Landasan teori pengajaran bahasa indonesia



Yüklə 0,54 Mb.
səhifə4/14
tarix18.01.2018
ölçüsü0,54 Mb.
#38876
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   14

A. Pendahuluan


Tulisan ini menyajikan informasi praktis mengenai prodesur dan teknik dasar penulisan buku yang disajikan untuk digunakan dalam rangka proses belajar-mengajar atau untuk memenuhi kebutuhan komponen pengaktifan peserta belajar dan penyiapan diri pengajar. Ketersediaan buku sebagai salah satu media pemebelajaran merupakan tuntutan dan keharusan dalam setiap proses belajar mengajar agar kegiatan pembelajaran dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna.

Tulisan ini merupakan ramuan dari beberapa referensi yang ditulis berdasarkan pengalaman beberapa penulisan buku/bahan ajar. Uraian ini meliputi organisasi, kegiatan pendahuluan, analisis kebutuhan, merancang buku, penulisan bab, dan penulisan draft pertama.


B. Prosedur penulisan Naskah

Organisasi


Penulisan buku ajar sering merupakan kegiatan proyek perbukuan. Sebagian kegiatan proyek penulisan itu dilakukan oleh tim penulis. Namun, ada juga penulisan yang dilakukan secara perorangan. Hal ini bergantung kepada sifat dan tujuan penulisan buku tersebut.

Kalau penulisan buku itu akan dugunakan secara luas, penulisan oleh sebuah tim penulis akan sangat membantu kegiatan penulisan. Demikian pula, kalau penulis membutuhkan dukungan sumber dan pengalaman yang lebih luas, sebaiknya penulisan dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri atas anggota yang berpengalaman mengajarkan materi yang digarap oleh proyek penulisan bahan ajar itu.

Hal yang penting ialah adanya tim reviu yang bertugas memantau dan menilai perkembangan serta hasil kegiatan proyek penulisan. Tim ini akan sangat bermanfaat guna menjaga mutu tulisan serta pengemmbanagn materi selanjutnya. Tim ini juga akan menjadi sumber pengembangan kegiatan penulisan yang berkelanjutan serta berkesinambungan, dan bukan hanya kegiatan sesaat saja.

Kegiatan Pendahuluan

Proyek penulisan buku mengidentifikasi calon peenulis dan calon anggota tim reviu. Beberapa criteria yang mungkin dipertimbangkan ialah:



  1. yang bersangkutan menyiapkan waktu yang cukup untuk proyek penulisan.

  2. yang bersangkutan berminat dan berrkeinginan terlibat di dalam proyek sehingga diperlukan menanamkan sikap dan hubungan harmonis dalam kelompok penulis.

  3. berpengalaman mengerjakan bahan yang akan ditulis.

Setelah tim terbentuk, dilakukan serangkaian pertemuan untuk menampung gagasan, ide atau pendapat (diskusi) terutama pada tahap-tahap awal proyek. Pertemuan itu dilakukan untuk:

  1. merumuskan dan menjelaskan tujuan buku yang akan ditulis.

  2. membahas dan menyetujui pendekatan yang akan digunakan dan tipe serta jenis bahan yang akan dipilih.

  3. membagi tugas di anntara anggota tim.

  4. menetapkan kegiatan yang digunakan untuk setiap bahan sajian.

  5. membuat jadwal kegiatan dan menetapkan batas waktu (deadlines) untukl draft dan hal-hal lain yang berkaitan dengan proyek penulisan.

Pertemuan-pertemuan berikutnya diselenggarakan untuk:

  1. memperbandingkan gagasan-gagasan baru dan hal-hal yang bekerja baik.

  2. menampung bahan-bahan yang disumbangkan oleh para anggota penulisan (teks bacaan dan sumber-sumber lain yang dapat digunakan).

  3. tukar-menukar gagasan, misalnya; cara menyajikan latihan tertentu dan tugas yang diberikan sehingga efektif.

  4. membahas secara mendalam kesulitan-kesulitan yang dihadapi.

Pertemuan-pertemuan ini sangat membantu menciptakan suasana dan praktik kerja tim yang benar di kalangan penulis. Kronologis/arus kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan penulisan bahan adalah analisis kebutuhan, penyusunan silabus, penentuan tujuan khusus, dan penetapan format pelajaran.

Analisis kebutuhan dilakukan oleh (para) penulis. Mereka mereviu garis-garis besar pengajaran, melalui masukan (input) dari para pengajar/pernah mengajarkan pelajaran yang akan ditulis, memeriksa kinerja para siswa/mahasiswa, mempertimbangkan skor para siswa/mahasiswa yang mengikuti pelajaran/perkuliahan yang bersangkutan.

Silabus perkuliahan yang ada menjadi sumber data yang utama, memberi masukan yang bernilai penting bagi penulis, dan membimbing penulis menentukan hal-hal penting untuk menulisan buku ajar. Silabus memberikan tujuan pembelajaran keterampilan yang diharapkan dicapai oleh pembelajaran/mahasiswa, bahan/isi pengajaran harus dicakup, berbagai tugas dan kegiatan serta tuntutan yang (harus) dilakasanakan dalam setiap kegiatan belajar-mengajar.

. Kerangka Kerja

Pengembangan bahan pengajaran menggunakan kerangka kerja. Hutchinson dan Waters (1987) memebrikan petunjuk berupa delapan ciri pengembangan yang dimaksud.

1. Objectives (tujuan) – memberi tahu pembelajaran apa yang harus

diselesaikan/dicapai setelah melakukan pelajaran itu.



  1. Opener (pembuka) – memulai atau membuka pelajaran. Pembuka mungkin berupa pertanyaan yang mendorong pembelajar berpikir dan berbicara atau melakukan sesuatu yang akan dibahas dalam pembelaran itu. Pembuka dapat juga bertindak sebagai motivator bagi pemebelajar untuk menanti input (masukan).

  2. Input (masukan) – setiap penggal data komunikasi, seperti lagu, iklan, dan kebanyakan wacana pembelajar mengenai input/bacaan yang diberikan (mengidentifikasi ide pokok, merangkum, dan menarik simpulan).

  3. Comprehention check (pengcekan pemahaman) – mengecek/menilai pemahaman pembelajar mengenai input/bacaan yang diberikan (mengidentifikasi isi pokok, merangkum, dan manarik kesimpulan).

  4. Vocabulary (kosakata) –kosakata sulit atau yang masih asing/tidak lazim yang ada pada input dibahas.

  5. Discussion/reflection (diskusi/refleksi) – memebri pembelajaran kesempatan berrpikir, menganalisis, dan/atau menerapkan yang telah dipelajarinya pada situasi yang sama dengan hal yang disajikan.

  6. Language focus (focus bahasa) – kegiatan diberikan untuk memperkuat penguasaan pembelajar terhadap struktur bahasa (tata bahasa) tertentu yang merupakan kunci terhadap tujuan pelajaran (bahan ajar bahasa).

  7. Task (tugas) – kegiatan puncak yang memberi pembelajar kesempatan mengintegrasikan dan menggunakan gagasan kunci dan keterampilan yang diajarkan dalam pelajaran.

Selain kedelapan ciri pengembangan tersebut, dibutuhkan pula penyiapan bahan bacaan tambahan (supplementary reading). Bacaan tambahan adalah bahan bacaan yang berkaitan untuk dibaca oleh pembelajar pada waktu senngang sebagai tugas penguatan dan pengayaan bagi pembelajar. Itulah sebabnya diasumsikan bahwa pemilihan teks input merupakan salah satu aspek yang paling mendasar dalam keseluruhan proses penyiapan dan penulisan bahan ajar.

Merancang Buku

Penulis buku, yang mungkin juga pengajar materi buku itu, harus mempertimbangkan hal berikut ini.



  1. Apakah buku itu merupakan bantuan untuk kuliah?

  2. Apakah buku itu merupakan tambahan bahan kuliah yang pokok?

  3. Apakah buku itu berisi uraian tentang bagian tersulit dari keseluruhan isi buku?

  4. Apakah buku itu merupakan teks yang penuh dengan bahan latihan?

  5. Apakah buku itu akan berisi intisari dari buku-buku yang seharusnya dipelajari oleh mahasiswa?

Kalau penulis/pengajar sudah memahami secara jelas fungsi buku yang akan ditulis, maka penulis dapat memikirkan isinya secara umum. Penulis, dengan bantuan pengalaman, menentukan bab-bab yang perlu ada. Bab-bab itulah yang memaparkan bahan kuliah yang disajikan. Cara menyusun bab itu dapat dituangkan dalam beberapa tahap.

Tahap 1, penulis menetukan dan memilih topik yang akan dibahas dalam bab itu. Pengalaman penulis dan/atau pengajar menjadi masukan tim penulis. Dari bahan-bahan itu dipilihlah bahan yang diperlukan dan menyisihkan bahan yang tidak diperlukan.

Tahap 2, penulis menentukan bentuk dan susunan bab secara logis berdasarkan topik-topik yang telah dipilih. Hal ini sangat penting karena bab-bab itu akan membantu pengajar melihat kejelassan sajian. Susunan bab yang baik merupakan syarat yang harus terpenuhi agar tampak keruntutan tema buku yang ditulis.

Tahap 3, untuk memantapkan susunan bab yang logis, penulis memerlukan diskusi/masukan dari kolega yang berkeahlian dalam bidang yang sama. Diskusi itu akan menghindarkan penulis dari kesalahan yang mungkin terjadi, tetapi tidak terlihar oleh penulis sendiri. Selain itu, , diskusi itu berguna untuk mengatasi keraguan-keraguan yang mungkin membayangi penulis.

Tahap 4, penulis mengumpulkan sebanyak-sebanyaknya bahan yang dibutuhkan untuk meyusun bab itu (teks, grafik, table, gambar, dsb).

Tahap 5, penulis membuat daftar isi yang rinci. Hal-hal yang termasuk di dalamnya antara lain: judul bab, judul rincian bab, serta bagian-bagian lainnya.

Contoh 1 Contoh 2

I. Judul bab 1. Judul bab

A. Judul rincian bab 1.1 Judul rincian bab


    1. Subjudul 1.1.1 Subjudul

    2. Subjudul 1.1.2 Subjudul

B. Judul rincian bab 1.2 Judul rincian bab

1. Subjudul 1.2.1 Subjudul

2. Subjudul 1.2.2 Subjudul

3. Subjudul 1.2.3 Subjudul

Tahap 6, setelah bab-bab itu tersusun secara pasti, dimulailah menulis kalimat-kalimat tesis atau kalimat inti mengenai uraian tiap bagian, judul, subjudul, atau tiap alinea. Kalimat-kalimat tesis atau kalimat inti itu merupakan petunjuk penulisan teks secara lengkap. Penulis sudah dapat menyusun kerangka bab serta alinea-alineanya. Setelah itu, penulis sudah dapat bekerja.

Penulisan Bab

Buku merupakan suatu tulisan yang mendukung tema tertentu. Oleh karena itu, bab-bab buku itu diurutkan sedemikian rupa sehingga menunjukkan keterkaitan yang mendukung tema itu. Untuk mengantar pembaca, penulis senantiasa memulai tulisannya dari pendahuluan. Pendahuluan merupakan pintu masuk perkenalan tema buku, diikuti dengan bab-bab isi, dan seterusnya dengan bab-bab penjelas, diakhiri dengan bab penutup sebagai kesimpulan atau rangkuman tema bab tersebut. Mengenai bab penutup ini, ada versi yang lazim digunakan oleh tia-tiap penulis. Ada penulis yang membuat rangkuman pada setiap akhir bab sebagai penutup bab. Selain itu, ada pula penulis yang menggunakan bab penutup untuk sebuah buku yang ditulisnya.

Judul bab dan judul rincian bab menjadi petunjuk tema dan merupakan penuntun bagi penulis untuk mengembangkan tulisan pada bab rincian bagi bab yang bersangkutan. Tema merupakan ungkapan dasar hal yang dibisacarakan. Ungkapan dasar inilah yang dikembangkan bab-bab penjelas. Pengembangan tema tersebut memanfaatkan fungsi-fungsi retoris yang sesuai dengan fungsi dan tujuan pengembangan tema yang bersangkutan.

Penulisan bab sebagai keutuhan tema harus didukung oleh penulisan alinea-alinea pendukukngnya yang juga mendukung tema-tema bawahan pendukung bab itu. Alinea pembuka bab sebagai pintu masuk bab dan alinea penutup bab sebagai penekanan kembali isi bab dan membantu pembaca mengingat kembali secara jelas tema bab yang bersangkutan.. Antara alinea pembuka bab dan alinea penutup disajikanlah alinea penjelas tema bab tersebut.



Penulisan Draft Pertama

Penulisan buku ajar tidak langsung jadi. Kalimat-kalimat tesis yang telah dibuat pada tahap 6 dijadikan dasar penulisan naskah pertama. Kalimat-kalimat itu merupakan dasar yang menentukan urutan dan keutuhan naskah. Kalimat-kalimat tesis itu dikembangkan menjadi alinea-alinea yang disusun secara runtut menjadi keutuhan teks. Penulis perlu menulis saja secara terus menerus sebanyak-banyaknya sesuai kebutuhan. Pada tahap ini penulis belum perlu menyunting kalimat-kalimatnya karena hal itu akan mengganggu kelancaran arus ide yang dituangkan dalam tulisan. Penyuntingan dilakukan setelah seluruh tulisan draft pertama selesai. Yang penting diperhatikan ialah penulis menuangkan ide/gagasannya secara lengkap tanpa mengindahkan dahulu bahasa dan perwajahan naskah.

Untuk memudahkan pembaca, perlu digunakan cara-cara pengembangan alinea yang sesuai dan tepat sebagai fungsi retoris. Misalnya, untuk buku teks sejarah sering berupa deskripsi, narasi, dan hubungan sebab akibat. Untuk sain, terutama biologi, fungsi retoris yang sering digunakan adalah deskripsi, definisi, klasifikasi, dan hubungn sebab akibat. Untuk humaniora, sering digunakan ilustrasi dan contoh, komparasi, dan kontras sebagai fungsi retoris.

Dalam dunia nyata, terdapat 9 tipe wacana ekspositori, yaitu: (1) narasi, (2) deskripsi, (3) definisi, (4) ilustrasi dan contoh, (5) klasifikasi dan difinisi, (6) komparasi dan kontras, (7) analogi, (8) penjelasan proses, dan (9) sebab dan akibat. Tipe-tipe wacana ekspositori itu sering digunakan bersama-sama sesuai dengan kebutuhan. Jadi, tidak ada satu tipe tertentu saja yang digunakan secara monoton. Namun, untuk maksud dan tujuan belajar-mengajar, dilakukalah pengelompokan dan penataan tipe-tipe itu secara sistematis dan logis sesuai dengan kebutuhan bahan ajar.

Pengalaman menunjukkan bahwa penuangan hal-hal itu ke dalam alinea tidak akan selalu berhasil. Walaupun begitu, penulis perlu mencobanya berulang-ulang hingga hasil yang diharapkan dapat dicapai, sebagaimana motto orang-orang pintar: “Menulislah terus karena mutu akan mengikut dengan sendirinya.”

Agar pembaca terbantu dalam memahami teks, maka penulis perlu menjelaskan sistematika tulisannya. Pembagian dan penyusunan alinea yang baik akan sangat membantu dan sangat bermanfaat dalam memudahkan pembaca mengikuti dan memahami ide atau gagasan penulis. Penulis juga perlu memberikan tanda-tanda yang memperjelas susunan teks.. Tanda-tanda itu dapat berupa nomor, bentuk huruf yang berbeda (misalnya: huruf miring, huruf tebal). Penulis juga dapat memberi tanda yang memberitahukan bahwa suatu bagian telah berakhir. Dengan demikian, penulis memberitahukan pembaca bahwa pembaca akan beralih ke bagian selanjutnya. Penggunaan alinea peralihan merupakan salah satu cara penanda perlaihan paragraf. Dengan cara itu, pembaca diingatkan kembali susunan bab yang sedang diikuti sehingga pembaca akan memperoleh gambaran menyeluruh terhadap materi tulisan.

Apabila bahan tulisan merupakan bahan yang rumit, penulis perlu memberi beberapa conbtoh guna memperjelas idenya. Contoh-contoh yang dimaksud sangat membantu pembaca untuk memahami bahan ajar. Pemahaman yang dimaksud terutama bagi peserta didik dengan cara melengkapi teks dengan pertanyaan-pertanyaa/bahan latihan. Pertanyaan/latihan itu dapat diberikan pada akhir bab atau bagian akhir unit bahan tertentu. Pertanyaan/latihan itu memaksa pembelajar untuk mengulangi bahan ajar yang dipelajarinya.

Kalau semua bab sudah selesai ditulis, penulis harus melakukan pemeriksaan kembali terhadap semua yang telah ditulisnya mulai dari awal. Penulis membaca kembali tulisannya dan memeriksa keterkaitan yang logis antarbagian dan susunan yang saling bertaut. Kalau ditemukan ketidakserasian penalaran dan l;ogika, maka dilakukan perubahan-perubahan seperlunya. Mungkin juga diperlekan penyisipan bahan di sana sini guna mendukung alur penalaran yang logis itu.

Pemeriksaan juga dilakukan terhadap konsistensi penulisan dan teknik pengutipan, cara merujuk referensi dan kecermatan penulisan makna, dan sebagainya. Yang perlu diperiksa dengan cermat ialah pemakaian bahasa karena soal bahasa tekadang kurang dipehatikan ketika sedang memfokuskan perhatian pada ide yang sedang dituangkan ke dalam tulisan. Ini adalah pekerjaan penyuntingan. Penyuntingan ini hendaknya mempertimbangkan pula penyusunan kalimat yang memudahkan aliran alur nalar dan alur gagasan yang menyenangkan pembaca untuk memahami dan/atau menikmati tulisan yang dibacanya. Pemeriksaan ulang dapat melibatkan teman seprofesi dalam bidang yang sama.

Setelah pemeriksaan ulang itu, mungkin perlu dilakukan penulisan kembali atas daraf itu. Tulisan akhir ini menghasilkan tulisan yang berbentuk manuskrip atau naskah jadi yang siap untuk diketik.

Untuk menjadikan manuskrp itu sebagai satu buku, maka dilengkapilah dengan:


  1. Sampul, sampul memeiliki daya tarik tersendiri sehingga perlu ada ilustrasi.

  2. Pengantar, yang menyatakan fungsi buku, pembagian bab-bab, dan sasaran buku.

  3. Daftaf isi yang mencantumkan: bab, judul, dan bagian lainnya dari buku.

  4. Pendahuluan, yang menyatakan hal-hal yang akan dihadapi oleh pembaca atau pembelajar, petunjuk cara mempelajari, dan apa yang diharapkan oleh penulis.

  5. Daftar kepustakaan, diperlukan untuk mengetahui sumber informasi.

  6. Daftar kata/istilah (glosarium) pengutipan yang sulit disusun secara alfabetis.

Setelah rangkaian kegiatan perbaikan sudah dilakukan, maka tim reviu dan mitra ahli dapat membuat komentar yang diharapkan dapat berguna bagi penulis untuk penyempurnaan tulisannya.

C. Daftar Pustaka

Bagian paling akhir suatu karya ilmiah adalah daftar pustaka. Lampiran dan riwayat hidup tidak termasuk tubuh suatu karya ilmiah. Disarankan agar buku-buku atau sumber tertulis lainnya yang dicantumkan pada daftar pustaka benar-benar relevan dengan bidang ilmu yang ditulis. Agar prinsip etika ilmiah tetap dipertahankan, penulis diharapkan secara objektif menuliskan semua sumber yang memberi inspirasi atau pengetahuan yang dituangkan ke dalam tulisannya.

Ada dua istilah yang perlu dipahami, yaitu daftar pustaka dan daftar bacaan atau daftar rujukan. Daftar pustaka adalah daftar buku yang mempunyai hubungan dengan penelitian, walaupun tidak dikutip langsung. Daftar bacaan atau daftar rujukan adalah daftar buku yang dijadikan sumber informasi dalam menulis, baik proposal maupun laporan penelitian. Adapun cara menulis daftar pustaka atau daftar bacaan ada tiga macam sebagaimana diuraikan berikut ini.

1. Menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBI), urutannya:

nama penulis, tahun, judul, kota tempat penerbitan, penerbit

Contoh:


Habibi, B. J. 1999. Rekayasa Mesin Pesawat Terbang Modern.

Jakarta: Balai Pustaka.

2. Menurut American Psiychological Association (APA), urutannya:

nama penulis. (tahun), judul, kota tempat penerbitan, penerbit

Contoh:

Habibi, B. J. (1999). Rekayasa Mesin Pesawat Terbang Modern.



Jakarta: Balai Pustaka.

3. Menurut Modern Language Assiciation (MLA), urutannya:

nama penulis, judul, kota tempat penerbitan, penerbit tahun

Contoh:


Habibi, B. J. Rekayasa Mesin Pesawat Terbang Modern. Jakarta:

Balai Pustaka, 1999.

Ketiga cara penulisan daftar pustaka yang dikemukakan di atas merupakan hasil kesepakatan para pustakawan di Indonesia. Itulah sebabnya, setiap lembaga atau sublembaga, termasuk lembaga pendidikan atau percetakan secara menasuka memilih dan menggunakan salah satu cara itu. Dalam lingkungan UNM misalnya, setiap fakultas, bahkan setiap dosen menggunakan cara penulisan daftar pustaka dengan tidak sama. Akan tetapi, yang terpenting, mereka menggunakan salah satu dari ketiga cara itu. Ketiga cara penulisan daftar puistaka itu digunakan secara manasuka untuk menulis daftar pustaka yang berasal dari berbagai jenis karya tulis yang di antaranya disebutkan di bawah ini.

1. Acuan yang diambil dari buku.

Contoh:


Underwood, Mary. 1987. Effective Class Management. London:

LongmanLimited.

Munandar, Utami.(1999). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:

Rineka Cipta.

Wahab, Abdul dan Lestari, Lies Amin. Menulis Karya Ilmiah. Surabaya:

Airlangga University Press, 1999.



2. Acuan buku yang berisi artikel (antologi).

Contoh:


Aminuddin (Ed.). 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang

Bahasa dan Sastra. Malang: HISKI Komisariat Malang.

Letheridge, S. and Cannon, C.R. (Eds). (1987) Bilingual Education: Teaching



English as a Second Language. New York: Preager.

Aminuddin (Ed.).. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang



Bahasa dan Sastra. Malang: HISKI Komisariat Malang, 1990.

3. Acuan dari artikel yang dimuat dalam suatu buku.

Contoh:


Hasan, M.Z. 1990. “Karakteristik Penelitian Kualitatif.” Dalam Aminuddi (Ed.), Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra

(hlm. 12—25). Malang: HISKI Komisariat Malang.


Hasan, M.Z. (1990). “Karakteristik Penelitian Kualitatif.” Dalam Aminuddi

(Ed.), Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa



Sastra (hlm. 12—25). Malang: HISKI Komisariat Malang.
Hasan, M.Z. “Karakteristik Penelitian Kualitatif.” Dalam Aminuddi (Ed.),

Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra

(hlm. 12—25). Malang: HISKI Komisariat Malang, 1990.


4. Acuan dari artikel yang dimuat dalam jurnal.
Contoh:

Hanafi, A. 1990. “Partisipasi dalam Siaran Pedesaan dan Pengadopsian

Inovasi.” Forum Penelitian, 1 (I):33—47.
Hanafi, A. (1990). “Partisipasi dalam Siaran Pedesaan dan Pengadopsian

Inovasi.” Forum Penelitian, 1 (I):33—47.


Hanafi, A. “Partisipasi dalam Siaran Pedesaan dan Pengadopsian Inovasi.”

Forum Penelitian, 1 (I):33—47, 1990.
5. Acuan dari artikel yang dimuat di surat kabar atau majalah yang tidak jelas

nama penulisnya.

Contoh:


Fajar. 2004, 29 Februari. Osama Dilaporkan Tertangkap. Halaman 1.
Fajar. (2004, 29 Februari). Osama Dilaporkan Tertangkap. Halaman 1.
Fajar. Osama Dilaporkan Tertangkap. Halaman 1. 2004, 29 Februari.
6. Acuan dari artikel yang dimuat di surat kabar atau majalah yang ada nama

penulisnya

Contoh:


Yahya, Muas. 2004, 29 Februari. “Lahan Tidur untuk Rumah Toko.” Fajar,

hlm. 30.

Yahya, Muas. (2004, 29 Februari). “Lahan Tidur untuk Rumah Toko.” Fajar,

hlm. 30.

Yahya, Muas. “Lahan Tidur untuk Rumah Toko.” Fajar, hlm. 30. 2004, 29

Februari
7. Acuan yang diambil dari publikasi resmi yang diterbitkan oleh penerbit tanpa



nama pengarang atau nama lembaga yang menerbitkan.

Contoh:


Undang-Undang Reoublik Indonesia Nomor 22 Tahun 1989 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: Diperbanyak oleh PT Armas

Duta Jaya.


Undang-Undang Reoublik Indonesia Nomor 22 Tahun 1989 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. (1990). Jakarta: Diperbanyak oleh PT Armas

Duta Jaya.


Undang-Undang Reoublik Indonesia Nomor 22 Tahun 1989 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Jakarta: Diperbanyak oleh PT Armas Duta Jaya,

1990
8. Acuan yang diambil dari dokumen yang ditulis atas nama lembaga.

Contoh:

Program Pascasarjan, Universitas Negeri Makassar. 2002. Pedoman Penyusunan



Tesis/Disertsi. Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Program Pascasarjan, Universitas Negeri Makassar. (2002). Pedoman

Penyusunan Tesis/Disertsi. Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Program Pascasarjan, Universitas Negeri Makassar. Pedoman Penyusunan

Tesis/Disertsi. Makassar: Universitas Negeri Makassar, 2002.
9. Acuan yang diambil dari terjemahan.

Contoh:


Underwood, Mary. 1987. Pengelolaan Kelas yang Efektif. Terjemahan oleh Susi

Purwoko. 2000. Jakarta: Arcan.

Underwood, Mary. 1987. Pengelolaan Kelas yang Efektif. Terjemahan oleh Susi

Purwoko. (2000). Jakarta: Arcan.


Underwood, Mary. 1987. Pengelolaan Kelas yang Efektif. Terjemahan oleh Susi

Purwoko. Jakarta: Arcan, 2000.


10. Acuan yang diambil dari skripsi, tesis, disertasi.

Contoh:

Amin, Muhammad. 2001. Pengembangan Tes Komunikatif Bahasa Indonesia Siswa

Kelas III Sekolah Menengah Umum Negeri di Kota Makassar. Tesis tidak

diterbitkan. Program Pascasarjana UNM.


Amin, Muhammad. (2001). Pengembangan Tes Komunikatif Bahasa Indonesia

Siswa Kelas III Sekolah Menengah Umum Negeri di Kota Makassar. Tesis

tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UNM.


Amin, Muhammad. Pengembangan Tes Komunikatif Bahasa Indonesia Siswa

Kelas III Sekolah Menengah Umum Negeri di Kota Makassar. Tesis tidak

diterbitkan. Program Pascasarjana UNM. 2001.


11. Acuan yang bersumber dari makalah yang disajikan dalam seminar atau

lokakarya.

Contoh:


Maula, Amiruddin. 2003. Peranan Bahasa Indonesia dalam Pembangunan.

Makalah disajikan pada Seminar Bulan Bahasa, Fakultas Bahasa dan Seni

UNM, Makassar, 8 Oktober.
Maula, Amiruddin. (2003). Peranan Bahasa Indonesia dalam Pembangunan.

Makalah disajikan pada Seminar Bulan Bahasa, Fakultas Bahasa dan Seni

UNM, Makassar, 8 Oktober.
Maula, Amiruddin. Peranan Bahasa Indonesia dalam Pembangunan.

Makalah disajikan pada Seminar Bulan Bahasa, Fakultas Bahasa dan Seni

UNM, Makassar, 8 Oktober, 2003.
12. Acuan yang diambil dari internet.

Informasi dari internet, bagi sebagian orang, dianggapnya sebagai informasi yang paling mutakhir dan cangguh. Alasannya ialah bahwa informasi dari internet belum ada dalam publikasi yang lain. Alasan ini, mungkin benar, tetapi mungkin juga tidak sepenuhnya benar. Penulis sendiri berpendapat bahwa tidak semua informasi dari internet benar-benar baru yang belum pernah ditemukan dalam publikasi lain. Konsep “pendidikan berbasis kompetensi” misalnya, informasinya berkembang sejak tahun 1970-an di Amerika dan Eropa, dan masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an.

Pada awal tahun 2001, konsep ini muncul kembali dan dianggap sebagai konsep baru. Orang pun, termasuk penulis sendiri, ramai-ramai mencari informasi itu di internet. Hasilnya, memang ada informasi yang berhubungan dengan “pendidikan berbasis kompetensi”, tetapi informasi itu semuanya mengacu kepada literatur yang terbit tahun 1970-an, sedikit tahun 1980-an. Informasi yang sama banyak orang yang telah membacanya pada tahun 1970-an atau 1980-an. Ini menunjukkan bahwa informasi dari internet tidak selamanya canggih, seperti yang diasumsikan banyak orang. Akan tetepi, tidak disangkal pula bahwa memang ada informasi ilmiah yang ditemukan di internet dan tidak ditemukan dalam publikasi umum. Informasi demikian itulah yang memaksa kita untuk mencari model penulisan acuan atas informasi itu.

Sampai sekarang, belum ada model penulisan acuan yang diambil dari internet. Ada alasan yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, informasi yang biasa ditemukan di internet umumnya berupa makalah yang telah disajikan dalam suatu seminar atau kegiatan ilmiah lainnya. Dengan demikian, penulisan acuannya tentu sama dengan makalah yang dibagikan kepada peserta dalam suatu seminar. Kedua, informasi dari internet umumnya dalam bentuk artikel yang telah dipublikasikan dalam majalah atau koran, atau buku sebagai bunga rampai. Jika demikian, maka penulisan acuannya beranalogi pada penulisan artikel dari majalah/koran atau bunga rampai.

Jika informasi yang dimaksud tidak termasuk dalam kelompok kedua jenis karya ilmiah itu, maka penulisan acuan informasi yang dianjurkan sebagai berikut.
Gabel, Dorothy. 1995. An Introduction to Action Research. Diakses dari internet,

Desember 2003.

Gabel, Dorothy. (1995). An Introduction to Action Research. Diakses dari internet,

Desember 2003.




Bacaan

Arikunto, Suharsimi. 1991. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan



Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Hidalgo, A.C. David Hall, dan George M. Jacobs (Ed.)1995. Getting Started: Material

Writers on Material Writing. Singapore: SEAMEO Regional Language Centere.

Pedoman Umum Lomba Karya Tulis Mahasiswa.2004. Jakarta:

Dirjen Dikti.

Tomlinson, B. (Ed.) 1998. Materials Development in Language Teaching. Canbridge:

Cambridge University Press.

Rooijakkers, Ad. 1990. Mengajar dengan Sukses. Petunjuk untuk Merencanaman dan

Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

Wahab, Abdull dan Lestari, Lies Amin. 1999. Menulis Karya Ilmiah.

PEDOMAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN
Klarifikasi

Pedoman Ejaan yang Disempurnakan yang dikemukakan kembali dalam tulisan ini telah diresmikan penggunaannya pada tanggal 17 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia, Soeharto. Formulasi kalimat dan contoh-tontoh yang dinyatakan dalam tulisan ini pun masih asli dari teks asli naskah pertama Pedoman Ejaan yang disempurnakan yang secara remi diterbitkan pada tahun 1975. Keaslian naskah tetap dipertahankan karena buku Pedoman Ejaan yang Disempurnakan termasuk dokumen negara sebagai penjabaran dari Pasal 36 UUD 1945 tentang kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara.
A. Pemenggalan Kata


  1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.

    1. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.

Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah

Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu.

Misalnya:

au-la bukan a-u-la

sau-da-ra bukan sa-u-da-ra

am-boi bukan am-bo-i



    1. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan-huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan sebelum huruf konsonan.

Misalnya:

ba-pak ba-rang su-lit

la-wan de-ngan ke-nyang

mu-ta-khir



    1. Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan-huruf konsonan tidak pernah diceraikan.

Misalnya:

man-di som-bong swas-ta

cap-lok Ap-ril bang-sa

makh-luk


    1. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.

Misalnya:

in-stru-men ul-tra

in-fra bang-krut

ben-trok ikh-las



  1. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.

Misalnya:

makan-an me-rasa-kan

mem-bantu pergi-lah

Catatan:


    1. Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.

    2. Akhiran –i tidak dipenggal.

    3. Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut.

Misalnya:

te-lun-juk si-nam-bung

ge-li-gi


  1. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, ib, 1c, dan 1d di atas.

Misalnya:

bio-grafi, bi-o-gra-fi

foto-grafi, fo-to-gra-fi

intro-speksi, in-tro-spek-si

kilo-gram, ki-lo-gram

kilo-meter, ki-lo-me-ter

pasc-panen, pas-ca-pa-nen

Keterangan:

Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus.



B. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring

  1. Huruf Kapital atau Huruf Besar

  1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.

  2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.

  3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan

  4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelas kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.

  5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.

  6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.

  7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.

  8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.

  9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.

  10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.

  11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

  12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.

  13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama, gelar, pangkat, dan sapaan.

  14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.

  15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.

  1. Huruf Miring

        1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.

        2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.

        3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.

C. Penulisan Kata

a. Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.



B. Kata Turunan

  1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.

  2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.

  3. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.

  4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.

Misalnya:

adipati mahasiswa

aerodinamika mancanegara

antarkota narapidana

audiogram nonkolaborasi

awahama Pancasila

bikarbonat panteisme

biokimia paripurna

caturtunggal poligami

dasawarsa pramuniaga

dekameter prasangka

demoralisasi purnawirawan

dwiwarna reinkarnasi

ekawarna saptakrida

ekstrakurikuler semiprofesional

elektriteknik subseksi

infrastruktur swadaya

inkonvensional telepon

introspeksi transmugrasi

kolonialisme tritunggal



kosponsor ultramodern

  1. Bentuk Ulang

Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.

  1. Gabungan Kata

  1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.

  2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.

  3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.

Misalnya:

acapkali manakala

adakalanya manasuka

akhirulkalam mangkubumi

alhamdulillah matahari

astagfirullah orahraga

bagaimana padahal

barangkali paramasastra

beasiswa peribahasa

belasungkawa puspawarna

bilamana radioaktif

bismillah saptamarga

bumiputra saputangan

daripada saripati

darmabakti sebagaimana

darmasiswa sediakala

darmawisata segitiga

dukacita sekalipun

halalbihalal silaturahmi

hulubalang sukacita

kacamata sukarela

kasatmata sukaria

kepada syahbandar

keratabasa titimangsa

kilometer wasalam


  1. Kata Ganti –ku, kau-, -mu, dan –nya.

Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

  1. Kata Depan di, ke, dan dari

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.

  1. Kata si dan sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

  1. Partikel

  1. Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

  2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.

  3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.

  1. Singkatan dan Akronim

  1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.

    1. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik.

    2. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diiukuti dengan titik.

    3. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.

Misalnya:

dll. dan lain-lain

dsb. dan sebagainya

dst. dan seterusnya

hlm. halaman

sda. sama dengan atas

Yth. Yang terhormat

Tetapi:


a.n. atas nama

d.a. dengan alamat

u.b. untuk beliau

u.p untuk perhatian

dst.

Singkatan yang terdiri atas huruf kapital tidak dititik.



Contoh:

DPR


MPR

KPU


DPA

MA

FKIP



ABRI

UUD


KUD

dst.


    1. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.

Misalnya:

Cu kuprum

TNT trinitrotoleun

cm sentimeter

kVA kilovolt-ampere

l liter


kg kilogram

Rp rupiah



  1. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata dari deret kata yang diperlukan sebagai kata.

  1. Akronim nama dari yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.

  2. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.

  3. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.

D. Pemakaian Tanda Baca

a. Tanda Titik (.)

      1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.

      2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam satu bagan, ikhtisar, atau daftar.

Misalnya:

  1. III. Departemen Dalam Negeri

A. Direktorat Jenderal Pem-bangunan Masyarakat Desa

B. Direktorat Jenderal Agraria

1. ...


  1. 1. Patokan Umum

    1. Isi Karangan

    2. Illustrasi

      1. Gambar tangan

      2. Tabel

      3. Grafik

b. Tanda Koma (,)

1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.



        1. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.

Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.

Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.



  1. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, dan akan tetapi.

  2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.

  3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.

  4. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.

  5. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.

  6. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.

  7. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.

  8. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.

  9. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.

  10. Tanda koma dipakai--untuk menghindari salah baca--di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.

  11. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.

    1. Tanda Titik Koma (;)

      1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.

      2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.

    2. Tanda Titik Dua (:)

1a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.

1b. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.



        1. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkatan yang memerlukan pemerian.

        2. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.

        3. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jili atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.

    1. Tanda Hubung (-)

      1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.

      2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.

      3. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.

      4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.

      5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.

      6. Tanda hubungan dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an, dan (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.

      7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaian unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.

    2. Tanda Pisah (–)

      1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.

      2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.

      3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai’.

    3. Tanda Elipsis (...)

      1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.

      2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.

    4. Tanda Tanya (?)

      1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.

      2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

    5. Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidak-percayaan, atau pun rasa emosi yang kuat.

    1. Tanda Kurung ((...))

      1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.

      2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.

      3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.

      4. Tanda kurung mengapit angka atu huruf yang memerinci satu urutan keterangan.

    2. Tanda Kurung Siku ([...])

      1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.

      2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.

    3. Tanda Petik (“...”)

      1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.

      2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.

      3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.

      4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.

      5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.

    4. Tanda Petik Tunggal (‘...’)

      1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.

      2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata ungkapan asing.

    5. Tanda Garis Miring

      1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.

      2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata, dan, atau, atau tiap.

    6. Tanda Penyingkat atau Apostrof (’)



PENULISAN KARYA TULIS

Dr. Achmad Tolla, M.Pd.
A. Rasional
Keterampilan menulis memegang peranan kunci dalam dunia pendidikan, mulai dari tingkat sekolah lanjutan sampai di perguruan tinggi. Hal ini perlu dikemukakan karena amat banyak mahasiswa yang mengalami kesulitan jika diberi tugas oleh dosen untuk menulis karya ilmiah. Berdasarkan keadaan ini dapat diasumsikan bahwa jika mahasiswa mengalami kesulitan menulis karya ilmiah, tentu saja kesulitan itu lebih berat bagi siswa sekolah lanjutan. Dengan demikian, alangkah idealnya jika latihan menulis, termasuk menulis karya ilmiah, mulai diintensifkan di tingkat sekolah lanjutan. Kalau usaha ini dilakukan dengan baik, maka siswa sekolah lanjutan atas diharapakan memiliki keterampilan menulis dan sekaligus mampu menulis karya ilmiah.

Berdasarkan pengalaman penulis, wilayah kesulitan para mahasiswa dalam menulis karya ilmiah secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (1) prosedur penulisan karya ilmiah, (2) pemilihan topik yang menarik, mutakhir, dan berprospek, dan (3) kemampuan memformulasikan ide di dalam kalimat bahasa Indonesia ragam ilmiah dengan tepat.

Pada kesempatan ini, penulis akan lebih banyak membahas prosedur penulisan karya ilmiah dengan alasan bahwa guru-guru bidang studi telah memberi pengalaman belajar kepada siswa yang memungkinkan mereka untuk dapat memilih topik-topik yang relevan dengan persyaratan di atas yang dapat dikembangkan menjadi sebuah karya tulis ilmiah. Pengungkapan ide dalam kalimat bahasa Indonesia ragam ilmiah pun penulis yakin guru bidang studi yang bersangkutan juga telah, sedang, dan akan terus melatih siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia secara formal, termasuk ragam bahasa ilmiah. Namun, sebagai bahan renungan, berikut ini dicantumkan tiga kelompok tema atau topik yang diadaptasi dari “Pedoman Umum Lomba Karya Tulis Mahasiswa” (2002) yang dapat menjadi dasar untuk memilih tema atau topik yang baik.


  1. Bidang Ilmu

    1. Pengembangan kesadaran dan sistem hukum nasional

    2. Pengembangan menuju masyarakat madani

    3. Pembinaan keluarga dalam menghadapi perubahan nilai sosial

    4. Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat

    5. Pengaruh bahasa terhadap perilaku manusia

    6. Pemanfaatan dan pembelajaran potensi lingkungan sekitar

2. Bidang Teknologi

a. Pendayagunaan potensi biologi dan pertanian

b. Pendayagunaan teknologi sepadan

c. Pendayagunaan potensi mineral

d. Pendayagunaan potensi kelautan

e. Keefektifan pembelajaran bahasa melalui internet

f. Pendayagunaan potensi informasi teknologi

3. Bidang Seni

a. Penerapan seni dalam pemantapan identitas bangsa

b. Seni dan pendidikan untuk hidup bersama

c. Seni dan pluralisme budaya

d. Peranan seni dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat

B. Sistematika Penulisan Karya Ilmiah

Yang dikemukakan dalam tulisan ini adalah rancangan penulisan karya ilmiah untuk menjadi pedoman bagi siswa yang ingin menulis karya ilmiah. Adapun sistematika rancangan yang dimaksud sebagai berikut.



1. Bagian Awal

a. Halaman Judul

1) Judul seluruhnya ditulis dengan huruf kapital dengan syarat:

ekspresif, dikuasai oleh penulis, mencerminkan isi tulisan

secara utuh, dan relevan dengan masalah yang diajukan

2) Nama dan nomor induk penulis ditulis dengan jelas

3) Nama sekolah atau lembaga ditulis dengan jelas

b. Lembar Pengesahan

1) Lembar pengesahan memuat judul, nama dan nomor induk

penulis


2) Lembar pengesahan ditandatangani oleh guru pembimbing dan

kepala sekolah lengkap dengan stempel jabatan

3) Lembar pengesahan diberi tanggal sesuai dengan tanggal

pengesahan

c. Kata Pengantar Penulis

d. Daftar isi dan daftar lain yang diperlukan, misalya: daftar gambar,

daftar tabel, dan daftar lampiran
2. Bagian Inti

a. Pendahuluan

Penulis harus memahami cara penulisan bagian inti ini. Apabila tulisan barulah berupa proposal, maka pendahuluan bukan merupakan bab, melainkan bagian pertama seperti ini: I. Pendahuluan (tanpa titik). Pembutiran yang mengikut pendahuluan ini dapat ditulis dengan dua cara, yaitu: (a) dengan angka Arab: 1.1 dst. (angka satu terakhir tanpa

titik);


  1. dengan huruf: A. dst.

Akan tetapi, apabila tulisan sudah merupakan laporan penelitian atau hasil kajian pustaka atau gabungan keduanya, maka pendahuluan dan bagian inti selanjutnya ditulis sebagai bab:

BAB I


PENDAHULUAN

(tidak boleh menjarakkan huruf)

Bagian selanjunya ditulis seperti ini.

Bagian atau bab pendahuluan berisi komponen berikut ini.


  1. Latar belakang berisi uraian singkat mengenai gagasan kreatif yang akan dikaji, baik melalui kajian pustaka maupun penelitian lapangan atau gabungan keduanya. Gagasan kreatif yang dimaksud dikuatkan dengan uraian tentang pentingnya gagasan itu dibahas atau diteliti secara mendalam. Agar lebih meyakinkan pembaca, penulis serbaiknya menguraikan kondisi riil gagasan itu dan apa yang diharapkan pada gagasan itu setelah dibahas atau diteliti.

  2. Rumusan masalah dinayatakan secara eksplisit dengan memilih

salah satu dari tiga model rumusan masalah. Pertama, rumusan

masalah yang dinyatakan dengan kalimat tanya. Kedua, rumusan

masalah yang dinyatakan dengan deskripsi lengkap mengapa

penulis atau peneliti ingin mengkaji topik itu. Ketiga, rumusan

masalah yang dinyatakan dengan deskripsi dan diperkuat dengan

kalimat tanya.

3) Tujuan dan mantaat

Tujuan adalah keinginan yang hendak diwujudkan oleh penulis atau peneliti melalui kajian pustaka atau penelitian atau gabungan keduanya. Hasil dari keinginan itu diharapkan berguna bagi pengemabangan ilmu atau sebagai petunjuk teknis bagi orang yang berkepentingan dalam meningkatkan atau mengembangkan ilmu yang tersebut.



b. Telaah Pustaka

Istilah yang lazim digunakan adalah telaah pustaka, kajian pustaka, dan kajian teori. Telaah pustaka umumnya berisi hal berikut:



  1. Uraian yang menunjukkan landasan teori dan konsep-konsep yang relevan dengan masalah yang dikaji;

  2. Uraian mengenai pendapat yang berkaitan dengan masalah yang dikaji:

  3. Uraian mengenai pemecahan masalah atau temuan penelitian yang telah dilakukan oleh orang sebelumnya.


c. Metode Penulisan

Metode penulisan karya ilmiah, baik penelitian lapangan maupun kajian pustaka harus dilakukan dengan mengikuti prosedur atau metode tertentu. Khusus penelitian lapangan, ada dua metode yang salah satunya atau kedua-duanya digunakan sesuai dengan sifat penelitian. Kedua macam metode itu adalah (1) metode kualitatif, dan (2) metode kuantitatif. Metode kualitatif bersifat deskriptif yang jenisnya antara lain: penelitian kasus, penelitian eksplorasi, penelitian historis, dan penelitian deskriptif yang data-datanya terdri atas informasi verbal. Adapun penelitian kuantitafif sesnantiasa ditandai dengan data angka-angka yang menggambarkan jumlah atau frekuensi tertentu.

Komponen metode penulisan terdiri atas (1) sumber data, (2) prosedur pengumpulan data/informasi, (3) pengolahan data/informasi, (4) analisis-sintesis, (5) pengambilan kesimpulan, dan (6) perumusan saran atau rekomendasi.

Apabila suatu tulisan barulah berupa rancangan atau proposal, maka sesudah metode penulisan dicantumkan daftar pustaka yang menjadi rujukan penulis. Semua jenis tulisan atau karya ilmiah harus memiliki daftar pustaka, kecuali makalah refleksi budaya murni. Hal ini akan dibicarakan dalam makalah yang lain.



d. Bagian Isi/Pembahasan

Pada bagian ini dibahas secara rinci dan tuntas (?) hal berikut ini/.



  1. Analisis permasalahan yang didasarkan pada data dan/atau informasi dengan tetap bersandar pada teori yang dibahas dalam kajian pustaka untuk untuk menghasilkan alternatif model pemecahan masalah atau gagasan secara kreatif.

  2. Perumusan kesimpulan yang harus konsisten dengan analisis masalah pada butir 1).

  3. Saran yang disampaikan menggambarkan kemungkinan atau perkiraan pengalihan gagasan atau teknologi.

3. Daftar Pustaka

Bagian paling akhir suatu karya ilmiah adalah daftar pustaka. Disarankan agar buku-buku atau sumber tertulis lainnya yang dicantumkan pada daftar pustaka benar-benar relevan dengan bidang ilmu yang ditulis. Agar prinsip etika ilmiah tetap dipertahankan, penulis diharapkan secara objektif menuliskan semua sumber yang memberi inspirasi atau pengetahuan yang dituangkan ke dalam tulisannya.

Ada dua istilah yang perlu dipahami, yaitu daftar pustaka dan daftar bacaan atau daftar rujukan. Daftar pustaka adalah daftar buku yang mempunyai hubungan dengan penelitian, walaupun tidak dikutif langsung. Daftar bacaan atau daftar rujukan adalah daftar buku yang dijadikan sumber informasi dalam menulis, baik proposal maupun laporan penelitian. Adapun cara menulis daftar pustaka atau daftar bacaan ada tiga macam sebagaimana diuraikan berikut ini.

1) Menuirut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBI), urutannya sbb.:

nama penulis, tahun, judul, kota tempat penerbitan, penerbit

Contoh:


Habibi, B. J. 1999. Rekayasa Mesin Pesawat Terbang Modern.

Jakarta: Balai Pustaka.

2) Menurut American Psiychological Association (APA), urutannya sbb.:

nama penulis. (tahun), judu, kota tempat penerbitan, penerbit

Contoh:

Habibi, B. J. (1999). Rekayasa Mesin Pesawat Terbang Modern.



Jakarta: Balai Pustaka.

3) Menurut Modern Language Assiciation (MLA), urutannya:

nama penulis, judul, kota tempat penerbitan, penerbit tahun.

Contoh:


Habibi, B. J. Rekayasa Mesin Pesawat Terbang Modern. Jakarta:

Balai Pustaka, 1999.



C. Persyaratan Penulisan

Ketentuan yang harus diindahkan penulis dalam merancang perwajahan sebagai berikut.



  1. Naskah ditulis minimal 20 halaman dan maksimal 35 halaman di luar lampiran. Jumlah halaman yang tidak sesuai dengan kentuan penyelenggara lomba karya ilmiah dapat mempengaruhi penilaian.

  2. Bahasa Indonesia yang digunakan adalah bahasa Indonesia baku ragam ilmiah dan dengan ejaan baku pula. Bahasa ragam ilmiah yang diminta harus sederhana, jelas, koheren, kohesif, mengutamakan kata/istilah yang mudah dipahami, dan tidak menggunakan singkatan atau akronim, kecuali singkatan/akronim yang sudah dibakukan di dalam bidang ilmiah yang dikaji.

D. Pengetikan

1. Tata Letak

a. Karya tulis diketik 1.5 spasi pada kertas berukuran A4 dengan

ukuran huruf 12 dan jenis huruf roman time style.

b. Batas pengetikan:

1) margin kiri 4 cm

2) margin kanan 3 cm

3) batas atas dan bawah masing-masing 3 cm

c. Jarak pengetikan bab, subbab, dan rinciannya:

1) Jarak baris bab dan subbab 3 spasi, subbab dan kalimat di

bawahnya 2 spasi.


  1. Judul bab diketik di tengah-tengah ruang tulis kertas dengan huruf kapital dan dengan jarak 4 cm dari tepi tanpa digarisbawahi.

  2. Judul subbab ditulis mulai dari tepi kiri dan huruf pertama setiap kata ditulis dengan huruf kapital, kecuali kata-kata tugas, seperti: yang, dan untuk, bagi, guna, tetapi, dengan, dan semacamnya.

  3. Judul anak subbab ditulis mulai dari tepi kiri dengan lekuk (indensi) 5 ketukan dan digarisbawahi. Huruf tertama setiap kata ditulis dengan huruf kapital, kecuali kata-kata tugas seperti butir 3) di atas.

  4. Jika masih ada subjudul dalam tingkatan yang lebih rendah, ditulis seperti butir 3) dan 4) di atas dan diakhiri dengan titik; lalu diikuti dengan kalimat penjelasannya.

2. Penulisan Paragraf

Ada dua macam gaya menulis paragraf, yaitu (1) gaya lurus (block style), dan (2) gaya lekuk (indented style). Penulisan paragraf baru dengan gaya lurus diketik sejajar dengan baris di atasnya dengan jarak 2 spasi (jarak baris dalam paragraf 1.5 spasi). Jadi, dengan cara ini akan tampak batas paragraf sebelumnya dengan paragraf berikutnya.

Jika di dalam paragraf ada kutipan langsung, maka penulisannya bergantung pada panjang kutipan itu. Kutipan langsung yang terdiri atas tidak lebih dari 3 baris atau kurang dari 40 kata ditulis sama dengan kalimat lain di dalam paragraf dan diapit oleh tanda petik dua (“…”). Kutipan langsung yang lebih dari 3 baris atau lebih dari 40 kata, diketik dengan jarak 1 spasi dan menjorok ke dalam 3 ketukan tanpa tanda petik.

Contoh kutipan langsung di dalam paragraf:

Sirait (1985:27) mendefinisiokan proposisi sebagai “Proposisi adalah pernyataan yang dapat dibenarkan atau disangkal yang terdiri atas tiga bagian, yaitu S-Vk-P. S adalah yang diberi pembenaran, Vk adalah verba penghubung, dan P adalah pembenaran.”



Contoh kutipan langsung yang membetuk paragraf sendiri:

Banyak ahli yang telah memberi pengertian tentang humor. Dari sekian banyak pengertian itu, dalam tulisan ini hanya dikutip satu definisi yang dikemukakan oleh McDougall (1922) sebagai berikut.

Potensi tertawa dan melucu merupakan bawaan dalam sistem

mekanisme syaraf dan mempunyai fungsi adaptif. Potensi ini telah

muncul sejak awal kehidupan manusia, sebelum proses kognitif

yang kompleks terbentuk. Ini berarti humor merupakan fenomena

universal yang mempunyai manfaat.
3. Penomoran Halaman

Ketentuan penulisan nomor halaman sebagai berikut.



  1. Nomor halaman bagian awal karya ilmiah yang meliputi: halaman judul, nama/daftar anggota delompok (kalau ada), kata pengantar, daftar isi, daftar tabel/gambar, daftar istilah, dan lasin-lain diketik sebelah kanan bawah dengan angka rumawi-kecil (i, ii, iii,

dan seterusnya).

  1. Nomor halaman bagian inti atau tubuh karya ilmiah sampai pada daftar lampiran ditulis dengan angka arab dan diketik 3 cm dari tepi kanan dan 1.5 cm dari tepi atas.

  2. Nomor halaman pertama setiap bab tidak ditulis, tetapi tetap diperhitungkan untuk pemberian halaman lembar berikutnya.

Untuk melengkapi bahasan seluk-beluk penulisan karya ilmiah ini, dipandang perlu menyertakan format penilaian karya tulis ilmiah yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional tahun 2002.

Format Penilaian Karya Tulis Ilmiah

Nomor peserta : …………………………………

Nama peserta : (Kalau berkelompok, tulis semua namanya!)

Lembaga/Sekolah : SMU Negeri 17 Makassar



No.

Kriteria Penilaian

Bobot

Skor

Skor terbobot

1

Format karya ilmiah:

  1. Tata tulis: ukuran kertas, tipografi, kerapian ketik, perwajahan, jumlah halaman

  2. Pengungkapan: sistematika tulisan, ketepan dan kejelasan paparan, penggunaan ragam bahasa

5








2.

Kreativitas gagasan:

  1. Komprehensif dan keunikan

  2. Struktur gagasan (gagasan muncul didukung oleh argumentasi ilmiah)

15








3.

Topik yang dikemukakan:

  1. Sifat topik, rumusan judul dan dan kesesuaian dengan topik, aktualitas

  2. Kejelasan uraian permasalahan

  3. Relevansi topik dengan tema

5








4.

Data dan sumber informasi:

  1. Relevansi data dan informasi yang diacu dengan uraian tulisan

  2. Keakuratan dan integritas data dan informasi

  3. Kemampuan menghubungkan berbagai data dan informasi

15








5.

Pembahasan, simpulan, dan tranfer gagasan:

  1. Kemampuan menganalisis dan menyintesis serta merumuskan simpulan

  2. Kemungkinan/prediksi transfer gagasan dan proses adopsi

20











Keterangan:

  1. Skor terbobot total maksimal 5400

  2. Skor setiap bagian adalah 40—90

  3. Skor terbobot = bobot x skor

60







Makassar, Februari 2004

Juri,
…………………………………
Format Penilaian Presentasi Karya Ilmiah
Nomor peserta : ……………………………………………..

Nama peserta : (Kalau berkelompok, tulis semua namanya!)

Lembaga/Sekolah : SMU Negeri 17 Makassar

No.

Kriteria Penilaian

Bobot

Skor

Skor terbobot

10

Penyajian:

  1. Sistematika penyajian

  2. Alat bantu

  3. Penggunaan bahasa tutur yang baku

  4. Cara presentasi

  5. Ketepatan waktu

15








2.

Tanya jawab:

  1. Kebenaran dan ketepatan jawaban

  2. Cara menjawab

  3. Keterbukaan peserta dalam acara tanya-jawab

25











Keterangan:

a. Skor terbobo total maksimal 3600

b. Skor setiap bagian adalah 40—90

c. Skor terbobot = bobot x skor



40








Makassar, Februari 2004

Juri,

………………………………..



Hasil akhir sebuah karya ilmiah adalah gabungan nilai karya tulis dengan nilai presentasi.

Bacaan

Pedoman Umum Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa. 2002. Jakarta:

Depdiknas Dirjen Dikti


KATA-KATA FUNGSIONAL DALAM BAHASA INDONESIA



Dr. Achmad Tolla, M. Pd.


  1. Yüklə 0,54 Mb.

    Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   14




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin