Buku pedoman kuliah


B. Manusia dalam Pandangan Islam



Yüklə 0,68 Mb.
səhifə2/11
tarix03.01.2019
ölçüsü0,68 Mb.
#89055
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11
B. Manusia dalam Pandangan Islam

Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Allah Tuhan Pencipta Alam Semesta. Walaupun telah berusaha memahami dirinya selama beribu-ribu tahun, namun gambaran yang pasti dan meyakinkan tak mampu mereka peroleh hanya dengan mengandalkan daya nalarnya yang subyektif. Oleh karena itu mereka memerlukan pengetahuan dari pihak lain yang dapat memandang dirinya secara lebih utuh. Allah Sang Pencipta Alam telah menurunkan Kitab Suci Alquran yang di antara ayat-ayat-Nya adalah gambaran-gambaran konkret tentang manusia. Penyebutan nama manusia dalam Alquran tidak hanya satu macam. Berbagai istilah digunakan untuk menunjukkan berbagai aspek kehidupan manusia, di antaranya:

  • Dari aspek historis penciptaan manusia disebut dengan Bani Adam (Q.S. Al-A’raaf, 7:31).

  • Dari aspek biologis manusia disebut dengan basyar yang mencerminkan sifat-sifat fisik-kimia-biologisnya (Q.S. Al-Mukminun, 23: 33).

  • Dari aspek kecerdasan manusia disebut dengan insan yakni makhluk terbaik yang diberi akal sehingga mampu menyerap pengetahuan (Q.S. Ar-Rahmaan, 55: 3-4).

  • Dari aspek sosiologisnya disebut annas yang menunjukkan sifatnya yang berkelompok sesame jenisnya (Q.S. Al-Baqarah, 2: 21).

  • Dan dari aspek posisinya disebut ‘abdun (hamba) yang menunjukkan kedudukannya sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan patuh kepadanya-Nya (Q.S. Saba’, 34:9).

Selain dari beberapa istilah tersebut di atas ajaran Islam dalam Alquran juga mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang sempurna dan termulia dari makhluk-makhluk yang lain.
1. Manusia Makluk Terbaik dan Termulia

Dalam model penciptaan, Allah menciptakan manusia melalui dua proses, yaitu penciptaan langsung (penciptaan Adam) dan penciptaan tidak langsung (proses reproduksi manusia).



Dalam model penciptaan Adam Allah menciptakan manusia dari unsur-unsur tanah yang dibentuk dan air, lalu ditiupkan ruh Allah secara langsung sehingga terciptalah Nabi Adam sebagai manusia pertama. Beberapa unsur tanah yang disebut dalam Alquran adalah seperti berikut:

  1. Tiin, yaitu tanah lempung:

الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنسَانِ مِن طِينٍ

(Tuhan) memulai penciptaan manusia dari tanah lempung. (Q.S. As-Sajadah, 32:7)

Dalam ayat ini, Alquran menyebut kata badaa yang berarti memulai. Ini menunjukkan adanya awal suatu penciptaan dari tiin. Hal ini jelas bermakna tahap yang lain akan segera mengikuti.



  1. Turaab, yaitu tanah gemuk sebagaimana disebut dalam ayat:

قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِن تُرَابٍ

ثُمَّ مِن نُّطْفَة ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلاً



Kawanmu (yang mukmin) berkata kepadanya, sedang dia bercakap-cakap dengannya: “Apakah kamu kafir kepada Tuhan Yang Menciptakan kamu dari tanah (turaab), kemudian dari setetes air mani lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?” (Q.S. Al-Kahfi, 18:37)

  1. Tiinul laazib, yaitu tanah lempung yang pekat (tanah liat):

فَاسْتَفْتِهِمْ أَهُمْ أَشَدُّ خَلْقاً أَم مَّنْ خَلَقْنَا إِنَّا خَلَقْنَاهُم مِّن طِينٍ لَّازِبٍ

Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): “Apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu?” Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dari tanah liat (tiinul laazib). (Q.S. As-Saffaat, 37: 11)

  1. Salsalun, yaitu lempung yang dikatakan kalfakhkhar (seperti tembikar). Citra di ayat ini menunjukkan bahwa manusia “dimodelkan”.

  2. Salsalun min hamain masnuun (lempung dari Lumpur yang dicetak/diberi bentuk):

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَانَ مِن صَلْصَالٍ مِّنْ حَمَإٍ مَّسْنُونٍ

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari Lumpur hitam yang diberi bentuk. (Q.S. Al-Hijr, 15: 26)

  1. Sulaalatin min tiin, yaitu dari sari pati tanah. Sulaalat berarti sesuatu yang disarikan dari sesuatu yang lain:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ مِن سُلَالَةٍ مِّن طِينٍ

ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَّكِينٍ

ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَاماً فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْماً ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلْقاً آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ

أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ



Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah (sulaalatin min tiin). Kemudian Kami jadikan saripati air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (Q.S. Al-Mukminun, 23: 12-14)

  1. Air yang dianggap sebagai unsur penting asal usul seluruh kehidupan:

وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاء بَشَراً فَجَعَلَهُ نَسَباً وَصِهْراً وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيراً

Dan Dia (Allah) pula yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia (Allah) jadikan manusia itu punya keturunan dan musaharah adalah Tuhanmu Mahakuasa. (Q.S. Al-Furqaan, 25: 54)

  1. Peniupan Ruh (ciptaan) Allah:

فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُواْ لَهُ سَاجِدِينَ

Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (Q.S. Al-Hijr, 15: 29)

ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِن رُّوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلاً مَّا تَشْكُرُونَ



Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh (ciptaan) Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi kamu sedikit sekali bersyukur. (Q.S. As-Sajdah, 32: 9)

Demikian model penciptaan langsung nabi Adam yang difirmankan Allah dalam Alquran. Manusia menurut Islam berbeda sama sekali dengan makhluk-makhluk lain, manusia adalah makhluk yang paling terbaik dan sempurna dihadapan Allah. Manusia di samping mempunyai jasad, nyawa, nafsu naluri, dan insting, manusia dilengkapi dengan Ruh Allah (ruhani).

Adanya unsur ruhani ini bukan berarti bahwa manusia adalah sebuah organisme yang mempunyai dua unsure jasmani dan ruhani yang masing-masing mempunyai fungsi dan berjalan sendiri-sendiri secara terpisah, melainkan keduanya adalah merupakan satu kesatuan yang terpadu, berjalan berkelindan, tak terpisahkan, berfungsi penuh dan bersama-sama.

Karena kelebihannya itulah manusia memperoleh predikat sebagai makhluk terbaik dan termulia, baik bentuk kejadiannya maupun kedudukannya di alam semesta ini.

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (Q.S. At-Tin, 95: 4)

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً



Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka ke daratan dan lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.S. Al-Isra, 17: 70)

Dalam model penciptaan proses reproduksi manusia isi ayat-ayat Alquran telah membuka mata pakar dunia di bidang ilmu kedokteran dan embriologi. Mereka terpana akan kesuaian ilmu ilmiah modern yang telah dihasilkan dengan riset-riset mahal dengan wahyu Alquran yang notabene telah ada sejak tahun 500 M yang lalu. Hal ini telah membuktikan kebenaran wahyu Alquran dan agama Islam sebagai pedoman hidup manusia.

يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ فِي أَيِّ صُورَةٍ مَّا شَاء رَكَّبَكَ



"Hai manusia apakah yang telah memperdaya kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah, yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuhmu) seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu." (Q.S. Al- Infithar, 82: 6-8)

Proses terjadinya manusia merupakan fenomena yang baru saja diketahui setelah diketemukannya alat-alat modern yang serba canggih diperbagai segi. Para pakar sains di bidang kedokteran terkejut tatkala mereka menemukan teori-teori proses terjadinya manusia di dalam Alquran yang sangat sesuai dengan hasil yang mereka peroleh setelah melakukan penyelidikan berabad-abad lamanya hingga saat ini.

Lalu apa yang sebenarnya dapat dijelaskan oleh Alquran mengenai proses kejadian manusia?
Proses Kejadian dalam Kandungan
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنتُمْ أَمْوَاتاً فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ

ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ



"Mengapa kamu kafir terhadap Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu."(Q.S. Al Baqarah 2: 28)

Di manakah kita, ketika kita belum ada, seperti kata ayat Quran di atas? Kalau menurut ilmu yang telah kita dapat, kita pada waktu itu masih berupa unsur-unsur zat asli di dalam tanah (zat-zat anorganis), sedangkan roh kita masih berada di tangan Allah.

Unsur-unsur zat asli yang terdapat di dalam tanah akan diserap, baik itu oleh hewan maupun tumbuhan, dan tak terkecuali akan sampai juga kepada manusia, termasuk ayah dan ibu kita. Dalam tubuh ayah, zat-zat tersebut akan terbentuk menjadi sperma, sedang pada ibu akan terwujud ovum (sel telur). Dari kedua benda (sperma dan ovum) inilah nanti akan terwujud sosok manusia yang menakjubkan di dalam rahim ibu.

خُلِقَ مِن مَّاء دَافِق

يَخْرُجُ مِن بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ

"Maka hendaklah manusia memperhatikan dan apa ia diciptakan. Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara bagian seksuil daripada lelaki dan perempuan."(Q.S. Ath Thariq, 86: 6-7)

أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِّن مَّنِيٍّ يُمْنَى

"Bukankah ia dahulu berupa setetes mani yang ditumpahkan."

(Q.S. Al Qiyamah, 75: 37)


Mani atau sperma yang terbentuk di dalam tubuh setelah terjadinya persenyawaan antara zat-zat yang terbawa dari makanan dengan unsur-unsur lain di dalam tubuh inilah yang merupakan salah satu bahan terpenting bagi terwujudnya sosok manusia.

Sebelum membicarakan lebih jauh reproduksi manusia di dalam Alquran, kita perlu mengetahui dulu bagaimana proses reproduksi manusia menurut ide-ide ilmu embriologi modern yang telah diperoleh (lihat bab diatas)

Alquran menarik perhatian para ahli mengenai soal-soal reproduksi yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Setetes cairan yang menyebabkan pembuahan (facondation).

b. Watak dari zat cair yang membuahi.

c. Menetapnya telur yang sudah dibuahi dalam rahim.

d. Perkembangan embrio di dalam rahim.
Setetes cairan yang menyebabkan pembuahan.

Alquran mengetengahkan soal ini sebelas kali dalam berbagai surah. Marilah coba kita perhatikan ayat-ayat ini;

خَلَقَ الإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُّبِينٌ

"Dia telah menciptakan manusia dari nutfah, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata."(Q.S. An Nahl, 16: 4)
Kata nutfah dalam ayat ini berasal dari akar kata yang artinya "mengalir". Kata ini dipakai untuk menunjukkan air yang ingin tetap dalam wadahnya, sehingga sesudah wadah itu dikosongkan. Jadi kata tersebut menunjukkan setetes kecil yang dalam hal ini berarti setetes air sperma (mani), karena dalam ayat lain diterangkan bahwa setetes itu adalah setetes sperma.

أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِّن مَّنِيٍّ يُمْنَى



"Bukankah ia dahulu dari setetes mani (sperma) yang ditumpahkan."

(Q.S. Al Qiyamah, 75:37)


Dalam ayat lain setetes itu ditempatkan dalam tempat yang tetap atau kokoh yang dinamai rahim.

ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَّكِينٍ



"Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (sperma) (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)." (Q.S. Al Mu'minun, 23:13)
Inilah ayat-ayat Quran yang menunjukkan ide tentang setitik cairan yang diperlukan untuk pembuahan, hal ini sesuai tepat dengan sains yang telah kita ketahui sekarang.
Watak dari zat cair yang membuahi

Alquran menunjukkan cairan yang memungkinkan terjadinya pembuahan dengan watak-watak atau sifat yang perlu dicermati,

- Sperma (seperti yang baru dibicarakan)

- Cairan yang terpancar (Q.S. Ath Thariq, 86:6)

- Cairan yang hina (Q.S. Al Mursalaat, 77: 20)

- Cairan yang bercampur/amsyaj (Q.S. Al Insan, 76:2)

Watak cairan yang terakhir perlu digaris bawahi, karena mengandung suatu hal yang menakjubkan yang perlu kita ketahui dan mengerti.

إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعاً بَصِيراً



"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes nutfah yang bercampur.., (QS Al Insan, 76:2)

Banyak ahli tafsir seperti Hamidullah dan juga ahli-ahli tafsir kuno yang mereka itu belum memiliki ide sedikit pun tentang fisiologi pembuahan, mereka mengira bahwa kata "campuran" itu hanya menunjukkan bertemunya unsur lelaki dan wanita.

Tetapi ahli tafsir modern seperti penulis Muntakhab yang diterbitkan Majelis Tinggi soal-soal Islam di Kairo mengoreksi cara para ahli tafsir kuno dan menerangkan bahwa setetes sperma itu banyak mengandung unsur-unsur. Suatu keterangan yang sangat tepat, walaupun mereka tidak memberikan perinciannya. Apakah unsur-unsur sperma yang bermacam-macam itu? Cairan sperma mengandung unsur-unsur yang bermacam-macam yang berasal dari kelenjar-kelenjar sbb;


  • Tetis, buah pelir yang mengeluarkan spermatozoa yaitu sel panjang berekor dan berenang dalam cairan serolife.

  • Kantong-kantong benih (besicules seminutes). Organ ini merupakan tempat menyimpan spermatozoa, juga mengeluarkan cairan, tapi tak bersifat membuahi.

  • Prostat, mengeluarkan cairan yang memberikan sifat krem serta bau khusus kepada sperma.

  • Kelenjar Cooper/mery, mengeluarkan cairan yang lekat.

  • Kelenjar letre, yang mengeluarkan semacam lendir.

Inilah unsur-unsur campuran yang dimaksud dalam Alquran.

Betapa menakjubkan, Alquran memberikan hal-hal yang harus diketahui dengan alat-alat modern pada saat ini, yang tidak mungkin diketahui orang-orang pada waktu Alquran diturunkan 15 abad silam. Ini membuktikan bahwa Tuhan yang menguasai jagat inilah yang menurunkan kitabNya kepada manusia sebagai petunjuk dan bukti akan kebenaran yang Mutlak.

Satu lagi para sarjana yang mencoba mempelajari Alquran dibuat kagum dan dengan tulus mereka menyatakan beriman Islam, yaitu bunyi suatu ayat dalam Q.S. As Sajadah, 32: 8;

ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِن سُلَالَةٍ مِّن مَّاء مَّهِينٍ



"Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.”
Yang dimaksud saripati di ayat ini adalah suatu bahan yang dikeluarkan atau keluar dari bahan yang lain dan merupakan bagian yang terbaik (terpilih) daripada bahan itu (sperma). Yang lebih jelasnya adalah; yang menyebabkan terjadinya pembuahan (sehingga tercipta manusia) pada sel telur (ovum) pada pihak wanita, adalah satu bagian yang berupa sebuah sel panjang yang besarnya kurang lebih 1/10.000 mm. Satu dari beberapa juta sel yang serupa di dalam setetes sperma yang dihasilkan seorang lelaki.

Sejumlah yang sangat besar tetap di jalan dan tidak sampai ke trayek yang menuntun dari kelamin wanita sampai ke sel telur di dalam rongga rahim (uterus dan trompe).

Bagaimana kita tidak terpukau oleh persesuaian antara teks Alquran dengan ilmu pengetahuan ilmiah yang kita miliki sekarang ini (abad modern)!
Menetapnya telur yang sudah dibuahi dalam rahim

Telur yang telah dibuahi dalam "trompe" turun bersarang di dalam rongga rahim (cavum uteri). Inilah yang dinamakan "bersarangnya telur". Quran menamakan uterus tempat telur dibuahkan itu rahim (kata jamaknya arham).

وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاء إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى

"Dan kami tetapkan dalam rahim apa yang kami hendaki sampai waktu yang sudah ditentukan." (Q.S. Al Hajj, 22: 5)

Menetapnya telur dalam rahim terjadi karena tumbuhnya jonjot (villi), yakni perpanjangan telur yang akan mengisap dari dinding rahim zat yang perlu bagi membesamya telur, seperti akar tumbuh-tumbuhan yang masuk dalam tanah. Pertumbuhan semacam ini mengokohkan telur di dalam rahim. Pengetahuan hal ini baru diperoleh manusia pada jaman modem saat ini.

Pelekatan ini disebutkan dalam Alquran 5 kali, salah satunya ada dalam Q.S. Al Alaq, 96: 2,

خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ



"Yang menciptakan manusia dari sesuatu yang melekat.”

"Sesuatu yang melekat" adalah terjemahan kata bahasa arab 'alaq. Ini adalah arti yang pokok. Arti lainnya adalah gumpalan darah yang sering disebutkan dalam terjemahan Alquran. Ini adalah suatu kekeliruan yang harus kita koreksi. Manusia tidak pernah melewati tahap gumpalan darah. Ada lagi terjemahan 'alaq yaitu lekatan (adherence) yang juga merupakan kata yang tidak tepat. Arti pokok yaitu "suatu yang melekat" sesuai sekali dengan temuan sains modern. Secara lebih jelasnya adalah sebagai berikut;

Setelah pembuahan antara sperma dengan ovum, kedua sel tersebut akan membelah dari 1,2,4,8,16 dan seterusnya secara cepat sekali. Enam atau tujuh hari setelah pembuahan sel yang banyak menyerupai gelembung kecambah ini menetap dan bersarang pada dinding dalam uterus, yang rupanya seperti bunga karang atau selapis karet busa. Kejadian yang sangat penting ini disebut "nidasi" atau implantasi, maksudnya penyarangan atau penanaman. Selama proses nidasi ini, beberapa pembuluh yang sangat halus dalam jaringan sel sang ibu dibuka. Sisa jaringan yang rusak dan tetes darah kecil yang keluar merupakan makanan untuk sel-sel yang sedang berkembang. Sel-sel ini mengisap makanan dengan cara sama seperti tumbuh-tumbuhan mengisap makanan dari tanah lembab.

Memang, "alaq atau sesuatu yang melekat ini akan dengan segera mengeluarkan semacam jaringan akar-akar yang halus sekali, yang disebut "villi". Guna akar-akar ini selain untuk menerima zat makanan, juga supaya 'alaq ini dapat mengikatkan diri dengan kokoh di dalam rahim. Di dalam dinding-dinding inilah 'alaq akan berkembang mengalami metamorfbrse yang amat dasyat. Tak lama lagi 'alaq ini makin lama makin berkembang dan besar. Dan berubah setiap jam menjadi apa yang jelas-jelas sebagai makhluk manusia yang mempunyai kepala, tubuh, tangan, kaki, jari-jari, mata, telingan dan hidung.

Ide tentang sesuatu yang melekat ('alaq), disebutkan di beberapa ayat yang lainnya. Misalnya sebagai berikut;

ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً



"Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah (sesuatu yang melekat)."(Q.S. Al Mu'minun 23:14)

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ



"Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari 'sesuatu yang melekat'. "(Q.S. Al Mu'min 40:67)

أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِّن مَّنِيٍّ يُمْنَى

ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى

"Bukankah ia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim). Kemudian mani itu menjadi 'sesuatu yang melekat, lalu Allah menciptakannya dan menyempumakannya."(Q.S. al Qiyaamah 75: 37-38)

Persesuaian ini sungguh menambah iman kepada Allah dan kitab-Nya yang diturunkan kepada Muhammad.


Perkembangan embrio dalam rahim.

Semua hal yang telah disebutkan oleh Alquran di atas telah diketahui oleh manusia saat ini, dan tidak mengandung sedikitpun hal-hal yang dapat dikritik oleh sains. Sekarang kita mulai membicarakan mengenai tahap-tahap perkembangan embrio di dalam rahim.

Setelah kata "sesuatu yang melekat" ('alaq) yang telah kita lihat kebenarannya, Alquran menyatakan bahwa embrio melalui tahap; secuil daging (seperti daging yang dikunyah), kemudian nampaklah tulang yang diselubungi oleh daging (diterangkan dengan kata lain berarti daging segar).

ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَاماً فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْماً ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلْقاً آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ

أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

"Kemudian air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu Kami jadikan sesuatu yang melekat itu secuil daging dan secuil daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik."(Q.S. Al Mu'minun 23:14)

Daging (seperti yang dikunyah) adalah terjemahan kata bahasa arab "mudlghah", daging (seperti daging segar) adalah terjemahan kata "lahm". Perbedaannya perlu digarisbawahi, embrio pada permulaannya merupakan benda yang nampak kepada mata biasa, dalam tahap tertentu daripada perkembangan sebagai daging yang dikunyah. Sistem tulang berkembang pada benda tersebut di dalamnya, yang dinamakan "mesenbyme". Tulang yang sudah terbentuk dibungkus dengan otot-otot, inilah yang dimaksud kata "lahm".

Dalam perkembangan embrio, ada beberapa bagian yang muncul yang tidak seimbang proporsinya dengan yang akan menjadi manusia nanti, sedang bagian-bagian lain tetap seimbang. Bukankah arti bahasa arab "mukhallaq" adalah dibentuk dengan proporsi seimbang?, yang dipakai dalam ayat 5 surat Al Maaidah disebutkan untuk menunjukkan fenomena ini?

Alquran juga menyebutkan munculnya panca indera dan hati (perasaan, afidah)

ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِن رُّوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ

وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلاً مَّا تَشْكُرُونَ



"Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ke dalam tubuhnya roh-Nya, dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, pengelihatan dan hati.” (Q.S. As-Sajadah 32: 9)

Terbentuknya seks juga disebutkan dalam Quran surah Faathir ayat 11 dan surah Al Qiyamah 39 juga surah An Najm 45-46 sebagai berikut;

وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنثَى

مِن نُّطْفَةٍ إِذَا تُمْنَى



"Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari mani yang dipancarkan."(Q.S. An Najm 53: 45-46)
2. Ruh dan nafs

Ruh adalah salah satu komponen penting yang menentukan ciri kemanusiaan manusia. Setelah proses-proses fisik berlangsung dalam penciptaan manusia, pemasukan ruh menjadi unsur penentu yang membedakan manusia dengan dunia hewan. Sebagaimana banyak dari aspek fisik manusia yang hakikatnya belum diketahui manusia, ruh merupakan misteri besar yang dihadapi manusia.

إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَراً مِن طِينٍ

فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ



"(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempumakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah. kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.” (Q.S. Saad, 38:71-72)

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي

وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً

"Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Q.S. Al-Israa, 17:85)

Ruh adalah getaran ilahiah yaitu getaran sinyal ketuhanan sebagaimana rahmat, nikmat, dan hikmah yang kesemuanya sering terasakan sentuhannya, tetapi sukar dipahami hakikatnya. Sentuhan getaran rohaniah itulah yang menyebabkan manusia dapat mencerna nilai-nilai belas kasih, kejujuran, kebenaran, keadilan dan sebagainya.

Istilah nafs banyak tersebar dalam Alquran. Meski termasuk dalam wilayah abstrak yang sukar dipahami, istilah nafs memiliki pengertian yang sangat terkait dengan aspek fisik manusia. Gejolak nafs dapat dirasakan menyebar ke seluruh bagian tubuh manusia karena tubuh manusia merupakan kumpulan dari bermilyar-milyar sel hidup yang saling berhubungan. Nafs bekerja sesuai dengan bekerjanya sistem biologis manusia.

اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Allah memegangjiwa (nafs) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia, tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.” (Q.S. Az-Zumar, 39:42)

Hubungan antara nafs dan fisik manusia demikian erat meski sukar untuk diketahui dengan pasti bagaimana hubungan itu berjalan. Dua hal yang berbeda, mental dan fisik, dapat menjalin interrelasi sebab akibat. Kesedihan dapat menyebabkan mata mengeluarkan cairan, kesengsaraan membuat badan kurus. Dikenal pula istilah psikosomatik, yaitu penyakit-penyakit fisik yang disebabkan oleh masalah kejiwaan.

Perpisahan antara nafs dan fisik disebut maut dan ini adalah peristiwa yang paling misterius dalam kehidupaan manusia sebelum ia menjumpai peristiwa-peristiwa lainnya di dunia yang lain pula.

...وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلآئِكَةُ بَاسِطُواْ أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُواْ أَنفُسَكُمُ...

... alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang zalim, (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata): Keluarkanlah nafs-mu...” (Q.S. Al-An'aam, 6:93)

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ

Tiap-tiap nafs akan merasakan mati." (Q.S. Ali Imran, 3:185)


3. Fitrah manusia: Hanif dan potensi akal, qalb dan nafsu

Kata fithrah (fitrah) merupakan derivasi dari kata fatara, artinya ciptaan, suci, dan seimbang. Louis Ma'ruf dalam kamus Al-Munjid (1980:120) menyebutkan bahwa fitrah adalah sifat yang ada pada setiap yang ada pada awal penciptaannya, sifat alami manusia, agama, sunnah.

Menurut imam Al-Maraghi (1974: 200) fitrah adalah kondisi di mana Allah menciptakan manusia yang menghadapkan dirinya kepada kebenaran dan kesiapan untuk menggunakan pikirannya.

Dengan demikian arti fitrah dari segi bahasa dapat diartikan sebagai kondisi awal suatu ciptaan atau kondisi awal manusia yang memiliki potensi untuk mengetahui dan cenderung kepada kebenaran (hanif). Fitrah dalam arti hanif ini sejalan dengan isyarat Alquran:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (Q.S. Ar-Ruum, 30: 30)

Fitrah dalam arti penciptaan tidak hanya dikaitkan dengan arti penciptaan fisik, melainkan juga dalam arti rohaniah, yaitu sifat-sifat dasar manusia yang baik. Karena itu fitrah disebutkan dalam konotasi nilai. Lahirnya fitrah sebagai nilai dasar kebaikan manusia itu dapat dirujukkan kepada ayat:

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Q.S. Al-A'raaf, 7: 172)

Ayat di atas merupakan penjelasan dari fitrah yang berarti hanif (kecenderungan kepada kebaikan) yang dimiliki manusia karena terjadinya proses persaksian sebelum digelar ke muka bumi. Persaksian ini merupakan proses fitrah manusia yang selalu memiliki kebutuhan terhadap agama (institusi yang menjelaskan tentang Tuhan), karena itu dalam pandangan ini manusia dianggap sebagai makhluk religius. Ayat di atas juga menjadi dasar bahwa manusia memiliki potensi baik sejak awal kelahirannya. la bukan makhluk amoral, tetapi memiliki potensi moral. Juga bukan makhluk yang kosong seperti kertas putih sebagaimana yang dianut para pengikut teori tabula rasa.

Fitrah dalam arti potensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia tersebut dapat dikelompokkan kepada dua hal, yaitu potensi fisik dan potensi rohaniah.

Potensi fisik manusia telah dijelaskan pada bagian yang lalu, sedangkan potensi rohaniah adalah akal, qalb dan nafsu. Akal dalam pengertian bahasa Indonesia berarti pikiran, atau rasio. Harun Nasution (1986) menyebut akal dalam arti asalnya (bahasa Arab), yaitu menahan, dan orang 'aqil di zaman jahiliah yang dikenal dengan darah panasnya adalah orang yang dapat menahan amarahnya dan oleh karenanya dapat mengambil sikap dan tindakan yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Senada dengan itu akal dalam Alquran diartikan dengan kebijaksanaan (wisdom), intelegensia (intelligent) dan pengertian (understanding). Dengan demikian di dalam Alquran akal diletakkan bukan hanya pada ranah rasio tetapi juga rasa, bahkan lebih jauh dari itu jika akal diartikan dengan hilunah atau bijaksana.

Al-qalb berasal dari kata qalaba yang berarti berubah, berpindah atau berbalik dan menurut Ibn Sayyidah (Ibn Manzur: 179) berarti hati. Musa Asyari (1992) menyebutkan arti al-qalb dengan dua pengertian, yang pertama pengertian kasar atau fisik, yaitu segumpal daging yang berbentuk bulat panjang, terletak di dada sebelah kiri, yang sering disebut jantung. Sedangkan arti yang kedua adalah pengertian yang halus yang bersifat ketuhanan dan rohaniah yaitu hakikat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, berpengetahuan dan arif.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akal digunakan manusia dalam rangka memikirkan alam sedangkan mengingat Tuhan adalah kegiatan yang berpusat pada qalbu. Keduanya merupakan kesatuan daya rohani untuk dapat memahami kebenaran sehingga manusia dapat memasuki suatu kesadaran tertinggi yang bersatu dengan kebenaran Ilahi.

Adapun nafsu (bahasa Arab: al-hawa, dalam bahasa Indonesia sering disehat hawa nafsu) adalah suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya. Dorongan-dorongan ini sering disebut dengan dorongan primitif, karena sifatnya yang bebas tanpa mengenal baik dan buruk. Oleh karena itu nafsu sering disebut sebagai dorongan kehendak bebas. Dengan nafsu manusia dapat bergerak dinamis dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Kecenderungan nafsu yang bebas tersebut jika tidak terkendali dapat menyebabkan manusia memasuki kondisi yang membahayakan dirinya. Untuk mengendalikan nafsu manusia menggunakan akalnya sehingga dorongan-dorongan tersebut dapat menjadi kekuatan positif yang menggerakkan manusia ke arah tujuan yang jelas dan baik. Agar manusia dapat bergerak ke arah yang jelas, maka agama berperan untuk menunjukkan jalan yang akan harus ditempuhnya. Nafsu yang terkendali oleh akal dan berada padajalur yang ditunjukkan agama inilah yang disebut an-nafs al-mutmainnah yang diungkapkan Alquran :

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ

ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً

فَادْخُلِي فِي عِبَادِي

وَادْخُلِي جَنَّتِي

Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam surgaKu.” (Q.S. Al-Fajr, 89:27-30)

Dengan demikian manusia ideal adalah manusia yang mampu menjaga fitrah (hanif)-nya dan mampu mengelola dan memadukan potensi akal, qalbu, dan nafsunya secara harmonis.


4. Manusia Mempunyai Hak Pilih dan Kebebasan

Pada setiap ciptaan-Nya, Allah telah menentukan qadamya. Qadar sendiri berarti "memberikan ukuran/keterhinggaan/ketetapan). Arti ini dapat diketahui dari ayat-ayat berikut ini:

الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَداً وَلَمْ يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيراً
...yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Q.S. al-Furqan, 25: 2)

وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Yasin, 36: 38)

وَالَّذِي نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَنشَرْنَا بِهِ بَلْدَةً مَّيْتاً كَذَلِكَ تُخْرَجُونَ

Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati,..." [Q.S. az-Zukhruf, 43: 11)

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Q.S. al-Qamar, 54: 49)

قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً

... Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Q.S. ath-Thalaq, 65: 3)

وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْراً وَأَعْظَمَ أَجْرا...

... Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu, memperoleh (balasannya) di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya,...” [Q.S. al-Muzamil 73: 20].

وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّ عِندَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلاَّ بِقَدَرٍ مَّعْلُومٍ

Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.” (Q.S. al-Hijr 15: 21)

Ide yang terkandung dalam doktrin qadar ini adalah bahwa Allah saja yang tak terhingga secara mutlak, sedang segala sesuatu selain Allah sebagai ciptaanNya memiliki "ukuran/keterhinggaan" atau memilih kapasitas yang terbatas. Menurut al-Qur'an, setiap Allah menciptakan sesuatu hal (khalq), Allah memberikan sifat-sitat, potensi-potensi dan hukum-hukum tingkah laku (amr, "perintah" atau hidayah "petunjuk") tertentu kepadanya, sehingga ia menuruti sebuah pola tertentu dan menjadi sebuah laktor didalam "kosmos".

Oleh karena itu segala sesuatu di dalam alam semesta ini bertingkah laku sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditentukan padanya secara otomatis mentaati "perintah" Allah-maka keseluruhan alam semesta ini adalah muslim atau tunduk kepada kehendak Allah.

Manusia adalah satu-satunya kekecualian didalam hukum universal ini karena diantara scmuanya, manusialah satu-satunya ciptaan Allah yang diberi kebebasan untuk mentaati atau mengingkari perintah Allah.

Sebagaimana ciptaan yang lain, pada manusia juga telah ditetapkan sifat-sifat, potensi-potensi dan hukum-hukum tingkah laku, yaitu bahwa manusia diciptakan telah dilengkapi dengan perbekalan-perbekalan yang berupa kodrat, pembawaan jiwa (watak) dan perlengkapan-perlengkapan lainnya. Semua ini dapat diarahkan pemakaiannya kearah yang baik maupun ke arah yang buruk. Jadi tidak semata-mata untuk kebaikan atau untuk keburukan saja. Walaupun sebagian orang lebih kuat iradah kebaikannya dan sebagian lain lebih kuat iradah kejahatannya. Semua itu hanya Allah yang tahu ukurannya secara pasti, sebagaimana firman Allah:

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا# فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا# قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا# وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا#

Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan. Sesungguh-nya beruntunglah orang yang mensucikanjiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.S. asy-Syams, 91: 7-10)

Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah menjadikan manusia dengan sempurna lagi berimbangan dan mengisinya dengan kodrat-kodrat (sarana) yang dapat menerima kebaikan atau kejahatan.

Di samping itu Allah juga telah membekali manusia dengan akal yang dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Dan juga Allah memberikan kepada manusia tenaga dan kemampuan untuk membenarkan yang haq dan menyalahkan yang bathil, sanggup mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk.

Tidak hanya itu saja, Allah masih mengutus para rasul untuk mewujudkan jalan-jalan kebenaran dan memberikan bimbingan. Allah juga telah merumuskan dalil-dalil (pokok-pokok pedoman) tentang kebenaran dengan diturunkan kitab suci (al-Qur'an) kepada manusia.

Dengan demikian manusia dipandang mukhtar dalam segala perbuatannya, dengan ikhtiar yang hakiki, bukan majazi, karena ia menyukai perbuatan itu dan mempunyai pengaruh dalam meninggalkan perbuatan.

Melihat kelengkapan perbekalan yang diberikan Allah kepada manusia, maka manusia harus mengerahkan kodrat dan kemampuannya untuk memilih jalan kebenaran atau jalan sesat. Sebagaimana firman Allah:

وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ

Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (Q.S. al-Balad, 90: 10)

إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِراً وَإِمَّا كَفُوراً

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (Q.S. al-Insan, 76: 3)

Dengan demikian segala hasil dan akibat dari perbuatan manusia adalah karena ulah manusia sendiri, sebagaimana firman Allah:

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (Q.S. al-Muddatstsir, 74: 38)

مَنْ عَمِلَ صَالِحاً فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاء فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ

Barang siapa mengerjakan amal sholeh maka (pahalanya) untuk dirinva sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba(Nya).” (Q.S. Fushshilat, 41: 46)

إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S. ar-Ra'du, 13: 11)

Makna yang senada dapat dilihat pada beberapa ayat berikut ini:

وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَن شَاء فَلْيُؤْمِن وَمَن شَاء فَلْيَكْفُرْ..

Dan katakanlah, Kebenaran itu datangnya dan Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin, (kafir) biarlah ia kafir,...” (Q.S. al-Kahfi, 18: 29)

لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesangggupannya. la mendapat pahala (dari kebajikan) yang ia usahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya...” (Q.S. al-Baqarah, 2: 286)

فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّا أُخْفِيَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاء بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. as-Sajadah, 32: 17)

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Q.S. asy-Syuura, 42: 30)

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merusakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).” (Q.S. ar-Rum, 30: 41)

وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (Q.S. an-Najm, 53: 39)

Keterangan di atas menunjukkan bahwa Allah memberikan kebebasnya kepada manusia untuk menggunakan potensi-potensi yang telah diberikan Allah kepada manusia. Dengan demikian perbuatan manusia adalah hasil dari kehendak dan kemampuan manusia sendiri, yaitu kehendak dan kemampuan yang telah diberikan Allah kepada manusia. ,

Dengan potensi dan kemampuan diatas, manusia dibebani taklif, yaitu untuk berbuat baik dan meninggalkan yang buruk; menunaikan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan.

Sebagai konsekwensinya, manusia diminta untuk memperianggungjawabkan atas segala penggunaan potensi-potensi dan kemampuan yang telah diberikan Allah padanya untuk melakukan kebaikan atau keburukan. Jika ia menggunakan potensi-potensi dan kemampuan itu untuk kebaikan, maka Allah akan membalas dengan kebaikan danjika ia menggunakannya untuk melakukan keburukan, maka Allah akan membalas dengan keburukan pula. Demikian itulah keadilan Allah kepada hamba Nya.

Akhimya dapat diketahui bahwa dengan dibekali potensi-potensi, kemampuan dan akal; diberi petunjuk tentang kebaikan dan kejahatan (dengan diutusnya rasul dan diturunkannya kitab suci); dibebani kewajiban dan dimintai tanggung-jawab, maka manusia diberi kebebasan berkehendak/ikhtiar untuk menentukan apa yang dikerjakan sebatas kemampuan yang telah diberikan oleh Allah. Dengan demi-ldan manusia bukanlah makhluk yang terpaksa.

Namun demikian kehendak dan kemampuan manusia bukanlah kehendak dan kemampuan yang bebas tanpa batas. Melainkan semua itu dibatasi oleh sunnatullah, yaitu ketetapan Allah yang telah diberikan Allah kepada makhluk Nya.
5. Peran Ganda Manusia: Hamba dan Khalifah

Allah menciptakan manusia tidak sekadar untuk permainan, tetapi untuk melaksanakan tugas yang berat (Q.S. al-Mu'minun, 23: 115) menunaikan amanah yang manusia memang telah bersedia untuk menerimanya (Q.S. al-Ahzab, 33: 72), yaitu melaksanakan fungsinya sebagai khalifah dimuka bumi dan misinya untuk menciptakan kemakmuran di muka bumi. Fungsi sebagi khalifah ditunjukkan oleh ayat:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاء وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ

إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi'. Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman, 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. al-Baqarah, 2: 30)

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلاَئِفَ الأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa (khalifah) di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sehagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksanya dan sesungguhnya Dia M aha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. al-An'am, 6: 165)

Misi manusia adalah membuat kemakmuran di muka bumi dengan jalan menegakkan sebuah tata sosial yang bermoral untuk terwujudnya masyarakat yang beradab, adil dan makmur untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Hal ini bisa ditelusuri dalam firman Allah:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. al-Anbiya', 21: 107)

Di samping kewajiban untuk menunaikan amanah sebagai khalifah, maka kewajiban yang lain yang langsung kepada Allah adalah "Ibadah". Allah bahkan telah menegaskan bahwa manusia diciptakan memang untuk beribadah kepada Allah, sebagaimana firman Allah sebagai berikut:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah KU.” (Q.S. adz-Dzariyat, 51: 56)

Oleh karena itu manusia hams mengabdikan diri sepenuhnya untuk menghambakan diri semata-mata karena Allah.

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Katakanlah: ‘Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S. al-An'am, 6: 162)

Jadi sebenamya seluruh aktivitas manusia adalah mempunyai nilai ibadah apabila dilakukan dalam rangka penunaian amanah sebagai khalifah untuk menuju tercapainya cita-cita agama Islam.


  1. Yüklə 0,68 Mb.

    Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin