Bekal penuntut ilmu adab penuntut ilmu dalam dirinya sendiri



Yüklə 0,69 Mb.
səhifə1/8
tarix15.01.2019
ölçüsü0,69 Mb.
#96948
  1   2   3   4   5   6   7   8

free-certificate-border5

Modul

Pelajaran Aqidah

KELAS XII

SMA AL-ISLAM 1 SURAKARTA

UNTUK KALANGAN SENDIRI

BAB PERTAMA

BEKAL PENUNTUT ILMU

ADAB PENUNTUT ILMU DALAM DIRINYA SENDIRI

  1. Ilmu adalah Ibadah

Syarat ibadah adalah:

  1. Ikhlas karena Allah SWT, berdasarkan firman Allah SWT:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَآءَ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah SWT dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus,. (QS. al-Bayyinah:5)

Dan dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda: 'Sesungguhnya segala amal disertai [tergantung] niat...'

Maka jika ilmu sudah kehilangan niat yang ikhlas, ia berpindah dari ketaatan yang paling utama kepada kesalahan yang paling rendah dan tidak ada sesuatu yang meruntuhkan ilmu seperti riya, sum'ah dan yang lainnya.

Atas dasar itulah, maka seseorang harus membersihkan niat dari segala hal yang mencemari kesungguhan menuntut ilmu, seperti ingin terkenal dan melebihi teman-teman. Maka sesungguhnya hal ini dan semisalnya, apabila mencampuri niat niscaya ia merusaknya dan hilanglah berkah ilmu. Karena inilah seseorang harus menjaga niat dari pencemaran keinginan selain Allah SWT.



  1. Perkara yang menggabungkan kebaikan dunia dan akhirat: yaitu cinta kepada Allah SWT dan rasul-Nya dan merealisasikannya dengan mutaba'ah dan mengikuti jejak langkah beliau.



  1. Jadilah Seorang Pengikut Nabi dan para penerusnya

Jadilah sebagai seorang pengikut Nabi yang sungguh-sungguh, jalan orang-orang shalih dari kalangan sahabat radhiyallahu 'anhum dan generasi selanjutnya yang mengikuti jejak langkah mereka dalam semua bab agama dalam bidang tauhid, ibadah dan lainnya.

  1. Selalu Takut Kepada Allah SWT

Berhias diri dengan membangun lahir dan batin dengan sikap takut kepada Allah SWT, menjaga syi'ar-syi'ar islam, menampakkan sunnah dan menyebarkannya dengan mengamalkan dan berdakwah kepadanya.

Hendaklah selalu takut kepada Allah SWT dalam kesendirian dan bersama orang banyak. Sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah yang takut kepada Allah SWT, dan tidak takut kepada-Nya kecuali orang yang berilmu. Dan ingatlah bahwa seseorang tidak dipandang alim kecuali apabila ia mengamalkan, dan seorang alim tidak mengamalkan ilmunya kecuali apabila ia selalu takut kepada Allah SWT.



  1. Senantiasa Muraqabah:

Berhias diri dengan senantiasa muraqabah kepada Allah SWT dalam kesendirian dan kebersamaan, berjalan kepada Rabb-nya di antara sikap khauf (takut) dan raja` (mengharap), bagi seorang muslim kedua sifat itu bagaimana dua sayap bagi burung.

  1. Merendahkan Diri Dan Membuang Sikap Sombong Dan Takabur

Hiasilah diri dengan adab jiwa, berupa sikap menahan diri dari meminta, santun, sabar, tawadhu terhadap kebenaran, sikap tenang dan rendah diri, memikul kehinaan menuntut ilmu untuk kemuliaan ilmu, berjuang untuk kebenaran. Jauhilah sikap sombong, sesungguhnya ia adalah sikap nifak dan angkuh. Orang shalih pada masa dahulu sangat menjauhi sikap tercela tersebut.

Jauhilah penyakit sombong, maka sesungguhnya sikap sombong, tamak dan dengki adalah dosa pertama yang dilakukan terhadap Allah SWT. Sikap congkak terhadap guru adalah sikap sombong. Sikap meremehkan orang yang memberi faedah dari orang yang lebih rendah adalah sikap sombong. Kelalaian dalam mengamalkan ilmu merupakan tanda kesombongan dan tanda terhalang.



  1. Qana'ah dan Zuhud

Berbekal diri dengan sikap qana'ah (merasa cukup dengan yang ada) dan zuhud. Hakikat zuhud adalah: Enggan terhadap yang haram, menjauhkan diri dari segala syubhat dan tidak mengharapkan apa yang miliki orang lain. Dan atas dasar itulah, hendaklah ia sederhana dalam kehidupannya dengan sesuatu yang tidak merendahkannya, di mana dia dapat menjaga diri dan orang yang berada dalam tanggungannya, dan tidak mendatangi tempat-tempat kehinaan.

  1. Berhias Diri Dengan Keindahan Ilmu

Diam yang baik dan petunjuk yang shalih berupa ketenangan, khusyuk, tawadhu', tetap dalam tujuan dengan membangun lahir dan batin dan meninggalkan yang membatalkannya.

  1. Berbekal Diri Dengan Sikap Muru`ah

Berbekal diri dengan sikap muru`ah dan yang membawa kepadanya berupa akhlak yang mulia, bermuka manis, menyebarkan salam, sabar tergadap manusia, menjaga harga diri tanpa bersikap sombong, berani tanpa sikap fanatisme, bersemangat tinggi bukan atas dasar kebodohan.

Oleh karena itu, tinggalkanlah sifat yang merusak muru`ah (kesopanan) berupa pekerjaan yang hina atau teman yang rendah seperti sifat ujub, riya, sombong, takabur, merendahkan orang lain dan berada di tempat yang meragukan.



  1. Bersikap Jantan Termasuk Sikap Berani

Keras dalam kebenaran dan akhlak yang mulia, berkorban di jalan kebaikan sehingga harapan orang menjadi terputus tanpa keberadaanmu.

Atas dasar itu, hindarilah lawannya berupa jiwa yang lemah, tidak penyabar, akhlak yang lemah, maka ia menghancurkan ilmu dan memutuskan lisan dari ucapan kebenaran.



  1. Meninggalkan Kemewahan

Jangan terlalu berlebihan dalam kemewahan, maka sesungguhnya 'kesederhanaan termasuk bagian dari iman'.

Atas dasar itulah, maka jauhilah kepalsuan peradaban, sesungguhnya ia melemahkan tabiat dan mengendurkan urat saraf, mengikat dengan benang ilusi.

Hati-hatilah dalam berpakaian karena ia mengungkapkan pribadi seseorang dalam berafiliasi, pembentukan dan perasaan. Manusia mengelompokkan seseorang dari pakaiannya. Bahkan, tata cara berpakain memberikan gambaran bagi yang melihat golongan orang yang berpakaian berupa ketenangan dan berakal, atau keulamaan atau kekanak-kanakan dan suka menampilkan diri.

Maka pakailah sesuatu yang menghiasi, bukan merendahkan.Jauhilah pakaian kekanak-kanakan, namun bukan berarti memakai pakaian yang tidak jelas, akan tetapi sederhana dalam berpakaian dalam gambaran syara', yang diliputi tanda yang shalih dan petunjuk yang baik.



  1. Berpaling dari Majelis yang Sia-Sia:

Janganlah berkumpul dengan orang-orang yang melakukan kemungkaran di majelis mereka, menyingkap tabir kesopanan.

  1. Berpaling dari Kegaduhan

Memelihara diri dari keributan dan kegaduhan, maka sesungguhnya berada atau suka dalam sebuah kegaduhan atau keributan bertentangan dengan adab menuntut ilmu.

  1. Berhias Dengan Kelembutan

Hendaklah selalu lembut dalam ucapan, menjauhi kata-kata yang kasar, maka sesungguhnya ungkapan yang lembut menjinakkan jiwa yang membangkang.

  1. Berpikir

Berhias dengan merenung, maka sesungguhnya orang yang merenung niscaya mendapat, dan dikatakan: renungkanlah niscaya engkau mendapat.

  1. Teguh dan Kokoh

Berhiaslah dengan sikap teguh dan kokoh, terutama di dalam musibah dan tugas penting. Dan di dalamnya: sabar dan teguh di saat tidak bertemu dalam waktu yang lama dalam menuntut ilmu dengan para guru, maka sesungguhnya orang yang teguh akan tumbuh.

BAB KEDUA

TATA CARA MENUNTUT DAN MENGAMBIL ILMU

  1. Tata Cara Menuntut Ilmu dan Tingkatannya

Barangsiapa yang tidak mantap dalam ilmu dasar niscaya ia terhalang untuk sampai dan barangsiapa yang mencari ilmu secara menyeluruh niscaya ia akan mendapatkannya secara menyeluruh, dan atas dasar itulah maka harus memulai dari dasar bagi setiap bidang ilmu yang dituntut, dengan cara mencatat dasar dan kesimpulannya di hadapan guru yang baik.

Firman Allah SWT:



وَقُرْءَانًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً

Dan al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (QS. al-Isra:106)

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلاَ نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْءَانُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلاً

Berkatalah orang-orang kafir:"Mengapa al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar). (QS. al-Furqan:32)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam setiap mata pelajaran yang dtuntut:



  1. Menghapal mukhtashar (ringkasan).

  2. Mempelajarinya di hadapan guru yang pandai.

  3. Tidak menyibukkan diri dengan kitab besar dan berbagai macam kitab sebelum mempelajari dan mantap dalam ilmu dasarnya.

  4. Jangan berpindah dari satu kitab mukhtashar (ringkas) kepada kitab lain tanpa alasan. Ini termasuk pengganggu.

  5. Mencatat faedah ilmiyah.

Menyatukan jiwa untuk menutut ilmu dan mempelajarinya, dan bersungguh-sungguh untuk mendapat ilmu dan mencapai yang lebih di atas, sehingga bisa mempelajari ilmu yang lebih luas dengan cara yang benar.

BAB KETIGA

ADAB PENUNTUT ILMU BERSAMA GURUNYA

1.    Menjaga Kehormatan Guru

Sudah diketahui bahwa ilmu tidak diambil dari kitab secara langsung, tetapi harus lewat guru yang memantapkan kepadanya kunci-kunci menuntut ilmu, agar aman dari kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena itu seseorang harus menjaga kehormatan guru, sungguh hal itu adalah tanda keberhasilan. Hendaklah guru menjadi tempat penghormatan dan penghargaan. Beradablah saat duduk dan berbicara bersamanya, bertanya dan mendengar dengan baik. Beradab dengan baik saat membolak-balikan kitab di hadapannya, meninggalkan perdebatan di hadapannya. Tidak mendahuluinya saat berbicara, atau berjalan, atau banyak berbicara di sisinya, atau ikut campur dalam pembicaraan dan mengajarnya dengan ucapan. Jangan terlalu banyak bertanya, terutama saat di tengah orang banyak.

Panggillah guru dengan panggilan yang baik dan sopan. Di antaranya janganlah berteriak memanggil gurumu dari jarak jauh, namun mendekatlah.

Hendaklah selalu menghormati majelis dan menampakkan kegembiraan belajar dan mengambil faedah dengannya.

Apabila nampak kesalahan atau waham guru maka janganlah hal itu menjatuhkan dia dari mata muridnya, maka ia bisa menyebabkan engkau terhalang dalam mendapatkan ilmunya. Siapakah yang bisa selamat dari kesalahan?

Janganlah engkau mengganggunya, misalkan menguji guru terhadap kemampuan ilmu dan hapalannya.

Ketahuilah, sesungguhnya sekadar penghormatan murid kepada guru sekadar itulah keberhasilan dan kesuksesan murid, dan begitu pula sebaliknya.

2.    Modal Harta dari Guru

Mengikuti akhlaknya yang shalih dan kemuliaan adabnya. Adapun menerima ilmu maka ia adalah keuntungan tambahan. Akan tetapi janganlah rasa cinta kepada guru membuatmu gegabah, lalu terjerumus dalam hal yang memalukan dari sisi yang tidak diketahui. Maka janganlah meniru suara dan iramanya, jangan pula jalan, gerakan dan kelakuannya. Sesungguhnya ia menjadi orang besar dengan hal itu, maka janganlah meniru-niru hanya semata-mata karena ingin menjadi orang besar.

3.    Ketekunan Guru Dalam Mengajarnya

Ketekunan guru dalam mengajarnya adalah menurut kadar kemampuan murid dalam mendengarkan dan konsentrasinya bersama gurunya dalam belajar. Karena itulah, jangan sampai menjadi sarana memutuskan ilmunya dengan sikap malas, lesu, bersandar, dan berpaling hati darinya.

4.    Menulis dari Guru Saat Belajar

Cara penyampaian itu berbeda-beda dari satu guru dengan guru yang lain, maka pahamilah. Kemudian catatlah keterangan-keterangannya.



BAB KEEMPAT

BERHIAS DIRI DENGAN AMAL IBADAH

 


    1. Di Antara Tanda Ilmu yang Bermanfaat:

  1. Mengamalkannya.

  2. Tidak suka sanjungan dan pujian serta tidak sombong terhadap orang lain.

  3. Bertambah tawadhu' (rendah diri) setiap kali bertambah ilmu.

  4. Menghindar dari suka pujian, terkenal dan dunia.

  5. Tidak mengaku punya ilmu.

  6. Berburuk sangka terhadap diri sendiri dan berbaik sangka (husnudh dhan) terhadap orang lain.



    1. Mengeluarkan Zakat Ilmu

Tunaikan zakat ilmu untuk menyampaikan kebenaran, menyuruh yang ma'ruf, melarang yang mungkar, menjaga keseimbangan di antara mashlahat dan madharrat, menyebarkan ilmu, menyukai manfaat, memberikan syafaat bagi kaum muslimin dalam kebenaran dan kebaikan.

Berusahalah menjaga pakaian (bekal) ini, ia merupakan pokok buah ilmu yang didapatkan. Dan karena kemuliaan ilmu, maka ia menjadi bertambah karena diinfakkan dan berkurang karena disimpan, dan penyakitnya adalah disembunyikan. Dan janganlah karena alasan zaman yang sudah rusak, banyak orang fasik, nasehat tidak berfaedah mendorong seseorang untuk tidak menunaikan kewajiban berdakwah. Maka jika seseorang melakukan hal itu, maka ini merupakan perbuatan yang diinginkan oleh orang-orang fasik untuk bisa keluar meninggalkan keutamaan dan mengangkat bendera kehinaan.



    1. Izzatul Ulama (Kemuliaan Ulama)

Berhias diri dengan (izzatul ulama): untuk menjaga ilmu dan mengagungkannya. Maka janganlah mau dimanfaatkan oleh orang-orang sombong atau bodoh, atau memutuskan perkara, atau riset, atau ucapan. Maka janganlah berjalan dengannya kepada ahli dunia dan janganlah berdiri di atas pundak mereka, janganlah berikan kepada bukan ahlinya sekalipun tinggi kedudukannya.

Berilah kenikmatan kepada penglihatan dan mata hati dengan membaca biografi dan riwayat para imam yang telah mendahului niscaya akan terlihat padanya pengorbanan jiwa dalam menjaga jalan ini, terutama orang yang menggabungkan contoh teladan dalam hal ini.



    1. Menjaga Ilmu

Jika telah mendapatkan kedudukan, ingatlah selalu bahwa benang merah yang menyampaikan kepadanya adalah menuntut ilmu. Maka dengan karunia Allah SWT, kemudian karena menuntut ilmu engkau telah mencapai kedudukan dalam mengajar, atau berfatwa, atau putusan peradilan, maka berikanlah ilmu sesuai kedudukannya berupa mengamalkannya dan menempatkan di tempat layak.

Hindarilah jalan orang-orang yang menjadikan dasar (menjaga kedudukan), maka mereka menutup lidah mereka dari perkataan yang benar dan mendorong mereka menyukai wilayah dari mujarah.



    1. Rindu dengan Kitab-kitab/Buku-buku

Kemuliaan ilmu sudah diketahui karena manfaatnya yang nyata dan sudah menjadi kebutuhan. Karena inilah para penuntut ilmu sangat rindu untuk menuntut ilmu dan rindu untuk mengumpulkan kitab-kitab/buku-buku disertai memilih/menyaring.

    1. Membuka Kitab Sebelum Meletakkannya Di Perpustakaan

Apabila mengoleksi suatu kitab, maka janganlah diletakkan di perpustakaan kecuali setelah membukanya, atau membaca pengantarnya, daftar isi dan beberapa tempat darinya.

    1. Menjelaskan Penulisan

Apabila menulis, maka perjelaslah tulisan dengan menghilangkan ketidakjelasan, dan hal itu dengan berbagai cara:

  1. Tulisan yang jelas.

  2. Tulisanya menurut qaidah imla (penulisan).

  3. Memberikan titik bagi yang bertitik dan menghilangkan titik bagi yang tidak bertitik.

  4. Memberi harakat (baris) bagi yang rumit.

  5. Memberi tanda baca selain al-Qur`an dan hadits

BAB KELIMA

MEMULIAKAN GURU DI DALAM AL-QUR`AN

قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا (66) قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (67) وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا (68) قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا (69) قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلَا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا (70) فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا (71) قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (72) قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا (73) فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا (74) قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (75) قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلَا تُصَاحِبْنِي قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا (76) فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا (77) قَالَ هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا (78) أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا (79) وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا (80) فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا (81) وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا (82) [الكهف: 66- 82]

Artinya:

  1. Musa berkata kepada Khadhir: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"

  2. Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.

  3. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"

  4. Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun".

  5. Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu".

  6. Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khadhir melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.

  7. Dia (Khadhir) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku"

  8. Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku".

  9. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khadhir membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".

  10. Khadhir berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"

  11. Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan udzur padaku".

  12. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khadhir menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".

  13. Khadhir berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.

  14. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.

  15. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.

  16. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).

  17. Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya".

Pelajaran yang dapat diambil:

  1. Seseorang yang mempunyai ilmu tertentu, belum tentu dapat bersabar untuk menuntut dan memahami ilmu lainnya.

  2. Untuk dapat bersabar, seseorang harus mempunyai ilmu.

  3. Ketidaksabaran akan muncul bersama ketidakmengertian.

  4. Untuk sesuatu yang belum dijalani – tertutama esok hari dan selanjutnya – seseorang hendaknya tidak lupa mensyaratkan : Insya-Allah.

  5. Penuntut ilmu yang ingin berhasil, hendaknya tidak mendurhakai gurunya.

  6. Guru boleh membuat syarat tertentu bagi muridnya asal tidak maksiat kepada Allah.

  7. Terdapat ilmu yang tidak termasuk ilmu syariat yang diturunkan Allah kepada manusia.

  8. Tidak setiap orang mampu memahami dan mengerti ilmu yang secara khusus Allah berikan.

  9. Ilmu khusus yang tidak bisa dimengerti orang biasa dan menyimpang dari syariat dlahir itu hanya diberikan kepada Nabi tertentu.

  10. Ada batas-batas tertentu yang seorang Nabi pun tidak dapat sampai pada pemahamannya tanpa ijin Allah.

  11. seseorang boleh menolak mengajarkan sebagian ilmu apabila yang akan mengambil ilmu itu tidak layak diberi atau tidak memenuhi syarat.

  12. Selayaknya guru membukakan rahasia/takwil ilmu agar orang awam tidak bertanya-tanya.

-(())-

BAB KEENAM

Hal-hal yang Membatalkan Keislaman 1

Ketahuilah sesungguhnya hal-hal yang membatalkan keislaman itu ada sepuluh:



Pertama, menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala dalam beribadah.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :



إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An-Nisa:48)

Dan firman-Nya:



Yüklə 0,69 Mb.

Dostları ilə paylaş:
  1   2   3   4   5   6   7   8




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin