وقف لله تعالى لا يباع ولا يشترى sahih shifa kesembuhan siapa hakim iyad dan pendahuluan shifa


Realitas(kenyataan) dan makna mencintai Nabi Muhammad



Yüklə 1,07 Mb.
səhifə21/24
tarix21.08.2018
ölçüsü1,07 Mb.
#73245
1   ...   16   17   18   19   20   21   22   23   24

Realitas(kenyataan) dan makna mencintai Nabi Muhammad

pujian dan kesejahteraan atasnya


Para ulama’ berbeda pendapat dalam memberi makna cinta Allah dan cinta Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, namun masing-masing pihak merujuk pada keadaan yang berbeda.

Barangkali Sufyan memikirkan firman Allah yang berbunyi, "Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku (Nabi Muhammad)." (Ali-Imron,3:31). sehingga Sufyan berkata, "Cinta itu terdiri dari mengikuti Rasulullah, pujian dan kesejahteraan atasnya."

Para ulama mengatakan:

"Mencintai Rasul, pujian dan kesejahteraan atasnya, berarti meyakini kemenangan baginda, melindungi dan mematuhi sunnah baginda, serta takut menyimpang dari baginda."

"Cinta adalah selalu menyebut-nyebut sang kekasih."

"Cinta yaitu rindu pada sang kekasih."

"Cinta ialah hati yang mengikuti kehendak tuannya, mencintai apa yang dicintainya dan membenci apa yang dibencinya."

Sebagian besar pendapat diatas lebih mengindikasikan(menandakan) buah cinta daripada realitas(kenyataan) cinta. Realitas cinta ialah rasa condong (kecenderungan hati / perasaan) kepada apa yang menyenangkan manusia, baik berupa:

1. Senang pada kesempurnaan, seperti mencintai penampilan yang indah, suara yang merdu, makanan dan minuman yang lezat, ini semua disukai secara alami karena menyenangkan.

2. Senang pada kesempurnaan akal pikiran, hati dan batin yang mulia, seperti mencintai orang-orang saleh, para ulama, orang-orang ahli ilmu yang mempunyai sejarah hidup yang bagus dan tingkah laku yang baik. Tabiat(watak) manusia condong pada bentuk cinta yang meluap-luap yang hampir mengarah pada hal-hal yang ekstrim.

3. Senang pada sesuatu yang menyenangkan berupa perbuatan baik dari orang itu kepada para pecintanya. Sebab jiwa manusia telah terprogram untuk mencintai orang yang berbuat baik kepadanya.

Setelah tiga hal diatas dipahami, baru kemudian menghubungkannya dengan cinta kepada Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, dan ditemukan bahwa ketiga hal itu menjadi inspirasi cinta untuk baginda.

Keindahan fisik, penampilan dan karakter sempurna baginda telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya jadi tidak perlu disebutkan kembali.

Umat Nabi Muhammad, pujian dan kesejahteraan atasnya, mendapat banyak manfaat dan keberkatan, karena melalui baginda yang diberkati oleh Allah, umat manusia diuntungkan. Contohnya adalah umat manusia mendapatkan kasih sayang dan belas kasih serta kelembutan baginda, dan baginda telah berjuang untuk menyelamatkan kita dari Api neraka.

Allah menggambarkan Nabi-Nya, pujian dan kesejahteraan atasnya, seraya berfirman,

"Dan tiada Kami mengutusmu, kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam." (Al Anbiya', 21:107), "Wahai Nabi, sungguh Kami telah mengirimmu sebagai saksi, dan pembawa kabar gembira, dan pemberi peringatan, dan pemanggil kepada Allah dengan izin-Nya, dan sebagai lampu yang menerangi". ( Al-Azhab 33:45-46).

"Dia yang mengutus didalam kaum yang buta huruf, seorang Rasul di antara mereka, melantunkan atas mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan mereka, dan mengajari mereka Kitab dan Hikmah" (Al-Jumu'ah,62:2.) Juga, "dan membimbing mereka kepada jalan yang lurus." (Al-Maidah,5:16)

Tak ada kebaikan apapun yang lebih berharga dan lebih berarti daripada kebaikan Nabi Muhammad, pujian dan kesejahteraan atasnya, untuk orang-orang beriman. Tak ada karunia yang lebih bermanfaat secara universal(umum) dan keuntungan yang lebih besar daripada berkah baginda pada semua umat Islam karena baginda adalah jalan kita menuju bimbingan.

Baginda yang menyelamatkan kita dari kesalahan buta. Baginda yang mengajak kita pada kesuksesan dan kemuliaan! Baginda adalah jalan dan perantara kita menuju Penguasa kita. Baginda orang yang akan berbicara demi kepentingan kita serta bersaksi untuk kita dan membawa kita, Insya Allah, menuju Kehidupan Abadi dengan bahagia!

Sekarang menjadi jelas bagi anda pembaca yang budiman, bahwa mencintai Nabi Muhammad, pujian dan kesejahteraan atasnya, adalah suatu kewajiban. Ini terbukti dari beberapa kutipan sah yang telah kami sajikan kepada anda, apalagi baginda mempunyai kebaikan dan keindahan yang tiada terkira.

Bila seseorang bisa mencintai orang lain karena telah bermurah hati kepada dirinya, walaupun hanya sekali atau dua kali seumur hidup, maupun karena telah menyelamatkannya dari bahaya dan gangguan meskipun cuma sekali - pikiran mengingat kebaikan tersebut yang bersifat sementara - lantas bagaimana dengan orang yang memberinya kebahagiaan abadi dan melindunginya dari hukuman kekal di neraka? Tentunya orang tersebut pantas untuk cinta yang lebih besar!

Seorang raja dicintai bila memiliki perilaku yang bagus dan seorang pemimpin dicintai bila mampu memimpin secara baik. Ketika orang yang berilmu atau berbudi luhur tinggal di tempat yang jauh, mereka tetap akan dicintai karena kelebihannya itu. Bila ada orang memiliki semua kelebihan tersebut secara sempurna, maka lebih berhak dicintai dan lebih pantas diikuti!

Imam Ali, semoga Allah meridhainya, menggambarkan Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, seraya berkata, "Barangsiapa melintas didekat baginda tiba-tiba menjadi segan kepada baginda. Siapa yang menjaga hubungan dengan baginda niscaya mencintai baginda."

Kewajiban bersikap tulus kepada Nabi Muhammad, Pujian dan Kesejahteraan atasnya,

Allah berfirman, "Tidak ada dosa (untuk tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak mendapati sesuatu untuk diinfakkan, bila mereka tulus kepada Allah dan Rasul-Nya." (At-Taubah,9:91). Para ulama’ mengungkap, orang yang benar-benar tulus ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya, pujian dan kesejahteraan atasnya, adalah orang yang tulus lahir batin.

Tamim Ad-Daariy meriwayatkan, Rasulullah, pujian dan kesejahteraan atasnya, bersabda, "Agama adalah nasihat (sikap tulus)." Para Sahabat bertanya, "Untuk siapa, Ya Rasulullah?" Baginda menjawab, "Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para pemimpin Islam, serta orang-orang awam."

Para imam berkomentar: Nasehat untuk Allah, Rasul-Nya, para Imam kaum muslimin dan orang-orang awam adalah suatu kewajiban.

Kata Imam Al-Khittobi: nasehat adalah suatu kata yang menggambarkan sejumlah keinginan baik kepada diri yang dinasehati. Nasehat tidak mungkin untuk digambarkan dengan hanya satu kalimat yang pendek. Secara bahasa, nasehat maknanya adalah ikhlas.

Menurut Az-Zujaj, nasehat ialah melakukan sesuatu yang baik dan sesuai.

Nasehat (sikap tulus) untuk Allah ialah meyakini secara teguh Keesaan Allah, serta menggambarkan Allah sebagaimana Allah menggambarkan diri-Nya sendiri dan tidak menghubungkan sifat-sifat-Nya dengan sifat-sifat makhluk ciptaan-Nya, senang pada apa yang dicintai-Nya dan menghindari apa yang dibenci oleh-Nya serta tulus ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.

Nasehat (sikap tulus) untuk Kitab-Nya ialah beriman kepadanya, bertindak sesuai dengannya, membaguskan lantunannya, merendahkan hati kepadanya, menghormatinya, memahaminya dan mencari hukum didalamnya serta melindungi Kitab Allah dari kesalahan penafsiran orang-orang yang fanatik dan gempuran orang-orang yang sesat.

Nasehat (sikap tulus) untuk Rasulullah, pujian dan kesejahteraan atasnya, ialah membenarkan kenabian baginda dan apa yang dibawa baginda, menunjukkan ketaatan pada apa yang disuruh baginda dan menjauhkan diri dari apa yang dilarang baginda, memegang teguh sunnah baginda dan menyebarkannya, mendorong orang-orang untuk mengerjakan sunnah dan menyeru mereka kepada Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, serta mengajak mereka beramal baik.

Nasehat para Sahabat untuk Nabi Muhammad, pujian dan kesejahteraan atasnya, selama masa hidup baginda adalah untuk membantu dan melindungi baginda, menentang musuh-musuh baginda, mentaati baginda, serta mengorbankan hidup dan harta demi perjuangan membela baginda. Ini sebagaimana yang terdapat didalam firman Allah, "Diantara kaum mukminin ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah." (Al-Ahzab,33:23). "(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjuang dijalan Allah dengan hartamu dan jiwamu." (As-Soff,61:11).

Setelah baginda wafat, nasehat kaum Muslimin untuk baginda adalah memastikan kemuliaan dan martabat baginda terpelihara sekaligus menunjukkan rasa hormat dan cinta yang besar untuk baginda, berjuang mempelajari sunnah baginda, memahami hukum yang dibangun baginda, menyayangi keluarga dan para Sahabat baginda, menghindari apapun yang tidak disukai baginda, serta membenci sekaligus mewaspadai apapun yang menyimpang dari sunnah baginda, berbelas kasih terhadap umat baginda, dan mencari segala pengetahuan tentang baginda, baik sifat, kehidupan maupun budi pekerti baginda, serta teguh dalam mengamalkan apa yang telah diajarkan baginda.

Dengan demikian, nasehat menjadi salah satu buah cinta dan tanda mencintai Nabi Muhammad, pujian dan kesejahteraan atasnya.

Imam Abu Qosim Al Qusyairi telah bermimpi melihat Amr bin Laits, salah satu raja Khurasan yang terkenal kepahlawanannya dan dikenal dengan sebutan "Ash-Shoffaar". Dalam mimpinya itu, Abu Qosim menanyai Amr, "Apa yang dilakukan Allah terhadapmu?" Amr menjawab, "Dia telah mengampuniku." Kemudian Abu Qosim bertanya mengapa Allah mengampuninya, lalu Amr menjawab, "Suatu hari aku naik ke puncak gunung dan aku memandang pada bala tentaraku. Jumlah mereka yang banyak membuatku senang, lalu aku berharap bisa bersama Rasulullah, pujian dan kesejahteraan atasnya, dan datang untuk membantu dan mendukungnya. Karena inilah, Allah bersyukur dengan mengampuniku."

Nasehat untuk para pemimpin Islam adalah mematuhi mereka saat mereka menyuruh pada kebenaran, membantu mereka dalam kebenaran, menyuruh mereka berbuat benar dan mengingatkan dengan cara yang baik, menghimbau mereka pada hal-hal yang tidak mereka pedulikan dan berbagai urusan umat Islam yang mereka abaikan. Tidak sepatutnya menyerang dan menyulitkan para pemimpin, maupun mengasingkan mereka dari orang-orang atau melibatkan mereka pada suatu pertikaian.

Nasehat untuk orang awam di kalangan umat Islam adalah menuntun mereka pada hal-hal yang membawa kebaikan bagi mereka, membantu mereka dalam urusan agama maupun urusan duniawi dengan perkataan maupun perbuatan, memperingatkan orang-orang yang lalai, memberi informasi orang-orang yang tidak tahu, serta memperhatikan orang-orang yang membutuhkan bantuan, menyembunyikan aib mereka, dan menjauhkan mereka dari hal-hal yang membahayakan serta membawa mereka pada hal-hal yang bermanfaat.



SAHIH SHIFA

KESEMBUHAN
Seri ke-18
PENTINGNYA MENCINTAI NABI MUHAMMAD

pujian dan kesejahteraan atasnya


Karya

Hakim Agung Abulfadl Iyad

wafat tahun 1123M / 544H
Periwayat Hadis

Muhaddis Agung Hafiz Abdullah bin Siddiq Al Ghumari


Perevisi

Muhaddis Abdullah Talidi

Diadaptasikan oleh

Abdi Hadis Syekh Ahmad Darwish (Arab)

Anne Khadeijah (Inggris)

Siti Nadriyah (Indonesia)

Copyright © 1984-2013 Allah.com Muhammad.com. Hak Cipta dilindungi
@ BAB: Al-QUR'AN MENGUNGKAP PENTINGNYA MEMUJI, MENGHORMATI DAN MEMULIAKAN NABI

96. BAB: PENTINGNYA MEMUJI, MENGHORMATI DAN MEMULIAKAN NABI MUHAMMAD, SERTA AYAT-AYAT Al-QUR'AN YANG MENYURUH AGAR MELAKUKANNYA

Allah berfirman, "Sungguh Kami mengutus engkau (Muhammad) sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan; agar kamu semua beriman kepada Allah, dan Rasul-Nya serta mendukungnya dan memuliakannya." (Al-Fath,48:8-9)

Allah juga berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman janganlah mendahului dihadapan Allah dan Rasul-Nya. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui; Wahai yang beriman, janganlah meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan jangan mengeraskan perkataan kepadanya sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain agar tidak sia-sia amalmu sedang kamu tidak menyadari." (Al Hujurot,49:1-2).

dan, "Jangan menjadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan satu sama lain." (An-Nur,24:63).

Didalam kutipan ayat yang pertama, Allah menarik perhatian kita pada kewajiban memuliakan Nabi Muhammad, pujian dan kesejahteraan atasnya, dan memperlihatkan penghormatan yang terbesar untuk baginda. Para ulama seperti Al Akhfash dan At-Tobari berpendapat kalau ini berarti baginda hendaknya dibantu dan didukung.

Didalam kutipan ayat yang kedua, kaum mukminin diperingatkan supaya tidak berbicara dihadapan baginda, karena bicara dihadapan baginda adalah sikap yang sangat buruk.

Menurut Sahl bin Abdullah At-Tustori, ayat diatas maknanya ialah, supaya tidak bicara sebelum baginda bicara, dan ketika baginda berbicara, hendaknya diam untuk mendengarkan baginda. Al Hasan dan beberapa Sahabat memberitahu, ketika tiba saatnya mengambil keputusan, para Sahabat dilarang melakukan sesuatu sebelum Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, berbicara terlebih dahulu dan memberikan instruksi, baik dalam hal berjuang maupun hal yang lain dalam urusan agama mereka, kecuali kalau Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, telah memerintahkan hal tersebut. Mereka tidak diizinkan mendahului baginda dalam hal apapun.

Pada ayat diatas terdapat peringatan bila melakukan hal sebaliknya, maka amal menjadi sia-sia.
Mengenai firman Allah, "Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al Hujurot,49:1) Mawardi menjelaskan, bertakwa kepada Allah berarti tidak melangkahi Nabi-Nya, pujian dan kesejahteraan atasnya.

As-Sulami mengatakan, bertakwa kepada Allah berarti takut kepada Allah, jika kita lalai dan mengabaikan atau tidak menghormati apa yang menjadi hak Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, maka ingatlah bahwa Allah mendengar dan mengetahui apa yang kita lakukan. Allah telah melarang para Sahabat meninggikan suara mereka melebihi suara Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, maupun berbicara dengan suara yang keras.

Abu Muhammad Makki menjelaskan bahwa tidak sepatutnya bercakap-cakap dihadapan Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, dan tidak pantas memanggil baginda hanya dengan namanya saja sebagaimana yang biasa dilakukan pada orang lain. Sudah seharusnya menghormati dan memberi baginda penghargaan tinggi serta memanggilnya dengan gelar paling mulia, seperti: Wahai Rasulullah atau Nabi Allah. Hal ini didukung dengan ayat yang berbunyi, "Jangan menjadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan satu sama lain." (An-Nur,24:63). Ulama lain berpendapat, semestinya orang-orang hanya menanyakan pertanyaan.

Allah memperingatkan "dan jangan mengeraskan perkataan kepadanya sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain agar tidak sia-sia amalmu sedang kamu tidak menyadari." (Al Hujurot,49:2). Dikatakan bahwa ayat ini turun ketika delegasi(utusan) dari suku Tamin datang dan berteriak-teriak, "Muhammad, Muhammad, keluarlah kepada kami." Allah mengecam ketidaktahuan mereka dan berfirman, "kebanyakan mereka tidak mengerti." (Al-Hujurot, 49:4).

Juga dikatakan bahwa ayat diatas turun berkenaan dengan percakapan antara Abu Bakar dan Umar yang terjadi ketika Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, sedang bersama mereka. Percakapan mereka berdua meletus menjadi perselisihan dimana suara-suara meninggi.

Setelah itu, ketika Umar bicara dengan Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, Umar berbicara dengan berbisik, seolah-olah sedang menceritakan suatu rahasia; suara Umar hampir tak terdengar hingga Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, meminta Umar agar sedikit mengeraskan suaranya.

Berkenaan dengan ayat, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah berucap 'Ro'ina (Perhatikan kami)'." (Al-Baqoroh,2:104) seorang penafsir menjelaskan, ungkapan ini biasa digunakan diantara orang-orang Ansar (Penolong), dan mengandung arti "Perhatikan kami, dan kami akan memperhatikanmu." Sebagai penghormatan, golongan Ansar tidak menggunakan ungkapan tersebut ketika sedang berbicara dengan Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya.

Telah dikatakan bahwa orang-orang Yahudi menggunakan ungkapan itu untuk mengolok-olok baginda karena kata "Ro'ina" dalam bahasa Ibrani mempunyai makna "jahat atau dungu".



Para Sahabat menghormati dan memuliakan Nabi Muhammad

pujian dan kesejahteraan atasnya


Amr bin Al-Ash membicarakan cinta yang agung dan rasa hormatnya untuk baginda, seraya berkata, "Tidak ada yang lebih kucintai daripada Rasulullah, pujian dan kesejahteraan atasnya, juga tidak ada orang yang lebih kuhormati daripada baginda. Wibawa baginda membuatku tak sanggup menatap, disebabkan besarnya penghormatanku untuk baginda. Andai diminta menggambarkan baginda, aku tidak akan mampu melakukannya, karena aku tidak sanggup menatap baginda."

Anas memberitahu kita, "Rasulullah keluar ditemani oleh orang-orang Muhajirin dan Ansar, beserta Abu Bakar dan Umar. Kecuali Abu Bakar dan Umar, mereka semua memandang baginda seraya menundukkan pandangan. Mereka memandang Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, dan baginda memandang mereka, mereka tersenyum kepada baginda dan baginda tersenyum kepada mereka."

Usama bin Syarik menggambarkan suatu pertemuan yang dihadiri Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, dan beberapa Sahabatnya baginda. Usama berkata, "Aku datang kepada Nabi dan memperhatikan bahwa para Sahabat baginda duduk di sekitar baginda seolah-olah seperti ada burung bertengger diatas kepala mereka." Hind putri Abi Halah mengatakan sesuatu yang serupa, "Ketika baginda berbicara, mereka yang duduk di sekitar baginda menundukkan kepala mereka seolah-olah ada burung bertengger diatas mereka."

Ketika Urwah bin Mas'ud masih belum memeluk Islam, ia dikirim oleh orang-orang Quraisy sebagai duta kepada Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, sebelum penandatanganan persetujuan Hudaibiyah. Urwah dikejutkan dengan penghormatan luar biasa para Sahabat untuk Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya.

Urwah berkomentar kalau sebelumnya ia belum pernah melihat ada penghormatan yang begitu besar dipersembahkan untuk seseorang. Urwah selanjutnya berkata, setiap kali Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, berwudhu, ia melihat para Sahabat bergegas memperoleh sisa air baginda, bahkan mereka hampir berkelahi untuk mendapatkannya. Mereka mengambil air ludah baginda dan mengusapnya ke sekujur wajah dan tubuh mereka. Jika ada sehelai rambut baginda yang gugur, mereka bergegas mengambilnya. Apabila baginda memberi perintah, mereka bergegas memenuhinya. Ketika baginda sedang bersama mereka atau saat baginda berbicara, mereka melirihkan suara mereka. Urwah memperhatikan, saking hormat para Sahabat kepada baginda hingga mereka tidak menatap kepada baginda.

Sekembalinya Urwah pada orang-orang Quraisy, ia memberitahu mereka, "Aku telah mengunjungi Kisra di kerajaannya, Kaisar di kekaisarannya, dan Negus di kerajaannya. Demi Allah, aku belum pernah melihat ada raja atau kaisar manapun, diperlakukan dengan penghormatan yang sama seperti yang diperlihatkan para Sahabat Muhammad kepada Muhammad."

Juga dilaporkan bahwa Urwah telah berkata, "Belum pernah aku melihat seorang raja dijunjung tinggi seperti Muhammad dijunjung oleh para Sahabatnya, dan aku telah melihat orang-orang yang tidak akan pernah meninggalkannya."

Anas menceritakan saat beliau melihat Rasulullah, pujian dan kesejahteraan atasnya, bercukur, para Sahabat berdiri di sekeliling baginda, dan setiap kali ada beberapa helai rambut yang jatuh, satu dari mereka memungutnya.

Tholhah telah berbicara tentang waktu ketika para Sahabat Rasulullah, pujian dan kesejahteraan atasnya, meminta seorang Badui bodoh agar bertanya kepada Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, mengenai, seperti apakah orang yang telah memenuhi janji itu. Para Sahabat merasa malu bertanya secara langsung, karena besarnya rasa takzim mereka kepada baginda. Badui itu telah bertanya namun Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, tidak segera menjawab. Ketika Tholhah tiba, baginda memandangnya dan melantunkan ayat "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan diantara mereka ada yang gugur, dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah (janjinya)." (Al-Ahzab, 33:23). Di kemudian hari, Tholhah mati syahid, setelah kematian baginda.

Tetap menjunjung dan menghormati meski baginda telah wafat

Penting sekali menghormati Nabi Muhammad, pujian dan kesejahteraan atasnya, setelah baginda meninggal dunia, sama seperti ketika baginda masih hidup. Termasuk dalam hal ini adalah memperlihatkan rasa hormat kapan saja ketika perkataan atau cara (hadis atau sunnah) Nabi disebut, serta bila mendengar nama baginda, keluarga dan para Sahabat baginda disebut.

Abu Ibrahim At-Tujiibiy memberitahu bahwa ada kewajiban bagi setiap orang yang beriman supaya rendah hati, bertakwa, takzim, dan diam, setiap kali Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, disebut dihadapan mereka. Penghormatan dan sopan santun yang telah diperlihatkan para Sahabat kepada Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, selama masa hidup baginda hendaknya dicontoh, sama seperti jika baginda hadir di hadapan kita.

Suatu hari, Abu Ja'far, Amirul Mukminin (Amir orang-orang Islam), berselisih dengan Malik didalam Masjid Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, kemudian Malik mengingatkannya, "Amirul Mukminin, janganlah meninggikan suara anda didalam Masjid ini. Allah telah mengajarkan kita bagaimana harus bersikap didalam firman-Nya, " Wahai yang beriman, janganlah meninggikan suaramu melebihi suara Nabi." (Al-Hujurot, 49:2). Malik juga menarik perhatian Abu Ja'far pada ayat, "Sungguh orang-orang yang merendahkan suaranya disisi Rasulullah, mereka itulah yang diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa." (Al Hujurot, 49:3) sekaligus mengimbau dengan mengingatkan ayat, "Sungguh mereka yang berseru kepadamu (Nabi Muhammad)." (Al-Hujurot, 49:4). Demikianlah imbauan kepada Abu Ja'far, supaya menghormati baginda meski baginda telah meninggal dunia sama seperti ketika baginda masih hidup.

Ja'far merasa trenyuh dengan peringatan ini dan menanyai Malik, "Abu Abdullah, ketika berdoa apakah anda menghadap ke arah kiblat atau menghadap kearah Rasulullah?", pujian dan kesejahteraan atasnya, Malik menjawab, "Mengapa anda memalingkan wajah anda dari baginda sedangkan baginda adalah wasilah (perantara) anda dan wasilah bapak anda Adam menuju Allah pada Hari Kiamat? Saya menghadap baginda dan meminta baginda untuk mensyafaati karena Allah menerima syafaat baginda. Allah berfirman, "Ketika mereka telah menzalimi diri mereka sendiri, mereka datang kepadamu…" (An-Nisa', 4:64).

Malik berkata tentang Ayyub As-Sakhtiyani, "Aku tidak meriwayatkan kepadamu melainkan dari Ayyub atau seseorang yang lebih baik dari beliau. Aku telah pergi haji dua kali dan berkesempatan mengamati beliau. Setiap kali Rasulullah, pujian dan kesejahteraan atasnya, disebut, beliau menangis dan mata beliau jadi merah. Ketika ini terjadi, aku menyadari betapa besarnya penghormatan beliau untuk Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya. Sejak saat itulah aku mulai menulis riwayat-riwayat dari beliau."

Mus'ab bin Abdullah berkata, "Tiap kali Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, disebut, Malik menjadi begitu pucat hingga orang-orang yang sedang bersamanya ikut bersedih. Suatu hari Malik ditanya tentang hal ini dan ia menjawab, 'Jika kamu melihat apa yang telah kulihat, kamu tidak akan heran dengan hal ini. Aku mengamati Muhammad bin Munkadir, pemimpin para Qori’ (pelantun Al-Qur'an), pada banyak kesempatan ketika ditanya tentang kutipan kenabian, beliau menangis sampai kami merasa simpati kepadanya.

Aku mengamati Ja'far bin Muhammad, yang banyak bercanda dan tertawa, namun ketika Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, disebut di hadapannya, wajah beliau jadi pucat. Aku tidak pernah melihat beliau meriwayatkan perkataan Rasulullah, pujian dan kesejahteraan atasnya, tanpa berwudhu terlebih dahulu. Ketika aku biasa berkunjung kepada beliau, aku mendapati beliau sedang solat, puasa atau melantunkan Al-Qur'an. Beliau hanya berbicara tentang hal-hal penting yang berkaitan dengan dirinya. Beliau termasuk ulama yang berpengetahuan luas dan menyembah Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia.

Wajah Abdur Rahman bin Qosim berubah pucat pasi(sangat pucat), seolah-olah darah di wajahnya berhenti mengalir, dan lidahnya menjadi kelu setiap kali Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, disebut. Ini karena penghormatan yang dirasakannya untuk Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya. Tatkala Abdur Rahman mengunjungi Amir bin Abdullah bin Zubair, dan baginda disebut di hadapannya ia pun menangis sampai tak ada air mata yang tersisa.

Az-Zuhri termasuk diantara orang yang paling ramah dan gampangan, dan aku mengamati bahwa setiap kali Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, disebut dihadapannya , ia menjadi tidak sadar akan segala sesuatu, seolah-olah ia tidak mengenalmu maupun kamu mengenalnya. Aku mengunjungi Safwan bin Sulaiman, salah satu orang yang paling giat menyembah dan beribadah sepanjang malam. Setiap kali Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, disebut, ia menangis dan terus menangis sampai mereka yang di sekitarnya bangun dan pergi."

Kapan saja Qotadah mendengar kutipan kenabian, beliau jadi terisak-isak dan menjadi sangat khawatir.

Pada suatu ketika, banyak orang berkumpul di sekitar Malik dan seseorang berkata, "Bisakah anda menunjuk seseorang agar mengulangi perkataan anda dengan suara yang lebih keras sehingga bermanfaat bagi orang-orang." Malik menjawab, "Allah berfirman, 'Wahai yang beriman, janganlah meninggikan suaramu melebihi suara Nabi.'" (Al-Hujurot, 49:2). Rasa hormat yang ditujukan kepada baginda selama masa hidup baginda adalah sama dengan setelah baginda meninggal dunia."

Ibnu Sirin tertawa tetapi ketika sebuah kutipan kenabian disebut ia jadi merendahkan diri.

Abdur Rahman bin Mahdi memberi instruksi orang-orang yang sedang bersamanya supaya diam setiap kali kutipan kenabian disebut, dan mengimbau mereka, "Jangan meninggikan suara kalian melebihi suara Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya. Alasannya terdapat didalam penafsiran beliau pada ayat Al-Qur’diatas. Beliau mengatakan bahwa sudah seharusnya orang -orang diam sewaktu kutipan kenabian dibaca, seolah-olah mereka berada di hadapan Nabi, pujian dan kesejahteraan atasnya, sedang mendengarkan baginda berbicara.



Yüklə 1,07 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   ...   16   17   18   19   20   21   22   23   24




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin