Sejarah Nabi Muhammad S. A. W prakata muhammad, 'alaihi'sh-shalatu wassalam



Yüklə 2,61 Mb.
səhifə66/67
tarix21.08.2018
ölçüsü2,61 Mb.
#73253
1   ...   59   60   61   62   63   64   65   66   67

Rasio dan iman tentang mujizat
Oleh Qur'an juga diceritakan berita tentang para nabi, yang silih berganti selama beberapa generasi di kalangan umat manusia. Tetapi umat itu tetap dalam kesesatan; hanya sedikit saja yang mendapat petunjuk Tuhan dalam mengenal kebenaran itu. Dalam kisah-kisah para nabi ada suatu gejala yang perlu sekali direnungkan. Untuk jelasnya, baik juga kalau kita kembali ke masa Musa dan Isa serta kepada tuntunan Muhammad 'alaihissalam kemudian.
Gejala ini ialah adanya pemisahan atau yang semacarn itu pada mulanya, antara rasio dan logikanya dengan iman kepercayaan yang didasarkan kepada mukjizat dan hal-hal yang tak masuk akal. Para nabi itu oleh Tuhan telah diperkuat dengan mujizat untuk masyarakatnya, supaya mereka percaya. Sungguh pun demikian cuma sedikit mereka itu yang mau percaya. Logika dan cara berpikir mereka belum cukup untuk dapat memahami, bahwa Tuhan menciptakan segalanya, bahwa Ia Maha Kuasa. Setelah dengan ketentuan Tuhan Musa disuruh keluar meninggalkan Mesir, sebelum kerasulannya itu ia pergi dari sana dengan membawa perasaan takut. Ketika sampai pada sebuah mata air di Madyan, ia kawin dengan seorang wanita penduduk kota itu. Setelah Tuhan memberi ijin ia kembali, ... terdengar ada suara memanggilnya dari balik lembah sebelah kanan, pada tempat yang telah diberi berkah dari batang pohon itu:
"Hai Musa! Aku ini Allah, Tuhan semesta alam. Lemparkanlah tongkatmu!, Setelah dilihatnya tongkat itu bergerak-gerak seperti ular, ia lari ke belakang tidak menoleh lagi. 'Hai Musa! Kembalilah, jangan takut! Engkau sudah mendapat lindungan keamanan. Masukkanlah tanganmu kedalam saku bajumu, niscaya akan keluar dalam keadaan putih tanpa cacat dan dekapkan tanganmu ke badanmu jika engkau merasa takut.' Inilah dua mujizat dari Tuhan ditujukan kepada Firaun dan pembesar-pembesarnya; sebab mereka itu orang-orang yang jahat." (Qur'an, 28: 30 - 32)
Sungguhpun begitu tukang-tukang sihir Firaun itu tidak juga percaya kepada ajakan Musa. Ketika kemudian apa yang mereka kerjakan itu disergap oleh tongkat Musa, ketika itulah tukang-tukang sihir itu menyerah sujud, lalu mereka berkata: Kami beriman kepada Tuhannya Harun dan Musa. Sungguhpun demikian orang-orang Israil masih juga dalam keadaan sesat, sampai-sampai mereka berkata kepada Musa: "Perlihatkan Allah itu terang-terang kepada kami." Setelah Musa wafat, kembali mereka menyembah anak sapi. Kemudian sesudah Musa, datang lagi nabi-nabi yang lain kepada mereka, diajaknya mereka menyembah Allah. Tetapi nabi-nabi itu malah dibunuh dengan sewenangwenang. Setelah kemudian mereka kembali teringat kepada Tuhan, mereka menanti-nantikan kedatangan seorang nabi lagi yang akan dapat mengembalikan kerajaan mereka dengan memerintah dunia untuk selama-lamanya.
Peristiwa ini berlangsung dalam sejarah belum begitu lama dari kita. Tidak lebih dari 25 abad yang lalu. Dalam pada itu jelas sekali ini membuktikan adanya dominasi perasaan diatas pengertian rohani. Sesudah lampau lima-enam abad kemudian datang pula Isa mengajak masyarakatnya itu menyembah Tuhan, diperkuat dengan Ruh Kudus dari Tuhan. Oleh karena Isa orang Yahudi, ketika begitu pertama kali berita tentang dia itu sampai kepada pihak Yahudi mereka menduga bahwa dia inilah nabi yang mereka nanti-nantikan (Messiah) untuk mengembalikan kerajaan yang hilang itu ke Tanah atau Negeri yang Dijanjikan. Mereka rindu sekali akan kerajaan semacam ini setelah begitu lama mereka berada dibawah kekuasaan dan kekejaman pihak Rumawi. Akan tetapi mereka masih menunggu, ingin mengetahui keadaan yang sebenarnya tentang diri Isa. Adakah ia bicara kepada mereka dengan bahasa rasio semata-mata? Tidak, malah jalan mujizat itulah yang ditempuhnya untuk meyakinkan mereka.
Kalau pun sumber Kristen itu benar. bahwa ia telah mengubah air menjadi minuman anggur dalam suatu pesta perkawinan di Kana, Galilea, itulah yang mula-mula menarik perhatian orang. Sesudah itu lalu mujizat roti dan ikan, mujizat-mujizat menyembuhkan orang-orang sakit dan menghidupkan orang-orang mati. Itulah yang membuat dia tidak ragu-ragu lagi mengajar orang melalui jalan hati dan perasaan tanpa memberikan tempat yang terutama kepada rasio dan logika dalam ajaran-ajarannya itu. Tetapi bidang ini memang diberikan lebih luas daripada yang pernah diberikan oleh rasul-rasul sebelumnya. Dalam ajaran-ajarannya itu dorongan perasaan kepada kasih-sayang, pengampunan dosa dan cinta-kasih bercampur-baur dengan ajaran rasionil yang tidak dilandasi oleh dalil logika tentang Kerajaan Tuhan. Apabila ada rasa syak yang menyusup ke dalam hati orang mengenai ajaran rasionil ini maka Tuhan segera memberikan mujizat baru yang akan membuat orang lebih dapat menerima dan percaya kepada Almasih. Dengan mujizat-mujizat yang telah dapat menyembuhkan penyakit kusta, orang buta dan menghidupkan orang mati, sudah begitu jauh membuat pengikut-pengikutnya percaya, sehingga sebagian ada yang mengira dia adalah Tuhan yang menjelma di atas bumi untuk menebus dosa umat manusia. Ini bukti yang jelas sekali bahwa kemampuan rasio sampai pada waktu itu belum begitu matang, yang akan membuat orang dengan itu saja sudah dapat memahami hakekat tertinggi tentang arti Al-Khalik dan bahwa Dia Maha Esa, Tempat segalanya bergantung, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tiada suatu apa pun yang menyerupaiNya.
Pada zaman Musa dan Isa itu keadaan ilmu, filsafat dan perundang-undangan di Mesir zaman Firaun sudah pindah ke Yunani dan Rumawi, dan dengan segala pengaruhnya sudah dapat menguasai cara berpikir bangsa-bangsa itu terutama dalam bidang filsafat dan peradaban Yunani. Kesadaran berpikir logis sudah mulai menggugah orang bahwa hal-hal yang tak masuk akal dengan sendirinya secara logis tak dapat dijadikan pegangan. Karena pengaruh itu pula filsafat Yunani yang bertetangga dengan agama Kristen di Mesir, Palestina dan Syam telah dapat menimbulkan bermacam-macam mazhab Kristen - seperti sudah kita sebutkan dalam buku ini. Dalam undang-undang Tuhan sudah menentukan bahwa akal pikiran adalah mahkota hidup umat manusia, dengan syarat bahwa pikiran demikian itu jangan sampai kering tanpa perasaan dan jiwa. Bahkan hendaknya ia dapat menjadi pikiran yang berimbang, dapat mengimbangi akal, perasaan dan jiwa, sehingga dapat ia memahami rahasia-rahasia alam ini sejauh mungkin. Demikian juga Tuhan telah menentukan pula kedatangan seorang nabi yang akan membawa Islam ke dalam alam ini dengan mengajarkan kebenaran menurut hukum logika, dilandasi oleh perasaan dan jiwa, dan yang akan menjadi mujizat logika ini ialah Kitab Suci Qur'an yang telah diwahyukan oleh Allah kepada Nabi. Dengan demikian Tuhan telah menyempurnakan agama ini dan memberikan nikmat secukupnya kepada umat manusia. Ia telah menjadi mahkota dan penutup semua ajaran Ilahi
Tetapi semua itu terjadi baru setelah adanya perjuangan yang begitu berat terus-menerus, yang juga pernah dilakukan oleh para nabi dan para rasul, yang membawa umat manusia kedalam evolusi rohani sehingga akhirnya ajaran Islam dapat mencapai kemurnian tauhid serta keimanan kepada Tuhan Yang Maha Tunggal.
Untuk melengkapi akidah ini maka keimanan itu harus meliputi beberapa kewajiban seperti yang sudah kita sebutkan pada pembahasan pertama dalam penutup buku ini. Supaya orang yang beriman dapat mencapai puncak akidahnya maka ia harus sungguh-sungguh dapat memahami hukum Tuhan dalam alam ini dengan cara terus-menerus sampai pada waktu Tuhan menciptakan bumi dengan segala isinya ini. Dan inilah yang sudah dimulai oleh orang-orang Islam pada permulaan sejarahnya dan pada zaman berikutnya, hingga tiba masanya zaman itu beredar lagi.
Alasan-alasan yang saya kemukakan ini dengan sendirinya sudah membantah apa yang ditafsirkan oleh orientalis-orientalis tentang jabariah Islam serta tafsiran mereka tentang takdir, nasib dan umur seperti yang terdapat dalam Qur'an. Dengan tidak usah diragukan lagi argumen ini sudah dapat memperkuat, bahwa Islam agama usaha, agama perjuangan dalam pelbagai lapangan hidup, rohani dan ilmu, agama dan dunia. Dalam hukum alam ini Tuhan sudah menentukan bahwa manusia mendapat ganjaran sesuai dengan perbuatannya, dan bahwa Tuhan takkan merugikan siapa pun, tapi manusia itu sendirilah yang merugikan dirinya. Mereka merugikan diri sendiri bilamana mereka menduga bahwa mereka sudah mendapat kasih Tuhan hanya dengan berpeluk lutut dan menyerah begitu saja atas nama tawakal kepada Allah.
Harta dan anak-anak keturunan serta perbuatan baik yang kekal

Kendatipun argumen-argumen ini sudah cukup kuat sesuai dengan maksud yang saya kemukakan itu, namun saya tak dapat mengabaikan argumen terakhir yang saya pandang sangat tepat dan kuat sekali, yakni argumen yang dapat diambil dari firman Tuhan:


"Harta dan anak-anak keturunan adalah hiasan kehidupan dunia, tetapi perbuatan baik yang kekal lebih baik pahalanya dalam pandangan Tuhan serta harapan yang lebih baik pula." (Qur'an, 18: 46)
Dalam hidup ini rasanya tak ada yang lebih baik merangsang kita dalam bekerja dan berusaha seperti dalam mencari nafkah dan harta. Demi harta sebagian besar orang berusaha dan berjuang, yang kadang sampai diluar kemampuannya. Dalam dunia kita sekarang ini, sekali lihat saja orang sudah dapat memperoleh kesan apa yang sedang bergolak dalam dunia ini - perjuangan dan kesulitan, perang dan damai, pemberontakan dan kekacauan - demi harta. Demi harta inilah kerajaan-kerajaan terbalik menjadi republik, untuk harta ini pertumpahan darah terjadi, nyawa manusia melayang. Juga anak-anak keturunan! Kesulitan yang bagaimanakah yang tidak akan kita pikul demi anak-anak buah hati kita! Kepahitan yang bagaimana pula yang takkan terasa manis kalau memang untuk kesenangan mereka, untuk menjamin kemakmuran hidup dan kemuliaan mereka! Segala kesulitan untuk mencapai kebahagiaan mereka itu jadi mudah. Bahkan, demi harta dan anak-anak keturunannya itu, ada orang yang menganggap segala yang mustahil itu tiada berarti. Ada yang sampai berlebih-lebihan sekali dalam hal ini sehingga untuk itu ia mengorbankan segala kesenangannya, bahkan hidupnya.
Memang demikianlah, harta dan anak-anak keturunan itu memang hiasan (bentuk luar) kehidupan dunia. Tetapi disamping inti kehidupan yang sebenarnya bentuk luar itu bukan apa-apa. Orang yang mengorbankan inti demi hiasan lahir, sama dengan orang yang berpikir sempit dan bodoh saja: sama dengan perempuan yang tidak memandang penting kesehatannya sendiri asal dia tampak cantik untuk sementara waktu; sama dengan pemuda yang sudah lupa daratan, yang mau mengorbankan pikiran dan harga dirinya ditengah-tengah ejekan kawan-kawannya bila ia mengira bahwa dirinya adalah pemimpin mereka sebab dia sudah menghambur-hamburkan harta untuk mereka itu; atau sama seperti mereka, orang-orang yang begitu bodoh, yang tertipu oleh kenyataan dibalik kebenaran, oleh hari ini dibalik hari esok. Mereka yang mengejar harta dan anak-anak keturunan sebagai hiasan kehidupan dunia dan melupakan yang lain, mereka ini tidak kurang pula bodohnya. Harta dan anak-anak keturunan suatu hiasan. Sedang inti kehidupan ialah segala pekerjaan dan perbuatan baik yang kekal. Dan untuk perbuatan-perbuatan baik inilah orang harus mencurahkan tenaga dan perjuangannya lebih dari pada untuk hiasan (bentuk luar) kehidupan dunia, harta dan anak-anak keturunannya.
Kita sudah melihat betapa luhurnya tujuan yang digambarkan ayat Qur'an Suci ini. Kalau kita sudah mencurahkan segala tenaga dan darah kita demi hiasan kehidupan dunia ini, maka kita juga harus mencurahkan jiwa dan hati kita untuk inti daripada kehidupan itu, bentuk harus tunduk kepada inti. Oleh karena itu segala hidup kita, harta kita dan anak-anak keturunan kita harus ditujukan kepada tujuan ini, kepada inti daripada perbuatan-perbuatan baik yang kekal itu yang lebih besar pahalanya dalam pandangan Tuhan serta harapan yang lebih baik pula.
Muslimin berpikir jadi terbalik. Bagaimana?

Mengenai logika yang begitu sehat dan jelas ini bagaimana dalam pemikiran Muslimin dapat berubah menjadi bermacam-macam kepercayaan yang sama sekali tidak sesuai? Pada pembahasan yang pertama buku ini sepintas lalu ada juga kita singgung tatkala kita sebutkan tentang keadaan yang sudah berubah pada umat Islam itu.


Karena adanya penaklukan-penaklukan yang pernah menguasai imperium Islam secara berturut-turut sejak berakhirnya zaman dinasti Abbasiah - seperti yang sudah kita singgung sepintas lalu dalam pengantar cetakan kedua - cara musyawarah yang berlaku pada permulaan sejarah Islam telah berubah menjadi kerajaan yang sewenang-wenang pada zaman dinasti Umayyah, lalu menjadi hak suci pada masa Abbasiah kedua.
Pendapat Syaikh Muhammad Abduh

Baiklah sekarang kita ikuti keterangan almarhum Syaikh Muhammad Abduh dengan agak terperinci dalam Al-Islam wan-Nashrania sebagai berikut:


"Islam pada mulanya agama yang dianut orang Arab. Kemudian setelah berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang tadinya bercorak Yunani ilmu itu pun lalu bercorak Arab pula. Kemudian ada seorang khalifah yang salah dalam menjalankan politik. Keluasan Islam digunakannya untuk apa yang dikiranya akan membawa keuntungan untuk kepentingannya - dikiranya bahwa tentara yang terdiri dari orang-orang Arab itu mungkin saja akan jadi pendukung seorang khalifah golongan Ali, sebab golongan ini dekat sekali pertaliannya dengan keluarga Nabi s.a.w. Oleh karena itu ia mau mempergunakan tentara dari luar, yang terdiri dari orang-orang Turki, Dailam dan lain-lain yang dikiranya pula bahwa dengan kekuasaannya itu mereka ini akan dapat diperhamba, dapat dipergunakan untuk kepentingannya. Suasana tidak akan membantu adanya pihak yang akan memberontak kepadanya atau menuntut kedudukannya sebagai penguasa, meskipun keluasan hukum Islam akan membenarkan ia melakukan itu. Sejak itulah Islam jadi bercorak asing.
"Ada seorang khalifah Banu Abbas - yang karena mengingat kepentingannya sendiri serta anak cucunya - ia ingin sebagian besar tentaranya itu diangkat dari orang-orang asing, demikian juga pembesar-pembesarnya. Suatu tindakan yang buruk sekali, baik terhadap bangsanya atau pun terhadap agama. Tetapi tidak lama kemudian pembesar-pembesar militer ini pun telah pula dapat mengalahkan para khalifah itu. Dengan kekuasaan yang ada itu mereka telah dapat bertindak sewenang-wenang. Sekarang kekuasaan negara berada ditangan mereka, dengan tiada persiapan pikiran seperti yang diajarkan Islam dan dengan hati yang sudah diisi oleh pendidikan agama. Bahkan sebaliknya, mereka datang menerima Islam dalam keadaan biadab dan bodoh, dengan membawa segala macam kekejaman. Tubuh mereka mengenakan pakaian Islam, tapi ajarannya belum sampai menembusi hati mereka. Masih banyak diantara mereka itu yang membawa berhala untuk disembah dengan diam-diam. Kalau pun ada yang menjalankan salat bersama-sama, itu hanya untuk memperkuat kekuasaannya.
"Kemudian datang lagi yang lain melanda Islam, seperti bangsa Tatar dan yang lain misalnya, malah persoalan agama juga dibawah kekuasaannya. Buat mereka musuh yang paling besar ialah ilmu pengetahuan. Orang pun sudah mengenal siapa mereka, sudah mengetahui sejarah mereka yang buruk itu. Mereka sangat memusuhi ilmu, juga memusuhi yang menjadi pelindung ilmu, yakni Islam. Segala yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan tidak pernah mendapat perhatian mereka, bantuan untuk itu pun dihentikan. Tidak sedikit dari kaki tangan mereka itu yang turut menyusup kedalam jiwa orang yang masih awam dalam agamanya. Mereka menempatkan diri ke tengah-tengah orang yang masih hijau dalam agama itu, sebagai orang yang taat dan pelindung agama. Mereka menganggap agama masih belum sempurna, perlu disempurnakan, atau sedang sakit, perlu diobati, atau juga sedang miring, perlu ditopang, sudah hampir roboh, jadi perlu dibangun kembali.
"Dengan mengingat masa lampau mereka yang masih dalam kemegahan paganisma, adat-istiadat golongan-golongan Nasrani yang terdapat di sekitarnya, mereka pun hendak menerapkan semua itu ke dalam Islam - suatu hal yang diluar tanggungjawab Islam. Tetapi dalam meyakinkan orang-orang awam bahwa yang demikian ini demi kebesaran syiar agama, mereka berhasil. Rakyat jelata memang alat penguasa dan senjata kaum tiran. Mereka telah menciptakan bermacam-macam pesta dan upacara-upacara keagamaan. Merekalah yang membuat peraturan kepada kita tentang adanya pemujaan kepada para wali, kepada ulama dan yang sebangsanya. Mereka telah memecah belah umat Islam, dan menjerumuskan orang kedalam kesesatan. Mereka juga yang menentukan, bahwa kita yang datang kemudian harus mengikuti apa yang dikatakan oleh orang dahulu. Hal ini oleh mereka telah dijadikannya pula suatu akidah, yang membuat orang jadi berhenti berpikir, membuat pikiran jadi beku.
"Lalu kaki tangan mereka menyebarkan cerita-cerita, berita-berita dan bermacam-macam pandangan ke seluruh pelosok kawasan Islam - yang akan membuat orang awam jadi puas dan yakin - bahwa mereka tidak berhak mencampuri soal-soal umum. Segala yang berhubungan dengan soal-soal masyarakat dan negara adalah menjadi wewenang para penguasa. Barangsiapa mau mencampuri soal semacam ini di luar mereka, berarti ia memasuki persoalan yang bukan bidangnya. Apabila sampai timbul kerusakan-kerusakan dan suasana yang tidak menyenangkan, semua itu bukan karena perbuatan para penguasa, melainkan suatu kenyataan seperti yang disebutkan dalam hadis-hadis sebagai ciri-ciri akhir zaman. Orang tidak perlu menghindarkan diri baik untuk masa sekarang mau pun untuk masa yang akan datang. Maka lebih aman apabila hal ini kita serahkan saja kepada Tuhan. Kewajiban seorang Muslim hanyalah mengurus diri sendiri.
"Dalam hal ini mereka menemukan pula beberapa hadis yang secara harfiah membantu sekali maksud mereka. Demikian juga adanya hadis-hadis palsu dan lemah dapat memperkuat tujuan mereka menyebarkan pelbagai ilusi semacam itu. Barisan yang menyesatkan semacam itu sudah tersebar luas di kalangan Muslimin sendiri, dengan mendapat bantuan di mana-mana dari pembesar-pembesar yang memang berbahaya itu. Kepercayaan tentang takdir mereka pergunakan sebagai alat pemadam semangat, sebagai belenggu yang akan dipasang di tangan orang yang mau berusaha. Faktor yang paling kuat mendorong hati orang menerima dongengan-dongengan semacam ini ialah tingkat pengetahuan yang masih bersahaja, kesadaran beragama yang lemah dan mudah terbawa nafsu. Ketiga faktor ini bila bertemu berarti suatu kehancuran. Kebenaran sudah tertimbun oleh kepalsuan yang begitu tebal. Kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan ajaran pokok agama, dan mengaburkannya sekaligus - seperti kata orang - sudah sangat melekat ke dalam hati.
"Politik demikian ini adalah politik tirani dan egoistis sifatnya. Politik inilah yang menyebarkan hal-hal yang bukan dan agama dimasukkan kedalam agama. Politik inilah yang telah merampas harapan dari si Muslim yang tadinya hendak menembusi lapisan langit; terpaku ia dalam hidup putus asa, hidup dengan makhluk-makhluk hewan yang membisu ... Sebagian besar yang kita saksikan sekarang, yang dinamakan Islam, sebenarnya bukan Islam. Hanya bentuknya saja yang masih dipelihara sebagai amalan-amalan Islam - sembahyang, puasa, naik haji, ditambah sedikit hafalan kata-kata-yang artinya sudah dibelokkan pula. Ajaran-ajaran bid'ah dan dongengan-dongengan yang dimasukkan kedalam agama dan dianggap sebagai agama, telah membuat orang jadi beku dalam berpikir, seperti sudah saya sebutkan tadi.
Semoga Tuhan menjauhkan semua kita dari mereka dan dari kebohongan yang mereka buat-buat atas nama Tuhan dan agama itu! Segala cacat yang sekarang dialamatkan kepada kaum Muslimin sebenarnya bukan dari Islam, tetapi sesuatu yang lain yang mereka namakan Islam."7
Pandangan Muslimin yang kemudian

Keadaan yang digambarkan oleh Syaikh Muhammad Abduh ini memang merupakan beberapa pendirian yang bertentangan sekali, yang oleh mereka disiar-siarkan dan disebarkan begitu luas dengan mengatakan bahwa itu ajaran Islam, itu perintah Tuhan dan Rasul. Dan pelbagai macam pendirian inilah lahirnya mazhab jabariah, yang oleh mereka yang datang kemudian telah digambarkan begitu rupa, berlainan sekali dengan apa yang ada dalam Qur'an. Lukisan Qur'an mengenai hal ini sudah kita lihat di atas. Sebaliknya yang datang kemudian, mereka hanya menyuruh orang duduk-duduk dan menyerah saja. dengan mengatakan bahwa lapangan hidup ini bukan harus dilakukan dengan usaha dan rencana, tetapi memang sudah tergantung kepada rejeki dan takdir juga, bukan kepada jasa pekerjaan seseorang. Ini adalah jabariah yang salah sama sekali, yang telah memberi peluang kepada beberapa orang di Barat untuk menuduh Islam dengan tidak pada tempatnya. Berdasarkan pendirian inilah timbul mazhab merendamkan arti materi dan tidak mau campur tangan dalam persoalan semacam ini. Ini adalah mazhab kaum Stoa8 di Yunani, juga pada suatu ketika pernah tersebar di kalangan segolongan kaum Muslimin, kendatipun ini memang bertentangan dengan firman Tuhan:


"Dan jangan kau lupakan nasibmu dalam kehidupan dunia ini." (Qur'an 28 - 77)
Sungguhpun demikian aliran ini mempunyai literatur yang cukup luas pada masa Banu Abbas dan sesudahnya. Yang dikehendaki oleh Qur'an ialah jalan tengah. Ia tidak membenarkan orang hidup serba menahan diri, juga tidak membenarkan ibahiyah atau hidup serba boleh seperti diduga oleh Irving, bahwa cara hidup demikian itu telah menghanyutkan kaum Muslimin kedalam kemewahan dan melupakan perjuangannya, serta menjerumuskan umat Islam ke dalam keadaan mereka seperti sekarang ini.
Islam-Kristen dan jalan tengah

Penulis Amerika ini mengatakan, bahwa ajaran Kristen mengajarkan kesucian dan kasih sayang sebaliknya daripada lslam, seperti yang dituduhkannya. Bukan maksud saya akan membanding-bandingkan Islam dengan Kristen dalam hal ini, sebab keduanya memang sejalan, dan tidak berbeda. Biasanya membanding-bandingkan demikian itu hanya akan berakhir pada perdebatan dan pertentangan yang tidak akan menguntungkan Kristen ataupun Islam. Akan tetapi apa yang saya perhatikan - dan inilah yang ingin saya tekankan - ialah bahwa antara sejarah hidup Isa 'a.s. dengan ajaran Stoaisma dan hidup menahan diri secara berlebih-lebihan yang dihubungkan kepada ajaran Kristen, terdapat perbedaan yang jelas sekali. Almasih bukan seorang penganut ajaran stoa. Bahkan mujizatnya yang mula-mula dan utama, ialah ketika ia mengubah air tawar menjadi minuman anggur dalam pesta perkawinan di Kana, Galilea, yang juga dia diundang, dan dia ingin jangan orang kekurangan minuman keras itu setelah habis dari persediaan. Juga dia tidak menolak undangan kaum Parisi9 yang mengadakan pesta makan yang mewah dan dia tidak keberatan orang mengecap kenikmatan yang diberikan Tuhan.


Sedang sejarah hidup Muhammad dalam hal ini lebih menekankan pada keseimbangan jalan tengah. Memang benar bahwa Isa menganjurkan orang-orang kaya bermurah hati kepada fakir miskin dan mencintai mereka. Tetapi sepanjang yang pernah dikenal umat manusia dalam hal ini, Qur'an lebih-lebih lagi menekankan. Pembaca tentu sudah melihat sendiri ketika kita bicara tentang zakat dan sedekah, sehingga tidak perlu lagi kiranya diulang. Dan cukup kalau terhadap Irving dan yang semacamnya itu kita jawab, bahwa Qur'an mengajarkan jalan tengah dalam segala hal.
Tinggal lagi kata-kata terakhir yang diuraikan Irving itu, yaitu kata-kata yang oleh pihak Barat dimaksudkan untuk mencemarkan kita tapi sebenarnya itu merupakan kecemaran Barat sendiri, merupakan arang di kening dan aib di wajah kebudayaannya sendiri. Irving berkata: "Adanya bulan sabit ini sampai sekarang di Eropa - yang pada suatu waktu pernah mencapai kekuatan yang luarbiasa - hanyalah karena perbuatan negara-negara Kristen yang besar-besar; atau lebih tepat lagi: karena persaingan mereka sendiri. Bertahannya bulan sabit itu barangkali untuk menjadi bukti yang baru, bahwa: "barangsiapa menggunakan pedang akan binasa oleh pedang."
Barangsiapa menggunakan pedang akan binasa oleh pedang

"Barangsiapa menggunakan pedang akan binasa oleh pedang." Ini sebuah ayat dalam Injil (Perjanjian Baru) yang oleh Irving dialamatkan kepada Islam, atas nama Kristen. Sungguh aneh! Barangkali Irving masih dapat dimaafkan mengingat apa yang dikatakannya itu sudah seabad yang lalu. Pada waktu itu penjajahan Barat, menurut istilah kita - atau penjajahan Kristen menurut istilahnya - keserakahan dan penggunaan pedangnya belum separah seperti sekarang. Tetapi Marshal Allenby, yang dalam tahun 1918 menaklukkan Yerusalem atas nama Sekutu, ia berkata seperti kata-kata itu juga sambil berteriak di Kuil Sulaiman: "Sekarang Perang Salib sudah selesai!"


Yüklə 2,61 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   ...   59   60   61   62   63   64   65   66   67




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin