Ukhuwwah dalam perspektif al-qur’AN



Yüklə 70,37 Kb.
tarix25.10.2017
ölçüsü70,37 Kb.
#12867


UKHUWWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

Oleh : ALI WAFA


Abstrak:

Al-Quran menggambarkan tiga macam ummah (kelompok masyarakat): Kelompok yang memberikan response positif wahyu Ilahi yang dibawakan oleh Nabi Muhammad dan para nabi-nabi sebelumnya, kelompok yang ingkar terhadap wahyu Ilahi, yaitu mereka yang tidak percaya pada keEsaan Tuhan, musyrik, dan mereka yang menutupi kebenaran dan anugerah yang diberikan kepadanya oleh Allah, kafir. Kelompok ketiga disebut ahl al-kitab, berada di antara kelompok pertama dan kedua, merupakan kelompok yang telah menerima kitab suci penganut Yahudi, Kristen, dan menurut sebagian ulama juga kelompok Sabien. Ketiga kelompok itu adalah realitas keragaman ummah di muka bumi. Di sisi lain, Al-Quran mendorong kaum beragama untuk berpegang kepada titik persamaan ajaran antara agama-agama, yaitu ajaran bahwa keselamatan akan dianugerahkan Tuhan kepada siapa pun, dari agama manapun, yang benar-benar beriman kepada Tuhan dan kepada Hari kemudian, serta berbuat baik. Dengan demikian tidak ada pembenaran dalam al-Qur’an untuk membuat generalisasi negatif atau stigma kepada suatu kelompok agama, sebab di antara mereka juga ada orang-orang baik.

A. PENDAHULUAN

Masih melekat dalam ingatan kita tragedi kelabu 11 September 2001, yang dikenal dengan tragedi September. Peristiwa tragis ini merupakan peristiwa ambruknya gedung World Trade Centre di Amerika yang menewaskan ribuan orang.1 Pada perkembangan berikutnya tragedi ini dilekatkan dengan isu terorisme yang dituduhkan kepada Islam.

Tak pelak, peristiwa tragis ini menjadi penanda buruknya hubungan antar umat beragama di dunia. Pada perkembangan berikutnya mereka tak segan-segan menyebut pemeluk islam sebagai musuh Barat. tragedi ini membuat isu kerukunan antar umat beragama menjadi menarik dicermati.

Menarik untuk diangkat di sini bahwa muncul reaksi yang berlebihan dari kalangan Barat dengan menjadikan agama sebagai stempel pembenaran langkah mereka. Kalangan Barat menganggap Islam identik dengan kekerasan.2 Antara para pelaku dan penuduh sama – sama memakai nama agama untuk membenarkan perbuatan mereka. Hubungan antar umat beragama menjadi terganggu.

Tak ketinggalan para ahli dan pemerhati agama kembali mengemukakan ajaran ideal yang mengetengahkan ajaran serta komitmen agama terhadap perdamaian dunia. Perbincangan berujung pada perlunya harmoni antar umat beragama yang didasari oleh adanya pemahaman yang mendalam terhadap ajaran agamanya. Selain itu kerukunan antar umat beragama mensyaratkan adanya sikap menghormati pemeluk agama lain menyangkut keyakinan dan kebebasan melaksanakan ibadah.

Semua itu perlu dikemukakan, karena terdapat keperluan amat mendesak bagi kaum beragama untuk saling memahami dan melepaskan diri dari prasangka-prasangka yang banyak mengundang permusuhan. Khususnya dari sudut kaum Muslim mereka banyak merasa agama mereka paling parah disalahpahami oleh pihak-pihak non-Muslim. Ironisnya kaum Muslin sendiri juga banyak yang tidak mengerti agamanya dengan benar, yang kemudian mendorong timbulnya tindakan-tindakan tidak benar terhadap kelompok-kelompok lain. Kekacauan hubungan antar agama yang melahirkan stigmatisasi zalim kepada Islam dan non-Muslim dengan langsung menghubungkannya dengan terorisme, disebabkan oleh kezaliman-kezalimam karena prasangka dan kesalahpahaman.3

Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial, perasaan tenang dan nyaman pada saat berada bersama jenisnya, dan dorongan kebutuhan ekonomi, juga merupakan faktor penunjang lahirnya persaudaraan itu.4 Islam datang menekankan hal-hal tersebut dan menganjurkan untuk mencari titik singgung dan titik temu.

Wujud konkrit ukhuwah telah diajarkan Nabi Muhammad 15 abad silam. Dalam salah satu hadith yang dikutib oleh al-Tabari bahwa ketika Nabi Muhammad mendengar berita wafatnya Raja Negus, beliau bersabda : ”Berdoalah untuk saudaramu yang wafat di negeri lain.”5 Sebelum Nabi Muhammad berhasil menciptakan suatu masyarakat Muslim di Madinah, Jazirah Arabia terdiri dari berbagai kelompok masyarakat plural.

Al-Quran menggambarkan tiga macam ummah (kelompok masyarakat). Kelompok pertama terdiri dari umat islam, yaitu mereka yang memberikan response positif wahyu Ilahi yang dibawakan oleh Nabi Muhammad dan para nabi-nabi sebelumnya. Kelompok kedua merupakan antitesis dari kelompok pertama, terdiri atas mereka yang ingkar terhadap wahyu Ilahi. Kelompok ini masuk dalam kategori musyrik, yaitu mereka yang tidak percaya pada keEsaan Tuhan, dan kafir, yaitu mereka yang menutupi kebenaran dan anugerah yang diberikan kepadanya oleh Allah. Kelompok ini dianggap kelompom yang tidak bersyukur, tidak mengakui kemurahan Tuhan, dan dinamakan orang-orang yang tidak percaya kepada-Nya. Ummah ketiga disebut ahl al-kitab, berada di antara kelompok satu dan dua merupakan kelompok yang telah menerima kitab suci penganut Yahudi, Kristen, dan sebagian ulama kelompok Sabien.

Benarkah agama mengajarkan umatnya untuk berbuat kerusakan apalagi sampai membunuh sesamanya? bukankah agama hadir sebagai rahmat bagi sekalian alam? Tulisan ini akan berusaha mengetengahkan persoalan ukhuwah antar umat beragama dengan menitik beratkan pada sisi ajaran. Tulisan ini khusus menyajikan gambaran umum tentang pandangan Islam yang tertuang dalam al-Quran dan Sunnah menyangkut kerukunan. Pembahasan mencakup ayat-ayat yang terkait hubungan antar umat bergama dan terjemahnya, makna al-mufrada>t dan kesimpulan.


PEMBAHASAN
A. Ayat – Ayat Terkait

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada T}aghu>t dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.
B. Makna al-Mufrada>t

1. QS. Al-Baqarah ayat 156

Ayat turun ketika terdapat pertanyaan dari seorang sahabat Ansor bernama Hazin tentang tindakan yang seharusnya diambil terhadap kedua anaknya yang enggan masuk Islam. Hazin bertanya kepada Rasul tentang perlunya tindakan memaksa kedua anaknya untuk memeluk Islam lalu turun ayat ini. 6

لا اكراه قي الدين

Said Hawwa memberi makna penggalan ayat di atas sebagai tidak ada paksaan atas agama yang benar yaitu Islam. Yang dimaksud dengan agama pada ayat ini adalah keyakinan (al-millah). 7

Artinya kebenaran Islam tidak pernah memberi tempat kepada tindak kekerasan, apalagi untuk masuk ke dalamnya. Karena ber-Islam berarti tunduk dan patuh kepada ajaran Allah. Dengan demikian ketundukan mensyaratkan adanya kesadaran. Dan kesadaran tidak mungkin didasari oleh paksaan.
قد تبين الرشد من الغى

Sungguh jelas mana petunjuk dan mana yang kebatilan. Jelaslah antara iman dan kekafiran dengan adanya tanda – tanda yang jelas.8



فمن يكفر بالطغوت

Yang dimaksud dengan t}aghu>t adalah segala sesuatu yang melampaui batas. Ada pula yang memaknai t}aghu>t sebagai syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah SWT. karena syaitan selalu berada di balik setaip yang melampaui batas.



ويؤمن با لله

Maksudnya mempercayai Allah dengan sebenar-benarnya, dengan mengerjakan seluruh ketentuannya.



فقد استمسك با لعروة الوسقى

Memegang dengan ikatan yang kuat.


لا ا نفصام لها

Bagi orang-orang yang benar-benar berpegang teguh kepada agama Allah tidak melepaskannya dan akan berpaling dari t}aghu>t. Termasuk dalam kategori iman kepada adalah beriman kepada rasul-Nya, agama-Nya, kitab-kitab-Nya. Semua itu menjadi unsur – unsur keimanan.



والله سميع عليم

Allah Maha Mendengar dan Mengetahui segala sesuatu. Camkanlah kebaikan – kebaikan dan hukumilah hal – hal yang terkait keimanan dengan hukum Allah serta jangan tunduk kepada t}aghu>t.

2. QS. Al-Taubah ayat 6

Hai Muhammad apabila ada seseorang dari kalangan musyrikin meminta kepada engkau untuk belajar tentang Islam. Berilah rasa aman kepadanya hingga ia dapat menyimak kala>m Alla>h dan bacakanlah untuknya. Yang dimaksud kala>m Alla>h adalah yang berkaitan dengan pokok – pokok ajaran Islam yang dapat mengingkap kekaburan jiwa yang menyelimuti si musyrik. Kala>m Alla>h berfungsi menjelaskan batas dan tujuan keamanan tersebut. Dalam arti rasa aman yang diberikan adalah apabila mereka bermaksud mengenal ajaran Islam. Karena itu, kalau tujuan si musyrik tidak berkaitan dengan agama, maka pemberian rasa aman tersebut tidak dapat dibenarkan. 9

Lalu kembalikanlah ia dalam keadaan aman, dengan tak kurang sesuatu apapun, setelah mendapat pengetahuan tentang firman Allah yang ia pelajari, baik ia menerima atau menolak sekalipun. Kembalikanlah mereka hingga sampai kepada keluarga dan kelompoknya dalam keadaan aman.

Demikian itu perlakuan yang seharusnya engkau berikan. Bahwa penolakan yang mereka lakukan adalah disebabkan ketidakmengertian mereka tentang Islam. Andai mereka tahu dan merasakan manisnya iman dan pahitnya dosa pastilah mereka akan menerima Islam dengan sepenuh hati.10


C. Konsepsi Ukhuwah Dalam Islam

Ukhuwah berasal dari kata akh yang berarti saudara11. Dalam al-Quran kata akh dengan berbagai derivasinya terulang sebanyak 78 kali, yaitu QS 2 : 178, QS 2 : 220, QS 3 : 103, QS 3 : 156, QS 3 : 168, QS 4 : 23, QS 4: 23, QS 5: 25, QS 5 : 30, QS 5 : 31, QS 6 : 87, QS 7 : 65, QS 7 : 73, QS 7 : 85, QS 7 : 111, QS 7 : 142, QS 7 : 150, QS 7 : 151, QS 9 : 11, QS 9 : 23, QS 9 : 24, QS 10 : 87, QS 11 : 50, QS 11 : 61, QS 11 : 84, QS 12 : 5, QS 12 : 7, QS 12 : 8, QS 12 : 58, QS 12 : 59, QS 12 : 63, QS 12 : 63, QS 12 : 64, QS 12 : 65, QS 12 : 69, QS 12 : 70, QS 12 : 77, QS 12 : 87, QS 12 : 89, QS 12 : 90, QS 12 : 100, QS 15 : 47, QS 17 : 27, QS 19 : 28, QS 19 : 53, QS 20 : 30, QS 20 : 40, QS 20 : 42, QS 23 : 45, QS 24: 31, QS 24 : 61, QS 25 : 35, QS 26 : 36, QS 26 : 106, QS 26 : 124, QS 26 : 142, QS 26 : 161, QS 27 : 45, QS 28 : 11, QS 28 : 34, QS 28 : 35, QS 29 : 36, QS 33 : 5, QS 33 : 6, QS 33 : 18, QS 33 : 55, QS 38 : 23, QS 46 : 21, QS 49 : 10, QS 49 : 12, QS 58 : 22, QS 59 : 10, QS 59 : 11, QS 70 : 12, dan QS 80 : 34.12

Ukhuwah pada mulanya berarti persamaan dan keserasian dalam banyak hal. Karenanya persamaan dalam keturunan mengakibatkan persaudaraan, persamaan dalam sifat-sifat juga mengakibatkan persaudaraan.13 Dengan demikian semakin banyak persamaan semakin kokoh persaudaraan. Persamaan dalam rasa dan cita merupakan faktor yang sangat dominan yang mendahului lahirnya persaudaraan yang hakiki dan yang pada akhirnya menjadikan seorang saudara merasakan derita saudaranya. Sebagai contoh adalah adanya uluran tangan bantuan kepada saudaranya sebelum diminta serta memperlakukannya bukan atas dasar take and give tetapi justru mengutamakan orang lain walau dirinya sendiri kekurangan.

Semua manusia adalah bersaudara karena berasal dari ayah dan ibu yang satu yaitu Adam dan Hawa. Dengan Islam mengajarkan adanya tiga jenis persaudaraan yaitu persaudaraan seagama, setanah air, persaudaraan antar umat beragama. Islam mengajarkan bahwa kita tidak boleh menganiaya dan menyiksa satu sama lain ataupun memiliki rasa dendam dan permusuhan terhadap orang lain. Sejatinya, kita justru malah harus melakukan kewajiban kita dalam memproklamirkan suatu pesan yang sangat esensial baik bagi orang lain maupun bagi diri kita sendiri.

Al-Quran mendorong kaum beragama untuk berpegang kepada titik persamaan ajaran antara agama-agama, ajaran bahwa keselamatan akan dianugerahkan Tuhan kepada siapapun, dari agama manapun, yang benar-benar beriman kepada Tuhan dan kepada Hari kemudian, serta berbuat baik; dan peringatan kepada kaum beriman untuk tidak membuat generalisasi negatif kepada suatu kelompok agama, sebab di antara mereka juga ada orang-orang baik.

Pandangan asasi ini dikukuhkan dalam berbagai tempat dalam al-Quran, antara lain bahwa Tuhan menetapkan Syariat yang sama untuk semua Nabi; bahwa Tuhan mengutus rasul kepada setiap umat atau bangsa; bahwa orang yang beriman kepada Tuhan harus kepada semua nabi dan semua kitab suci; bahwa jumlah nabi dan rasul itu sedemikian banyaknya sepanjang sejarah umat manusia (Nabi Muhammad menyebutkan jumlah mencapai angka 124.000, jamman gha>firan, jumlah yang sangat besar!), sehingga sebagian saja di antara para nabi dan rasul itu yang diceritakan dalam al-Quran, dan sebagian (besar) tidak dituturkan; bahwa diantara umat beragama tidak boleh terjadi pertengkaran atau permusuhan, kecuali terhadap pihak yang zalim, dan harus senantiasa menegaskan kesamaan dasar semua ajaran keagamaan; bahwa perang diizinkan untuk melawan setiap bentuk kezaliman dan untuk melindungi agama-agama semuanya.14

Pada tahun ke – 9 Hijriah, Nabi Muhammad bertemu dengan delegasi Kristen dari Najran. Nabi mengajak mereka untuk memeluk Islam, menyembah Allah, dan tidak menyekutukan-Nya. Delegasi tersebut tetap dalam pendiriannya tentang status Yesus sebagai anak Tuhan. Atas perintah Tuhan, Nabi mengajak mereka muba>halah (bersumpah dihadapan Tuhan dan menyatakan bahwa siapapun di antara mereka yang bersalah akan mendapat kutukan Tuhan). Para pakar al-Quran menyatakan bahwa delegasi Kristen Najran enggan untuk melaksanakan muba>halah dan sebagai gantinya mereka mengikat janji dengan Nabi Muhammad untuk membayar jizyah (semacam pajak bagi orang-orang Nasrani dan Yahudi sebagai imbalan bagi perlindungan dan kebebasan melaksanakan ajaran serta pembebasan dari wajib militer bagi mereka. 15

Makna yang terkandung dalam konsepsi al-zimmah dan jizyah berupa kebebasan warga negara memilih agama dan melaksanakan ibadah, menunjukkan dasar toleransi Islam terhadap agama lain. Prinsip ini menunjukkan Islam yang menghargai kebebasan seseorang terutama menyangkut pilihan agama. Dari kaca mata ini konsepsi zimmah justru memberikan peluang besar bagi non muslim untuk berkembang dan maju tanpa kekhawatiran akan keberlangsungan agamanya. Sejarah mencatat bahwa non muslim, pada masa awal Islam mendapat posisi penting dalam pemerintahan Islam, bahkan diantara mereka menjadi menteri penasihat pemerintah, khususnya golongan Kristen Nestorian.16 Salah satu di antara mereka, yang dikenal telah menerjemahkan berpuluh-puluh kitan Yunani adalah Hunayn Ibn Ishaq (wafat sekitar 875 M).

Menarik untuk dikemukakan Al-Sha’rawi dalam tafsirnya menggarisbawahi struktur ayat 6 surat al-Taubah di atas. Menurutnya jika menggunakan kebiasaan struktur bahasa Arab, maka ayat tersebut seharusnya mendahulukan kata yang berarti meminta pertolongan dari pada kata artinya seseorang, bukan seperti bunyi ayat ini yang mendahulukan kata ahadun dari pada kata istaja>raka. Mengapa ayat ini mengubah susunanya yaitu mendahulukan kata ahadun dari pada kata istaja>raka ? al-Sha’rawi memberikan jawaban dengan menjelaskan bahwa sebenarnya ayat ini menggambarkan adanya dua hal, seseorang dan permintaan pertolongan. Pertanyaan yang dapat muncul adalah apakah permintaan pertolongan itu yang memperkenalkan siapa yang meminta ataukah yang meminta yang memperkenalkan pertolongannya. Al-Sha’rawi memberikan ilustrasi sebagai berikut : pengawas perbatasan boleh jadi terlebih dahulu mendengar teriakan meminta tolong sebelum melihat siapa yang meminta tolong dan boleh jadi pula melihat terlebih dahulu siapa yang memintanya baru kemudian mendengar apa yang dimohonkannya. Nah ayat ini mendahulukan, penyebutan seseorang yang meminta itu (ahadun) baru kemudian permintaannya (istaja>raka) untuk mengisyaratkan bahwa sebelum memenuhi permintaan yang bersangkutan terlebih dahulu harus mengetahui benar tentang siapa yang meminta. Jangan sampai ia berpura-pura meminta pertolongan padahal tujuannya mencelakakan umat Islam.17
D. Macam – Macam Ukhuwah dan Konsekuwensinya

Sebelum dikemukakakan macam – macam ukhuwah, perlu digarisbawahi dua hal. Pertama, bahwa ayat 256 surat Al-Baqarah, yang biasa digunakan sebagai argumentasi tentang kebebasan beragama, hanya berkaitan dengan kebebasan memilih agama Islam atau selainnya. Seseorang yang dengan sukarela serta penuh kesadaran telah memilih satu agama, maka yang bersangkutan telah berkewajiban untuk melaksanakan ajaran agama tersebut secara sempurna. Kedua, satu dari lima tujuan pokok ajaran agama adalah pemeliharaan terhadap agama itu sendiri, yang antara lain menuntut peningkatan pemahaman umat terhadap ajaran agamanya serta membentengi mereka dari setiap usaha pencemaran atau pengeruhan kemurniannya.

Manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk memilih dan menetapkan jalan hidupnya, serta agama yang dianutnya. Tetapi kebebasan ini bukan berarti kebebasan memilih ajaran – ajaran agama pilihannya itu, mana yang dianut dan mana yang ditolak. Karena Tuhan tidak menurunkan suatu agama untuk dibahas oleh manusia dalam rangka memilih yang dianggapnya sesuai dan menolak yang tidak sesuai.18

Agama pilihan adalah satu paket, penolakan terhadap satu bagian mengakibatkan penolakan terhadap keseluruhan paket tersebut. Dalam konteks ini Quraish Shihab membagi ukhuwah menjadi empat bagian:

1) Ukhuwwah fi al -‘ubudiyyah, yaitu bahwa seluruh makhluk adalah bersaudara dalam arti memiliki persamaan. Persamaan ini, anatara lain, dalam ciptaan dan ketundukan kepada Allah.

2) Ukhuwwah fi al - insa>niyah, dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena mereka semua bersumber dari ayah dan ibu yang satu.

3) Ukhuwwah fi al-wat}a>niyah wa al-nas}ab. Persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.

4) Ukhuwwah fi di>n al-Isla>m yaitu, persaudaraan antar sesama muslim.19

Nilai – nilai ukhuwah sebagaimana diuraikan di atas memiliki konsekuwensi empat sikap. Empat sikap ini menjadi penanda terwujudnya ukhuwwah pada situasi dan kondisi apapun, yaitu :

1. Al-Tanasur, yaitu sikap saling empati yang mendalam dimana seseorang mampu merasakan apa yang dirasakan oleh saudaranya, baik dalam suka maupun duka.

2. Al-Ta’awun adalah sikap saling tolong menolong dalam kebaikan

3. Al-Tasamuh merupakan sikap tenggang rasa atau tepo seliro

4. Al-Tarahum adalah sikap saling mengasihi dan mencintai. Sikap keempat inilah yang menjadi dasar utama lahirnya ukhuwah. Karena hanya dengan saling kasih dan saling cinta makna ukhuwah dapat terwujud secara nyata. Satu hal penting adalah bahwa keempat sikap tersebut diwujudkan dalam konteks sosial kemasyarakatan, bukan dalam soal aqidah dan agama. Karena mengenai dua hal terakhir islam memiliki garis yang tegas.

Secara konkrit dapat digambarkan bahwa apabila pada sesuatu ada satu nilai yang tidak menyertainya sehingga tujuan dimaksud tidak tercapai, maka manusia dituntut untuk menghadirkan nilai tersebut padanya; dan apa yang dilakukannya dinamai ishlah. Nah, kalau kini terasa bahwa umat Islam, secara kelompok maupun perorangan, tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik akibat keterbelakangan dalam bidang ekonomi, atau dengan kata lain ”nilai ekonomi” tidak terpenuhi dalam diri manusia (masyarakat) Muslim, maka adalah menjadi kewajiban untuk menghadirkan nilai itu dalam diri setiap muslim. Menghadirkannya harus dalam bentuk nyata atau dalam wujud fisik material. Disinilah keempat sikap tersebut menjadi tuntutan untuk diwujudkan.

Demikianlah, terlihat betapa nilai – nilai ukhuwah akan mengantarkan manusia kepada hasil-hasil konkret yang nyata dalam kehidupan. Untuk memantapkan ukhuwah, yang dibutuhkan bukan sekedar penjelasan segi-segi persamaan dalam pandangan agama atau sekedar toleransi menyangkut perbedaan.

Akhirnya dengan bercermin kepada beberapa ayat di atas yang berisi semangat al-Quran tentang hubungan yang konstruktif penuh kedamaian serta sikap saling menghargai satu sama lain dapat memberi kekuatan dan dapat mengarahkan kita untuk segera beranjak dari ketergantungan ke keterpaduan (integrasi) dalam suatu masyarakat yang selalu bersama-sama membangun suatu kondisi yang aman, damai dan sejahtera bagi kita serta terbebas dari segala bentuk ketakutan akibat adanya teror.


KESIMPULAN


  1. Bahwa keragaman suku, agama, ras dan adat merupakan hukum alam yang memerlukan sikap kedewasaan dan kearifan. Keberagaman harus dipandang sebagai potensi untuk maju, bukannya disikapi sebagai ancaman.

  2. Al-Quran mendorong kaum beragama untuk berpegang kepada titik persamaan ajaran antara agama-agama, ajaran bahwa keselamatan akan dianugerahkan Tuhan kepada siapa pun, dari agama manapun, yang benar-benar beriman kepada Tuhan dan kepada Hari kemudian, serta berbuat baik; dan peringatan kepada kaum beriman untuk tidak membuat generalisasi negatif kepada suatu kelompok agama, sebab di antara mereka juga ada orang-orang baik. Dengan demikian menjadi jelas bahwa Islam tidak memberi tempat bagi adanya tindak kekerasan atas nama dan untuk agama. Karena hidayah merupakan hak prerogatif Tuhan. Alangkah indahnya apabila dunia terisi dengan manusia yang berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan dan membangun peradaban yang maju atas dasar kebersamaan.

  3. Bahwa hubungan baik dan pemberian jaminan rasa aman harus senantiasa diberikan kepada siapapun tanpa membedakan ras, agama, suku dan adat. Situasi semacam ini mengharuskan ditiadakannya sikap saling curiga yang bisa saja muncul akibat adanya pihak berkepentingan.

  4. Perlunya diintensifkan adanya suatu forum komunikasi antar umat beragama dimana didalamnya terjadi interaksi yang positif dalam rangka mendorong kerukunan antar umat beragama.

DAFTAR PUSTAKA
al-Alusi, Abi al-Fadil Shihabuddin Mahmud, Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az}i>m wa al-Sab’i al-Matha>ni. Beirut : Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah.

Ayoub, Mahmoud, The Quran and Its Interpreters. Albany, NY : State University of Ney York Press, 1992.

Fath al-Rahman,Ilmi Zadah Faidullah al-Husni. Indonesia:S.F Dipenogoro

Hawwa, Said al-Asas fi al-Tafsi>r. Mesir : Dar al-Sala>m, 1993.

Mahmud, Abdul Halim, Al-Islam wa Al Aql, Dar Al Kutub Al Hadithah : Kairo, tt

Lembaga Bahasa Arab, al-Mu’jamu al-Waji>>z. Al-Haiah al-Ammah li Shuuni al-Matabi al-Amiriyyah, 1995.

Lindberg, David, Science in the Middle Age. Chicago : the University of Chicago Press, 1978.

Muhammad Mutawalli al-Sha’rawi, Tafsi>r al-Sha’ra>wi> Jilid 8. Kairo : Akhba>ra al-Yaum, 1991.

al-Qurtubi, Muh. Bin Ahmad, al-Ja>mi’ li Ahka>m al-Qur’a>n Juz 2. Beirut : Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993.

Shihab, M. Quraisy, Membumikan al-Quran ; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Bermasyarakat. Bandung : Mizan, 2007.

Shihab, Alwi, Membedah Islam di Barat ; Menepis Tudingan Meluruskan Kesalahpahaman. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2004.

­­___________Islam Inklusif; Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama.Jakarta: Mizan, 1999.

al-Suyuti, Asba>bu al-Nuzu>l. Kairo : Da>r al-Hadi>th, 1993.

al-Tabari, Abi Ja’far Muhammad bin Jarir, Ja>mi’ al-Baya>n fi Ta’wi>l al-Qur’an Juz 6. Beirut : Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah.



al-Zuhaili, Wahbah,al-Tafsi>r al-Muni>r fi al-Aqi>dah wa al-Syari>ah wa al-Manhaj Juz 3. Beirut : Dar al-Fikr al-Maasir.


1 Kompas, Edisi 12 September 2001

2 Alwi Shihab, Membedah Islam di Barat ; Menepis Tudingan Meluruskan Kesalahpahaman (Jakarta: Gramedia, 2004), 2-3

3 Nurcholish Madjid dalam pengantar Membedah Islam di Barat ; Menepis Tudingan Meluruskan Kesalahpahaman, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2004),xi

4 Alwi Shihab, Islam Inklusif; Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama (Jakarta: Mizan, 1999), 346-347

5 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Tabari, Jami’ al-Bayan an Ta’wi al-Qur’an, ed Mahmud M Shakir dan Ahmad Muhammad Shakir (Cairo : Dar al-Maarif, 1954), 497

6 al-Suyuti, Asba>bu al-Nuzu>l, (Kairo : Da>r al-Hadi>th, 1993), 86

7 Muh. Bin Ahmad al-Qurtubi, al-Ja>mi’ li Ahka>m al-Qur’a>n juz 2, (Beirut : Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 181

8 Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsi>r al-Muni>r fi al-Aqi>dah wa al-Syari>ah wa al-Manhaj Juz 3, (Beirut : Dar al-Fikr al-Maasir), 19

Said Hawwa, al-Asas fi al-Tafsi>r, (Mesir : Dar al-Sala>m, 1993), 599-601

9 Abi al-Fadil Shihabuddin Mahmud al-Alusi al-Baghdadi, Tafsir al-Quran al-Azim wa al-Sab’i al-Mathani, (Beirut : Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah), 248-249.

10 Abi Ja’far Muhammad bin Jarir al-Tabari, Ja>mi’ al-Baya>n fi Ta’wi>l al-Qur’an Juz 6, (Beirut : Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah), 231

11 Lembaga Bahasa Arab, al-Mu’jamu al-Waji>z (Al-Haiah al-Amah li Shuuni al-Matabi al-Amiriyyah, 1995),

12 Fath al-Rahman,

13 M. Quraisy Shihab, Membumikan al-Quran ; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Bermasyarakat, (Bandung : Mizan, 2007),559

14 Nurcholish Madjid dalam pengantar Alwi Shihab, Membedah Islam di Barat ; Menepis Tudingan Meluruskan Kesalahpahaman, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2004),xxxix

15 Mahmoud Ayoub, The Quran and Its Interpreters, (Albany, NY : State University of Ney York Press, 1992), 188-200

16 David Lindberg, Science in the Middle Age, (Chicago : the University of Chicago Press, 1978), 56-57.

17 Muhammad Mutawalli al-Sha’rawi, Tafsi>r al-Sha’ra>wi> Jilid 8 (Kairo : Akhba>ra al-Yaum, 1991), 4891-4892

18 Abdul Halim Mahmud, Al-Islam wa Al Aql, (Dar Al Kutub Al Haditha : Kairo, tt), 15

19 Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung : Mizan, 2007), 562




Yüklə 70,37 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin