Fikih ahlul bait taqlid dan Ijtihad



Yüklə 1,06 Mb.
səhifə20/29
tarix22.01.2018
ölçüsü1,06 Mb.
#39519
1   ...   16   17   18   19   20   21   22   23   ...   29
42. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa’d, jilid 4, hal.l21-122.
43. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, jilid 7, hal. 75-76; Shahih at¬-Turmudzi, jilid 5, hal. 129; Musnad, Ahmad bin Hanbal, jilid 3, hal. 307-308; Tahnqat ibn Sa’d, jilid 2, bagian 2, hal. 88-89.
44. Referensi hadis Sunni: Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 5, hal. 380; Umdat al-Qari, jilid 12, ha1.121 (Hanafi).
45. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, jilid 4, hal. 24, jilid 6,, ha1.146; Sunan Abu Daud, jilid 3, hal. 308; Sunan an-Nasa’i, jilid 7, hal. 302; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 5, ha1.188-89, 216, jilid 2, hal. 448; Usd al-Ghabah, jilid 2, hal. 44; al-Ishabah, jilid 2, hal. 425-26.
46. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim jilid 5, ha1.128; Sunan, Abu Daud, jilid 3, hal. 308-309; Shahih at-Turmudzi, jilid 3, hal. 627-29; Sunan ibn Majah, jilid 2, hal. 793; Musnad, Ahmad Hanbal, jilid 1, hal. 248, 315, 323, jilid 3, hal. 305; al-Muwatha, Malik bin Anas, jilid 2, hal. 721-25; Sunan, Baihaqi, jilid 10, ha1.167-176; Sunan, Daruquthni, jilid 4, hal. 212-215; Majma az-Zawaid, jilid 4, hal. 202; Kanz al-Ummal, jilid 7, ha1.13.
47. Referensi hadis Sunni: Tahdzib at-Tahdzib, jilid 10, ha1.151.
48. Referensi hadis Sunni: Sirah an-Nabi oleh Syibli Numani, edisi bahasa Inggris, hal. 55.
49. Catatan kaki Shahih Muslim, jilid 3, hal. 958, (B. Inggris), catatan kaki no 2235.
50. Referensi- hadis Sunni: Sirah al-Halabiyah, jilid 3, ha1. 391-400; Sejarah Tanah Fadak, Murtadha Muthahhari, hal. 85; Fathimah, Perempuan Paling Mulia, Abu Muhammad Ordoni, hal. 217-240.
51. Referensi hadis Sunni: Majma az-Zawaid, jilid 9, hal. 39-40.
52. Referensi hadis Sunni: Mujam al-Buldan, jilid 4, ha1.238-9; Wafa al-¬Wafa, jilid 3, ha1.999; Tahdzib at-Tadzib, jilid 10, ha1.124; Lisan al-Arab, jilid 10, hal. 437; Taj al Arus, jilid 7, hal. 166.
53. Referensi hadis Sunni: Sunan Kurba, jilid 6, hal. 301; Wafa al-Wafa, jilid 3, hal. 1000; Syarh ibn al-Hadid, jilid 1, ha1.198; al-Ma’arif, Qutaibah, ha1.195; al-Iqd al-Farid, jilid 4, hal. 283, 455; at-Tarikh, Abul Fida, jilid l, ha1.168; Ibnu Wardi, jilid 1, ha1.204.
54. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa’d, jilid 5, hal. 286-7; Subh al-¬Ashah, jilid 4, ha1.291.
55. Referensi hadis Sunni: at-Tarikh, Ya’qubi, jilid 2, ha1.199.
56. Referensi hadis Sunni: al-Awail, Abu Hilal Askari, hal. 209.
57. Referensi hadis Sunni: al-Awail, hal. 209.
58. Referensi hadis Sunni; at-Tarikh, Yaqubi, jilid 3, hal. 195-96
59. Referensi hadis Syi’ah: Kasyf a1-Ghummah, jilid 2, ha1.121-2; al-Bihar, jilid 8, ha1.108; Safinah al-Bihar, jilid 2, hal. 351.
60. Referertsi hadis Sunni: Futult al-Buldarz, jilid 1, ha1.33-8; Mu’janz al¬Buldan, jilid 4, ha1.238-40; at-Tarikh, Ya’qubi, jilid 2, ha1.199, jilid 3, ha1.48, 195-96; al-Kamil, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 224-225, jilid 3, ha1.457 497, jilid 5, ha1.63, jilid 7, ha1.116; al-Iqd al-Farid, jilid 4, ha1.216, 283, 435; Wafa al-Wafa, jilid 3, ha1.999-1000; Tarikh al-Khutafa, ha1.231-32, 356; Muruj adz-Dzahab, jilid 4, ha1.82; Sirah Umar ibn Abdul Aziz, Ibnu Zawzi, ha1.110; Syarah, Ibnu Hadid, jilid 16, hal. 277-78.
61. Referensi hadis Syi’ah: Kasy al-Ghummah, jilid 2, hal. 122; al-Bihar, jilid 8, hal. 108.

Sumber hadits shahih sunni dan syi'i mengenai tanah fadak


1. Lihat Shahih Bukhari, versi Arab-Inggris, jilid 8, hadis 8.17
2. Referensi hadis Sunni: Bukhari, Arab-Inggris, vol. 8, hadis 8.17.
3. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 55; Sirah aai-Nabawiyyah oleh Ibnu Hisyam, jilid 4, ha1.309; Tarikh ath-Thabari, jilid 1, hal. 1822; Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 192.

4. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.188-189.


5. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari (bahasa Arab), jilid 1, hal. 1118-1120; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 325; al-Isti’ab oleh Ibnu Abdil Barr, jilid 3, hal. 975; Tarikh al-Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 20; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Qutaibah, jilid 1, ha1.19-20.
6. Referensi hadis: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.186¬187. Pada catatan kaki di halaman yang sama (ha1.187) penerjemahnya memberi komentar, “Meskipun waktunya tidak jelas, nampaknya Ali dan kelompoknya mengetahui tentang peristiwa di Saqifah setelah apa yang terjadi di sana. Para pendukungnya berkumpul di rumah Fathimah. Abu Bakar dan Umar sangat menyadari tuntutan Ali. Karena takut ancaman serius dari pendukung Ali, Umar mengajaknya ke masjid untuk memberi sumpah setia. Ali menolak, sehingga rumah tersebut dikelilingi oleh pasukan pimpinan Abu Bakar-Umar, yang mengancam akan membakar rumah sekiranya Ali dan pengikutnya tidak keluar dan memberi sumpah setia kepaLta Abu Bakar. Keadaan bertambah panas dan Fathimah marah. Lihat Ansab Asyraf oleh Baladzuri dalam kitabnya jilid 1, ha1.582-586; Tarikh Ya’qubi, jilid 1, ha1.116, al-Imamah wn as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 19-20.
7. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, pada peristiwa tahun 11 H; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, pengantar isi, dan ha1.19-20; Izalat al-Khalifah oleh Syah Wahuilah Muhaddis Dehlavi, jilid 2, hal. 362; Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah Malik, jilid 2, bab Saqifah.
8. Referensi hadis Sunni: Kanz al-Ummal, jilid 3, hal. 140.
9. Referensi hadis Sunni: al-Faruq oleh Syibli Numani, hal. 44.
10. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Ya’qubi, jilid 2, ha1.115-116; Asab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, hal. 582, 586.
11. Referensi hadis Sunni: al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 3, 19-20.
12. Referensi hadis Sunni: al-Ansab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, ha1.582, 586.
13. Referensi hadis Sunni: Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah, bagian 3, ha1.63; al-Ghurar oleh Ibnu Khazaben, bersumber dari Zaid Ibnu Aslam.
14. Al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal.4.
15. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab ¬Inggris jilid 5; Tarikh Thabari, jilid IX, ha1.196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa Inggris); Tabaqat ibn Sa’d, jilid. VIII, ha1.29; Tarikh, Ya’qubi, jilid II, hal.117; Tanbih, Mas’udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab Thabari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad, Ibnu Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarh ibn al-Hadid, jilid 6, hal. 46. 546, hal. 381-383 juga pada jilid 4, hadis 325.
16. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, Arab-Inggris, jilid 5, hadis 61 dan 111; Shahih Muslim, bab Keutamaan Fathimah, jilid 4, ha1.1904-5.
17. Shahih Bukhari, hadis 4.819.
18. Referensi hadis Sunni: Ibnu Asakir, sebagaimana yang dikutip dalam a1-Durr al-Mantsur.
19. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab ¬Inggris, jilid 5, hadis #5.46, hal. 381-383, juga pada jilid 4, hadis 3.25 (lihat lampiran untuk mengetahui keseluruhan hadis).
20. Lihat Shahih Muslim, edisi 1980, Arab, jilid 4, hal. 1883, hadis 61.
21. Al-Bihar, jilid 48, hal. 144, hadis 20.
22. Shahih Bukhari, hadis 4.327, hal. 213.
23. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad, jilid 5, ha1.45; Musnad Ahmad, jilid 6, ha1.155; Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.153,155, 404.
24. Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.401.
25. Musnad Ahmad, jilid 4, ha1.174.

POLEMIK OTENTISITAS GHADIR KHUM

Sebenarnya, antara mazhab Syi’ah dan Sunni tidak ada perbedaan yang mendasar berkenaan dengan keimanan. Di antara kedua mazhab tersebut hanya terjadi ketidaksepakatan seputar dua isu berikut. Pertama, kekhalifahan (kepimimpinan penerus kekhalifahan) yang diyakini mazhab Syi’ah sebagai hak para imam Ahlulbait kedua, Hukum Islam ketika tidak ada pernyataan Quran yang jelas serta hadis-hadis yang disepakati mazhab-mazhab Muslim.

lsu kedua berakar dari isu pertama.


Syi’ah mengikatkan diri pada Ahlulbait dalam merujuk sunnah Nabi. Mereka melakukan hal itu sesuai dengan perintah Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dalam kumpulan hadis Sunni dan Syi’ah yang sahih di samping keterangan Quran mengenai kesucian mereka yang sempurna.
Ketidak sepakatan tentang kekhalifahan seharusnya tidak menjadi sumber perpecahan di antara kedua mazhab tersebut. Kaum Muslimin sepakat bahwa khalifah Abu Bakar terpilih oleh sejumlah orang terbatas dan merupakan suatu yang mengagetkan bagi sahabat lainnya. Oleh sejumlah orang terbatas maksudnya mayoritas sahabat–sahabat utama Nabi tidak mengetahui pemilihan ini. Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abkas, Utsman bin Affan, Thalhah, Zubair, Sa’d bin Waqqash, Salman Farisi, Abu Dzar, Ammar bin Yasir, Miqdad, Abdurrahman bin Auf adalah di antara sahabat-sahabat yang tidak diajak berunding bahkan diberitahu. Umar sendiri mengakui bahwa terpilihnya Abu Bakar dilakukan tanpa perundingan dengan kaum Muslimin.
Di sisi lain, pemilihan menyiratkan satu pilihan dan kebebasan, dan setiap kaum Muslim berhak untuk memilih wakilnya. Siapa saja yang menolak untuk memilih, tidak menentang Allah SWT atau utusan-Nya karena baik Allah maupun utusan-Nya tidak memilih wakil yang terpilih oleh orang-orang.
Penunjukan seseorang, secara fitrah, tidak memaksa siapa pun untuk memilih seorang wakil khusus. Jika tidak, penunjikan tersebut akan bersifat memaksa. Artinya bahwa penunjikan seseorang akan kehilangan fitrahnya dan menjadi tindakan pemaksaan pernyataan rasul yang sangat terkenal menegaskan ‘tidak ada kesetiaan yang sah/benar yang diperoleh atas dasar paksaan.’
Ali bin Abi Thalib menolak memberikan sumpah setianya kepada Abu Bakar selama 6 bulan. la memberi sumpah setia kepada Abu Bakar hanya setelah Fathimah Zahra binti Rasulullah, istrinya, wafat 6 bulan kemudian setelah ayahnya wafat.
Apabila penolakan memberi sumpah setia kepada wakil pilihannya dilarang dalam Islam, Ali tidak akan membiarkan dirinya sendiri untuk menunda memberi sumpah setia. Pada hadis yang sama pada Shahih Bukhari, Ali berkata bahwa ia memiliki hak atas kekhalifahan yang tidak dihargai, dan ia menyesalkan mengapa Abu Bakar tidak mengajaknya berunding dalam memutuskan siapa pengganti kepemimpinan. la baru memberi sumpah setianya ketika ia tahu bahwa satu-satunya cara menyelamatkan Islam adalah meninggalkan pengasingan karena penolakannya memberi sumpah setia kepada Abu Bakar.
Selain itu, sahabat-sahabat Rasul terkemuka seperti Abdullah bin Umar dan Sa’d Abi Waqqash menolak memberi sumpah setia kepada Ali pada masa kekhalifahannya.
Jika diizinkan bagi seseorang Muslim, yang merupakah khalifah pada zaman itu, untuk menolak memberikan sumpah setia, tentuya lebih diizinkan lagi bagi orang yang yakin pada abad-abad selanjutnya untuk meyakini ataupun tidak kualifikasi khalifah yang tcrpilih. Hal. ini tidak berdosa, apalagi jika khalifah tersebut tidak ditunjuk oleh Allah SWT. Syiah menyatakan bahwa imam harus ditunjuk oleh Allah SWT; penunjukan tersebut diketahui melalui pernyataan Rasul atau Imam sebelumnya. Mazhab Sunni menyatakan bahwa imam (atau khalifah, istilah yang lebih suka mereka gunakan) dapat ditunjuk atau dipilih oleh khalifah sebelumnya atau dipilih oleh sebuah komite khusus, atau berusaha mendapatkan kekuasaan melalui penaklukan militer (seperti Muawiyah).
Para ulama Syiah menyatakan bahwa imam yang dipilih Allah, bebas dari dosa, dan Allah tidak menganugerahkan kedudukan tersebut kepada orang yang berdosa. Sedangkan para ulama Sunni (termasuk juga Mu’tazilah) menyatakan bahwa seorang imam dapat berdosa karena ia ditunjuk bukan oleh Allah. Meskipun ia seorang pemimpin zalim dan tenggelam dalam dosa (seperti halnya Muawiyah dan Yazid), mayoritas ulama dari mazhab Hanbali, Syafi’ i dan Maliki melarang untuk mengangkat khalifah seperti itu. Mereka berpendapat bahwa mereka harus dilindungi, meski tidak setuju dengan perbuatan jahat.
Syi’ah menyatakan bahwa imam harus memiliki kualitas-kualitas melebihi semua kualitas seperti berilmu, berani, adil, bijaksana, saleh, mencintai Allah, dan lain-lain. Ulama-ulama Sunni menyatakan bahwa hal tersebut tidak perlu. Seseorang yang kualitasnya di bawah kualitas-kualitas tadi lebih baik dipilih daripada orang yang memiliki kualitas¬kualitas yang sangat tinggi.

Di tahun ini, kamis, 18 Mei 1995 adalah tahun yang bertepatan dalam tanggal 18 Dzulhijjah, peringatan peristiwa Ghadir Khum, di mana utusan Allah menyampaikan khutbah terakhirnya. Hadis yang paling Mutawatir (sekitar 100 sahabat meriwayatkan dan menyaksikan) dalam sejarah Islam menceritakan khutbah terakhir Nabi Muhammad ini.


Haji Perpisahan
Sepuluh tahun setelah hijrah, Rasulullah memerintahkan pengikut-¬pengikut setianya untuk memanggil semua orang dari berbagai penjuru untuk bergabung dengannya pada haji terakhir. Pada ibadah haji kali ini ia mengajarkan mereka bagaimana melaksanakan ibadah haji yang benar dan yang lengkap.

Itulah kali pertama kaum Muslimin yang berjumlah banyak sekali berkumpul di suatu tempat di hadapan pemimpin mereka, Nabi Muham¬mad SAW. Dalam perjaianan menuju Mekkah, lebih dari 70 ribu manusia mengikuti Nabi Muhammad SAW. Pada hari keempat bulan Dzulhijjah lebih dari 700 ribu kaum Muslimin memasuki kota Mekkah.


Peristiwa Turunnya Surah al-Maidah Ayat 67

Pada tanggal 18 Dzulhijjah, usai melaksanakan haji terakhirnya (hajj al-wada), Nabi Muhammad SAW pergi meninggalkan Mekkah menuju Madinah, di mana ia dan kumpulan kaum Muslimin sampai pada satu tempat bemama Ghadir Khum (yang saat ini dekat dengan Juhfah). Itulah tempat di mana orang-orang dari berbagai penjuru saling menyampaikan salam perpisahan dan kembali ke rumah dengan mengambil jalan yang berbeda-beda. Di tempat inilah turun ayat Quran:


Hai, Rasulullah! Sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu; dan engkau tidak menyampaikan ayat-ayatnya (sama sekali) dan Allah akan melindungimu dari orang-orang

(QS. al-Maidah : 67).4


Kalimat terakhir ayat di atas menunjukkan bahwa Nabi Muhammad sadar akan reaksi orang-orang ketika menyampaikan ayat tersebut tetapi Allah menyatakan padanya agar ia tidak takut, karena Allah akan melindungi utusannya dari orang-orang.
Khutbah Nabi Muhammad SAW
Usai menerima ayat di atas, Nabi Muhammad SAW berhenti di suatu tempat (telaga Khum) yang sangat panas. Lalu ia memerintahkan semua orang yang telah berada jauh di depan, untuk kembali dan menunggu hingga para jemaah haji yang tertinggal di belakang tiba dan berkumpul. la menyuruh Salman untuk membuat mimbar tinggi dari batu-batu dan pelana unta agar ia bisa menyampaikan khutbah. Saat itu siang terik pada awal musim gugur, dan karena begitu panasnya lembah tersebut, orang-orang menutupkan kain-kain di sekeliling kaki-kaki mereka, dan duduk melingkari mimbar, di atas batu-batu yang panas.
Pada hari itu, Nabi Muhammad SAW menghabiskan waktu kira-kira 5 jam di tempat itu dan tiga jam berdiri di atas mimbar. Dalam khutbahnya, ia membacakan ayat hampir berjumlah 100 ayat Quran, dan kira-kira sebanyak 73 kali mengingatkan perbuatan serta masa depan mereka di kemudian hari.
Berikut ini adalah satu bagian khutbahnya yang telah banyak diriwayatkan oleh ahli hadis Sunni.
Nabi Muhammad menyatakan: “Tampaknya, waktu semakin mendekat saat aku akan dipanggil (Allah) dan aku akan memenuhi panggilan itu. Aku meninggalkan kepada kalian 2 hal yang berharga dan jika kalian setia padanya, kalian tidak akan tersesat sepeninggalku. Dua hal itu adalah kitab Allah dan keluargaku, Ahlulbait. keduanya tidak akan berpisah hingga mereka bertemu denganku di telaga (surga).
Nabi Muhammad melanjutkan: “Apakah aku lebih berhak atas orang¬-orang beriman dari pada diri mereka sendiri?” Orang-orang berseru dan menjawab: “Ya Rasulullah.” Kemudian Nabi mengangkat lengan Ali dan berseru “Barang siapa yang mengangkat aku sebagai pemimpin (maula), 'Ali adalah pemimpinnya (maula). Ya, Allah cintailah mereka yang mencintai Ali, dan musuhilah mereka yang memusuhinya.”
Peristiwa Turunnya Surah al-Maidah Ayat 3
Usai menyampaikan khutbahnya, ayat Quran berikut diturunkan “ Pada hari ini telah aku sempurnakan agamamu dan aku sempurnakan nikmat Ku, dan telah Ku ridhai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Maidah:3).
Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa Islam, jika belum disampaikan Islam, jika belum disampaikan persoalan mengenai kepemimpinan setelah Nabi Muhammad SAW, belumlah sempurna, dan sempurnanya agama Islam adalah karena pemberitahuan dari Nabi mengenai pengganti/penerusnya.
Usai khutbah, Rasulullah meminta kepada setiap orang untuk memberi sumpah setianya kepada Ali dan memberi ucapan selamat kepadanya. Di antara mereka yang memberi sumpah setia adalah Umar, Abu Bakar dan Utsman. Diriwayatkan bahwa Umar dan Abu Bakar berkata, “Selamat bin Abi Thalib! Sekarang engkau menjadi pemimpin (maula) semua orang beriman baik laki dan perempuan.”

Peristiwa Turunnya Surah al-Ma’arij Ayat 1-3

Beberapa ahli tafsir Sunni berpendapat bahwa tiga ayat pertama, surah al-Ma’arij turun ketika perdebatan merebak dan setelah Rasul sampai di Madinah. Diriwayatkan bahwa pada hari Ghadir, Rasulullah mengumpulkan orang-orang sambil di hadapan Ali dan berkata, Ali. adalah Maula orang-orang yang mengangkatku sebagai Maulanya.” Cerita ini menyebar cepat di seluruh desa dan kota-kota. Ketika Hark bin Nu’man Fahri (atau Nadhr bin Harith menurut hadis lain) mengrtahui berita ini, ia memacu untanya dan sampai di kota Madinah.
la menemui Nabi Muhammad dan berkata padanya:
“Engkau memerintahkan kami untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, kami mematuhimu. Engkau memerintahkan kami untuk shalat 5 waktu, kami pun mematuhimu. Ketika engkau memerintahkan kami lagi untuk berpuasa pada bulan Ramadhan, kami pun menaatimu. Kemudian engkau memerintahkan kami untuk melaksanakan ibadah haji ke Mekkah, kami tetap menaatimu.
Akan tetapi engkau belum puas dengan semua ini dan engkau angkat sepupumu dengan tanganmu dan menjadikannya pemimpin kami dengan berkata, Ali adalah Maula orang-orang yang menganggapku sebagai Maulanya. Apakah ini keputusan yang berasal darimu atau dari Allah?” Nabi Muhammad menjawab: “Demi Allah yang merupakan satu-satunya Tuhan! Ini berasal dari Allah yang Maha Tinggi dan Maha Besar.”
Setelah mendengar hal ini ia kembali dan menuju untanya sambil berkata, “Ya Allah! Sekiranya apa yang dikatakan Muhammad itu benar, lemparkanlah kami sebuah batu dari langit dan timpakanlah kepada kami siksa-Mu yang amat pedih.”
Belum sampai ia mendekati unta betinanya, Allah Yang Maha Suci, melemparkan sebuah batu yang mengenai ubun-ubun, lalu masuk menebus tubuh, dan keluar melalui bagian bawahnya, hingga akhirnya ia meninggal.
Pada peristiwa itulah, Allah, Yang Maha tinggi, menurunkan ayat berikut:
“Seorang penanya bertanya tentang kedatangan azab. Bagi orang – orang kafir tiada sesuatu pun yang dapat mencegahnya dari Allah, Penguasa tempat – tempat tinggi.” (QS. Al-Ma’arij:1-3)11
Peristiwa Saat Imam Ali Mengingatkan Orang-orang Tentang Hadis Nabi

Imam Ali, secara pribadi, mengingatkan orang-orang yang menyaksikan peristiwa di Ghadir Khum dan hadis dari Nabi Muhammad SAW. Beberapa peristiwa saat Imam inengingatkan mereka adalah sebagai berikut.


Pada hari Syura (pengangkatan Utsman menjadi khalifah); Pada masa kekhalifahan Utsman;
Di Hari Rahbah (tahun 35) di mana 24 sahabat berdiri dan bersaksi bahwa mereka hadir dan mendengar langsung hadis Nabi, 12 orang di antara mereka adalah pejuang Badar;
Pada Perang Jamal (tahun 36), saat ia mengingatkan Thalhah;
Berkenaan dengan Perang Unta, Hakim dan Ahmad bin Hanbal serta yang lain menceritakan: “Kami berada di tengah tenda Ali pada saat perang Jamal, saat Ali meminta Thalhah berbicara dengannya (sebelum dimulai perang Jamal). Thalhah mendekat, dan Ali berkata: ‘Demi Allah, aku bertanya padamu! Tidakkah engkau mendengar Rasulullah tatkala ia berkata: ‘Barang siapa yang mengangkatku sebagai Maula maka Ali adalah Maulanya. Ya Allah, cintailah orang-orang yang mencintainya dan musuhilah orang-orang yang memusuhinya?” Thalhah menjawab: “Ya.” Ali berkata: “Lalu mengapa engkau ingin memerangiku?”
Ahmad bin Hanbal mencatat dalam Musnad-nya bahwa Abu Thufail meriwayatkan bahwa Ali mengumpulkan orang-orang di dataran Rahbah (pada tahun 35 H) dan bertanya kepada laki-laki Muslim yang hadir di situ yang mendengar pernyataan Rasulullah mengenai Ghadir ‘untuk berdiri dan bersaksi bahwa mereka mendengar dari Rasulullah pada hari Ghadir. Sebanyak 30 orang berdiri dan memberi bukti bahwa Nabi Muhammad mengangkat lengan.
Ali dan berseru pada orang yang hadir: “la (Ali) memiliki hak atas orang-orang yang yakin bahwa aku memiliki hak atas jiwa-jiwa mereka. Ya, Allah cintailah orang-orang yang mencintainya dan musuh orang-orang yang memusuhinya!” Abu Thufail berkata bahwa Ali meninggalkan dataran itu dalam keadaan terguncang karena kaum Muslim tidak menaati hadis tersebut. Lalu ia memanggil Zaid bin Aqram dan mungatakan apa yang ia dengar dari Ali. Zaid berkata padanya mauk tidak ragu sedikit pun mengenai hadis tersebut karena ia telah mendcngnr langsung bahwa Rasulullah bersabda demikian.
Selain itu juga Abdurrahman bin Abu Lailah berkata, “Aku menyaksikan Ali meminta sumpah kepada orang-orang di dataran Rahbah. Ali berkata, `Aku meminta kepada kalian atas nama Allah yang mendengar utusan Allah pada hari Ghadir berkata, “Ali adalah Maula orang-orang yang mewalikanku, untuk berdiri dan memberi saksi, orang-orang yang tidak menyaksikan tidak perlu berdiri.”‘ Dua belas orang sahabat yang terlibat pada perang Badar berdiri. Peristiwa tersebut masih segar dalam ingatan.
Diriwayatkan pula bahwa ketika Ali berkata kepada Anas: “Mengapa engkau tidak berdiri dan memberi kesaksian atas apa yang engkau dengar dari Rasulullah pada hari Ghadir?” la menjawab, “Ya Amirul Mukminin! Aku semakin tua dan aku tidak ingat.” Kemudian Ali berkata: “Semoga Allah memberimu tanda bintik putih yang tidak dapat engkau tutupi dengan serbanmu jika secara sengaja engkau menyembunyikan kebenaran.” Sebelum beranjak dari tempatnya, Anas memiliki tanda putih di wajahnya. Setelah itu ia selalu berkata, ‘Aku terkena kutuk hamba Allah yang saleh.”
Khutbah lengkap Nabi Muhammad di Ghadir Khum
Nabi Muhammad SAW berkata:
“Puji-pujian hanya milik Allah. Kami memohon pertolongan, dan keyakinan, serta kepada-Nyalah kami beriman. Kami mohon perlindungan kepada-Nya dari kejahatan jiwa-jiwa kita dan dosa-dosa perbuatan kita. Sesungguhnya tiada petunjuk bagi seseorang yang telah Allah sesatkan, dan tiada seorang pun yang sesat setelah Allah beri petunjuk baginya.”
“Hai, kaum Muslimin! ketahuilah bahwa Jibril sering datang padaku membawa perintah dari Allah, yang Maha Pemurah, bahwa aku harus berhenti di tempat ini dan memberitabukan kepada kalian suatu hal.

Lihatlah! Seakan-akan waktu semakin dekat saat aku akan dipanggil (oleh Allah) dan aku akan menyambut panggilannya.”


“Hai, Kaum Muslimin! Apakah kalian bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya. Surga adalah benar, neraka adalah benar, kematian adalah benar, kebangkitan pun benar, dan ‘hari itu pasti akan tiba, dan Allah akan membangkitkan manusia dari kuburnya?” Mereka menjawab: “Ya, kami meyakininya.”
la melanjutkan: “Hai, kaum Muslimin! Apakah kalian mendengar jelas suaraku?” Mereka menjawab: “Ya.” Rasul berkata: “Dengarlah! Aku tinggalkan bagi kalian 2 hal. paling berharga dan simbol penting yang jika kalian setia pada keduanya, kalian tidak akan pernah tersesat sepeninggalku. Salah satunya memiliki nilai yang lebih tinggi dari yang lain.”
Orang-orang bertanya: “Ya, Rasulullah, apakah dua hal. yang amat berharga itu?”
Rasulullah menjawab: “Salah satunya adalah kitab Allah dan lainnya adalah Itrah Ahlulbaitku (keluargaku). Berhati-hatilah kalian dalam memperlakukan mereka ketika aku sudah tidak berada di antara kalian, karena, Allah, Yang Maha Pengasih, telah memberitahukan ku bahwa dua hal. ini (Quran dan Ahlulbaitku) tidak akan berpisah satu sama lain hingga mereka bertemu denganku di telaga (al-Kautsar). Aku peringatkan kalian, atas nama Allah mengenai Ahlulbaitku. Aku peringatkan kalian atas nama Allah, mengenai Ahlulbaitku. Sekali lagi! Aku peringatkan kalian, atas nama Allah tentang Ahlulbaitku!”

Yüklə 1,06 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   ...   16   17   18   19   20   21   22   23   ...   29




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin