Kata pengantar



Yüklə 80,56 Kb.
tarix02.11.2017
ölçüsü80,56 Kb.
#27362

KATA PENGANTARbismi3

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada segenap umat manusia. Solawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada pemimpin kita yakni Nabi Muhammad SAW., kepada kelurganya, kepada para sahabatnya, serta kepada kita selaku umatnya.

Berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Al-Qur’an sebagai inspirasi Filsafat Dakwah”. makalah ini di susun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester dalam mata kuliah Filsafat Dakwah.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehubungan dengan ilmu dan pengetahuan penulis yang terbatas. Namun berkat bantuan dan dorongan dari beberapa pihak, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang ikut terlibat, tetapi tidak dapat penulis sebutkan. Dan atas segala bantuan dan dorongannya, semoga Allah SWT. membalasnya dengan balasan yang lebih baik.

Penulis berharap makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat umumnya bagi semua yang membacanya dan khususnya bagi penulis. Segala saran-saran demi membangun kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang sangat penulis harapkan. Dan hanya kepada Allah SWT lah segala sesuatunya dikembalikan.

BAB I

PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an mengandung anjuran untuk mengamati alam raya, melakukan eksperimen dan menggunakan akal untuk memahami fenomenanya, dalam hal ini ditemukan persamaan dengan para ilmuwan, namun di segi lain terdapat perbedaan yang sangat berarti antara pandangan atau penerapan keduanya.

Dakwah sebagai relasi dan aktualisasi imani manusia, alam dan sang maha pencipta allah swt. Secara filosofis yang hendak dikaji dalam filsafat dakwah adalah hakikat dakwah yaitu apa sebenarnya dakwah itu, maka yang dikaji adalah keseluruhan dari proses komunikasi, transformasi ajaran dan nilai-nilai islam serta proses internalisasi, pengalaman dan pentradisian ajaran dan nilai-nilai islam, perubahan keyakinan, sikap dan perilaku pada manusia dalam relasinya dengan allah swt, sesama manusia dan alam lingkungannya.



  1. Rumusan Masalah

  1. Apa itu filsafat ?

  2. Apa itu dakwah ?

  3. Apa itu al-Qur’an ?

  4. Apakah antara filsafat, dakwah dan al-Qur’an ada keterkaitan satu sama lain ?

  5. Seberapa penting peranan al-Qur’an terhadap filsafat dakwah ?

  1. Metode Pemecahan Masalah

Dalam penulisan metode ini, penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu menggambarkan permasalahan yang dibahas pada bab pembahasan.

  1. Sistematika Penulisan

  • Kata Pengantar

  • Bab I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Masalah

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Metode Pemecahan Masalah

1.4. Sistematika Penulisan



  • Bab II. Pembahasan

2.1. Pengertian filsafat

2.2. Pengertian dakwah

2.3. Pengertian al-Qur’an

2.4. Hubungan antara filsafat, dakwah dan al-Qur’an



2.5. Peranan al-Qur’an terhadap filsafat dakwah

  • Bab III. Penutup

  • Kesimpulan

  • Daftar Pustaka


BAB II

PEMBAHASAN

  1. Pengertian Filsafat

Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.  filsafat juga merupakan seni bertanya, “mengapa ini begini” dan “kenapa itu begitu”. Pertanyaan dengan demikian adalah  spirit dan inti dari filsafat. Tapi, tidak juga dapat dianggap secara sederhana jika filsafat hanya diletakkan sebagai rentetap pertanyaan-pertanyaan tanpa solusi dan penyelesaian.

  • Ciri-ciri berfikir filosfi :

  1. Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi.

  2. Berfikir secara sistematis.

  3. Menyusun suatu skema konsepsi, dan

  4. Menyeluruh.

  • Empat persoalan yang ingin dipecahkan oleh filsafat ialah :

  1. Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Pertanyaan ini dipelajari oleh Metafisika

  2. Apakah yang dapat saya ketahui? Permasalahan ini dikupas oleh Epistemologi.

  3. Apakah manusia itu? Masalah ini dibahas olen Atropologi Filsafat.

  • Beberapa ajaran filsafat yang telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah:

  1. Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis.

  2. Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif.

  3. Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan abadi.

  4. Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.

  • Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah :

  1. Sebagai dasar dalam bertindak.

  2. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan.

  3. Untuk mengurangi salah paham dan konflik.

  4. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.



  1. Pengertian Dakwah

Da'wah Secara lughawi berasal dari bahasa Arab, da'wah yang artinya seruan, panggilan, undangan. Secara istilah, kata da'wah berarti menyeru atau mengajak manusia untuk melakukan kebaikan dan menuruti petunjuk, menyuruh berbuat kebajikan dan melarang perbuatan munkar yang dilarang oleh Allah Swt. dan rasul-Nya agar manusia mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Syaikh Ali Mahfuzh -murid Syaikh Muhammad Abduh- sebagai pencetus gagasan dan penyusunan pola ilmiah ilmu da'wah memberi batasan mengenai da'wah sebagai: "Membangkitkan kesadaran manusia di atas kebaikan dan bimbingan, menyuruh berbuat ma'ruf dan maencegah dari perbuatan yang munkar, supaya mereka memperoleh keberuntungan kebahagiaan di dunia dan di akhirat."

Da'wah adalah usaha penyebaran pemerataan ajaran agama di samping amar ma'ruf dan nahi munkar. Terhadap umat Islam yang telah melaksanakan risalah Nabi lewat tiga macam metode yang paling pokok yakni da'wah, amar ma'ruf, dan nahi munkar, Allah memberi mereka predikat sebagai umat yang berbahagia atau umat yang menang. Adapun mengenai tujuan da'wah, yaitu: pertama, mengubah pandangan hidup. Dalam QS. Al Anfal: 24 di sana di siratkan bahwa yang menjadi maksud dari da'wah adalah menyadarkan manusia akan arti hidup yang sebenarnya. Hidup bukanlah makan, minum dan tidur saja. Manusia dituntut untuk mampu memaknai hidup yang dijalaninya.



Kedua, mengeluarkan manusia dari gelap-gulita menuju terang-benderang. Ini diterangkan dalam firman Allah: "Inilah kitab yang kami turunkan kepadamu untuk mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada terang-benderang dengan izin Tuhan mereka kepada jalan yang perkasa, lagi terpuji." (QS. Ibrahim: 1)

  • Urgensi dan Strategi Amar ma'ruf Nahi munkar

Dalam Al-Qur'an dijumpai lafadz "amar ma'ruf nahi munkar" pada beberapa tempat. Sebagai contoh dalam QS. Ali Imran: 104: "Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung". Hasbi Ash Siddieqy menafsirkan ayat ini: "Hendaklah ada di antara kamu suatu golongan yang menyelesaikan urusan dawah, menyuruh ma'ruf (segala yang dipandang baik oleh syara` dan akal) dan mencegah yang munkar (segala yang dipandang tidak baik oleh syara` dan akal) mereka itulah orang yang beruntung."

Dalam ayat lain disebutkan "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi umat manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah" (QS. Ali Imran: 110). Lafadz amar ma'ruf dan nahi munkar tersebut juga bisa ditemukan dalam QS. At Taubah: 71, Al Hajj: 41, Al-A'raf: 165, Al Maidah: 78-79 serta masih banyak lagi dalam surat yang lain. Bila dicermati, ayat-ayat di atas menyiratkan bahwa amar ma'ruf nahi munkar merupakan perkara yang benar-benar urgen dan harus diimplementasikan dalam realitas kehidupan masyarakat. Secara global ayat-ayat tersebut menganjurkan terbentuknya suatu kelompok atau segolongan umat yang intens mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kejelekan. Kelompok tersebut bisa berupa sebuah organisasi, badan hukum, partai ataupun hanya sekedar kumpulan individu-individu yang sevisi. Anjuran tersebut juga dikuatkan dengan hadits Rasulullah: "Jika kamu melihat umatku takut berkata kepada orang dzhalim, 'Hai dzhalim!', maka ucapkan selamat tinggal untuknya."

Dari ayat-ayat di muka dapat ditangkap bahwa amar ma'ruf dan nahi munkar merupakan salah satu parameter yang digunakan oleh Allah dalam menilai kualitas suatu umat. Ketika mengangkat kualitas derajat suatu kaum ke dalam tingkatan yang tertinggi Allah berfirman: "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia." Kemudian Allah menjelaskan alasan kebaikan itu pada kelanjutan ayat: "Menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar." (QS. Ali Imran: 110). Demikian juga dalam mengklasifikasikan suatu umat ke dalam derajat yang serendah-rendahnya, Allah menggunakan eksistensi amar ma'ruf nahi munkar sebagai parameter utama. Allah Swt. berfirman: "Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Isra'il melalui lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat." (QS. Al Maidah 78-79). Dari sinipun sebenarnya sudah bisa dipahami sejauh mana tingkat urgensitas amar ma'ruf nahi munkar.

Bila kandungan ayat-ayat amar ma'ruf nahi munkar dicermati, -terutama ayat 104 dari QS. Ali Imran- dapat diketahui bahwa lafadz amar ma'ruf dan nahi munkar lebih didahulukan dari lafadz iman, padahal iman adalah sumber dari segala rupa taat. Hal ini dikarenakan amar ma'ruf nahi munkar adalah bentengnya iman, dan hanya dengannya iman akan terpelihara. Di samping itu, keimanan adalah perbuatan individual yang akibat langsungnya hanya kembali kepada diri si pelaku, sedangkan amar ma'ruf nahi munkar adalah perbuatan yang berdimensi sosial yang dampaknya akan mengenai seluruh masyarakat dan juga merupakan hak bagi seluruh masyarakat.



Hamka berpendapat bahwa pokok dari amar ma'ruf adalah mentauhidkan Allah, Tuhan semesta alam. Sedangkan pokok dari nahi munkar adalah mencegah syirik kepada Allah. Implementasi amar ma'ruf nahi munkar ini pada dasarnya sejalan dengan pendapat khalayak yang dalam bahasa umumnya disebut dengan public opinion, sebab al ma'ruf adalah apa-apa yang disukai dan diingini oleh khalayak, sedang al munkar adalah segala apa yang tidak diingini oleh khalayak. Namun kelalaian dalam ber-amar ma'ruf telah memberikan kesempatan bagi timbulnya opini yang salah, sehingga yang ma'ruf terlihat sebagai kemunkaran dan yang munkar tampak sebagai hal yang ma'ruf.

Konsisnten dalam ber-amar ma'ruf nahi munkar adalah sangat penting dan merupakan suatu keharusan, sebab jika ditinggalkan oleh semua individu dalam sebuah masyarakat akan berakibat fatal yang ujung-ujungnya berakhir dengan hancurnya sistem dan tatanan masyarakat itu sendiri. Harus disadari bahwa masyarakat itu layaknya sebuah bangunan. Jika ada gangguan yang muncul di salah satu bagian, amar ma'ruf nahi munkar harus senantiasa diterapkan sebagai tindakan preventif melawan kerusakan. Mengenai hal ini Rasulullah Saw. memberikan tamsil: "Permisalan orang-orang yang mematuhi larangan Allah dan yang melanggar, ibarat suatu kaum yang berundi di dalam kapal. Di antara mereka ada yang di bawah. Orang-orang yang ada di bawah jika hendak mengambil air harus melawati orang-orang yang ada di atas meraka. Akhirnya mereka berkata 'Jika kita melubangi kapal bagian kita, niscaya kita tidak akan mengganggu orang yang di atas kita'. Jika orang yang di atas membiarkan mereka melubangi kapal, niscaya semua akan binasa. Tetapi jika orang yang di atas mencegah, maka mereka dan semuannya akan selamat."

Suatu kaum yang senantiasa berpegang teguh pada prinsip ber-amar ma'ruf nahi munkar akan mendapatkan balasan dan pahala dari Allah Swt. yang antara lain berupa:


  1. Ditinggikan derajatnya ke tingkatan yang setinggi-tingginya (QS. Ali Imran: 110).

  2. Terhindar dari kebinasaan sebagaimana dibinasakannya Fir'aun beserta orang-orang yang berdiam diri ketika melihat kedzalimannya.

  3. Mendapatkan pahala berlipat dari Allah sebagaimana sabda Nabi Saw.: "Barangsiapa yang mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun".

  4. Terhindar dari laknat Allah sebagai mana yang terjadi pada Bani Isra'il karena keengganan mereka dalam mencegah kemunkaran. (QS. Al-Maidah: 78-79).

Secara prinsipil seorang Muslim dituntut untuk tegas dalam menyampaikan kebenaran dan melarang dari kemunkaran. Rasul Saw. bersabda: "Barang siapa di antara kamu menjumpai kemunkaran maka hendaklah ia rubah dengan tangan (kekuasaan)nya, apabila tidak mampu hendaklah dengan lisannya, dan jika masih belum mampu hendaklah ia menolak dengan hatinya. Dan (dengan hatinya) itu adalah selemah-lemahnya iman". Hadits ini memberikan dorongan kepada orang Muslim untuk ber-amar ma'ruf dengan kekuasaan dalam arti kedudukan dan kemampuan fisik dan kemampuan finansial. Amar ma'ruf dan khususnya nahi munkar minimal diamalkan dengan lisan melalui nasihat yang baik, ceramah-ceramah, ataupun khutbah-khutbah, sebab semua. Muslim tentunya tidak ingin bila hanya termasuk di dalam golongan yang lemah imannya.

Da'wah dan amar ma'ruf nahi munkar dengan metode yang tepat akan menghantarkan dan menyajikan ajaran Islam secara sempurna. Metode yang di terapkan dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar tersebut sebenarnya akan terus berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat yang dihadapi para da'i. Amar ma'ruf dan nahi munkar tidak bertujuan memperkosa fitrah seseorang untuk tunduk dan senantiasa mengikuti tanpa mengetahui hujjah yang dipakai, tetapi untuk memberikan koreksi dan membangkitkan kesadaran dalam diri seseorang akan kesalahan dan kekurangan yang dimiliki.

Ketegasan dalam menyampaikan amar ma'ruf dan nahi munkar bukan berarti menghalalkan cara-cara yang radikal. Implementasinya harus dengan strategi yang halus dan menggunakan metode tadarruj (bertahap) agar tidak menimbulkan permusuhan dan keresahan di masyarakat. Penentuan strategi dan metode amar ma'ruf nahi munkar harus mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang dihadapi. Jangan sampai hanya karena kesalahan kecil dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar justru mengakibatkan kerusakan dalam satu umat dengan social cost yang tinggi.

Dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar hendaknya memperhatikan beberapa poin yang insya Allah bisa diterapkan dalam berbagai bentuk masyarakat:



  1. Hendaknya amar ma'ruf nahi munkar dilakukan dengan cara yang ihsan agar tidak berubah menjadi penelanjangan aib dan menyinggung perasaan orang lain. Ingatlah ketika Allah berfirman kepada Musa dan Harun agar berbicara dengan lembut kepada Fir'aun (QS. Thaha: 44).

  2. Islam adalah agama yang berdimensi individual dan sosial, maka sebelum memperbaiki orang lain seorang Muslim dituntut berintrospeksi dan berbenah diri, sebab cara amar ma'ruf yang baik adalah yang diiringi dengan keteladanan.

  3. Menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar disandarkan kepada keihklasan karena mengharap ridla Allah, bukan mencari popularitas dan dukungan politik.

  4. Amar ma'ruf nahi munkar dilakukan menurut Al-Qur'an dan Al-Sunnah, serta diimplementasikan di dalam masyarakat secara berkesinambungan.

Dalam menyampaikan da'wah amar ma'ruf nahi munkar, para da'i dituntut memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, baik kepada Allah maupun masyarakat dan negara. Bertanggung jawab kepada Allah dalam arti bahwa da'wah yang ia lakukan harus benar-benar ikhlas dan sejalan dengan apa yang telah digariskan oleh Al Qur'an dan Sunnah. Bertanggung jawab kepada masyarakat atau umat menganduang arti bahwa da'wah Islamiyah memberikan kontribusi positif bagi kehidupan sosial umat yang bersangkutan. Bertanggung jawab kepada negara mengandung arti bahwa pengemban risalah senantiasa memperhatikan kaidah hukum yang berlaku di negara dimana ia berda'wah. Jika da'wah dilakukan tanpa mengindahkan hukum positif yang berlaku dalam sebuah negara, maka kelancaran da'wah itu sendiri akan terhambat dan bisa kehilangan simpati dari masyarakat.

  1. Pengertian Al-Qur’an

Menurut bahasa para ulama telah berbeda pendapat didalam menjelaskan Al-Qur’an dari sisi :deripasi (isytiqaq) cara melafalkan (apakah memakai hamzah atau tidak)  dan apakah ia merupakan kat sifat atau kata jadian. kata “Al-qur’an”merupakan kata jadian dari kata dasar “qara’a” (membaca), Al-Qur’an merupakan kata sifat yang berasal dari kata dasar “al-qara” yang artinya menghimpun, kata Al-Qur’an diambil dari kata kerja “qarana” yang artinya menyertakan, dan kata Al-Qur’an diambil dari kata dasar “qara’in”yang artinya penguat.

Sedangkan menurut istilah Abu Syahbah mendefinisikan Al-Qur’an sebagai kitab Allah yang diturunkan baik lapazh maupun maknanya kepada Nabi terakhir, Muhammad  SAW, yang diriwayatkan secara mutawatir, yakni dengan penuh kepastian dan keyakinan (akan kesesuaiannya dengan apa yang diturunka kepada Muhammad), yang ditulis pada mushaf  dari awal surat al-fatihah sampai akhir surat An-nas.



Syukriadi Sambas (1999) mendefisnisikan Al-Qur’an adalah kitab dakwah, yang jyga merupakan pesan dakwah Allah, sebab Allah mengenalkan kemaujudannya melalui dakwah. Al-Qur’an menjelaskan secara eksplisit adanya aktifitas dakwah sebagai bagian dari yang diperintahkan (An-Nahl: 125, Yunus: 25), yang diantara metodenya adalah hikmah.Menurut Manna’ al-Qaththan, al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad SAW dan membacanya adalah ibadah. Term kalam sebenarnya meliputi seluruh perkataan, namun karana istilah itu disandarkan (diidhafatkan) kepada Allah (kalamullah), maka tidak termasuk dalam istilah Al-Qur’an perkataan yang berasal dari selain Allah, seperti perkataan, manusia, jin dan malaikat.Al-Jarqani mendefinisikan Al-Qur’an itu adalah lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dari permulaan surat Al-Fatihah sampai akhir surat An-nas.

Sedangkan Abdul Wahhab khallaf  mendefinisikan Al-Qur’am adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalui al-Ruhl Amin (jibrir as) dengan lafal-lafal yang berbahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasulillah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi saran pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Al-Qur’an itu dalam mushaf, dimulai dengan surata Al-Ftihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi secara tulisan maupun lisan. Ia terpelihara dari perubahan dan pergantian.



Dari definisi-definisi tersebut terdapat sifat-sifat yang membedakan Al-Qur’an dari kitab-kitab lainnya, antara lain:

  1. Isi Al-Qur’an

Dari isi, Al-Qur’an adalah kalam Allah atau firman Allah. Dengan sifat ini, ucapan Rasulullah, malaikat, jin,  dan sebagainya tidak dapat disebut Al-Qur’an. Kalamullah memiliki keistimewaan-keistimewaan yang tak mungkin dapat ditandingi oleh perkataan lainnya.

  1. Cara Turunnya

Dari segi turunnya, Al-Qur’an disampaikan melalui malaikat Jibril yang terpercaya (al-Ruh al-Amin). Dengan demikian jika ada wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad, tanpa perantara malaikat jibril tidaklah termasuk Al-Qur’an.

  1. Pembawanya

Dari segi pembawanya, Al-Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad SAW bin Abdullah, seorang Rasul yang dikenal bergelar al-Amin (terpercaya). Ini berarti wahyu Tuhan yang disampaiakn kepada nabi lainnya tidak dapat disebut Al-Qur’an.

  1. Fungsi Al-Qur’an

Dalam Definisi Al-Qur’an tersebut diatas disebutkan bahwa fungsi Al-Qur’an antara lain sebagai  dalil atau petunjuk atas kerasulan Muhammad SAW, pedoman hidup bagi umat manusia, menjadi ibadah bagi yang membacanya, serta pedoman dan sumber petunjuk dalam kehidupan.

  1. Susunannya

Al-Qur’an terhimpun dalam satu mushaf yang terdiri dari ayat-ayat dan surat-surat. Ayat-ayat Al-Qur’an disusun dengan petunjuk Nabi SAW. Karena itu, susunan ayat ini bersifat tauqifi. Sedangakan urutan surat yang dimulai Al-fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Disusun aatas ijtihad, usaha dan kerja keras para sahabat.

  1. Penyampaian

Al-Qur’an disampaikan kepada kita dengan cara mutawatir, dalam arti, disampaiakan sejumlah orang dan semuanay sepakat bahwa ia benar-benar wahyu Allah SWT, terpelihara dari atau pergantian.

  1. Hubungan antara filsafat, dakwah dan al-Qur’an

Sebagai sumber inspirasi filsafat dakwah, al-Qur’an dan hadits mengandung hakikat kebijaksanaan-kebijaksanaan hidup yang penulis sebut sebagai Jalan Tuhan atau nilai-nilai Islam. Inilah yang menjadi materi dakwah, untuk disampaikan kepada umat manusia dengan metode yang telah tersurat dan tersirat dalam al-Qur’an dan Hadits. Oleh sebab itu, dua pedoman umat islam ini penulis garis bawahi ada dua pokok bahasan kaitannya dengan dakwah. Pertama berisi materi dakwah, dan kedua berupa cara-cara berdakwah itu sendiri.

  1. Peranan al-Qur’an terhadap filsafat dakwah

  • AL-QUR’AN SUMBER INSPIRASI FILSAFAT DAKWAH

Al-Qur’an menjelaskan salah satu identitas kedirian sebagai kitab hikmah dan Al-Qur’anulhakim yaitu buku yang berarti kearifan, ilmu, dan kebijaksanaan yang “sepadan” dengan arti filsafat, yaitu cinta ilmudan cinta kebijaksanaan Allah SWT, yang menurunkan buku hikmah mengenalkan salah satu identitas dirinya dengan sebutan yaitu Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. seperti dalam Q.S. Al-Luqman ayat 2 dan 9. Dengan kesadaran ini Al-Qur’an harus dipandang sebagai panutan dalam berbagai aspek kehidupan, tidak hanya mencakup ajaran dogmatis tetapi juga ilmu pengetahuan.( Prof. Dr. Umar Shihab, MA. 2005: 151) Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana menyatakan  “Allah telah menurunkan kitab dan hikmah kepadamu” (An-nisa: 113). Sedangkan Nabi Muhammad SAW dinyatakan pula oleh Allah “dan ia mengajarkan kitab dan hikmah kepada kamu sekalian”. “dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Lukman” (Lukman:12) dan bagi nabi Muhammad SAW Allah menyatakan dalam surar An-nisaa ayat 113.

Berdasarkan uraian di atas, maka keberadaan filsafat dakwah telah diisyaratkan dalam Al-Qur’an. Dengan demikian filsafat dakwah adalah filsafat Al-Qur’an an filsafat Al-Qur’an adalah filsafat dakwah, dan dapat pula disebut filsafat Nubuwah. Oleh karena itu, segala persoalan filsafat tidak dapat dirumuskan tanpa bersumber pada Al-Qur’an.



Derivasi kata hikmah disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 190 kali dengan 25 bentuk kata. dari 190 itu kata hakim (Maha Bijaksana) disebutkan 81 kali, dan kata hikmah sebanyak 20 kali. Penelusuran kandungan makna hikmah dalam berbagai konteks sebagaimana di tunjukan oleh Al-qur’an menjadi medan kajian filsafat dakwah yang akan melahirkan modelnya yang khas dan mandiri. Didalam Al-Qur’an juga terdapat prinsip dasar dan metode berfikir filsafat dakwah. prinsip dasar metode berfikir yang diturunkan dari Al-Qur’an yaitu:

  1. Berpegang teguh pada etika Ulul Albab.

  2. Memikirkan, memahami, meghayati, dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah sebagai objek fikir baik ayat kauniyah maupun ayat-ayat Qur’aniyah melalui petunjuk  dan isyarat aya-ayat Al-Quran tentang aql yang terdiri dari 49 kali penyebutan dalam lima bentuk yang kesemuanya diungkapkan dalam bentuk kata kerja (fi’il).

  3. Mengacu kepada 49 term aql yang dimuat dalam Al-Qur’an maka di temukan pentingnya prinsip-prinsip berfikir, yaitu:

    1. salah satu ciri yang membedakan antara manusia dari hewan terletak pada potensi nalar (nathiq) dalam menentukan objek fikir.

    2. Al-Qur’an menegaskan  bahwa berfikir termasuk kegiatan bersyukur terhadap nikmat Allah, sedangkan mensyukuri nikmat Allah termasuk ketaatan yang bernilai ibadah. Jadi berfikir hakekatnya ibadah.

    3. Al-Qur’an mengacam orang-orang yang taklid dan orang-orang yang tidak mau menggunakan potensi indrawinya baik lahir maupun batin dalam mengkaji, meneliti, dan mendayagunakan anugrah alam semesta bagi pemanfaatan dan kemaslahatan alam dan segala isinya.

    4. Rasulullah, penerima Al-Qur’an yang pertama,  dalam sabdanya sering menerangkan kemulyaan orang-orang yang berilmu.

    5. Dengan demikian, peranan ilmuan ditengah-tengah kehidupan umat adalah laksana matahari, bulan dan bintang yang menerangi dan menghiasa alam semesta.

    6. Dari uraian tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa berfikir itu sangat penting.

  4. langkah-langkah berfikir filosofis berdasarkan Al-Qur’an dapat dirumuskan prinsip-prinsip sebagai berikut:

    1. kerena kedudukan dan peranan berfikir begitu penting, Al-Qur’an tidak saja memerintahkan manusia menggunakan akalnya tetapi juga memberikan pedoman, langkah-langkah metodologis, serta teknis penggunaan akal dengan metode yang lurus dan meluruskan ke arah pencapaian kebenaran yang sebenarnya (haq)

    2. Agar akal terhindar dari kesalahan dan kekeliruan dalam berfikir Al-Qur’an pun meletakan  kaidah-kaidah metodologis dalam menggunakan akal.

    3. Mengenai al haq (kebenaran hakiki) yang wajib dipertahankan dan diperjuangkan dalam kegiatan berfikir filosofis Al-Qur’an banyak meyebutkannya. bahkan penyebutan kata al-haq tidak kurang dari 227 kali.

    4. manusia musti menyadari keterbatasan kemampuan akal dalam memikirkan objek fikir sehingga, tak jarang terjadi kesalahan-kesalahan dalam melakukan  kegiatan berfikir.

    5. Mazhab berfikir yang sudah ada dan lazim digunakan dapat di iqtibas (adopsi) secara terpadu, tidak parsia dalam berfikir filosofis.

    6. Menggunakan metode filsafat Islam yang sudah dikembangkan oleh para filosof muslim, sebab filsafat dakwah merupakan bagian dari filsafat Islam.

  5. Kontruksi filsafat dakwah berdasarkan al-Qur’an

  6. Hakekat filsafat (al-hikmah), para mufasir menjelaskan term hikmah (filsafat) dalam Al-Qur’an khususnya dalam surat Lukman yaitu sebagai berikut:

    1. Ilmu tentang hakekat segala sesuatu.

    2. mengetahui keutamaan segala perkara berdasarkan keutamaan ilmu.

    3. mengendalikan jiwa dan otak ketika marah.

    4. proposisi-proposisi hasil pengujian dan eksperimen yang sesuai dengan realitas kebenaran.

    5. pernyataan singkat yang padat makna.

    6. mengetahui terjadi penyebab terjadinya segala sesuatu.

    7. Ilmu pengetahuan Agama Allah yang mendalam dan di aplikasikan dalam perbuatan.

    8. Pemikiran dan perilaku yang proporsioal.

    9. sekumpulan keutamaan, pengetahuan, dan kekuasaan yang membuat pemilik dapat menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.

  7. Dakwah sebagai proses ajakan, seruan, panggilan, dan aktifitas merealisasikan sesuatu ke dalam kehidupan manusia.

  8. Mengacu kepada poin 1 dan 2 diatas, maka filsafat dakwah dapat dirumuskan dengan sejumlah rumusan sesuai dengan macam-macam hakekat hikmah.

  9. Terdapat empat macam wujud yang digunakan dalam surat Lukman, yaitu Allah, manusia, pesan dakwah, dan alam selain manusia.

  10. Surat Lukman juga mengajarkan aspek psikologis dalam memahami, mengkaji, meneliti, mengkonstruksikan pengetahuan dakwah islam, sumber perolehan pengetahuan.

  11. Surat lukman mengisyaratkan badanya ghayath (aspek-aspek aksiologis) dari kegiatan filosofis.

  12. Filosof Lukman dan mutiara filsafatnya jadi model filsafat dakwah.

  13. Terdapat beberpa prisnsip dakwah Lukman, yaitu:

    1. Irsyad (bimbingan)

    2. Irsyad yang dilakukan dalam konteks fardiyah, fiah, keluarga dan kemunitas tertentu.

    3. metode hikamh.

    4. media yang digunakan adalah lisan, tulisan, dan perbuatan.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Al-Qur’an menjelaskan salah satu identitas kedirian sebagai kitab hikmah dan Al-Qur’anulhakim yaitu buku yang berarti kearifan, ilmu, dan kebijaksanaan yang “sepadan” dengan arti filsafat, yaitu cinta ilmudan cinta kebijaksanaan Allah SWT, yang menurunkan buku hikmah mengenalkan salah satu identitas dirinya dengan sebutan yaitu Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Filsafat adalah seni bertanya, “mengapa ini begini” dan “kenapa itu begitu”. Pertanyaan dengan demikian adalah  spirit dan inti dari filsafat. Tapi, tidak juga dapat dianggap secara sederhana jika filsafat hanya diletakkan sebagai rentetap pertanyaan-pertanyaan tanpa solusi dan penyelesaian. Filsafat mengajarkan banyak hal. Paling tidak, ia mengajarkan ketelitian dalam berfikir dan disiplin dalam menjalankan kehidupan.

Dalam menyampaikan da'wah amar ma'ruf nahi munkar, para da'i dituntut memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, baik kepada Allah maupun masyarakat dan negara. Bertanggung jawab kepada Allah dalam arti bahwa da'wah yang ia lakukan harus benar-benar ikhlas dan sejalan dengan apa yang telah digariskan oleh Al Qur'an dan Sunnah. Bertanggung jawab kepada masyarakat atau umat menganduang arti bahwa da'wah Islamiyah memberikan kontribusi positif bagi kehidupan sosial umat yang bersangkutan. Bertanggung jawab kepada negara mengandung arti bahwa pengemban risalah senantiasa memperhatikan kaidah hukum yang berlaku di negara dimana ia berda'wah. Jika da'wah dilakukan tanpa mengindahkan hukum positif yang berlaku dalam sebuah negara, maka kelancaran da'wah itu sendiri akan terhambat dan bisa kehilangan simpati dari masyarakat.

Daptar Pustaka

http://ucanmencarimakna.blogspot.com/2011/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html

Alquran Yang Mulia.

Hakim, A, N. 2008. Pengantar ke Filsafat Sains. Jakarta: PT. Pustaka Litera Antarnusa.

Purwanto, A. 2008. Ayat-Ayat Semesta Sisi-Sisi Alquran yang Terlupakan. Bandung: PT. Mizan Pustaka.



Profil Prof. Abdus Salam Fisikawan Muslim Pertama Penerima Hadiah Nobel dikutip dari (http://persatuan.web.id).

http://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/alquran-sumber-inspirasi-sains-islam.htm
Yüklə 80,56 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin