Bab I pendahuluan latar Belakang



Yüklə 35,93 Kb.
tarix18.01.2018
ölçüsü35,93 Kb.
#39102

BAB I

PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang

Berbicara mengenai masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti kita juga berbicara tentang ilmu kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai mutakallimin, yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuludin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan member seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukan masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, sering dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.

Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemukakan dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai persoalan. Tetapi perlu diingat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis di luar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalkan tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia. Kehidupan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran di antaranya, yaitu: Mu’tazilah, Syi’ah, Khawarij, Jabariyah, dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.




  1. Rumusan Masalah

Melihat permasalahan di atas, maka penulis membatasi pada aliran Jabariyah dan Qadariyah yang menjadi pokok bahasan. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

  1. Apakah pengertian dan latar belakang aliran Jabariyah dan Qadariyah?

  2. Bagaimana pendapat aliran Jabariyah dan Qadariyah mengenai perbuatan manusia serta ajaran-ajaran secara umum kedua aliran tersebut?


BAB II

PEMBAHASAN


  1. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Jabariyah

Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata Jabara yang mengandung pengertian memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Sedangkan secara istilah, Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semau perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).

Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, Namun diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya. Di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.

Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak ada penjelasan yang jelas. Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah Qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan.

Pendapat lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama Islam dating ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata tidak dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara.

Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat Arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan di sekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Artinya mereka banyak bergantung pada alam, sehingga menyebabkan mereka kepada paham fanatisme.

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam al-Qur’an sendiri banyak terdapat ayat-ayat yang menunjukkan tentang latar belakang lahirnya paham Jabariyah di antaranya:

Q.S ash-Shaffat: 96

    

Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”.
Dalam Q.S al-Anfal: 17

                        

Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
Q.S al-Insan: 30

            

Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Selain ayat-ayat al-Qur’an di atas, benih-benih faham Jabariyah juga dapat dilihat dalam beberapa peristiwa sejarah:

Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir. Khalifah umar bin al-Khattab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika diinterogasi pencuri itu berkata “Tuhan telah menentukan aku mencuri”, mendengar itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada orang itu, yaitu: “Hukuman potong tangan, dan hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan”.

Ketika Ali bin Abu Thalib ditanya tentang Qadar Tuhan dalam kaitannya dengan siksa dan pahala. Orang itu bertanya, “Apabila (perjalanan menuju perang Siffin) itu terjadi dengan Qadha dan Qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa Qadha dan Qadar Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan didapat berdasarkan atas amal perbuatan manusia, kalau itu sebuah paksaan. Maka tidak ada pahala dengan siksa, gugur pula janji dan dan ancaman Allah, dan tidak ada pujian bagi orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa. Di samping adanya bibit pengaruh paham Jabar yang telah muncul dari pemahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri. Ada sebuah pandangan mengatakan bahwa aliran Jabar muncul karena ada pengaruh dari pemikiran asing yaiut pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit.

Dengan demikian latar belakang lahirnya aliran Jabariyah dapat dibedakan ke dalam dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari pemahaman ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang mempunyai paham yang mengarah kepada Jabariyah. Lebih dari itu adanya pengaruh dari luar Islam yang ikut andil dalam melahirkan aliran ini.

Adapun yang menjadi dasar munculnya paham ini adalah sebagai reaksi dan tiga perkara:


  1. Adanya paham Qadariyah

  2. Telalu tekstualnya memahami agami tanpa adanya keberanian menakwilkan

  3. Adanya aliran Salaf yang berlebihan dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan sehingga membawa kepada tasybih.




  1. Ajaran-ajaran Jabariyah pada umummnya

Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu ekstrim dan moderat. Di antara doktrin Jabariyah ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatannya yang dipaksakan atas dirinya. Misalnya: kalau seorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendak sendiri, tetapi timbul karena Qadha dan Qadar Tuhan yang menghendaki demikian.

Jahm bin Shafwan berpendapat mengenai persoalan teologi adalah sebagai berikut:



  1. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa, ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan.

  2. Surge dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.

  3. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya dengan konsep Iman yang dimajukan kaum Murji’ah.

  4. Kalam Tuhan adalah makhluk Allah mahasuci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indera mata di akhirat kelak.

Doktrin pokok Ja’d bin Dirham secara umum sama dengan pikiran Jahm al-Ghuraby menjelaskannya sebagai berikut:

  1. Al-Qur’an itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatkan Allah

  2. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk seperti berbicara, melihat, mendengar

  3. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.

Berbeda dengan Jabariyah Moderat, Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik. Tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab. Menurut faham kasab, manusia tidaklah Majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan.

  1. An-Najjar

Di antara pendapat-pendapat an-Najjar adalah

  1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab.

  2. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi an-Najjar mengatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata, sehingga manusia dapat melihat Tuhan

  1. Adh-Dhirar

Mengenai ru’yat Tuhan di akhirat, Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera ke enam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah Ijtihad. Hadis ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.

Adapun golongan Jabariyah mengatakan bahwa tidak ada ikhtiar bagi manusia, sebab Tuhan telah lebih dahulu menentukan segala-galanya. Sementara Ahlussunnah menetapkan usaha dan ikhtiar bagi manusia dan Allah yang menentukan. Jadi, orang akan mendapat pahala dengan usaha dan ikhtiarnya, juga sebaliknya ia akan mendapat dosa oleh sebab usaha dan ikhtiarnya.




  1. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Qadariyah

Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun pengertian secara terminologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya; ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkan atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami bahwa qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang member penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.

Dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai Qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.

Sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qadar menentukan segala tingkah laku, baik yang bagus maupun jahat. Namun, sebutan tersebut telah melekat kaum Sunni, yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak.

Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhari dan Ghailan ad-Dimasyqy. Ma’bad adalah seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan al-Basri. Adapun Ghailan adalah seorang Qatar berasal dari Damaskus dan ayahnya ialah Maulana Usman bin Affan.

Ibnu Nabatah dalam kitabnya, Syarh al-Uyun, seperti dikutip Ahmad Amin, member informasi lain bahwa yang pertama sekali memunculkan faham qadariyah adalah orang Iraq yang semula beragama Kristen kemudian masuk Islam dan balik lagi ke agama Kristen. Dari orang inilah Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini.

Ma’bad al-Jauhari dan Ghailan al-Dimasyqy, menurut watt adalah penganut qadariyah yang hidup setelah Hasan al-Basri. Faham Qadariyah mendapat tantangan keras dari umat Islam ketika itu. Ada beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya reaksi keras ini, pertama, karena masyarakat Arab sebelum Islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham fatalis. Kehidupan bangsa Arab ketika itu serba sederhana dan jauh dari pengertian. Mereka selalu terpaksa mengalah kepada keganasan alam, panas yang menyengat, serta tanah dan tanahnya yang gundul. Mereka merasa dirinya lemah dan tak mampu menghadapi kesukaran hidup yang ditimulkan oleh alam sekelilingnya. Karena itu, ketika faham Qadariyah dikembangkan, mereka tidak dapat menerimanya. Faham Qadariyah itu dianggap bertentangan dengan doktrin Islam. Kedua, tantangan dari pemerintah ketika itu. Tantangan ini sangat mungkin terjadi karena pejabat pemerintahan menganut faham Jabariyah.




  1. Doktrin-doktrin Qadariyah

Ahmad Amin menjelaskan bahwa doktrin Qadariyah lebih luas dikupas oleh kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah. Akibatnya, seringkali orang menamakan Qadariyah dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan Tuhan.

Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Salah seorang pemuka Qadariyah lain, An-Nazzam, mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya. Selagi hidup manusia mempunyai daya, ia berkuasa atas segala perbuatannya. Dapat dipahami bahwa doktrin Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri.

Faham takdir dalam pandangan Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam faham Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta seluruh isinya. Sejak azali, yaitu hokum yang dalam istilah al-Qur’an adalah Sunatullah.

Dengan pemahaman seperti ini, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyadarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin Islam sendiri. Misalnya dalam surat al-Kahfi : 29;

            …… 

Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir"…..”


Dalam surat ar-Ra’d : 11, disebutkan;
……             …….. 

“….Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri….”


BAB III

PENUTUP


  1. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, penulis dapat menyimpulkah hal-hal sebagai berikut:

  1. Pengertiaan, Jabariyah secara istilah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semau perbuatan kepada Allah. Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan oleh Qadha dan Qadar Allah. Adapun golongan Jabariyah mengatakan bahwa tidak ada ikhtiar bagi manusia, sebab Tuhan telah lebih dahulu menentukan segala-galanya.

  2. Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Dengan pemahaman seperti ini, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyadarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan.


DAFTAR PUSTAKA
Syihab, Akidah Ahlus Sunnah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998)
Rozak, Abdul & Anwar, Rosihon., Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2006)




Yüklə 35,93 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin