yang kamu punya.”

“iya, Om pasti.”

“kayanya, cukup segitu dulu kita ngobrol-ngobrolnya. Ini udah terlalu sore, mendingan kamu sama Dimas pulang.”

“iya, Om assalamualaikum” Nadia dan Dimas pun sebelum pergi mencium tangan ayah Dimas

“wa’alaikumsalam”

Di dalam perjalanan pulang Nadia begitu senengnya minta ampu soalnaya udah banyak searing dengan ayahnya Dimas.

“Dim, aku ga nyangka ayah kamu sekeren itu, kamu beruntung banget punya ayah kaya gitu.”

“oh, iya?.”

“iya, harusnya kamu bersyukur punya ayah, super,super,super keren kaya gitu kalau aku sih pasti seneng banget punya ayah yang bisa motivasi kita. Rasanya plong banget bisa ceritain semuanya ke ayah kamu.”



Saat kemaren Putri Line Dimas kasih tau kalau dia dapat izin dari orang tuanya, Dimas senengnya bukan main lagi.



Malam harinya Dimas nunggu kedatangan Putri dan adiknya di kafe dengan tangan yang terus megaduk kopi dan perasaan yang semakin ga karuan, jantung yang dak-dik-duk makin kencang. Setelah nunggu 15 menit akhirnya mereka datang, Putri datang dengan dress warna hitam, kerudung yang berwarna coklat muda, make up yang seadanya, tas yang diselendangkan dibahunya berwarna coklat datang berjalan dengan anggun bersama adiknya. Menuju meja yang di duduki oleh Dimas.

“assalamualikum, maaf nunggu lama ya”

“wa’alaikumsalam, engga ko baru nyampe aku juga.”

“Dinda ayo salam, ke ka Dimas.” Pinta Putri

“halao kakak, assalamualikum”

“wa’alaikumalam, ayo duduk”

Dimas dan Putri pun memesan makanan. Selama mereka makan malam, topik dari pembicaraan mereka tak lain adalah membahas kebiasaan-kebiasaan mereka sewaktu SMA, hobi mereka main basket di jam istirahat, guru-guru yang bagi mereka menakutkan, guru-guru yang bagi mereka menyenangkan, dan hal yang tak mungkin mereka luupakan saat kejadiaan Ujian Praktek Biologi, seharusnya katak yang jadi bahan percobaannya tak sengaja Dimas menyenggol tempat yang terbuat dari kaca itu, tempat penyimpan untuk katak itu. Hingga pecah kataknya pun melompat-lompat kesana-kesini hingga membuat yang lainnya paknik. Mencoba menangkap katak yang kabur.

“ya ampun Put, itu hal yang ga akan aku lupa.” Ujar Dimas dengan menutupi wajahnya yang berubah merah semu.

“oh iya, semenjak kejadian itu kamu tuh jadi terending topic satu sekolah.”

“udah ah, jangan bahas itu lagi, malu.”

Putri pun tertawa dengan pusnya saat mengingat kembail kejadian itu.

“oh iya, aku punya seseuatu untuk kamu.”

“apa?” dengan muka penasarannya Putri

Dimas pun berikan kotak yang berukuran sedang kehadapan Putri.

“apa ini? Aku buka ya?.”

“jangan dong di rumah aja bukanya, biar kamu penasaran.”

“ih, Dimas mah.” Putri memukul pundak Dimas

“abis ini, kita mau kemana?”

“terserah, kamu aja”

“gimana kalau nonton filem? lagi pada seru filemnya.”

“boleh, tapi aku sama, Dinda jam 10 harus udah di rumah.”

“tenang aja, sebelum jam 10 kita udah pulang”

“oke”

Selesai makan malam mereka pun pergi ke bioskop, tempat biasa Dimas nonton



“kita mau nonton filem, yang kaya gimana put?”

“gimana kalau filem yang ada unsur mendidik, ada nilai moralnya juga, soalnya kita bawa Dinda”

“oke”

Setelah mereka memilih filem yang ingin di totnton, tak lupa mereka beli pop corn dan minuman bersoda. setelah itu mereka menuju ruangan dimana filem yang ingin mereka totnton itu di putar..





Sementara itu Nadia hanya mengurung diri di kamar, memikirkan apa saja yang Dimas dan Putri lakukan saat bertemu, hati Nadia hanya bisa menjerit “salahkah aku memilih perasaan ini, masih adakah jalan menuju titik terang itu, ingin aku buang rasa ini jauh-jauh, namun aku memilih untuk bertahan pada perasaan ini, andai ada peganti yang lebih baik dari dirimu.



Gilang di malam minggu ini mengajak Mawar pacarnya makan malam yang romantis di rumahnya, yang telah dia siapkan. Saat mawar memasuki, ruangan itu gelap namun perlahan lampu dinyalakan. Mawar pun melihat ke arah jendela. Disana dia melihat lampu yang berkelap-kelip di kolam yang tertuliskan “I LOVE Mawar” Gilang pun datang memeluk Mawar dari belakang.



“kamu suka dengan semuai ini Mawar?”

“sangat, kamu buat aku terkejut.” Mawar membalikan badannya.

Disana sudah ada meja makan dengan makanan yang mmerupakan kesukaan Mawar yaitu, kentang goreng dan salat lengkap, dengan lilin yang menambah suasana keromantisan itu.

“kamu, yang masak ini semua?”

“iya aku yang masak ini, kamu harus coba gimana rasa masakan aku.”

“gimana rasanya?.”

“enak, enak banget Gilang, ngerasa berada di dunia lain ga nyangka kamu bisa seromantis ini”

“ya kali-kali sayang, ini kan anniversarynya kita yang kedua”

“makasih banyak, ya sayang.” Mawar melemparkan senyuman termanisnya.

“oh iya aku punya sesuatu buat kamu, tapi kamu harus tutup mata kamu.”

“oke” Mawar menutup matanya

Gilang menaronya sekotak berukuran besar, disebelah Mawar.

“kamu, boleh buka mata kamu”

Saat mawar membuka mata, disebelahnya udah ada kotak kado dengan pita merah.

“apa ini?’

“kamu, buka aja”

Mawar pun membukanya dengan perlahan-lahan, dan saat Mawar buka ternyata itu album foto mereka selema perjalanan hubungan mereka dua tahun, di album itu terselip ada amplop kecil. Mawar membuka amplop itu dan itu isinya surat dan cicin, Mawar pun membacakan isi suratnya.

“ingin, aku lihat di jari manismu melingkar cicin bukti dari cinta kita. Kau bintang aku yang cahayanya tak akan pudar, terima kasih kau telah menerima aku dengan apa adanya.”

Mawar pun terharu dengan itu, sampai dia teteskan air mata lalu diapun memeluk Gilang.

“makasih ya, kadonya”

“cincinnya sini aku pakein”

Mawar pun beri cincinya pada Gilang untuk, Gilang pasangkan di jari manisnya.



Selesai nonton Dimas pun antar Putri dan adiknya pulang kerumah.



“makasih ya, Dim.”

“iya sama-sama, jangan lupa buka kotaknya.”

“iya, masuk kamar langsung aku buka”

“aku masuk ke dalam, kamu hati-hati di jalan.”

Dimas menjawab dengan senyuman yang mengembang di bibirnya.

Putri dan Dinda pun masuk kedalm rumahnya.

“adik kakak yang cantik kayanya udah cape, sana gih masuk kamar, gosok gigi, baru tidur.” Pinta Putri saat memasuki rumahnya, sembari mengacak-acak puncak kepala adiknya.

“iya ka, Dinda masuk kamar dulu.”

Dinda dan Putri pun masuk kamar mereka masing-masing. Setelah dikamar Putri pun langsung buka kotak yang Dimas kasih. Saat Putri buka kotak itu, ternyata isinya adalah kerudung dan gelang miliknya yang beberapa hari ini hilang.




Dia datang dengan pesonanya,

Keanggunanya, menjadi tarikan

Tarikan, untuk dirinya mendekatinya.

Dirinya yang tiba-tiba datang,

Telah lolos membuat dirinya,

Dirinya terpana oleh keindahannya.

Entah kenapa hati ini,

sedikit tergores dengan hal itu.

Pantaskah rasa ini bersemi di hati.

(suara hati sesungguhnya Nadia)


Yüklə 234,67 Kb.

Dostları ilə paylaş:
  1   2   3   4   5




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin