Peradaban islam di persi


c. Masa Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi



Yüklə 0,61 Mb.
səhifə5/10
tarix23.01.2018
ölçüsü0,61 Mb.
#40237
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10

4.5.c. Masa Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Masa Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi dimulai sejak Raja Abbas I telah tiada, sepeninggal Abbas I kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husen (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), Abbas III (1732-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut, kondisi Kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran, karena Kerajaannya ketika itu diperintah oleh raja-raja yang lemah dan memiliki perangai dan sifat yang buruk. Hal ini menyebabkan rakyat kurang respon dan timbul sikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Raja-raja yang memerintah setelah Abbas I adalah sebagai berikut:

1 Safi Mirza (1628-1642 M), dia mempunyai Jiwa lidership yang lemah, sangat kejam terhadap para pembesar Kerajaan, memiliki sifat cemburu terhadap petinggi kerajaan, dan pada masa pemerintahannya Kota Qandahar lepas dan diduduki Kerajaan Mughal (Sultan Syah Jehan) dan Bagdad direbut oleh Kerajaan Turki Usmani.


2 Abbas II (1642-1667 M), dia mempunyai sifat dan Moralnya jelek, pemabuk/suka minum minuman keras.
3 Sulaiman (1667-1694 M), dia empunyai sifat kejam terhadap para pembesar Kerajaan, terutama terhadap orang-orang yang dicurigainya oleh karena sifat & moralnya yang buruk itu rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintahannya.
4 Husen (1694-1722 M), pada masa pemerintahannya dia memberi kekuasaan yang besar kepada para ‘ulama Syi’ah namun ulama Syi’ah sering menyalah gunakan kewenangan/kekuasaan yang diberikan. Mereka sering memaksakan pendapat terhadap penganut aliran Sunni sehingga membuat golongan Sunni marah. Konflik yang terjadi antara golongan Syi’ah dengan Sunni berimplikasi pada sistem pemerintahan menjadi tidak stabil secara berkelanjutan. Pada masa ini Pernah terjadi pemberontakan bangsa Afghan yang di pimpin oleh Mir Vays yang kemudian digantikan oleh Mir Mahmud. Pada masa pemberontakan Mir mahmud ini, kota Qandahar lepas dari safawi, kemudian disusul kota Isfahan. Pada 12 oktober 1722 M Shah Husein menyerah.
5 Tahmasp II (1722-1732 M), dengan dukungan dari suku Qazar Rusia, ia memproklamirkan diri sebagai raja yang berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasannya di Astarabad. Kemudian ia bekerja sama dengan Madhir Khan untuk memerangi bangsa Afghan yang menduduki kota Isfahan. Isfahan berhasil direbut dan Safawi kembali berdiri. Kemudian Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan pada 1732 M.
6 Abbas III (1732-1736 M), dia merupakan raja yang kurang berpengalaman, hal ini dikarenakan pengangkatannya pada usia yang masih kecil68 dan pada 1736 M, Abbas III dilengserkan kemudian kerajaan Safawi diambil alih oleh Nadir Khan. Dengan begitu, maka berakhirlah kerajaan Safawi.
Hanya satu abad setelah ditinggal Abbas I, kerajaan ini mengalami kehancuran. Faktor-faktor yang menyebabkan berakhirnya kerajaan Safawi :
1. Konflik panjang dengan kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab antar kedua kerajaan. Bagi Kerajaan Usmani, berdirinya Kerajaan Safawi yang beraliaran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara kedua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun konflik itu pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian antara keduanya pada masa Raja Shah Abbas I, namun tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan tida ada lagi perdamaian antara kedua kerajaan besar Islam itu.69


  1. Adanya dekadensi moral yang melanda sebagaian para pemimpin Kerajaan Safawi.

3. Pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qilzibash (baret merah) hal ini dikarenakan pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani. Seperti yang di alami oleh pasukan Qilzibash, sementara anggota pasukan Qilzibash yang baru tidak memiliki militansi dan semangat yag sam,a dengan anggota Qilzibash sebelumnya.

4.  Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.70

4.6. DINASTI QOJAR
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/02/map_iran_1900-en.png/250px-map_iran_1900-en.png

Qojar adalah Dinasti yang berkuasa di Persia dan berpusat di Iran selama kurang lebih 150 tahun (1779 – 1924). Nenek moyang Dinasti Qojar adalah bangsa Turki. Selama abad le-14, mereka bergerak memasuki kawasan Persia, Irak dan kawasan lain di Timur Tengah. Nama Qojar sediri diambil dari nama salah seorang tokoh mereka, yaitu Qojar Noyan, putra Sertaq Noyan, yang bekerja pada Dinasti Ilkhaniyah sebagai tutor Gazan Khan. Karir Qojar Noyan berakhir dengan dengan kematiannya di tangan Raja Baidu (w. 1295), karena tuduhan bersekongkol dengan penguasa sebelumnya yaitu Gaykatu (1291 – 1295)71


Pada awal abad ke-16, suku Qojar tampil memainkan peran dalam pejalanan sejarah Islam ketika ia besama enam suku Turki lainnya bergabung dalam barisan tentara Qizilbash ikut mendirikan Dinasti Safawi. Mengiringi kejatuhan Dinasti Safawi, Persia memasuki masa panjang pergolakan politik dan sosial. Suku Bakhtiyari, Qasyqayi, Afsyari, Zand dan Qojar saling betempur memperebutkan dominasi pusat kekuasaan. Pergolakan politik dan sosial tersebut baru berakhir ketika Aga Muhammad Khan, dari suku Qojar berhasil menduduki singgasana kerajaan. Kemudian ia menggalang aliansi militer dengan suku Bakhtiyari dan Afsyari untuk menaklukkan wilayah tengah Persia. Dan dengan bantuan penguasa propinsi Syiraz, Aga Munammad Khan berhasil mengalahkan Dinasti Zand, sehingga daerah selatan Persia jatuh ke tangannya.72Pada tahun 1779 Agha Muhammad Khan menjadi penguasa de facto atas hampir seluruh wilayah Persia.
4.6.a. Perkembangan Dinasti Qojar


  • Agha Muhammad Khan (1779 – 1797 M)

Pada masa pemerintahan Agha Muhammad Khan, banyak disibukkan dengan perluasan wilayah-wilayah kekuasaannya seperti propinsi Syiraz, Isfahan, Tabriz dan Masyhad. Dia memusatkan kekuasaannya di Teheran sebagai ibu kotanya.73


Ciri-ciri pada masa kekuasaan Aga Muhammad Khan

a. Kepemimpinan Negara didasarkan kepada adat istiadat kesukuan dengan melibatkan secara langsung pemimpin Negara untuk membangun jaringan antarsuku.

b. Mengadakan kerjasama antarsuku guna memerangi suku lain yang menjadi saingannya, sekaligus memperkuat kekuasaannya sendiri.74


  • Fath Ali Syah (1797 – 1834)

Adapun ciri - ciri pada masa kekuasaan Fath Ali Syah

a. Pengembangan birokrasi Negara pada seluruh level pemerintahan dengan Teheran sebagai pusat kekuasaannya.

b. Pembangunan angkatan bersenjata yang permanen.

c. Pemberlakuan etika kerajaan sebagaimana dipakai oleh kerajaan Persia Kino.
Perkembangan dan perubahan birokrasi pemerintahan dan angkatan bersenjata tersebut berkaitan erat dengan masuknya pengaruh Eropa ke Persia pada awal abad ke-19. Namun, masuknya Negara-negara Eropa seperti Rusia dan Inggris memiliki misi tertentu untuk menguasai daerah kekuasaan Qojar Persia. Pada tahun 1813, Dinasti Qojar mengalami kekalahan perang dengan Rusia, sehingga harus menandatangani perjanjian Gulistan yang menyatakan bahwa daerah Georgia, Kaukasus dan pengawasan pelayaran Laut Kaspia menjadi daerah kekuasaan Rusia, yang sebelumnya menjadi kekuasaan Dinasti Qojar. Hal tersebut menurunkan reputasi Dinasti Qojar di mata rakyat.
Rusia memperlakukan rakyat terutama para ulama dan penduduk muslim dengan kejam di daerah Kaukasus, ini merupakan ancaman langsung terhadap eksistensi umat Islam di Persia. Melalui mimbar khotbah dan pengajian, ulama mendesak pemerintah untuk melaksanakan jihad melawan Rusia. Fath Ali Syah memenuhi tuntutan rakyat sehingga pada tahun 1826 ia menyatakan perang melawan Rusia. Namun, untuk kedua kalinya Qojar mengalami kekalahan dan harus menandatangani perjanjian Turkomanchai pada tahun 1828 yang menyatakan:
1. Propinsi Erivan dan Nakhichevan harus diserahkan kepada Rusia

2. Rusia mendapat konsesi tarif yang rendah di bidang perdagangan

3. Rusia mendapatkan rampasan perang yang banyak

4. Kebebasan memberlakukan hokum Rusia bagi orang Rusia yang berada di Kerajaan Qojar.

Di pihak lain, perjanjian Turkomanchai ini mengakibatkan ekonomi rakyat lumpuh karena mereka terkena beban pajak dan tariff yang tinggi. Pemberontakan suku-suku timbil di mana-mana, sehingga stabilitas politik terganggu dan pusat pemerintahan Teheran menjadi lemah. Kondisi yang demikian terus berlangsung hingga Fath Ali Syah wafat pada tahun 1834


  • Muhammad Syah (1834 – 1848)

Pengangkatan Muhammad Syah sebagai raja Dinasti Qojar berjalan lancar berkat keterlibatan diplomatic Inggris dan Rusia. Bahkan inggris memberikan dukungan langsung secara militer dalam rangka menindas gerakan oposisi suku-suku local terhadap tahta kekuasaan Muhammad Syah. Dan sebagai imbalannya Muhammad Syah memberikan konsesi di bidang tarif dan hak ekstra territorial pada tahun 1836 dan 1841, pimpinan Qojar menandatangani pakta perjanjian. Pakta ini menguntungkan Inggris karena memperoleh keistimewaan-kwiatimewaan sebagaimana diberikan penguasa Qojar sebelumnya kepada Rusia.


Meningkatnya pengaruh Inggris dan Rusia menghadirkan dampak yang sangat dalam terhadap kehidupan rakyat Persia. Perkembangan industrialisasi di Eropa yang begitu pesat tidak saja membutuhkan bahan mentah untuk mekanisme industri, melainkan juga membutuhkan daerah-daerah untuk pemasaran produksi yang dihasilkan. Konsesi yang diberikan kepada Inggris dan Rusia telah menghasilkan perdagangan bebas di Persia dan mengakibatkan ekonomi Eropa semakin menusuk jantung perekonomian masyarakat Persia. Barang yang diproduksi oleh berbagai pabrik di Inggris dan Rusia dengan harga murah dan tarif import yang rendah mulai membanjiri Persia. Sebaliknya, para pedagang local menjadi lemah karena kualitas barangnya lebih rendah dan harus membayar pajak yang tinggi.
Cengkraman kekuatan asing terhadap berbagai aspek kehidupan, terutama ekonomi perdagangan, yang menyebabkan kelumpuhan ekonomi rakyat, telah menumbuhkan kebencian dan perlawanan terhadap kekuatan asing tersebut. Diantara gerakan perlawanan terpenting pada masa Muhammad Syah adalah perlawanan kelompok masyarakat Syi’ah Ismailiyah di bawah pimpinan Aga Khan, di wilayah Iran tengah dan selatan. Namun, Dinasti Qojar dengan bantuan militer Inggris dapat memukul mundur perlawanan tersebut. Di samping itu juga ada gerakan perlawanan yang dikenal dengan gerakan Mesiah, Pendiri gerakan ini adalah Sayid Ali Muhammad yang lahir di kota Syiraz pada tahun 1819. dalam waktu yang relative singkat (1844 -1850),75 gerakan ini telah menjadi gerakan perlawanan yang bersifat nasional dan telah menggoncang stabilitas politik Dinasti Qojar dan kepentingan asing di dalam negeri Qojar. Di tengah situasi seprti ini, Muhammad Syah meninggal dunia pada tahun 184876


  • Nasiruddin Syah (1848 – 1896)

Di bawah perlindungan dan jaminan Inggris Rusia, Nasiruddin Syah, naik menduduku tahta kerajaan dan menjadi penguasa Qojar yang paling lama berkuasa yakni dari tahun 1848 sampai 1896. Awal kekuasaan Nasiruddin Syah disibukkan dengan pemberontakan gerakan Mesiah. Pada tahun 1850 Nasiruddin dapat menangkap dan mengeksekusi pimpinan gerakan Mesiah, Sayid Ali Muhammad, dengan dukungan dan bantuan Inggris dan Rusia. Kesuksesan membasmi gerakan Mesiah tidak menjadikan Dinasti Qojar semakin mandiri. Sebaliknya, Dinasti Qojar semakin terjerembak dalam kekangan Inggris dan Rusia. Beberapa daerah kekuasaannya seperti Tashkent, Samarkand dan Bukhara dicaplok oleh Rusia. Dan pada tahun 1857 Nasiruddin mengalami kekalahan perang dan harus menandatangani perjanjian Paris yang menyatakan bahwa:

1. Qojar harus keluar dan membebaskan daerah Heart

2. Qojar harus mengakui kemerdekaan Afghanistan

3. Memberikan konsesi perdagangan yang lebih luas kepada Inggris.
Pada tahun 1872 Nasiruddin mengadakan kerjasama dengan perusahaan Baron de Reuter dari Inggris untuk melakukan modernisasi dengan mengadakan perubahan-perubahan diantaranya:

a. Di bidang Ekonomi

1. Pembangunan jalan rel kereta api

2. Pengadaan listrik

3. Mengekplorasi sumber mineral dan logam

4. Membangun kanal dan irigasi seluruh negeri

5. Membangun jalan raya

6. Membangun jaringan telepon

7. Membangun pabrik-pabrik

8. mendirikan bank nasional

b. Di bidang Militer

1. Pendidikan prajurit yang memadai

c. Di bidang Pendidikan

1. Mendirikan perguruan tinggi modern “Darul Funun”

2. Administrasi dan birokrasi berbasis kekuasaan pemerintah pusat ala Eropa.

3. Penterjemahan buku ilmu pengetahuan dari bahasa Eropa ke dalam bahasa Persia.


Dengan demikian, periode ini merupakan masa awal yang berpengaruh besar pada kebangkitan dunia pendidikan Iran di kemudian hari.
Pada tahun 1890, Nasiruddin memberikan konsesi kepada perusahaan Talbot dari Inggris untuk memonopoli produksi, penjualan dan ekspor tembakau yang banyak ditanam petani Iran. Modernisasi yang dilakukan oleh Nasiruddin Syah menimbulkan kebencian dan perlawanan masyarakat. Para intelektual menyerang kediktatoran para penguasa dan praktek korupsi yang meluas di kalangan penguasa. Kaum Bazari, memprotes atas konsensi yang diberikan Syah kepada orang asing yang mengakibatkan mereka bangkrut dan kalah bersaing. Para petani memprotaes rendahnya daya jual hasil pertaniannya. Dan para ulama memandang bahwa kuatnya pengaruh asing akan membahayakan keberadaan agama Islam di Iran.
Berbagai kebencian tersebut kemudian berkembang menjadi perlawanan nasional pada tahun 1891 – 1892. Ulama, intelektual, kaum Bazari, petani dan sebagian aparatur pemerintah berkoalisi berdemonstrasi di berbagai kota penting seperti Syiraz, Isfahan, Tabriz dan Masyhad. Sebuah fatwa dikeluarkan oleh Mirza Husein Syirazi, pemimpin ulama tertinggi (Marja’ at-Taqlid) komunitas Syi’ah, untuk melakukan boikot terhadap monopoli tembakau dan penghapusan konsesi yang diberikan kepada Inggris. Inilah yang kemudian disebut sebagai “The Tobacco Movement”. Akhirnya Nasyiruddin Syah mengabulkan tuntutan para demontran dan sebagai akibatnya Dinasti Qojar menanggung hutan 500.000 pound sterling
Untuk membayar hutang Nasiruddin meminjam kepada Rusia. Hal tersebut membuat kemarahan rakyat timbul kembali dan pada tahun 1896 Nasiruddin Syah akhirnya dibunuh oleh salah seorang pengikut al-Afgani.


  • Muzaffaruddin Syah (1896 – 1907)

Di bawah pemerintahan Muzaffaruddin Syah, keadaan Dinasti Qojar semakin melemah. Masa kekuasaannya lebih banyak diwarnai oleh perebutan pengaruh antara Inggris dan Rusia, oposisi rakyat semakin kuat dan hutang yang semakin banyak.


Pada tahun 1900 Syah mendapat pinjaman dari Rusia sebesar 2.400.000 pound sterling dan dua tahun kemudian 1902 menerima penjaman kembali sebesar 10.000.000 rubel. Hutang Syah yang meninggi, cengkeraman Rusia dan Inggris yang semakin kuat serta memburuknya perekonomian rakyat membuat suhu kebencian oposisi rakyat terhadap Dinasti Qojar semakin menaik. Situasi yang demikian membuat terwujudnya apa yang dikenal dalam sejarah dengan “Revolusi Konstitusional (1905 – 1911)[14]
Revolusi tersebut memaksa agar Muzaffaruddin mendirikan Majelis Nasional, yang akhirnya didirikan pertama kali pada awal Agustus 1906 di Iran. Dengan kehadiran Majelis Nasional tersebut kehidupan rakyat mengalami perubahan hingga meninggalnya Muzaffaruddin Syah pada tahun 1907.


  • Muhammad Ali Syah (1907 – 1909)

Muhammad Ali Syah sangat membenci Majelis Nasional dan berambisi untuk membubarkannya. Dengan menggunakan kekuaran militer dan dibantu oleh Rusia akhirnya Syah dapat membekukan Majelis Nasional bahkan membunuh beberapa anggata Majelis Nasional.


Kejadian tersebut membuat perlawanan rakyat meluas kembali dan menuntut agar Majelis Nasional bentuk kembali. Pada tahun 1909 akhirnya Majelis Nasional dibentuk kembali dan menuntut agar Muhammad Aki Syah Mundur dari jabatannya. Dan digantikan oleh putranya.


  • Ahmad Syah (1909 – 1925)

Dinasti Qojar tidak mengalami kemajuan yang berarti di bawah pimpinan Ahmad Syah. Bahkan sebaliknya, kesatuan kedaulatan Qojar terpecah-pecah, wilayah utara Iran di bawah pengawasan Rusia, wilayah selatan di bawah pengawasan Inggris dan hanya wilayah tengah yang sempit sebagai zona netral. Di tambah lagi selama perang dunia 1, Iran digunakan sebagai salah satu medan pertempuran yang membuat Qojar semakin terpojok dan mengalami kerusakan ekonomi yang parah.


Lemahnya kekuasaan pusat Dinasti Qojar dimanfaatkan oleh Reza Syah, seorang militer karir, yang melakukan persiapan untuk mengambil alih kekuasaan. Dengan menggalang aliansi bersama Kabinet Ziauddin dan Qawam as-Sultanah, posisi reza Syah semakin kuat. Dengan dukungan militer yang terdidik secara modern dan terlatih, Reza Syah kemudian mengontrol hamper seluruh birokrasi pemerintahan. Dan pada tahun 1925 Reza berhasil mengahiri keberadaan Dinasti Qojar dengan memecat Ahmad Syah sebagai penguasa terakhir. Sebagai gantinya, Reza memproklamirkan berdirinya Dinasti Pahlevi dan ia sendiri menjadi raja yang pertama.77
4.6.b. Kemajuan – Kemajuan Yang Dicapai Dinasti Qojar
Pada masa pemerintahan Nassiruddin Syah dengan bantuan kapitalis-kapitalis asing (Inggris), Baron Julius de Reuter mengadakan pembangunan lintasan kereta api, menambang sejumlah tambang mineral dan baja, membangun kanal dan proyek irigasi, proyek jalan raya, telegrap, dengan royalti pada Shah Qojar. Tahun 1889 dengan bantuan Inggris Bank Kerajaan (Imperial Bank) didirikan. Tahun 1890 sebuah perusahaan swasta Inggris (Mr. Talbot) diberi hak monopoli industri tembakau Iran termasuk memonopoli penjualan dalam negeri maupun ekspor. Tembakau adalah komoditas yang populer dan digemari oleh masyarakat Iran pada saat itu. Rusia juga mendirikan Discount Bank of Persia di Teheran pada tahun 1891.
Darul Funun didirikan di Teheran pada tahun 1851, Sekolah Politeknik yang merupakan salah satu bagian dari modernisasi yang dicanangkan oleh Mirza Taqi Khan Amir Kabir (Perdana Menteri Nassiruddin Qajar). Darul Funun merupakan lembaga pendidikan yang cenderung sekuler, berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan yang dirikan komunitas agama.
Darul Funun juga berfungsi sebagai pencetak tenaga militer yang baru dalam bidang balistik (roket militer) dan teknik militer serta pegawai sipil. Demikian juga di bidang pengobatan, ilmu pengetahuan dan matematika. Buku-buku Barat diterjemahkan ke dalam Bahasa Persia, banyak pula majalah dan buku yang diterbitkan. Sekolah-sekolah missionaris yang didirikan di Iran juga banyak mendatangkan teknik-teknik Barat ke Iran. Bahkan antara tahun 1878 dan 1880 penasihat Rusia dan Austria turut membantu Iran dengan mengorganisir kembali pasukan kaveleri dan membentuk Brigade Cossack (Kozak)78.
4.6.c. Kemunduran Dan Kehancuran Dinasti Qojar
Sebagai akibat interaksi antara Iran dengan bangsa Barat. Berkembang paham-paham baru dari Barat serta bertambahnya kaum intelektual di Iran pada masa sesudahnya. Adanya pandangan bahwa modernisasi Iran adalah satu-satunya cara yang efektif untuk melawan kekuasaan asing dan untuk memperbaiki kondisi kehidupan sebagian besar masyarakat Iran. Komunitas yang terdiri atas orang-orang yang berpendidikan Barat dan pejabat pemerintah Qajar yang terlibat dengan Eropa serta komunitas minoritas yang lebih radikal berkolaborasi dalam gerakan yang menentang Shah Qajar (negara).

Antara tahun 1891-1892 komunitas agama bersama dengan pedagang, intelektual liberal serta para pegawai mengadakan demonstrasi besar-besaran dan memboikot monopoli tembakau pada perusahaan Inggris. Para ulama memimpin demonstasi ini di berbagai kota seperti Shiraz, Isfahan, Tabriz dan Mashad, yang terkenal dengan Pemberontakan Tembakau (Tobacco Protest 1891-1892).


Peristiwa penting di Iran pada awal abad ke-20 selain ditemukannya sumber minyak bumi adalah ”Revolusi Konstitusional". Peristiwa yang terjadi pada periode Dinasti Qajar ini mengakhiri kekuasaan absolut raja. Revolusi ini merupakan bentuk gerakan nasionalisme rakyat Iran pada abad ke-20.
Pada tahun 1925 Dinasti Qojar ditumbangkan oleh Dinasti Pahlevi. Terdapat faktor internal dan eksternal yang menyebabkan hal ini terjadi. Faktor internal yang paling menonjol adalah lemahnya pemerintahan pusat dan terjadinya pemberontakan-pemberontakan lokal. Berbagai pemberontakan itu tidak mampu dibendung dan diredam oleh pemerintahan pusat sebagai pengendali utama keamanan, semakin lama pemberontakan itu menggerogoti kekuasaan Dinasti Qojar dan dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk berlawanan dengan kekuasaan Dinasti Qojar
Faktor eksternal yang muncul adalah pecahnya Perang Dunia I yang menjadikan Iran sebagai arena pertempuran, walaupun secara politik posisi Iran dalam perang itu adalah netral. Rusia ngotot untuk mempertahankan cadangan minyak di Baku dan Laut Kaspia. Tentara Ru¬sia terlibat dalam pertempuran sengit dengan tentara Turki di Iran barat laut. Imperialis Inggris, di pihak lain, mempertahankan kepentingan mereka di ladang minyak Khuzistan. Situasi pelik dan kacau demikian itu menyulut Sayid Ziauddin Taba Tabai, seorang politisi Iran, dan Reza Khan, seorang perwira kavaleri, memanfaatkan situasi untuk melancarkan pemberontakan atas dinasti Qojar.


  1. SAHABAT, ILMUWAN DAN FILOSOF DARI PERSIA


5.1.Al-RAZI

http://www.payvand.com/news/07/aug/persian-scientists_files/image013.jpg
8.1.a. Biografi dan Pendidikannya
Al Razi adalah seorang filosof muslim kedua setelah al-Kindi, nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Ibnu Yahya Al-razi. Dalam wacana keilmuan barat dikenal dengan sebutan Rhazes. Ia dilahirkan di sebuah kota bernama Razy, kota tua yang dahulunya bernama Rhogee, dekat Teheran, Republik Islam Iran. Ia lahir pada tanggal 1 Sya’ban 251 M/865 M.[1] Beliau wafat pada Tahun 925 M.79
Pada masa mudanya, ia menjadi tukang intan dan suka pada musik (kecapi). Ia cukup respek terhadap ilmu kimia, sehingga tidak mengherankan apabila kedua matanya buta akibat dari eksperimen yang dilakukannya. Namun, para sarjana berpendapat bahawa al-Razi mengalami sakit mata dan kemudiannya buta pada penghujung hayat-nya. Al-Razi menderita akibat ketekunannya menulis dan membaca yang terlalu banyak. Ia juga belajar ilmu kedoktoran (obat-obatan) dengan sangat tekun pada seorang dokter dan filosof yang lahir di Merv pada Tahun 192 H/808 M yang bernama Ali Ibnu Robban al-Thabari. Kemungkinan guru ini pula yang menumbuhkan minat al-Razi untuk bergulat dengan filsafat agama, karena ayah guru tersebut adalah seorang pendeta Yahudi yang ahli dalam kitab-kitab suci.80
Selain al-Razi sang ahli filsafat, ada lagi beberapa nama tokoh lain yang juga dipanggilkan al-Razi, yakni Abu Hatim al-Razi, Fakhruddin al-Razi dan Najmuddin a-Razi. Oleh karena itu, agar dapat membedakan al-Razi, sang filosof ini dari tokoh-tokoh lain, perlu ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar, yang merupakan nama kun-yah-nya (gelarnya).81
Walaupun pada akhirnya beliau dikenal sebagai ahli pengobatan seperti Ibnu Sina, pada awalnya al-Razi adalah seorang ahli kimia. Menurut sebuah riwayat yang dikutip oleh Nasr (1968), al-Razi meninggalkan dunia kimia karena penglihatannya mulai kabur akibat eksperimen-eksperimen kimia yang meletihkannya dan dengan bekal ilmu kimianya yang luas lalu menekuni dunia medis kedokteran, yang rupanya menarik minatnya pada waktu mudanya. Ia mengatakan bahwa seorang pasien yang telah sembuh dari penyakitnya adalah disebabkan oleh respon reaksi kimia yang terdapat di dalam tubuh pasien tersebut. Dalam waktu yang relatif cepat, ia mendirikan rumah sakit di Rayy, salah satu rumah sakit yang terkenal sebagai pusat penelitian dan pendidikan medis. Selang beberapa waktu kemudian, ia juga dipercaya untuk memimpin rumah sakit di Baghdad.
Menurut informasi sejarah yang dikemukakan oleh Al-Qifti dan Usaibi’ah sulit dipercaya. Menurutnya al-Razi berguru kepada Ali Ibnu Rabban al-Thabari, seorang dokter dan filosof. Padahal Al-Razi lahir sepuluh tahun setelah Ali Ibnu Rabban al-Thabari meninggal dunia. Menurut al-Nadim yang benar adalah al-Razi belajar filsafat kepada al-Balkhi, menguasai filsafat dan ilmu-ilmu kuno.
Disiplin ilmu al-Razi meliputi ilmu falak, matematika, kimia, kedokteran, dan filsafat. Ia lebih terkenal sebagai ahli kimia dan ahli kedokteran dibanding sebagai filosof. Ia sangat rajin menulis dan membaca, agaknya inilah yang menyebabkan penglihatannya berangsur-angsur melemah dan akhirnya buta total. Akan tetapi, ia menolak untuk diobati dengan mengatakan pengobatan akan sia-sia belaka karena sebentar lagi ia akan meninggal.82
Di kala itu, ilmu pengetahuan yang dimiliki al-Razi sangatlah banyak sehingga banyak orang-orang yang belajar kepadanya. Ini terlihat dengan metode penyampaian pemikirannya berbentuk sistem pengembangan daya intelektual (sistem diskusi). Apabila ada seorang murid yang bertanya maka pertanyaan itu tidak langsung dijawabnya melainkan dilempar kembali kepada murid-murid lainnya yang terbagi beberapa kelompok. Apabila kelompok pertama tidak dapat menjawab maka pertanyaan dilempar pada kelompok kedua, dan seterusnya. Ketika semuanya tidak dapat menjawab ataupun ada yang menjawab tetapi jawabannya kurang benar, barulah al-Razi yang memebrikan jawaban atas pertanyaan tersebut.

8.1.b. Karya-Karya al-Razi
Al-Razi adalah sosok manusia yang dikenal aktif berkarya, ia termasuk filosof yang rajin belajar dan menulis sehingga tidak mengherankan ia banyak menghasilkan karya tulis. Dalam autobiografi pernah ia katakan, bahwa ia telah menulis tidak kurang dari 200 buah karya tulis dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.[6] Ibnu abi Usaibah menyebutkan bahwa al-Razi mempunyai 236 karya, tetapi beberapa diantaranya tidak jelas pengarangnya.83
Melalui karya-karyanya, al-Razi menampilkan dirinya sebagai filosof-platonis, terutama dalam prinsip “lima ke­kal” dan “jiwa”nya. Di samping itu, ia juga pendukung pan­dangan naturalis kuno. Selain ulet, ia juga seorang tokoh intelektual yang berani, sehingga ia dijuluki sebagai tokoh non-kompromis terbesar di sepanjang sejarah intelektual Islam. Di antara bukti keberaniannya dituangkan dalam pandangannya tentang “jiwa” dan “kenabian dan agama”.
Perhatian utama filsafat al-Razi adalah jiwa, kemudian lima yang kekal. Setelah itu, moral, kenabian dan agama, yang merupakan sisi pengembangan daya kritik intelektualnya. jiwa merupakan titik kesamaan perhatian utama antara al-Razi dan Plato. Selain ia seorang filosof, ia juga seorang yang ahli dalam bidang kimia dan kedokteran. Tulisannya dalam bidang kimia yang terkenal ialah Kitab Al-Asrar yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Geard fo Cremon. Sedangkan dalam bidang medis atau pengobatan karyanya yang terbesar ialah al-Hawi, al-Hawi merupakan ensiklopedi ilmu kedokteran, diterjemahkan ke dalam bahasa latin dengan judul Continens yang tersebar luas dan menjadi buku pegangan utama dikalangan kedokteran Eropa sampai abad ke 17.84 Agar lebih jelas karya-karya al-Kindi dikelompokkan seperti di bawah ini:

1). Ath-Thibb Ar-Ruhani,

2). Ash-Shirat Al-Falsafiyyah,

3). Amarat Iqbal Ad-Daulah,

4). Kitab Al-Ladzdzah,

5). Kitab Al-Ilm Al-Ilahi,

6). Maqalah Fi Ma’bad Ath-Thabi’ah,

7). Al-Hawi Fi Ath-Thibb,

8). Manshuri,

9). Kitab Sirr Al-Asrar,

10). Muluki,

11). Kitab Al-Jami’ Al-Kabir,

12). Sekumpulan risalah logika berkenaan dengan Kategori-kategori, Demonstrasi, Isagoge, dan dengan logika, seperti yang dinyatakan dalam ungkapan kalam Islam,

13). Sekumpulan risalah tentang metafisika pada umumnya,

14). Materi Mutlak dan Partikular,

15). Plenum dan Vacum, Ruang dan Waktu,

16). Fisika,

17). Bahwa dunia mempunyai Pencipta yang Bijaksana,

18). Tentang Keabadian dan Ketidakabadian Tubuh,

19). Sanggahan terhadap Proclus,

20). Opini fisika “Piutarch” (Placita Philosophorum),

21). Sebuah Komentar terhadap Komentar Plutarch tentang Timaeus,

22). Sebuah Komentar tentang Timaeus,

23). Sebuah Risalah yang menunjukkan Bahwa Benda-benda bergerak dengan sendirinya dan bahwa Gerakan itu pada Hakikatnya adalah milik mereka,

24). Obat pencahar Rohani (Spiritual Physic),

25). Jalan Filosofis,

26). Tentang Jiwa,

27). Tentang Perkataan Imam yang tidak bisa salah,

28). Sebuah Sanggahan Terhadap Kaum Mu’tazilah,

29). Metafisika Menurut Ajaran Plato,

30). Metafisika Menurut Ajaran Sokrates,
8.1.c. Pemikirannya
Filsafat al-Razi yang paling terkenal dengan ajarannya yang dinamakan Lima yang Kekal, yakni: Tuhan, Jiwa Universal, Materi Pertama Ruang Absolut dan Zaman Absolut, dalam bahasa Arab :
البا رى تعا لى والنفسول الكلية والهيلولا للاولى والمكن المطلق والزمن المطلق
Mengenai yang terakhir ia membuat perbedaan antara zaman mutlak dan zaman terbatas yaitu antara al-dahr (duration) dan al-waqt (time). Yang pertama kekal dalam arti tidak bermula dan tak berakhir, dan kedua disifati oleh angka.

Bagi benda (being) kelima hal itu adalah:


a. Materi, yakni; apa yang ditangkap dengan panca indra tentang benda itu.

b. Ruang, yakni; karena materi mengambil tempat.

c. Zaman, yakni; karena materi berobah-obah keadaanya.

d. Di antara benda-benda ada yang hidup dan oleh karena itu perlu ada roh. Di antara yang hidup ada pula yang berakal yang dapat mewujudkan ciptaan-ciptaan yang teratur.



e. Semua ini perlu pada Pencipta Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.
Dua dari yang Lima Kekal itu hidup dan aktif, Tuhan dan roh. Satu daripadanya tidak hidup dan pasif, yaitu materi. Dua lainnya tidak hidup, tidak aktif dan tidak pula pasif, ruang dan masa.85
Sedangkan sistematika filsafat Lima Kekal al-Razi dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama, Al-Bari Ta’ala (Allah); hidup dan aktif dengan sifat Independen. Menurut al-Razi, Allah Maha Pencipta dan Pengatur seluruh alam ini. Alam diciptakan Allah bukan dari tidak ada (creatio ex nihilo), tetapi dari bahan yang telah ada. Oleh karena itu, menurutnya alam semesta tidak qadim, baharu, meskipun materi asalnya qadim, sebab penciptaan di sini dalam arti di susun dari bahan yang telah ada.86 Kedua, an-Nafs al-Kuliyyah (jiwa universal); hidup dan aktif serta menjadi al-Mabda’ al-qadim ats-tsani (sumber kekal kedua). Hidup dan aktifitasnya bersifat independen. An-nafs al-Kulliyah tidak berbentuk. Namun, karena mempunyai naluri untuk bersatu dengan al-hayula al-ula, an-nafs al-kulliyah memiliki zat yang berbentuk (form) sehingga bisa menerima, sekaligus menjadi sumber penciptaan benda-benda alam semesta, termasuk badan manusia. Ketika masuk pada benda-benda itulah, Allah menciptakan roh untuk menempati benda-benda alam dan badan manusia di mana jiwa (parsial) melampiaskan kesenangannya. Karena semakin lama jiwa bisa terlena pada kejahatan, Allah kemudian menciptakan akal untuk menyadarkan jiwa yang terlena dalam fisik tersebut.
Ketiga, al-hayula al-ula (materi pertama), tidak hidup dan pasif. Al-hayula al-ula adalah subtansi (jauhar) yang kekal yang terdiri atas dzarrah, dzarrah (atom-atom). Setiap atom terdiri atas volume. Jika dunia hancur, volume juga akan terpecah dalam bentuk atom-atom.materi yang sangat padat menjadi substansi bumi, yang agak renggang menjadi substansi air, yang renggang menjadi substansi udara dan yang lebih rengggang menjadi api. Al-hayula al-ula, kekal karena tidak mungkin berasal dari ketiadaan. Buktinya, semua ciptaan Tuhan melalui susunan-susunan (yang berproses) dan tidak dalam sekejap yang sangat sederhana dan mudah. Dengan kata lain, Tuhan tidak mungkin menciptakan sesuatu tanpa bahan sebelumya yang kekal karena mendapat (semacam emanasi, pancaran) dari Yang Maha Kekal. Keempat, al-Makan al-Muthlaq (ruang absolut), tidak aktif tidak pasif. Materi yang kekal membutuhkan ruang yang kekal pula sebagai ”tempat” yang sesuai. Ada dua macam ruang, yakni; ruang partikular (relatif) dan ruang universal. Yang partikular terbatas, sesuai dengan keterbatasan maujud yang menempatinya. Adapun ruang universal tidak terbatas dan tidak terikat pada maujud karena bisa saja dapat terjadi kehampaan tanpa maujud. Kelima, az-zaman al-muthlaq (zaman absolut), tidak aktif dan tidak pasif. Zaman atau masa ada dua; relatif/terbatas yang biasa disebut al-waqt dan zaman universal yang biasa disebut ad-dhar. Yang terakhir ini (ad-dhar) tidak terikat pada gerakan alam semesta dan falak atau benda-benda angkasa raya.87
Di antara filsafat al-Razi antara lain :
a. Filsafat Metafisika
Al-Razi adalah sosok filsuf yang berani, rasionalis-empiris dan argumentasi-argumentasinya banyak dipengaruhi oleh para pemikir besar Yunani sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan, sampai ia dikenal dikalangan para pemikir Islam sebagai pemikir atheis, dimana komentar-komentarnya banyak berbeda dengan filsuf muslim lain. Dalam hal ini diantara pemikirannya yang dianggap keluar dari Islam adalah pandangannya terhadap ketidakperluan Nabi sebagai perantara wahyu, bahwa ia mengatakan Tuhan dengan kasih Sayang-Nya memberikan potensi kepada manusia untuk bisa mengenalnya.
Ketika ditanya bagaimana filsafat bersikap terhadap imam pada sebuah agama wahyu, ia menjawab: “Bagaimana seseorang dapat berfikir secara filosofis sedangkan ia mengikatkan diri pada cerita-cerita kuno, yang ditegakkan atas dasar kontradiksi, kebodohan yang membandel, dan dogmatisme? Kenabian khususnya (special prophecy), tegasnya, merupakan sesuatu yang tidak diperlukan: “Bagaimana anda menerima Tuhan lebih mencintai seorang manusia sebagai pengemban standar umat manusia, yang membuat manusia lainnya bergantung padanya? Bagaimana anda dapat mempertemukan kebijaksanaan Tuhan Yang Maha Bijaksana dengan memilih seseorang dengan cara demikian, yang membuat umat manusia siap untuk saling membunuh, menimbulkan pertumpahan darah, perang dan konflik.!88 Ia sangat dikenal sebagai pemikir kontradiktif sekaligus pemikir kreatif. Pikiran-pikirannya sangat brilian, liberal dan radikal sampai dikecam dan tidak terlalu mendapat simpati dikalangan para ulama dan pemikir Islam lainnya.
Namun dalam fokus kita kali ini yang menjadi perhatian kita adalah perhatiannya terhadap metafisika yang hal ini juga salah satu akibat ia dimarjinalkan dari konteks kesejarahan Islam. Ada lima teori kekekalan diajukan sebagai yang mewakili pandangan metafisikanya secara umum; pertama, materi menurut al-Razi bahwa itu tidak mesti tersusun dari kuantum yang diskret dan tak dapat dibagi-bagi, materi baginya bergerak menurut unsur-unsur materinya masing-masing, pendapat ini dijelaskan dengan panjang lebar dalam bukunya yang membahas bahwa Tuhan tidak campur tangan dalam tindakan mahluk. Al-Razi lebih meyakinkan adanya gerak bawaan dan intrinsik, inilah perbedaan tajam antara fisika Democritus dan Aristoteles.89
Keabadian materi didemontrasikan dalam dua cara. Penciptaan, yaitu tindakan materi yang sedang “dalam Pembentukan”, mensyaratkan (adanya) bukan saja seorang Pencipta yang telah mendahuluinya, tetapi juga sebuah substratum atau meteri dimana tindakan itu melekat. Selain itu, konsep yang sebenarnya dari penciptaan ex nihilo tidak dapat dipertahankan secara logis, karena jika Tuhan telah mampu menciptakan sesuatu dari tiada, maka tentu saja ia harus terikat pada penciptaan segala sesuatu dari tiada, karena hal ini merupakan modus pembuatan yang paling sederhana dan paling cepat. Tetapi karena tidak demikian halnya, maka dunia haruslah dikatakan telah diciptakan dari materi tanpa bentuk, yang telah mendahuluinya sejak semula. Materi memerlukan sebuah locus tempat ia tinggal, dan ini adalah prinsip yang kedua.90
Kedua, Ruang dipahami oleh al-Razi, sebagai sebuah konsep abstrak, yang berbeda dengan “tempat” (tonos) Aristoteles, tidak dapat dipisahkan secara logis dari tubuh. Akibatnya, ia menarik garis perbedaan antara tempat atau ruang universal dan particular. Tempat (ruang) universal sama sekali berbeda dengan tubuh, sehingga konsep tubuh yang menempatinya tidak perlu masuk kedalam defenisinya, seperti yang implisit dalam konsep ruang Aristotelian, atau “batas tubuh yang paling dalam yang terkandung di dalamnya”. Sementara bagi Aristoteles pun dalam kapasitas universalnya sebagai locus communis, ruang tidak dapat dipisahkan dari tubuh, alam semesta dan karena itu bersifat terbatas. Tempat particular, dipihak lain, tidak dapat dipahami secara terpisah dari materi, yang merupakan esensinya yang sejati. Dalam hal ini, ia berbeda dengan konsep Aristoteles tentang ruang waktu sebagai locus atau wahana (vehicle).91
Ketiga, Dalam pandangannya tentang waktu, Al-Razi juga menyimpang dari Aristoteles, yang memandang waktu sebagai semacam gerak atau bilangan dari padanya. Konsep seperti itu menyebabkan realitas waktu tergantung secara logis kepada gerakan secara umum dan gerakan segenap langit secara khusus; tetapi dalam pandangan Al- Razi, gerak tidaklah menghasilkan tetapi hanyalah menyingkap atau memperlihatkan waktu, yang karenanya secara esensial tetap berbeda dengannya. Seperti terhadap ruang lebih lanjut, ia membedakan antara waktu particular atau tertentu dengan waktu mutlak atau universal. Yang pertama dibayangkan sebagai (sesuatu) yang dapat diukur dan terbatas, sedangkan yang terakhir sebagai yang tidak dapat diukur dan tidak terbatas, sama dengan zaman universal (ad-Dahr) Neoplatonik, yang merupakan ukuran perlangsungan dunia indriawi, yang disebut oleh Plato “baying-bayang keabadian yang bergerak-gerak”.92
Keempat, sekaligus kelima, adalah kedua prinsip jiwa dan Pencipta, dalam sistim al-Razi dikaitkan erat dengan usaha yang berani untuk bergulat dengan masalah yang mendesak bagi pembenaran penciptaan dunia, yang telah begitu mengganggu (pikiran) para filosof sejak zaman Plato. Persoalan yang ia gumuli bukan apakah dunia ini diciptakan atau tidak (karena, seperti Plato, ia masih percaya bahwa dunia diciptakan dalam waktu yang abadi), melainkan masalah yang lebih rumit yang terus membahana lewat risalah-risalah polemic teologi dan filsafat, baik dalam Islam maupun Kristen apakah Tuhan menciptakan dunia , seperti yang dikatakan oleh kaum skolastik Latin kemudian, malalui suatu “kemestian alam” (necessity of nature), atau melalui sebuah tindakan kehendak bebas? Jika “kemestian alam” yang dituntut katanya, maka konsekuensi logisnya adalah bahwa Tuhan, yang menciptakan dunia dalam waktu, berada dalam waktu itu sendiri, karena suatu produk alamiah harus terjadi secara niscaya atau pelaku alamiahnya dalam waktu. Dipihak lain, jika tindakan kehendak bebaslah yang akan dijadikan jawaban, maka pertanyaan lain segera akan muncul, “Mengapa Tuhan lebih suka menciptakan dunia dalam waktu particular ketimbang dalam (cara) yang lainnya. Jiwa sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bentuk-bentuk kekekalan yang lain bersifat sama-sama kekal dengan Tuhan terpaksa mengadakan apa yang tidak dapat dicapai jiwa secara mandiri, yakni, kesatuan dengan bentuk-bentuk material. Dengan kesatuan inilah maka penciptaan dunia, dimana jiwa tetap ‘seorang’ asing untuk selamanya terjalin. Berkat cahaya akal maka jiwa, yang telah demikian terpikat oleh bentuk-bentuk material dan kesenangan-kesenangan indriawi, pada akhirnya sadar akan nasibnya yang sejati dan terdorong untuk mencari tempat pemukimannya kembali di dunia akali yang merupakan tempat tinggal yang hakiki.93
Pandangan al-Razi tentang kesengsaraan jiwa dalam dunia indriawi sabagai sambungan di atas, seperti Epicurus, al-Razi berminat pada sisi patologis agama, dan ingin agar akal bisa menghalau kewajiban-kewajiban tertentu agama, demi kepentingan kesehatan mental atau kejernihan moral. Ritual (mazhab), tegasnya, berkaitan dengan hasrat (passions), bukan pikiran “kebersihan dan kesucian harus dipertimbangkan semata-mata dengan indra, bukan dengan deduksi dan harus diperlakukan berdasarkan persepsi bukan praduga”. Adalah wajib untuk menuntut pelbagai tingkat kesucian yang diserukan bukan oleh tuntutan-tuntutan agama atau bahkan oleh respon sensivitas berlebihan. Sebab, kata al-Razi, bukan agama atau sensibilitas yang dapat merespon secara rasional terhadap kekotoran-kekotoran yang tidak dapat dirasakan. Penolakan al-Razi terhadap sensivitas yang berlebihan sebagai suatu keburukan adalah sesuai dengan pemahaman psikiatrisnya, terutama mengenai melankolia alias depresi.
b. Filsafat Rasionalis (akal)
Harun Nasution dalam bukunya falsafat mistisisme dalam Islam diungkapkan bahwa; Al-Razi adalah seorang rasionalis yang hanya percaya pada kekuatan akal dan tidak percaya pada wahyu dan nabi-nabi. Ia berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui apa yang baik serta apa yang buruk, untuk tahu pada Tuhan dan untuk mengatur hidup manusia di dunia ini. Manusia terlahir pada dasarnya telah dibekali akan sebuah potensi daya berpikir yang sungguh sama besarnya, dan perbedaan itu timbul karena berlainan pendidikan dan berlainan suasana perkembangannya. Ia tidak percaya dengan para Nabi karena dia menganggap para Nabi membawa tradisi berupa upacara-upacara yang mempengaruhi jiwa rakyat yang pikirannya sederhana. Ia juga berani menganggap bahwa al-Qur’an bukan mukjizat. Tetapi yang diutamakan baginya adalah buku-buku falsafat dan ilmu pengetahuan daripada buku-buku agama. Walaupun ia menentang agama pada umumnya, ia bukanlah seorang ateis, akan tetapi ia seorang monoteis yang percaya pada adanya Tuhan sebagai pengatur alam.94
Dalam hal ini, Badawi menerangkan alasan-alasan al-Razi dalam menolak kenabian, adapun alasan-alasannya antara lain: pertama, akal sudah memadai untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat, yang berguna dan tidak berguna. Hanya dengan akal semata, manusia mampu mengetahui Allah yang mengatur kehidupan dengan sebaik-baiknya. Kedua, tidak ada alasan yang kuat bagi pengistimewaan beberapa orang untuk membimbing semua orang karena semua orang lahir dengan kecerdasan yang sama. Perbedaan manusia bukan karena pembawaan alamiah, tetapi karena pengembangan dan pendidikan. Ketiga, para Nabi saling bertentangan. Pertentangan tersebut seharusnya tidak ada jika mereka berbicara atas nama satu Allah.95
Sebagai bukti sikap Rasionalis yang dimiliki oleh al-Razi terhadap akal, terlihat dalam bukunya Ath-Thibb Ar-Ruhani. Dalam Kitab tersebut, ia mengatakan:
”Tuhan, segala puji bagi-Nya, yang telah memberi kita akal agar dengannya, kita memperoleh sebanyak-banyak manfa’at. Inilah karunia terbaik Tuhan kepada kita. Dengan akal, kita melihat segala yang berguna bagi kita dan yang membuat hidup kita baik, dengan akal kita dapat mengetahui yang gelap, yang jauh, dan yang tersembunyi dari kita .. dengan akal pula, kita dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, suatu pengetahuan tertinggi yang dapat kita peroleh ... jika akal sedemikian mulia dan penting; kita tidak boleh melecehkannya, kita tidak boleh menentukannya, sebab ia adalah penentu, atau kita tidak boleh mengendalikannya, sebab ia adalah pengendali, atau memerintahnya, sebab ia adalah pemerintah. Tetapi kita harus merujuk kepadanya dalam segala hal dan menentukan segala masalah dengannya, kita harus sesuai dengan perintahnya".96
Pernyataan al-Razi merupakan suatu ungkapkan keagungannya terhadap akal. Al-Razi memang menentang kenabian wahyu dan kecendrungan irrasional. Segalanya harus masuk akal ilmiah dan logis. Sehingga akal sebagai kriteria prima dalam pengetahuan dan prilaku. Perbedaan manusia adalah disebabkan oleh berbedanyan pemupukan akal karena ada yang memperhatikan hal tersebut dan ada yang tidak memperhatikannya, baik dalam segi teoritis maupun yang bersifat praktis.97
Fenomena yang terjadi, bahwa al-Razi adalah seorang yang selalu mengagungkan akal, ini terbantah karena pendapat demikian adalah sebuah tuduhan-tuduhan yang diberikan kepadanya dari lawan-lawan debatnya. Hal seperti ini lumrah terjadi karena untuk kepentingan politik semata yang kalah tetapi tidak sadar diri. Dalam bukunya al- Thibb al-Ruhani tidak ditemukan keterangan bahwa al-Razi mengingkari kenabian ataupun agama, namun sebaliknya ia mewajibkan untuk menghormati agama dan berpegang teguh kepada agama, karena dengan agama akan mendapatkan kenikmatan di akhirat berupa surga dan mendapatkan keuntungan berupa ridha Allah. Dalam buku tersebut ia mengatakan:
”Mengendalikan hawa nafsu adalah wajib menurut rasio, menurut semua orang berakal dan menurut semua agama dan wajiblah manusia yang baik, Manusia yang utama dan yang melaksanakan syari’ah secara sempurna, tidak perlu takut terhadap kematian. Hal ini disebabkan syari’ah telah menjanjikan kemenangan dan kelapangan serta (menjanjikan) bisa mencapai kenikmatan abadi.98
Selain itu, al-Razi juga mengakui kenabian sebagaimana ia nyatakan dengan sebuah kata ”Semoga Allah melimpahkan Shalawat kepada ciptaan-Nya yang terbaik, Nabi Muhammad dan keluarganya dan semoga Allah melimpahkan Shalawat kepada Sayid kita, kekasih kita, dan penolong kita di hari kiamat, yakni Muhammad. Semoga Allah melimpahkan kepadanya Shalawat dan Salam yang banyak selama-lamanya.99 Denganh demikian, tuduhan-tuduhan itu terbantahkan, al-Razi adalah seorang rasionalis religius, bukan rasionalis liberal karena al-Razi masih mengakui dan mendasarkan logikanya kepada agama dan kewahyuan.
c. Filsafat Jiwa (ruh)
Mengenai filsafat tentang jiwa (ruh), bermula dari sebuah pertanyaan yang timbul dari buah pikiran al-Razi, yakni, sebuah pertanyaan tentang keabadian lain, setelah kematian? Keabadian lain itu adalah ruh yang akan selalu hidup, tetapi ruh bodoh. Materi juga kekal, karena kebodohannya ruh mencintai materi dan membuat banyak dirinya untuk memperoleh kebahagiaan materi. Tetapi materi menolak, akhirnya Tuhan ikut campur untuk membantu ruh. Dijadikan lapisan dari ruh, yakni sebuah jasad yang beragam macam. Kemudian Tuhan menciptakan sebuah jasad yang sempurna, itulah manusia yang berguna untuk menggerakkan aktifitas di dunia ini.
Dalam filsafatnya mengenai hubungan manusia denganTuhan, ia dekat kepada filsafat Pythagoras, yang memandang kesenangan manusia sebenarnya ialah kembali kepada Tuhan dengan meninggalkan alam materi ini. Untuk kembali ke Tuhan, maka roh harus lebih dahulu disucikan dan yang dapat menyucikan roh adalah ilmu pengetahuan dan membuat pantangan dalam mmengerjakan beberapa hal tanpa dasar ilmu. Menurut al-Razi jalan mensucikan roh adalah falsafat. Manusia harus menjauhi kesenangan yang dapat diperoleh hanya dengan menyakiti orang lain atau yang bertentangan dengan rasio. Tetapi sebaliknya, manusia jangan pula sampai tidak makan atau berpakaian, tetapi makanlah dan berpakaian sekedar untuk memelihara diri.100

8.2. SALMAN AL FARISI

http://3.bp.blogspot.com/-pf-njuv6jy8/uvzg0r2shmi/aaaaaaaaba8/c-ahovfnwpu/s320/salman+al+farisi.png
Salman al-Farisi pada awal hidupnya adalah seorang bangsawan dari Persia yang menganut agama Majusi. Namun dia tidak merasa nyaman dengan agamanya. Pergolakan batin itulah yang mendorongnya untuk mencari agama yang dapat menentramkan hatinya.
Kisah Salman diceritakan langsung kepada seorang sahabat dan keluarga dekat Nabi Muhammad bernama Abdullah bin Abbas:
Salman dilahirkan dengan nama Persia, Rouzbeh, di kota Kazerun, Fars, Iran. Ayahnya adalah seorang Dihqan (kepala) desa. Dia adalah orang terkaya di sana dan memiliki rumah terbesar.
Ayahnya menyayangi dia, melebihi siapa pun. Seiring waktu berlalu, cintanya kepada Salman semakin kuat dan membuatnya semakin takut kehilangan Salman. Ayahnya pun menjaga dia di rumah, seperti penjara.
Ayah Salman memiliki sebuah kebun yang luas, yang menghasilkan pasokan hasil panen berlimpah. Suatu ketika ayahnya meminta dia mengerjakan sejumlah tugas di tanahnya. Tugas dari ayahnya itulah yang menjadi awal pencarian kebenaran.
"Ayahku memiliki areal tanah subur yang luas. Suatu hari, ketika dia sibuk dengan pekerjaannya, dia menyuruhku untuk pergi ke tanah itu dan memenuhi beberapa tugas yang dia inginkan. Dalam perjalanan ke tanah tersebut, saya melewati gereja Nasrani. Saya mendengarkan suara orang-orang shalat di dalamnya. Saya tidak mengetahui bagaimana orang-orang di luar hidup, karena ayahku membatasiku di dalam rumahnya! Maka ketika saya melewati orang-orang itu (di gereja) dan mendengarkan suara mereka, saya masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan."
"Ketika saya melihat mereka, saya menyukai salat mereka dan menjadi tertarik terhadapnya (yakni agama). Saya berkata (kepada diriku), 'Sungguh, agama ini lebih baik daripada agama kami'".
Salman memiliki pemikiran yang terbuka, bebas dari taklid buta. "Saya tidak meninggalkan mereka sampai matahari terbenam. Saya tidak pergi ke tanah ayahku."
Dan ketika pulang, ayahnya bertanya. Salman pun menceritakan bertemu dengan orang-orang Nasrani dan mengaku tertarik. Ayahnya terkejut dan berkata: "Anakku, tidak ada kebaikan dalam agama itu. Agamamu dan agama nenek moyangmu lebih baik." "Tidak, agama itu lebih baik dari milik kita," tegas Salman.
Ayah Salman pun bersedih dan takut Salman akan meninggalkan agamanya. Jadi dia mengunci Salman di rumah dan merantai kakinya. Salman tak kehabisan akan dan mengirimkan sebuah pesan kepada penganut Nasrani, meminta mereka mengabarkan jika ada kafilah pedagang yang pergi ke Suriah. Setelah informasi didapat, Salman pun membuka rantai dan kabur untuk bergabung dengan rombongan kafilah.
Ketika tiba di Suriah, dia meminta dikenalkan dengan seorang pendeta di gereja. Dia berkata: "Saya ingin menjadi seorang Nasrani dan memberikan diri saya untuk melayani, belajar dari anda, dan salat dengan anda."
Sang pendeta menyetujui dan Salman pun masuk ke dalam gereja. Namun tak lama kemudian, Salman menemukan kenyataan bahwa sang pendeta adalah seorang yang korup. Dia memerintahkan para jemaah untuk bersedekah, namun ternyata hasil sedekah itu ditimbunnya untuk memperkaya diri sendiri.
Ketika pendeta itu meninggal dunia dan umat Nasrani berkumpul untuk menguburkannya, Salman mengatakan bahwa pendeta itu korup dan menunjukkan bukti-bukti timbunan emas dan perak pada tujuh guci yang dikumpulkan dari sedekah para jemaah. Setelah pendeta itu wafat, Salman pun pergi untuk mencari orang saleh lainnya, di Mosul, Nisibis, dan tempat lainnya.
Pendeta yang terakhir berkata kepadanya bahwa telah datang seorang nabi di tanah Arab, yang memiliki kejujuran, yang tidak memakan sedekah untuk dirinya sendiri. Salman pun pergi ke Arab mengikuti para pedagang dari Bani Kalb, dengan memberikan uang yang dimilikinya. Para pedagang itu setuju untuk membawa Salman. Namun ketika mereka tiba di Wadi al-Qura (tempat antara Suriah dan Madinah), para pedagang itu mengingkari janji dan menjadikan Salman seorang seorang budak, lalu menjual dia kepada seorang Yahudi.
Singkat cerita, akhirnya Salman dapat sampai ke Yatsrib (Madinah) dan bertemu dengan rombongan yang baru hijrah dari Makkah. Salman dibebaskan dengan uang tebusan yang dikumpulkan oleh Rasulullah SAW dan selanjutnya mendapat bimbingan langsung dari beliau. Betapa gembira hatinya, kenyataan yang diterimanya jauh melebihi apa yang dicita-citakannya, dari sekadar ingin bertemu dan berguru menjadi anugerah pengakuan sebagai muslimin di tengah-tengah kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang disatukan sebagai saudara.

Kisah kepahlawanan Salman yang terkenal adalah karena idenya membuat parit dalam upaya melindungi kota Madinah dalam Perang Khandaq. Ketika itu Madinah akan diserang pasukan Quraisy yang mendapat dukungan dari suku-suku Arab lainnya yang berjumlah 10.000 personel. Pemimpin pasukan itu adalah Abu Sufyan. Ancaman juga datang dari dalam Madinah, di mana penganut Yahudi dari Bani Quradhzah akan mengacau dari dalam kota.


Rasulullah SAW pun meminta masukan dari sahabat-sahabatnya bagaimana strategi menghadapi mereka. Setelah bermusyawarah akhirnya saran Salman Al Farisi atau yang biasa dipanggil Abu Abdillah diterima. Strategi Salman memang belum pernah dikenal oleh bangsa Arab pada waktu itu. Namun atas ketajaman pertimbangan Rasulullah SAW, saran tersebut diterima. Atas saran Salman itulah perang dengan jumlah pasukan yang tak seimbang dimenangkan kaum Muslimin.
Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, Salman dikirim untuk menjadi gubernur di daerah kelahirannya, hingga dia wafat.

8.3. AL GHOZALI

http://www.ghazali.org/img/ghazalli3.gif


Yüklə 0,61 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin