Merasakan Disiplin Sebagai Sesuatu Yang Membahagiakan
Mahatma Gandhi punya cara ampuh untuk menghilangkan penderitaan, yakni dengan tidak memikirkannya. Kembali ke pola pikir bahwa hidup ini apa katanya kita, Kalau kita menganggapnya penuh kebahagiaan, maka kita akan bahagia. Sebaliknya kita menjalaninya dengan kesusahan, maka selamanya yang kita dapatkan adalah kesusahan.
Begitu juga pola pikir kita terhadap disiplin, jika kita menganggapnya sebagai sesuatu yang membahagiakan, maka kita akan bisa melakukannya dengan bahagia, Tetapi jika kita sudah terlanjur berpikir bahwa disiplin merupakan siksaan jelas kita akan merasa tersiksa. Bahagia dan derita bukan disebabkan oleh disiplin, melainkan oleh pola pikir kita sendiri.
Karena itu alangkah bodohnya jika kita tetap berpikiran fisik tentang disiplin dengan memandangnya sebagai suatu siksaan. Bukan disiplin itu yang menyiksa diri kita, tetapi diri kita sendiri. Hanya saja kebiasaan kita sebagai manusia suka menyalahkan orang atau pihak lain atas kesusahan atau kegagalan yang kita alami.
Ada satu cara sederhana agar kita bisa merasa bahagia dengan berdisiplin. Jangan membayangkan disiplin itu sendiri, melainkan membayangkan sukses dibaliknya. Menabung itu memang tidak enak karena berarti mengurangi jatah untuk uang jajan. Tetapi jika anak kecil diajari untuk membayangkan bahwa dengan menabung ia bisa membeli sepeda baru, tentu ia akan rajin menabung. Displin belajar setiap hari memang berat, namun jika kita membayangkan diri kita sebagai seorang insinyur, maka yang berat itu akan menjadi ringan, ini bukan teori belaka tentunya pengalaman penulis membagikan kepada siapa saja mau baca buku ini.
Duduk di gereja mendengarkan Firman Allah hanya 5 jam juga bukan perkara gampang, namun jika kita membayangkan bahwa betapa pedihnya siksa neraka maka kita pasti akan merasakan bahagia karena masih diberi kesempatan untuk 5 jam atau 10 jam pun tidak akan terasa sepertinya waktu cepat berjalan rasanya 1-2 menit saja, hal ini setiap mahasiswa atau pernah jadi mahasiswa telah rasakan pada waktu kuliah perasaannya lama sekali duduk di ruang kuliah tepi pada waktu ujian waktu yang sama perasaannya tepat sekali habisnya waktu.
Kebiasaan kita adalah cenderung mendramatisir suatu persoalan. Sikap apriori seringkali muncul tanpa diundang sehingga mengaburkan obyektivitas terhadap persoalan yang terjadi. Ditambah lagi dengan prasangka buruk, maka semakin buruklah pandangan kita terhadap disiplin. Akibatnya, kita memandang disiplin sebagai sesuatu yang maha berat.
Bangun pagi berat, belajar berat, semuanya nampak berat, Bukan persoalan itu yang memberati kita, tetapi kita sendirilah yang menganggapnya berat. Padahal kalau kita jalani sebenarnya amat mudah, semuanya bisa melakukan dengan santai dan menyenangkan. Orang yang terbiasa bangun dan mandi pagi akan merasakan kebahagiaan atas kebiasaannya tersebut.
Kalau kita pikir lebih jernih benarlah jika dikatakan disiplin merupakan persoalan yang membahagiakan. Kebiasaan mandi pagi akan membuat badan menjadi segar dan pikiran menjadi jernih. Badan yang segar dan pikiran yang jernih akan membantu mempermudah diri kita menyelesaikan tugas.
Cobalah sekali saja berangkat ke kantor/kuliah tanpa mandi terlebih dulu. Kita akan merasakan badan lesu, mengantuk dan pikiran tidak bekerja dengan optimal. Arona muka kita akan nampak seperti orang yang sedang memanggul beban berat karena tidak nampak sinar kesegaran sama sekali. Akibatnya pekerjaan kantor/kuliah menjadi ambur adul karena kita kehilangan fokus.
Disiplin artinya adalah kesempatan yang harus kita pergunakan sebaik mungkin. Kita harus bersyukur karena masih diberi waktu untuk berdisiplin, sehingga ada harapan bagi kita untuk meraih apa yang diinginkan. Banyak orang yang tidak punya kesempatan berdisiplin sehingga untuk sukses hanya omong kosong.
-
Bersikap Disiplin Dengan Hati Ikhlas
Bedanya jauh antara orang yang ikhlas dan tidak ikhlas. Ikhlas artinya menerima apapun yang ditakdirkan Tuhan atas dirinya. Yang terjadi itulah yang terbaik baginya. Ikhlas artinya meyakini bahwa rencana Tuhan jauh lebih canggih daripada rencana manusia. Apa yang baik di mata manusia belum tentu baik di mata Tuhan. Begitu pula sebaliknya.
Orang yang ikhlas selalu bisa mengambil hikmah di balik peristiwa yang menimpa dirinya. Tuhan pasti punya rencana lain di balik musibah yang diterimanya, sehingga tidak ada jalan kecuali menerimanya dengan sabar dan ikhlas. Ketika segalanya nampak buntu, jalan terbaik adalah menyerahkan kembali segala urusan kepada-Nya.
Segala sesuatu akan nampak indah dan menyenangkan jika dilakukan dengan ikhlas. Kita akan merasa senang belajar jika melakukannya dengan ikhlas, menganggap belajar jauh lebih baik daripada bermain. Kita akan merasa ringan bangun dan mandi pagi kalau kita melakukannya dengan ikhlas.
Agar menyenangkan dan ringan, hendaknya kita mendisiplinkan diri dengan ikhlas. Berpandangan bahwa disiplin adalah cara terbaik untuk meraih sukses, cita-cita dan segala impian kita. Kita ikhlas berdisiplin karena kita sudah merasakan manfaatnya di kemudian hari. Ikhlas membuat segalanya lebih mudah.
Sekarang mari kita kaji bersama jika kita berdisiplin tanpa hati yang ikhlas. Pasti berat sekali rasanya dan menjadi siksaan terus-menerus. Bangun saja harus dipaksa dulu atau menunggu disiram baru mau bangun. Belajar dengan pamrih, jika dikasih uang baru belajar. Hal ini disamping menjadi kebiasaan buruk juga merugikan diri sendiri.
Terbiasa belajar dengan pamrih, maka jika pamrih tersebut tidak terpenuhi belajar akan terasa berat sekali. Karena fokusnya bukan mata pelajaran, melainkan karena janji dikasih uang oleh orang tuanya, Akibatnya, belajarnya menjadi setengah hati sehingga tak sepenuhnya meresap ke dalam otaknya. Aduh kasihan sekali orang tua mendidik anak seperti itu, anak tidak akan jadi baik dan orang tua akan terus berusaha dengan sokong masuk kuliah sampai-sampai membelikan ijazah dan mau melamar pekerjaan juga dengan uang akibatnya anak itu akan jadi koruptor di kantor dan yang terakhir adalah masuk penjara, bukan karena kemauan anak melainkan didikan dari orang tua yang salah.
Ikhlas adalah totalitas. Bekerja secara ikhlas artinya bekerja dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Pekerjaan tersebut dikerjakan semata-mata untuk mencari kerelaan Tuhan, bukan untuk kepentingan atau pamrih yang lain. Ia melakukan pekerjaannya sebagai bentuk tanggungjawab dan kewajibannya sebagai makhluk-Nya Tuhan.
Seringkali orang mengeluh atas pekerjaan atau musibah yang menimpanya. Mengeluhkan gajinya yang kecil dan dianggap tidak sesuai dengan beratnya pekerjaan. Kali yang lain mengeluh karena setiap hari harus berangkat pagi karena kantornya di pindah ke tempat yang lebih jauh. Padahal jika disikapi dengan ikhlas, ada banyak hikmah yang dapat dipetik. Dengan dipindahnya kantornya ke tempat yang lebih jauh, maka ia menjadi terbiasa bangun pagi, sesuatu yang sebelumnya jarang bisa ia lakukan. Dengan bangun pagi maka ia bisa mengambil waktu saat teduh pagi lebih baik dan sebagainya.
Tidak ada yang berat bagi orang-orang memiliki keikhlasan di hatinya. Karena dengan ikhlas maka sama artinya dengan menyerahkan segala urusan kepada Tuhan. Dan Tuhan adalah tempat segala urusan, di tangan-Nya tidak ada urusan yang terasa berat. Kalau kita ikhlas itu artinya kita sedang minta pertolongan kekuatan Tuhan untuk mengatasi persoalan kita.
Tentunya kita akan mendapatkan kekuatan baru yang kita butuhkan. Berat bagi kita tapi pasti ringan bagi Tuhan. Begitulah kiranya langkah kita dalam membangun disiplin diri, menikhlaskan diri sehingga yang awalnya berat akan berubah menjadi ringan seringan kapas. Percaya hal ini asal membuang ego kita dan ikhlas serahkan kepada Tuhan tidak ada yang sulit dan berat, dari siapa saja semua bisa dilakukan dalam mendisiplin diri, artinya kita taat dan patuh kepada kehendak Allah.
Contoh ketaatan Ishak kepada ayahnya Abraham ketika Ishak masih berusia muda, Allah meminta Abraham mempersembahkannya sebagai korban bakaran bagi-Nya di Gunung Moria. Saat itu usia Ishak kira-kira 25 tahun. Kerelaan lshak mengikuti ayahnya ke Gunung Moria menunjukkan ketaatannya. Di sinilah ia mulai belajar mengikuti teladan atau iman ayahnya. Sedikit pun ia tidak memperlihatkan keragu-raguan atau mendua hati. Ia tahu bahwa ia sedang melakukan kehendak Allah sekalipun ia tidak mengerti maksud perjalanan itu. Sementara berjalan itu, mungkin timbul rasa ingin tahunya itulah sebabnya ia menanyakan di mana anak domba untuk korban bakaran itu kepada ayahnya.
Dengan penuh keyakinan Abraham menjawab, "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya" (Kej. 22:8). Ketika mereka tiba di Gunung Moria itu Abraham segera mempersiapkan korban yang akan dipersembahkannya kepada Allah. Saat yang paling menegangkan akhimya tiba. Kayu disusun, Ishak diikat, kemudian diletakkan di atas kayu itu. Ishak sama sekali tidak membantah. Ia menuruti saja apa yang dilakukan ayahnya. Akhirnya Allah sendiri yang bertindak dan memberi jalan keluar. Ishak tidak jadi dipersembahkan, melainkan seekor domba jantan disediakan Allah sebagai gantinya.
Peristiwa ini membuktikan bahwa Abraham memang seorang hamba Allah yang taat. Ia tidak segan-segan mengorbankan anaknya sebagai bukti ketaatannya kepada Allah. Akhimya "Allah mendahului Abraham dengan menyediakan seekor domba jantan untuk korban persembahan.
-
TAHU PENGAWAS YANG SESUNGGUHNYA
Kebiasaan berdisiplin mencerminkan sikap mental seorang manusia yang sudah teruji kedewasaannya. Sebab, tak mudah membiasakan diri untuk berdisiplin atau tunduk dan patuh pada aturan, norma dan etika bagi manusia yang bersikap kekanak-kanakan. Hanya orang-orang yang bisa berpikir dewasa sajalah yang mau berdisiplin yang bagi orang lain terasa sebagai suatu siksaan.
Bagi orang yang terbiasa berdisiplin, kebiasaannya tersebut tidak ada kaitannya dengan pengawasan. Diawasi atau tidak disiplin tetap ditegakkan. Sebab ia menyadari bahwa setiap manusia tidak sendirian di muka bumi ini. Ada yang mengawasi segala tingkah lakunya, meskipun ia tidak tahu atau bahkan tidak merasa bahwa dirinya sedang diawasi.
Penciptaan manusia itu menjadi bukti bahwa manusia tidak lahir begitu saja tetapi dilahirkan. Ia lahir dengan kesengajaan dan direncanakan dengan matang, kelahirannya bukan sebuah proses dadakan. Oleh sebab itu mustahil rasanya penciptaan atas diri manusia kemudian dibiarkan begitu saja tanpa ada pengawasan. Kalau sudah direncanakan berarti ada pengawasan.
Manusia harus selalu merasa dirinya diawasi untuk menjaga dirinya tidak tergelincir ke rel yang salah. Dengan merasa diawasi maka akan tumbuh rasa tanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Tanggungjawab itu kemudian menuntunnya untuk selalu beraktivitas sesuai dengan norma, etika dan aturan yang berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis.
Bagi orang yang berpikir dewasa hidup dalam pengawasan akan membantunya menemukan jati dirinya sebagai manusia. Pengawasan itu membimbing dirinya untuk tidak bermain-main dengan kehidupan, karena hidup ini tidak bisa dibuat main-main antara lain:
-
Berbuat Disiplin Bukan Karena Pamrih
Optimalisasi kedisiplinan akan muncul dari kesadaran tertinggi manusia. Seseorang akan merasakan disiplinnya pada puncak tertinggi manakala hatinya benar-benar sadar bahwa disiplin adalah kemutlakan. Disiplin adalah kehidupan itu sendiri, sehingga ada yang kurang jika hidup ini tidak dijalani dengan berbuat disiplin.
Apabila kesadaran menjadi motivasinya, maka segala kepentingan akan nampak kecil di matanya. Kesadaran mengalahkan pamrih, sanjung puji, kehormatan, karir dan sebagainya. Disiplin yang lahir dari kesadaran pribadi akan lebih langgeng dan terjamin ketulusannya. Disiplin bukan pelengkap penderita. Ketika disiplin sudah berbaur dengan pamrih, maka kualitasnya meragukan. Disiplin semacam itu akan cepat pudar begitu pamrihnya terkabul. Seorang karyawan yang berdisiplin lembur dengan pamrih agar cepat naik pangkat, maka begitu pangkatnya naik ia agar segera menghentikan kebiasannya tersebut. Tetapi apabila kebiasaannya tersebut lahir dari kesadaran pribadi, maka kebiasaannya tersebut akan tetap dipertahankan meskipun pangkatnya sudah naik.
Pamrih menghalangi manusia dalam mendapatkan kualitas tertinggi kedisiplinannya. Disiplin yang dibangun atas dasar pamrih mencerminkan sosok pribadi yang kurang yakin bahwa hidup ini sebenarnya ada yang mengawasi. Mungkin ia tergolong manusia yang pragmatis atau bahkan oportunis sehingga tidak mempercayai hal-hal yang bersifat non materi.
Disiplin adalah sesuatu yang netral, namun ketika dibalut dengan pamrih muncullah keberpihakan atau subyektivitas. Disiplin akan meluntur nilainya tak ubahnya komoditas yang bisa diperjualbelikan. Ada tawar menawar di sana, seseorang mau berdisiplin jika dijanjikan sejumlah imbalan. Karena itu mungkin bisa dikatakan bahwa disiplin bertolak belakang dengan pamrih. Keduanya ibarat dua kutub magnet yang saling tolak-menolak. Di mana ada disiplin, di sana pamrih susah mendapatkan tempat. Begitu pula sebaliknya, pamrih merupakan duri dalam daging dalam upaya manusia membangun disiplin diri.
Bagi kita yang sudah mampu berpikir dewasa dan mampu memilah-milah persoalan secara jernih tak ada cara lain untuk membangun disiplin diri kecuali dengan menyingkirkan jauh-jauh sikap pamrih dari lubuk hati. Pamrih semestinya kita tolak kehadirannya karena terbukti menjadi batu sandungan bagi kita untuk menjadi pribadi yang berdisiplin tinggi.
Sebagai upaya antisipasi adalah dengan semakin meningkatkan kesadaran di dalam hati serta memperkuat keyakinan bahwa kehidupan ini sebetulnya ada yang mengawasi. Tidak ada celah sedikitpun bagi manusia untuk lari dari pengawasan meskipun manusia sudah lari ke dalam lubang semut misalnya. Kalaupun sikap pamrih tersebut tidak bisa dihilangkan, ada cara lain yang mungkin lebih efektif agar disiplin tersebut benar-benar bersemayam di dalam lubuk hati kita. Kita tumbuhkan pamrih, namun hendaknya pamrih tersebut bukan kepada sesama manusia melainkan kepada Tuhan. Itulah pamrih yang sempurna dan memiliki daya dukung untuk membentuk mental disiplin yang tinggi.
Diakui atau tidak kita sebetulnya merasakan bahwa kehidupan ini ada yang mengawasi. Setidaknya ada sesuatu yang lain yang lebih perkasa, sehingga kita sering menjadi takut atau kuatir pada sesuatu tanpa disadari. Membangun kesadaran berdisiplin itu penting, namun sebelumnya kita harus memiliki kesadaran untuk membangun dalam membangun kesadaran berdisiplin itu sendiri, Bagaimana kita akan memiliki kesadaran berdisiplin jika kita tidak pernah mau membangun kesadarannya?
Contoh Abraham adalah bapa segala orang beriman, Alkitab khususnya kejadian menjelaskan Abraham tinggal di tanah kelahirannya (di rumah orang tuanya) di Ur-Kasdim sampai ia berusia 75 tahun. Kemudian ia dan keluarganya dengan seisi rumahnya mengajak meninggalkan tanah dan rumah mereka dan pergi ke tempat yang mereka tidak mengetahui. Apa yang menjadi motivasi Abraham pindah. Abraham pindah karena Allah yang memanggil dia untuk pergi dari Ur-Kasdim ke negeri yang akan ditunjukkan Allah sendiri kepadanya (Kej. 12: 1). Meninggalkan Ur-Kasdim berarti meninggalkan segala ikatan keangkuhan yang dapat menghambat dalam kehidupannya.
Motivasi utama Abraham pindah bukan karena faktor politik dan ekonomi, melainkan karena pemeliharaan Allah. Jadi keberangkatan Abraham meninggalkan negeri leluhurnya semata-mata karena responsnya terhadap panggilan Allah. Abraham tidak pernah membuat pertanyaan kepada Allah seperti ini “ Saya mau pergi tapi tidak ada uang untuk beli tanah disana? Bagaimana keadaan masyarakat disana? Saya memiliki banyak ternak dan budak-budakku bagaimana mungkin saya bawah mereka semua ini kesana? inilah alasan manusiawi yang bisa Abraham dapat kemukakan tetapi sama sekali Abraham tidak kemukakan kepada Allah hal-hal ini mengapa? Abraham memiliki kesadaran yang tinggi akan adanya seisi alam semesta ini merupakan pelajaran yang penting yang harus dapat kita petik dari kehidupan Abraham.
Apa yang dapat dilakukan Abraham adalah atas dasar imannya bahwa dia tidak mempunyai apa-apa terhadap apa yang dapat dia miliki semua di dunia ini adalah milik Allah, sehingga ia benar-benar menjadi hamba Allah, yang mau melayani apa yang diperintahkan-Nya kepadanya dengan tulus hati melakukannya. Apa yang dilakukan Abraham berasal dari dalam hatinya bukan karena perasaanya, buktinya dia mau mempersembahkan Ishak satu-satunya sebagai anak yang diharapkan untuk mewarisi keluarganya, namun Abraham tahu keputusan Allah lebih baik daripada keputusanya.
-
Tuhan Pengawas Yang Utama
Beriman artinya percaya adanya Tuhan Yang Maha Kuasa. Orang beriman meyakini bahwa Tuhan bukan saja menciptakan, tetapi juga memelihara hidupnya. Tuhan selalu hadir di manapun ia berada, Tuhan bersemayam di hatinya. Keyakinan tersebut membuatnya menjaga sikap dan perilakunya agar selalu berada di jalan-Nya.
Disiplin berkaitan erat dengan keimanan. Kuat lemahnya iman seseorang besar pengaruhnya terhadap disiplin manusia. Semakin kuat iman seseorang semakin kuat tingkat disiplinnya. Karena keimanan (aktivitas spiritual) memiliki metode-metode yang membuat manusia mau tidak mau harus melaksanakannya.
Inilah salah satu keuntungan bagi orang beriman dalam membangun disiplin dirinya. Tanya disadari keyakinannya tersebut membuatnya menjadi orang yang paling berdisiplin. Dalam satu hari minimal ia melaksanakan ibadah doanya kurang lebih tiga kali (bukan waktu jam makan), hati akan membentuk disiplin dirinya dengan sendirinya.
Bagi orang yang tidak pernah berdoa mungkin bukan perkara mudah mendisiplinkan dirinya karena ia harus mencari metode yang pas untuk membangunnya. Hidupnya menjadi tidak teratur karena ia tidak punya tanggungjawab keimanan kepada Tuhan. Bahkan mandi saja mungkin jarang sekali.
Berbeda dengan orang taat beragama misalnya muslim, mandinya teratur karena mandi berkaitan erat dengan sholat lima waktu. Sebelum sholat mereka dianjurkan untuk membersihkan diri dan sebaik-baiknya membersihkan diri adalah mandi. Dari disiplin sholat merambah ke disiplin mandi. Meluas lagi ke disiplin bangun pagi, kemudian disiplin tidur dan sebagainya. Dan mereka selalu menjaga tidurnya agar tidak sampai kesiangan agar bisa sholat subuh tepat waktu. Karena itu mereka selalu tidur tepat waktu dan tidak terlalu malam agar begitu bangun tubuh benar-benar segar dan tidak lagi merasa mengantuk karena kurang tidur.
Jelaslah keimanan menumbuhkan lingkaran kebaikan. Satu disiplin yang dibangun akan menumbuhkan disiplin yang lain, sambung menyambung sehingga menciptakan siklus disiplin yang saling menguntungkan. Orang yang benar-benar taat kepada Tuhan akan menjadi manusia yang selalu berdisiplin waktu.
Salah satu unsur keimanan adalah percaya bahwa Tuhanlah yang mengawasi setiap gerak-geriknya di dunia ini. Orang yang beriman akan merasa bersyukur karena Tuhan berkenan mengawasi hidupnya. Dengan begitu ia bisa mengendalikan hidupnya sehingga selalu menanamkan kebaikan.
Andai Tuhan hanya diciptakan namun tidak diawasi mungkin ceritanya akan lain. Inilah salah satu bukti kasih sayang Tuhan kepada manusia. Saking cintanya kepada manusia, Tuhan tidak sekedar menciptakan namun juga memberikan pengawasan. .Tuhan tidak .menghendaki hamba-hamba-Nya terjerumus ke dalam jurang kesesatan karena resikonya sungguh pedih.
Sebaliknya, bagi orang yang tidak beriman pengawasan Tuhan ditanggapi dengan negatif tentu saja dimana-mana. Pengawasan Tuhan menurut logika merupakan bentuk pengekangan atas kebebasannya sebagai manusia. Pengawasan tersebut membuatnya tidak berbuat.sesuka hatinya sehingga mengurangi kesenangannya.
Di balik penciptaan langit dan bumi terdapat tanda-tanda kekuasaan Tuhan bagi orang-orang yang beriman. Salah satu hikmah yang dapat kita ambil adalah bahwa alam semesta beserta isinya ini mustahil akan seperti wujudnya sekarang tanpa kedisiplinan yang tinggi. Tuhan dengan pola pengawasan dan penciptaan-Nya mengajari manusia untuk membangun disiplin dirinya.
Misalnya pengawasan Tuhan yang dapat kita lihat di bumi ini, mata hari selalu terbit dari timur dan terbenam arah barat, mata hari terbit di arah timur pada pukul 5 (pagi) dan terbenam 5 (sore) arah barat, hari demi hari sampai tahun tidak pernah melanggar atau mata hari tidak pernah terbit pada malam hari. Ini merupakan pengawasan Tuhan yang bisa dapat dilihat secara langsung dan bebas oleh manusia. Namun sejarah dunia membuktikan tidak banyak manusia yang dapat mengetahui secara pasti hal ini kecuali Abraham yang berhasil imannya sebagai bapa orang beriman yang di yakini tiga agama besar di dunia yaitu Nasrani, Muslim dan Yahudi.
-
Malu Pada Diri Sendiri
Pengawas yang paling efektif selain Allah adalah diri sendiri. Hendaklah kita membangun disiplin diri semata-mata karena kesadaran pribadi, bukan untuk kepentingan tertentu, pamrih atau hal-hal lain yang sifatnya pamer diri. Sebaiknya kita berdisiplin karena kita merasa bahwa hati kita selalu mengawasi apa yang kita lakukan.
Di dalam diri manusia ada segumpal daging yang kita kenal sebagai hati. Hati adalah cermin tempat segala pahala dan dosa bersatu, kata Bimbo. Hati menentukan baik buruknya manusia di dunia. Karena itu kita harus senantiasa menjaga kebersihannya agar kita dapat bercermin kepadanya. Sebab, bila hati kotor, maka yang kelihatan hanya kegelapan semata.
Disiplin hendaknya disikapi sebagai rasa malu kepada diri sendiri. Kenapa malu? Karena hati nurani tidak pernah bohong, hati nurani selalu berpihak kepada kebenaran. Hati nurani selalu menolak setiap bentuk penyelewengan yang dilakukan manusia, namun kadang karena dikalahkan nafsu hati nurani tidak bisa berbuat apa-apa.
Yang bisa dilakukan hanya menahan malu. sebagai orang beriman kita wajib menjaga hati nurani kita sehingga tidak menjadi malu atas perbuatan yang kita lakukan. Untuk itu kita harus selalu berbuat kebaikan di muka bumi ini yang salah satunya adalah berbuat disiplin. Ingatlah bahwa disiplin artinya memegang teguh aturan, norma dan etika yang berlaku.
Budaya malu itulah prioritas utama kita saat ini. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki budaya malu, namun sayang sekali budaya tersebut semakin ditinggalkan. Yang kita lihat sekarang bukan lagi budaya malu, melainkan budaya malu-maluin. Budaya yang sungguh memalukan.
Manusia yang masih mempunyai rasa malu dalam dirinya pasti tidak akan coba-coba untuk berbuat yang memalukan, semisal korupsi dan sejenisnya. Perbuatan tersebut amat bertentangan dengan budaya malu yang dimiliki bangsa ini. Main perempuan dibawah umur adalah pelanggaran susila yang punya sanksi berat bagi pelakunya namun pejabat yang dapat tidur dengan anak SMP dan SMA tidaak papa karena tidak ada pihak keluarga gadis yang dapat dilihat, pihak hotel diperolehkan karena dapat uang.
Karyawan yang masih punya rasa malu di dalam hatinya tentu tidak akan berani melakukan korupsi meskipun kesempatan tersebut terbuka lebar di depan matanya. Ahli-ahli korupsi malah ia akan berusaha menasehati teman-temannya untuk menghentikan aksinya yang tidak terpuji tersebut.
Disiplin diri sangat tidak bisa dipisahkan dengan budaya malu. Karena merasa malu pada dirinya sendiri, maka meskipun tubuh rasanya kurang sehat dipaksakan juga untuk pimpin berdoa di keluarga. Ia merasa malu, masa segitu saja tidak mau pimpin berdoa dengan keluarga untuk makan misalnya. Rasanya kok cengeng banget menjadi manusia. Jika anak kecil terbiasa berdoa waktu makan, maka kalau orang lain yang berdoa diwaktu makan dia rasanya tidak puas dengan doa orang lain mesti dia mau berdoa sendiri menunjukkan disiplin anak tersebut.
Karena hawanya dingin maka malas rasanya untuk mandi pagi. Tetapi karena malu maka rasa dingin itu tak dihiraukannya. Hatinya menolak, masa manusia kalah dengan hawa dingin. Kalau pada hawa dingin saja kalah, apalagi menghadapi musuh yang lebih berat. Itulah pertanyaan yang membuatnya malu untuk tidak mandi pagi.
Malu adalah sebagian dari iman, orang yang masih mempunyai rasa malu berarti masih memiliki iman di dalam hatinya. Orang yang tidak beriman, maka sikap dan perilakunya cenderung tidak terkontrol' alias tidak disiplin. Apapun dilakukan karena hati nuraninya sudah tertutup rapat sehingga tidak lagi bisa menjadi cermin bagi kehidupannya. Inilah yang disinyalir oleh Alkitab bahwa percuma saja diberi nasehat mereka tidak akan mengubris karena Allah telah mengunci rapat-rapat pintu hatinya.
Hati adalah salah satu bagian organ tubuh manusia keberadaannya yang paling dalam sebagai pusat kehidupan manusia, yang merupakan di mana tempat keberadaan Allah dalam kehidupan manusia. Allah selalu menegur manusia melalui kata hati nurani manusia sendiri menawarkan dengan pilihan-pilihannya ini boleh melakuakan dan itu tidak boleh melakukan segala sesuatu yang tidak dikehendaki Allah, namun tetap saja manusia selalu berusaha keras dengan perasaan dan logika sendiri melawan Allah tidak berbeda jauh dengan sedia kalah pada masa jaman Adam sampai hari ini manusia selalu menggunakan logika dan perasaan.
Pola berpikir manusia beranggapan bahwa keberadaan Allah berada jauh sekali di surga, sehingga pintar-pintar bagi waktu senin sampai sabtu waktu untuk manusia bisa melakukan apa saja dipikirannya tanpa kontrol Allah dan minggu baru mungkin ada kehadiran Allah. Dan dikira Allah hadir di tempat tertentu melalui hamba-hamba-Nya yang tertentu juga, sehingga hari minggu baru pegang Alkitab dan mencari Allah melalui orang-orang yang bisa dapat menyenangkan perasaan manusia di tempat-tempat yang menyenangkan (Gereja) memiliki tempat parkir yang nyaman, alat-alat musik yang lengkap dan pengkohbahnya ternama dengan nama tambahan lebih besar dan tertinggi dalam jenjang pendidikannya, sehingga manusia merasa Allah hadir melalui hamba Tuhan tertentu pandangan seperti itu.
Sampai hari ini Alkitab tersirat bahwa Allah menciptakan manusia dan menempatkan mereka di taman edan lalu memberi perintah apa saja yang ada di dalam taman ini boleh kamu mengambil dan makan, tetapi tentang pengetahuan yang baik dan yang jahat itu tidak boleh kamu merabah apalagi kalau kamu ambil makan lalu seketika itu Allah pergi kemana ? Tetapi Alkitab terutama kejadian menjelaskan bahwa Allah tahu manusia jatuh dalam dosa Ia sendiri memanggil mereka Hei dimanakah engkau Adam? Sahut mereka kami ada disini dan jawab mereka, karena kami telanjang maka kami sembunyi. Hal ini menunjukkan bahwa ada rasa malu pada diri manusia setelah jatuh ke dalam dosa.
Menjadi pertanyaan bagi kita adalah pada waktu Hawa memetik buah itu apakah ada rasa malu pada dirinya? Tahukah ia dimana keberadaan Allah pada waktu itu? Inilah kelemahan kita sebagai manusia bahwa sebenarnya pada waktu itu Allah telah ada di dalam hati manusia, namun tidak dipungkiri bahwa Iblis juga pandai mencari kelemahan manusia dengan cara menghilangkan keberadaan Allah dalam diri manusia itu lewat menghilangkan rasa takut dan malu kepada Allah.
Hawa tahu ada rasa malu pada dirinya pada waktu itu dan menjawab Allah telah melarang kami tidak boleh makan buah itu, tetapi Iblis mampu menghilangkan perasaan malu yang dimiliki Hawa dengan cara membujuk atau merayu rayuan gombalnya meningkatkan perasaan Hawa lebih tinggi dan Iblis tahu di mana tingkat perasaan Hawa lebih itu, Hawa tidak bisa dapat mengendalikan hati nuraninya lalu pada saat itulah Iblis mulai ditunjukkan buahnya kepada Hama itulah namanya kejatuhan manusia dalam dosa. Kemudian Iblis pergi dari manusia baru muncullah namanya rasa malu Adam dan Hawa kepada Allah.
Allah tidak pernah meninggalkan manusia mulai dari menciptakan sampai hari ini tetap berada dalam hati manusia. Hati manusia adalah surga Allah yang ada di bumi dan hati selalu menunjukkan kepada manusia mana yang baik dan yang jahat. Dan Iblis tidak akan mampu merubah fungsi hati manusia sebagai alat pengontrol yang salah dalam kehidupan manusia, karena Allah ada disitu. Allah ada disitu bukan karena manusia memilih dan percaya kepada-Nya tinggal di dalam melainkan sejak menciptakan manusia Allah memilih sendiri mau tinggal di dalam hati manusia. Dan menjadi masalah dalam kehidupan manusia adalah manusia tidak mau mengakui kebaradaan Allah dalam hatinya namun dengan perasaan dikira-kirakan Allah ada di surga dan mengambarkan seperti ini dan seperti itulah yang dapat menyebabkan munculnya banyak ajaran aliran agama di bumi dan ini mengakibatkan keberadaan Allah sesungguhnya tidak diakui oleh manusia.
-
Dostları ilə paylaş: |