Republik indonesia k. H. Abdurrahman wahid



Yüklə 88,91 Kb.
səhifə1/3
tarix27.10.2017
ölçüsü88,91 Kb.
#16134
  1   2   3

PIDATO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DI DEPAN SIDANG TAHUNAN
MAJELIS PERMMIUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
7 AGUSTUS 2000

REPUBLIK INDONESIA




K.H. ABDURRAHMAN WAHID
Presiden Republik Indonesia

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

Yang saya muliakan, Saudara Ketua, Para Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia,

Yang saya cintai, Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air di manapun berada,

Hadirin dan hadirat yang berbahagia, Assalamu'alaikum Wr. Wb.,

Pertama-tama, pada hari yang bersejarah dan Insya Allah penuh berkah ini, marilah kita bersama-lama memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia, berkat dan rahmat-Nya, kita dapat berkumpul bersama, mengikuti Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia hari ini. Sidang Tahunan ini merupakan sidang yang pertama kali kita selenggarakan dalam tatanan dan tradisi baru kenegaraan kita, yang sesungguhnya amat dijiwai dan dinafasi oleh semangat reformasi.

5

Sebuah komitmen dan kesadaran besar bangsa untuk melakukan reformasi menyeluruh dalam segala sendi kehidupan bangsa, menuju hari esok yang lebih baik.



Sebagai tatanan baru dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan, kita semua tentu berharap agar peristiwa politik panting ini dapat merupakan wahana yang konstruktif, yang mampu mendorong peningkatan embanan tugas setiap penyelenggara negara, dan yang pada gilirannya mampu menciptakan ketenteraman, kesejahteraan dan kemajuan bagi seluruh rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia yang kita cintai bersama, yang saya yakin akan mengikuti dengan seksama apa yang kita lakukan bersama selama sebelas hari persidangan ini, sungguh terharap kiranya Sidang Tahunan MPR ini benar-benar menghasilkan sesuatu yang konstruktif dan berguna bagi mereka semua. Mereka semua, yang tidak putus dalam doa, slang dan malam, yang lebih dari dua tahun mengalami penderitaan, kecemasan dan berbagai kesulitan hidup akibat krisis nasional yang kita alami, sungguh mendambakan terwujudnya Indonesia Baru yang dapat menghadirkan sosok masyarakat yang rukun, toleran dan harmonis, yang lebih mendapatkan keadilan, hak-hak asasi dan kebebasannya, yang dapat menikmati tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, serta yang dapat hidup secara aman, tenang dan penuh ketertiban.

Kondisi dan sosok masyarakat Indonesia seperti itulah yang hendak kita bangun dan kita tuju Kepada mereka semualah saudara  saudara, dan bukan untuk kepentingan kita semua yang ada dalam ruangan ini semata, semua komitmen moral, pikiran cerdas, dan langkah bersama untuk memperbaiki keadaan negeri kita di masa depan, kita arahkan.

Pimpinan dan segenap anggota MPR yang saya hormati,

Ketika saya melakukan berbagai kunjungan kenegaraan ke luar negeri, dengan agenda utama untuk menyampaikan komitmen Indonesia bagi terwujudnya Indonesia Baru yang lebih stabil, sejahtera dan demokratis, serta untuk mendapatkan dukungan dan bantuan yang tepat bagi langkah-langkah pemulihan ekonomi


6

Indonesia pasca krisis, saya sering merasa prihatin melihat keadaan kita, ketika menyaksikan kehidupan bangsa lain yang telah demikian maju, stabil, demokratis dan sejahtera, yang sesungguhnya kondisi demikianlah yang hendak sama-sama kita tuju. Saya juga merasa makin tertantang untuk bersama saudara-saudara sekalian dan seluruh rakyat Indonesia, dapat segera mengatasi permasalahan nasional yang kita hadapi dewasa ini, ketika saya menyaksikan betapa negara-negara yang juga pernah mengalami krisis 2-3 tahun yang lalu, kini telah pulih bahkan mulai bangkit dan tumbuh kembali. Tentu saja saya tidak bermaksud untuk terlalu membandingkan dengan bangsa dan negara lain karena memang karakter, akar permasalahan dan kondisinya berbeda, namun setidaknya saya ingin mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk kembali bersatu dalam cita-cita, komitmen dan langkah bersama, untuk segera dapat mengatasi krisis yang masih terasa ada, menuju masa depan Indonesia yang lebih baik.

Hari ini, dalam forum terhormat ini, selaku Presiden yang mendapatkan mandat dari Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan yang menerima amanah dari seluruh rakyat Indonesia, saya akan melaporkan apa yang telah, tengah dan akan pemerintah lakukan sejak sepuluh bulan yang lalu, berikut berbagai permasalahan fundamental dan isu-isu kritis yang dihadapi, serta sejumlah raihan yang dapat dicapai. Sudah barang tentu, dikaitkan dengan amanah GBHN untuk periode 1999-2004, dikaitkan dengan tingginya harapan dan tuntutan masyarakat, serta dikaitkan dengan sasaran­sasaran yang hendak dicapai oleh pemerintah sendiri, apa yang telah kami capai dalam sepuluh bulan ini benar-benar merupakan langkah awal dan capaian pertama, dari sebuah pekerjaan besar pemerintah dalam kurun waktu 5 tahun sebagaimana yang diamanahkan dalam GBHN.

Pimpinan dan segenap anggota Majelis yang saya hormati,

Ibarat perjalanan sebuah kapal besar yang mengarungi samudera yang luas, disamping kita harus mengetahui di mana kita berada dan ke mana kita akan berlayar dan berlabuh, kitapun
7
harus memahami kondisi kapal kita serta memahami rintangan dan tantangan alam, agar perjalanan kapal kita bukan hanya selamat ke pantai tujuan tetapi juga lancar, cepat dan tepat. Demikian pula perjalanan bangsa Indonesia yang besar ini, dalam upaya membangun sosoknya yang lebih stabil, demokratis dan sejahtera di masa depan.

Dewasa ini negeri kita berada dalam masa transisi. Sebuah transisi menuju terwujudnya Indonesia Baru yang lebih stabil, demokratis, dan sejahtera, tanpa meninggalkan sistem nilai, cita- cita dan jati diri kebangsaannya. Belajar dari pengalaman banyak negara yang mengalami masa transisi, masa seperti ini memang penuh dengan kerawanan dan persoalan kritis, yang tidak jarang dapat mengakibatkan mundur dan terjatuhnya kehidupan sebuah. bangsa. Para pelaku politik dan bahkan masyarakat luas cenderung dan sering merasa tidak perlu patuh pada perangkat, tatanan dan. mekanisme yang ada, karena justru hal-hal itulah yang hendak dirombak, sementara perangkat, .tatanan dan mekanisme baru belum terbentuk. Di sinilah terjadinya ketidak pastian, ketidak tertiban dan instabilitas sosial. Periode ini menjadi makin berbahaya jika pihak yang merasa lebih kuat., lebih popular dan superior, memaksakan kehendak, pikiran, hukum dan tatanannya sendiri.

Sementara bangsa kita menang tengah berada dalam masa transisi dengan kerawanan yang melekat seperti itu, permasalahan yang muncul dan hadir pada pasca krisis ini memang sungguh beragam, komplek dan serba muka. Baik itu permasalahan kritis dalam bidang politik, ekonomi. sosial, keamanan, dan hukum, maupun yang berkaitan dengan pudarnya rasa kepercayaan di antara kita semua. Di samping masalah-masalah yang fundamental sifatnya, tidak sedikit pula yang bersifat situasional, yang saling kait-mengait satu sama lain.

Sidang Majelis yang saya hormati,

Kita pahami bersama, bahwa keberadaan Orde Baru ditandai oleh kuatnya pengaruh eksekutif terhadap legislatif dan yudikatif, oleh dominasi Pemerintah Pusat terhadap Daerah, serta oleh
8

patronasi pemerintah terhadap masyarakat. Akibatnya, terjadilah proses akumulasi ketidakpuasan dalam masyarakat, sehingga ketika pemerintahan Orde Baru berakhir, yang muncul adalah luapan- luapan emosional dan ketidakberaturan. Suasana psikologis inilah yang menjadi awal perjalanan pemerintahan hasil reformasi.

Permasalahan utama yang kita hadapi pada saat berlangsungnya peralihan kekuasaan adalah timbulnya gejala disintegrasi bangsa akibat konflik sosial yang bernuansa primordial, lahirnya gerakan separatisme di beberapa daerah, serta maraknya tindakan-tindakan anarki dan kriminalitas di kalangan masyarakat yang diiringi dengan tindak kekerasan.

Kesemuanya ini telah menimbulkan keresahan dan menurunkan rasa aman. Gairah untuk investasi menurun, pengangguran meningkat, dan kesejahteraan sosial merosot tajam, terutama di daerah yang dilanda kerusuhan.

Gejala dan arus disintegrasi bangsa yang membahayakan ini menguat karena, di satu sisi, merupakan protes dari daerah terhadap pusat yang selama ini dinilai kurang memperhatikan serta kurang memberikan keadilan dan keseimbangan dalam pembangunan bagi daerah. Namun, di sisi lain juga diakibatkan oleh robeknya kohesi dan integrasi sosial, akibat belum kokoh dan melembaganya kerukunan, toleransi dan harmoni masyarakat yang berlangsung selama ini. Kita barn sadar, dan barangkali sungguh terlambat, bahwa bangsa kita yang amat majemuk dan kaya dengan akar konflik belum memiliki lembaga, perangkat hukum dan etika untuk sebuah resolusi konflik yang efektif.

Arus disintegrasi yang benar-benar mengancam eksistensi negara kesatuan dan keutuhan nasional kita dewasa ini, nampaknya makin diperkeruh lagi dengan tingginya konflik dan "power strug- gle" antar elit dan kekuatan politik, sehingga terus terang situasi politik memang masih terasa panas. Suhu politik seperti ini kita rasakan juga mengalir dan berdampak pada masih terasanya intensitas pertentangan dan konflik fisik di sebagian masyarakat kita.


9
Dalam suasana dan kondisi seperti inilah saudara-saudara, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang kritis dan fundamen  tal warisan masa lalu dan pasca krisis, dihadapkan pada tingginya tuntutan dan harapan masyarakat, serta dikaitkan dengan kemampuan dan Batas kemampuan pemerintah, pemerintah terus berupaya bekerja, dan berjuang untuk melaksanakan tugas-tugas besar, yaitu: mengatasi kritis, melanjutkan reformasi, menjaga keutuhan bangsa, dan melanjutkan pembangunan nasional, sesuai amanah GBHN.

Pimpinan dan Anggota Majelis yang saya hormati,

Tugas-tugas besar ini sesungguhnya adalah misi yang harus diemban oleh seluruh komponen bangsa dan seluruh rakyat Indo- nesia. Tentu saja pemerintah memiliki peran yang amat sentral dalam mengajak dan menggerakan unsur masyarakat untuk berpartisipasi dan berkontribusi secara positif.

Mengalir dari visi yang tertuang dalam GBHN 1999-2004, yang pada intinya pembangunan nasional yang kita lakukan adalah

menuju "terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia", pemerintah telah menyusun lima agenda pokok pembangunan. Kelima agenda tersebut adalah: (1) membangun sistem politik yang demokratis serta mempertahankan kesatuan dan persatuan; (2) mewujudkan supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih; (3) mempercepat pemulihan ekonomi serta membangun 1andasan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan; (4) meningkatkan pembangunan kesejahteraan rakyat dan ketahanan budaya; serta (5) meningkatkan pembangunan daerah.

Berangkat dari kelima agenda pokok pembangunan ini pemerintah menjabarkan dan mengaplikasikannya dalam berbagai: kebijakan dan program aksi berikut prioritas-prioritasnya. Di samping tetap merujuk kepada GBHN dan Program Pembangunan Nasional (Propenas) sebagai acuan, Pemerintah tentu akan bersifat fleksibel, proaktif dan responsive. Gerak pembangunan bangsa bukanlah gerakan yang linier dan simetris, tetapi sarat dengan diskontinyuitas dan perubahan.


10

Pimpinan dan Anggota MPR yang saya hormati,

Di bidang politik dan keamanan, kita mewarisi keadaan yang sarat dengan pertentangan kepentingan, yang di sana-sini disertai dengan berbagai pelanggaran hukum. Walaupun pemerintahan yang lahir dari hasil pemilihan umum 1999 ini telah memiliki legitimasi dan merefleksikan kehendak rakyat, kehadirannya tidak serta merta dapat meredam seluruh suasana konflik, yang akar-akarnya tertanam jauh ke dalam bumi politik, ekonomi dan sosial kita.

Disharmoni sosial yang terjadi dalam hubungan antar suku, antar penganut agama, dan antar kelompok rasial, seperti yang kita saksikan akhir-akhir ini, telah menyulitkan pemerintah dalam menetapkan prioritas kebijakan. Semua permasalahan yang dihadapi sama pentingnya, sehingga tidak ada jalan lain kecuali menanganinya secara simultan.

Sebenarnya, keseluruhan agenda reformasi ini dapat saja kita laksanakan secara sistematis dengan hasil yang lebih baik, seandainya saja masyarakat secara keseluruhan mau bersikap sabar dan sepakat menciptakan suasana yang kondusif, dengan menghindari terjadinya berbagai konflik sosial dan tindak kekerasan. Tetapi ini tidak terjadi. Sehingga, sebagian dari tenaga dan waktu yang semestinya dapat kita gunakan untuk mempercepat pelaksanaan reformasi itu, terpaksa digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah tambahan tadi.

Reformasi politik yang kita lakukan baru sampai pada taraf peletakan berbagai peraturan perundang-undangan sebagai landasan bekerjanya proses demokrasi; pengembangan kelembagaan baru pada taraf refungsionalisasi lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif; dan proses rekrutmen pada berbagai jabatan di ketiga cabang kekuasaan itu pun baru pada taraf awal, sehingga belum seluruhnya merefleksikan semangat reformasi itu sendiri.

Sementara itu, pada saat yang sama semangat untuk berdemokrasi telah bergerak cukup jauh, dan sebagian dari rakyat kita tidak sabar menunggu proses pelembagaan demokrasi yang sedang kita tata ulang itu. Akibatnya, terjadilah berbagai

11
penyimpangan yang sifatnya sangat substansial. Makna demokrasi telah diperdangkal sekedar sebagai demonstrasi, supremasi hukum disimpangkan sebagai pengadilan rakyat, serta otonomi daerah didistorsi melalui berbagai tuntutan dan aksi untuk menguasai seluruh sumber-sumber pendapatan negara yang ada di daerah. Tindakan tegas aparat dalam menghadapi aksi-aksi kekerasan, sering menjadi obyek hujatan. Perlu kita pahami bersama, bahwa kebebasan tanpa keteraturan, dan tanpa ketaatan pada konstitusi, hukum dan etika, sesungguhnya bukanlah demokrasi, melainkan anarki.


Pimpinan dan Anggota MPR yang saya hormati,

Masih dalam bidang politik dan keamanan, kini kita juga berhadapan dan ditantang untuk menyelesaikan masalah gerakan separatisme yang bergerak di Aceh dan di Irian Jaya. Di dua wilayah itu, harus diakui sudah berlangsung kampanye anti Negara Kesatuan Republik Indonesia yang cukup intensif. Pada saat yang sama, kita pun berhadapan dengar suasana yang semakin buruk di Maluku, yang menyebabkan pemerintah sampai pada keputusan untuk menerapkan pendekatan darurat sipil di daerah itu. Disharmoni sosial yang melibatkan agama di Maluku tersebut jelas mengandung potensi disintegrasi bangsa yang sangat serius, yang kalau tidak segera dihentikan, bisa saja meluas ke daerah-daerah lain di Indo­nesia. Gejala perluasan itu dapat kita amati melalui kasus Poso, dan upaya serupa pernah dicobakan namun gagal di Jakarta dan Medan.

Dengan kata lain, secara politik, negara dan bangsa kita kini sedang berhadapan dengan ancaman disintegrasi teritorial melalui gerakan separatisme, dan ancaman disintegrasi kebangsaan melalui konflik antar pemeluk agama dan antar suku. Oleh karena itu, sekali lagi tiada pilihan lain lagi kita semua kecuali harus menyatukan langkah dan mengerihkan seluruh tenaga yang kita miliki untuk menyelesaikan masalah-masalah fundamental tersebut.

Dunia yang semakin transparan dewasa ini sesungguhnya ikut prihatin melihat perkembangan di Indonesia. Beberapa di antara negara-negara sahabat secara tulus telah menyatakan dukungan


12

penuh mereka untuk membantu kita ke luar dari kemelut itu. Kalau kemudian kita sendiri tidak menyadari betapa perlunya membangun kembali solidaritas kebangsaan, mengkonsentrasikan diri pada upaya untuk menyelesaikan masalah ini, dan apalagi kalau yang mereka saksikan sehari-hari hanyalah gerakan protes, ekspresi ketidak­puasan, kerusuhan, proses saling menuding dan menyalahkan, maka bukan tidak mungkin mereka menilai bahwa kita tidak mampu. mengatasi persoalan domestik kita.


Pimpinan dan Anggota MPR yang saya hormati,

Sesuai dengan amanah GBHN 1999, pemerintah secara konsisten telah menerapkan kebijakan politik demokratisasi secara sistematis dan terlembagakan. Salah satu wujud dari kebijakan ini adalah pemisahan antara TNI dan Polri. Proses pemisahan itu tentu tidak dapat selesai dalam waktu singkat, mengingat penataan kembali akan menyentuh seluruh piranti, mulai dari aspek struktur, kultur, doktrin hingga payung peraturan perundang-undangan yang diperlukan. Salah satu aspek terpenting yang diperlukan agar TNI dan Polri dapat melakukan fungsi masing-masing secara efektif adalah ketegasan tentang peran, tugas, dan kewenangan TNI dan Polri yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Penguatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat di daerah, dilakukan melalui pelaksanaan Undang Undang No. 22 Tahun 1999. Pemilihan Kepala Daerah Propinsi, Kabupaten, dan Kota seluruhnya berlangsung sesuai dengan dinamika yang ada di daerah. Intervensi pemerintah terhadap proses itu sama sekali tidak ada. Ini merupakan suatu perubahan yang luar biasa dibandingkan dengan proses serupa pada pemerintahan Orde Baru. Bahkan untuk jabatan Gubernur yang menurut Undang Undang No. 22 Tahun 1999 masih sekaligus merupakan Wakil Pemerintah, dan karena itu pencalonannya harus dengan terlebih dulu berkonsultasi dengan Presiden, dalam praktek pemilihannya sama sekali tidak pernah terganggu oleh sikap dan penilaian subyektif Presiden.

Pada saat yang sama, terbukanya kran kebebasan pers yang telah berlangsung tetap kita teruskan. Memang di sana-sini ada

13
ekses yang ditimbulkan oleh kebebasan itu, karena masih juga ada segelintir media yang belum sepenuhnya memahami dan menerapkan etika jurnalistik secara konsekuen. Namun, saya percaya bahwa hal semacam itu akan terkoreksi dengan sendirinya oleh masyarakat madani yang semakin hari pun semakin mengalami proses penguatan.

Logika di balik kebebasan pers itu adalah dengan tersedianya berbagai alternatif sumber berita, kemampuan masyarakat untuk menyeleksi berita akan terbentuk secara wajar. Kelak, jika masyarakat madani seperti itu sudah terbentuk, maka media komunikasi yang terbiasa memanipulasi berita, menyembunyikan sebagian fakta dan mendramatisasi sebagian yang lain, apalagi yang melakukan fabrikasi berita tanpa fakta, akan tersingkir dan tidak mampu bertahan dengan sendirinya.

Karena itu, pembangunan politik kita ke depan adalah suatu upaya sadar dari pemerintah dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesepakatan maksimal dalam memberi makna pada sistem demokrasi. Dimensi demokratis dari pemerintahan kita akan terlihat dari semakin terbangunnya tingkat keseimbangan relatif dan saling cek dalam hubungan-hubungan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sementara itu, dimensi demokratis dari masyarakat kita adalah semakin terbangunnya sejumlah kesepakatan nilai untuk kesetaraan di depan hukum dan pemerintahan, kesetaraan dalam kompetisi dan kontestasi politik kemandirian, dan kemampuan menyelesaikan berbagai konflik dengan cara-cara damai.

Dalam bidang Pertahanan dan Keamanan, perubahan Departemen Pertahanan-Keamanan menjadi Departemen Pertahanan dimaksudkan untuk memisahkan fungsi pertahanan dari fungsi keamanan, sehingga memberi penegasan tentang perumusan kebijakan yang diperankan oleh Menteri Pertahanan dan operasionalisasinya yang diperankan oleh Panglima TNI. Pemisahan Polri dari TNI, dan penempatan Polri langsung di bawah Presiden adalah konsekuensi dari terlepasnya fungsi keamanan dari fungsi pertahanan.


14

Reformasi internal dalam tubuh TNI dan Polri terus bergerak maju. Esensi reformasi TNI adalah pengunduran dirinya dari fungsi sosial politik untuk memusatkan perhatian pada tugas pokok pertahanan negara dalam menghadapi ancaman dari luar negeri, seraya menyerahkan tanggungjawab keamanan dalam negeri kepada Polri. Reformasi internal TNI juga mengakhiri doktrin kekaryaan, sehingga tidak lagi kita temukan prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan sipil. Proses reformasi TNI dan Polri ini akan terus berlanjut dalam rangka pembangunan kekuatan pertahanan yang profesional dan fungsional, serta Polri yang mandiri. Semua ini dilakukan untuk memperkuat landasan bagi bekerjanya agenda demokratisasi, yang kita sadari tidak akan berjalan tanpa suasana yang tertib dan teratur.

Dalam hubungan ini, saya perlu mengingatkan seluruh kekuatan bangsa kita bahwa sistem demokrasi yang ingin kita bangun dalam era reformasi ini adalah kombinasi dari kehadiran pemerintah yang memiliki kemampuan resistensi terhadap otoritarianisme, dan kehadiran suatu masyarakat yang memiliki kemampuan resistensi terhadap anarkisme. Otoritarianisme dan anarkisme adalah dua penyakit yang selalu mengintip perjalanan sistem demokrasi yang baru. Keduanya adalah musuh demokrasi yang harus kita lawan dengan segala cara.

Sejalan dengan komitmen demokratisasi itu, pemerintah dengan dukungan lembaga-lembaga legislatif dan yudikatif pun sudah mengambil langkah-langkah pembenahan di bidang hukum demi segera terwujudnya supremasi hukum di negeri ini. Penyelesaian berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk yang sifatnya memperkuat independensi badan-badan peradilan dan badan-badan penyidik telah dilakukan. Walaupun harus diakui bahwa penegakan hukum belum mencapai suatu prestasi yang sangat membanggakan, mengingat masa transisi yang kita lalui saat ini berhadapan dengan banyak kendala, namun sangat jelas bahwa langkah-langkah yang ditempuh sudah berada di jalur yang benar. Pemerintah akan tetap konsisten dalam penegakan supremasi hukum dan pemberantasan KKN.


15
Proses hukum, di negara manapun memerlukan waktu, agar keadilan yang menjadi ukuran dari supremasi hukum itu sendiri tidak dikorbankan. Dalam sistem hukum yang benar, kita tidak bisa berlaku sewenang-wenang, atau secara emosional menyelesaikan suatu perkara, hanya untuk memuaskan rasa dendam masyarakat atau kebencian orang seorang. Dunia sedang menyorot kita, apakah kita bisa melaksanakan proses demokratisasi, penjagaan kelestarian lingkungan, penegakan hukum dan hak asasi manusia secara benar, terhormat, dan karena itu beradab. Sebagai bangsa yang besar, kita sedapat mungkin mampu memainkan peran keteladanan tentang bagaimana suatu proses transisi dari otoritarianisme ke demokrasi, dari sistem yang bersifat "personal rule" ke supremasi hukum, berlangsung dengan aman dan sukses.

Pimpinan dan Anggota MPR yang saya muliakan,

Penanganan masalah Aceh kita lakukan dengan meng­kombinasikan pendekatan kemanusiaan dengan penegakan hukum. Walaupun jeda kemanusiaan yang sedang berlangsung saat ini belum sepenuhnya menghentikan tindak kekerasan, mengingat masih saja ada unsur-unsur ekstremis yang bergerak di luar kendali TNI/ Polri dan GAM, paling tidak telah membentuk suasana psikologis dalam masyarakat tentang adanya keinginan masing-masing pihak untuk mencari solusi atas konflik yang sudah memakan banyak korban tersebut. Pemerintah bertekad untuk terus melakukan upaya rekonsiliasi di Aceh. Kelak, apabila kondisi keamanan telah pulih kembali, pemerintah tentu akan dapat melakukan rehabilitasi secara lebih efektif atas infrastruktur yang hancur selama terjadi pertikaian. Saat ini pun pemerintah sedang mempersiapkan RUU tentang Otonomi Khusus di Aceh, sebagai pelaksanaan dari amanah SU- MPR tahun 1999. Rancangan yang datang dari pemerintah daerah dan DPRD Aceh tentang hal ini sedang dikaji secara intensif, dan di sana-sini disesuaikan dengan semangat konstitusi negara kita. Insya Allah, Otonomi khusus Aceh tersebut akan terwujud dalam tahun 2000 ini juga. Dengan otonomi khusus itu diharapkan akan lahir pemerintah daerah yang lebih efektif dalam membawa masyarakat Aceh mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.

16

Penerapan otonomi khusus juga akan diberlakukan di Irian Jaya, tanah Papua, kurang lebih bersamaan dengan diberlakukannya sistem yang sama di Aceh. Ini dimaksudkan untuk memberi peluang yang lebih besar bagi pengembangan wilayah Irian Jaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua. Naskah dari DPRD Irian Jaya tentang otonomi khusus tersebut juga sedang dikaji dan segera diselesaikan dalam tahun ini.


Yüklə 88,91 Kb.

Dostları ilə paylaş:
  1   2   3




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin