BAB I
PENDAHULUAN
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Kami memuji, memohon pertolongan dan ampunan serta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan jiwa dan keburukan amal perbuatan.Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah , tak seorang pun dapat menyesatkannya dan barang siapa disesatkan-Nya, tak seorang pun dapat memberinya petunjuk
Aku bersaksi tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya
Ikatan pernikahan dalam islam adalah ikatan yang suci dan sangat kuat sekali, ikatan yang menghalalkan sesuatu yang tadinya haram, bahkan pernikahan dalam pandangan islam adalah suatu ibadah.
Allah, berfirman
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.(QS.An-Nisa.21)
Li’an adalah salah satu solusi dalam islam untuk menjaga hak dan kebersihan nasab dalam keluarga, dalam islam nasab, kesucian dan kesetian sangatlah diperhatikan sehingga islam pun memberikan porsi yang banyak dalam hal ini.
sering kita dapati dalam problematika keluarga modern, adanya perselingkuhan yang dilakukan oleh seorang istri bahkan sampai hamil dan melahirkan anak dari hasil perselingkuhan tersebut. tetapi ironisnya hal itu tidak bisa diselesaikan dengan tuntas oleh hukum positif (katanya) Negara kita ini. hanya dalam islamlah segalah sesuatu ada solusi dan jalan keluar yang lebih bersih dan selamat.
makalah ini berjudul “li’an antara suami istri dan penyelesaianya” yang kami ambil dari rujukan utama di kitab “shahih fiqhi sunnah-jilid.4” oleh : abu Malik Kamal bin as-sayyid salim:. pustaka at-tazkia jakarta Thn.2006” dan ditambah dengan beberapa rujukan lainya. harapan kami semoga makalah ini bisa memberikan sedikit pencerahan bagi ummat ini. insya Allah
BAB II
PEMBAHASAN
-
definisi
secara bahasa al-li’an berasal dari kata al-li’n yaitu menjauhkan dan mengusir dari kebaikan. al-li’an dan al-mula’anah adalah melaknat diantara dua orang atau lebih. Tala’anaal-qaum, artinya mereka saling melaknat satu sama lain.
secara istilah li’an adalah sumpah suami dengan lafadz tertentu atas perzinahan istrinya, atau tidak mengakui anak istrinya sebagai anaknya, dan sumpah istri yang menyatakan kedustaan tuduhan suaminya terhadap dirinya. 1
-
Dasar hukum li’an telah ditetapkan dalam Al-qur’an , as-sunnah
-
Allah,swt berfirman :
Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar. dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk orang-orang yang berdusta Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar Termasuk orang-orang yang dusta. dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk orang-orang yang benar.2
-
dari As-Sunnah
hadits sahl bin sa’d as-sa’idi,ra berkata bahwa uwaimir menemui Ashim bin Adi, seorang pemimpin bani ajlan seraya berkata “ bagaimana menurutmu tentang seorang laki-laki yang mendapati laki-laki lain sedang bersama istrinya, apakah ia boleh membunuhnya,?, lalu kalian akan membunuhnya (sebagai qishash) atau bagaimana yang harus dia lakukan.? tolong tanyakan untukku kepada Nabi,saw tentang hal itu. lalu Ashim menemui Nabi,saw seraya berkata, wahai Rasulullah., Namu Rasulullah tidak menyukai pertanyaan-pertanyaan itu. ketika uwaimir menanyakan hasilnya, maka Ashim berkata” sesungguhnya Rasulullah tidak menyukai pertanyaan itu dan mencelanya.” Uwaimir berkata “ demi Allah,swt aku tidak akan berhenti sampai aku menanyakannya kepada Rasulullah,saw tentang hal itu. Uwaimir berkata “ Wahai Rasulullah, seorang laki-laki mendapati laki-laki lain bersama istrinya, apakah ia boleh membunuhnya, lalu engkau akan membunuhnya (sebagai Qishasshnya), atau bagaimana yang semestinya dilakukan.? Rasulullah,saw bersabda :
قد أنزل الله القرآن فيك و في صاحبتك “
sesungguhnya Allah,swt telah menurunkan Al-Qur’an mengenai permasalahanmu dengan istrimu.” kemudian Rasulullah memerintahkan ke-duanya (Uwaimir dan Istrinya) untuk mula’anah (saling melaknat) sebagaiman disebutan Allah,swt dalam kitab-NYA , maka Uwaimir pun meli’an istrinya. Lalu Rasulullah bersabda “ Bila engkau menahannya maka engkau mengzaliminya” Uwaimir pun mentalaknya, lalu itu menjadi tutunan bagi siapa yang melakukan Li’an setelah mereka. kemudian Rasulullah,saw bersabda :
انظروا فان جاءت أسحم أدعج العينين عظيم الأليتين خدلج الساقين فلا أحسب عويمرا إلا قد صدق عليها, وإن جاءت به أحمير كأنه و حرة فلا أحسب عويمرا إلا قد كذب عليه
perhatikanlah, bila ia (istri Uwaimir) melahirkan anak yang berkulit sangat hitam, kedua matanya sangat hitam, kedua pinggulnya besar dan kedua betisnya gemuk, maka aku tidak menduga Uwaimir kecuali telah berkata benar mengenai istrinya itu. tetapi bila ternyata ia melahirkan anak yang kemerahan seperti tokek, maka aku tidak menduga Uwaimir kecuali ia telah berdusta mengenai diri istrinya itu,“ ternyata ia melahirkan anak dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan oleh Rasulullah,saw yang membenarkan perkataan Uwaimir, maka anak itu dinasabkan kepada ibunya.”(HR.Bukhari.4745, Muslim.1492) 3
-
Syarat Sahnya Li’an
segala sesuatu mempunyai syarat untuk bisa dikatakan benar ataukah salah,terlebih lagi dalam masaalah li’an maka memperhatikan syarat-syaratnya menjadi sangat penting karna hal ini berkaitan dengan hak-hak seorang muslim dalam islam. diantara syarat-syaratnya adalah :
jika penuduh(suami) tidak dapat mendatangkan bukti (saksi) atas tuduhan perzinahan istrinya, maka hal ini dibolehkan Li’an.
Allah,swt berfirman :
dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar.4
tetapi jika penuduh dapat mendatangkan empat orang saksi yang menyaksikan perzinahan istrinya, maka tidak dibolehkan Li’an dan tentu wajib diterapkannya hukum zina terhadapnya.
bila mampu menunjukan bukti, maka ia boleh untuk tidak mengajukan bukti tepi meminta li’an. ia boleh melakukan demikian, karena bayyinah(bukti,saksi) dan li’an adalah dua bukti untuk mengukuhkan hak suaminya. jadi, ia boleh melaksanakan salah satunya, walaupun ia boleh melakukan yang lainnya.
kedua : syarat yang berkenaan dengan orang yang tertuduh
-
mengingkari perzinahan. bila istri mengakui perzinahan itu maka harus dilaksanakan hukuman kepadanya yaitu hukuman bagi para pezina. karena perzinahan terbukti dengan pengakuaannya. ketika itu ia tidak melakukan li’an. sebab li’an adalah pembuktian yang hanya diberlakukan dengan adanya pengingkaran. tetapi pengakuan zinah itu tidak dapat diterapkan kecuali dengan empat kali pengakuan
-
terpeliharanya dari zina. bila istri yang dituduh itu bukan termasuk seorang wanita yang menjaga kehormatannya dan kesucian dirinya., maka tidak wajiab li’an dengan tuduhan zina terhadapnya. seba ia bukanlah wanita yang menjaga kesucian dirinya. perbuatannya tersebut sudah menjadi bukti atas diririnya, sehingga perbuatanya itu sama dengan pembuktian dengan pengakuannya.
Ketiga, Syarat yang berkenaan dengan penuduh dan tertuduh
adanya ikatan pernikahan. karena Allah,swt mengkususkan hukum ini bagi para suami, dan menjadikan Li’an mereka berkedudukan sebagai bukti yang atas tuduhan yang dialamatkan pada istrinya.
Keempat, Syarat-Syarat yang berkenaan dengan apa yang dituduhkan.
Li’an yang disebabkan oleh tuduhan suami terhadap istrinya diberlakukan dengan salah satu dari dua sebab berikut :
-
dengan tuduhan berzina saja. tanpa menafikan nasab anak.
disyaratkan suami menuduh istrinya dengan lafadz yang sharih ( kalaimat yang jelas ) yang menunjukan tuduhan zina. contoh. dengan kalimat “wahai Pezina atau engkau telah berzina, atau aku melihatmu berzina. atau dengan kalimat semisalnya. tetapi jika sang suami menuduh dengan kata-kata kinayah(kiasan) seperti wahai wanita fasiq, wahai wanita kotor. walaupun kalimat ini mengandung makna zina, tetapi kalimat tersebut tidakbisa dijadikan sebagai kata tuduhan, sehingga tidak mengakibatkan Hadd(hukum yang ditetapkan ) dan tidak pula Li’an
-
Menafikan anak atau menafikan kehamilan istrinya
disyaratkan dalam tuduhan untuk menafikan nasab haru diungkapkan dengan lafadz yang jelas., misalnya “anak ini berasal dari perzinahan” atau “anak ini bukan berasal dariku”.
bila suami mengungkapkan dengan kata sindiran atau dengan kata-kata yang multi penafsiran “ contoh” itu anak adalah anakmu” maka hal ini tidak dianggap sebagai tuduhan kepada istrinya untuk menafikan nasab anak tersebut atau untuk menafikan kehamilan istrinya.
Hadits dari Abu Hurairah,ra ia menuturkan “seorang dari laki-laki dari bani Fazarah datang kepada Nabi,saw seraya berkata , istriku melahirkan seorang anak berkulit hitam, Nabi bertanya kepadanya apakah engkau memiliki unta.? ia menjawab “ya’ beliau bertanya lagi apa saja warnanya.? ia menjawab ‘merah’ nabi bertanya “ apakah ada yang berwarna hitam .” ia menjawab ‘ya, ada juga yang berwarna hitam., Nabi bertanya lagi, “darimana bisa seperti itu.? ia menjawab mungkin karena keturunan moyangnya. Nabi,saw pun bersabda :
وهذا عسى أن يكون قد نزعه عرق
demikian juga anaknya, mungkin karena keturunan moyangnya( HR.Bukhari, Muslim)5
An-nawawi,rhm mengatakan, ini menunjukan bahwa menafikan nasab anak dengan sindiran maka bukanlah penafian dan tuduhan dengan sindiran bukanlah tuduhan. ini adalah pendapat madzhab syafi’i . dan ibnu hajar,rhm menyandarkan pendapat ini kepada pendapat jumhur ulama, dalam alfath(9/443)
Kelima, syarat yang berkaitan dengan sifat tuduhan.
disyaratkan tuduhan bersifat langsung, tidak dikaitkan dengan suatu syarat atau ditunda hingga waktu mendatang, karena penyebutan syarat atau waktu menghalangi terjadinya tuduhan pada waktu itu juga.
contoh. suami mengatakan kepada istrinya” jika engkau masuk rumah, maka engkau adalah pezina atau maka besok engkau adalah pezina”. maka hal ini tidak dianggap sebagai tuduhan yang mengharuskan li’an, karena ungkapan ini tidak bersifat langsung.
Keenam, Li’an dilaksanakan didepan hakim dan atas perintahnya
Li’an tidak sah kecuali dilakukan didepan hakim atau yang kedudukannya seperti hakim dan atas perintahnya. karena sahabat Hilal bin Umayyah untuk mendatangkan istrinya, lalu keduanya melakukan li’an dihadapan Nabi,saw.
akan tetapi jika keduannya rela melakukan li’an, dengan tanpa hakim maka itu sah bila li’annya itu bukan untuk menafikan anak, menurut pendapat syafi’iyyah. tetapi tidak dinilai sah sama sekali menurut hanbaliyah
-
Cara pelaksanaan Li’an
tata cara li’an berdasarkan kesimpulan dari Al-qur’an dan hadits-hadits yang shahih adalah :
-
li’an disunnahkan dihadapan segolongan orang yang menyaksikannya.
melangsungkan li’an agar dapat disaksikan oleh hadirin, sehingga hal itu dapat dikenal dan dapat lebih berkesan dalam benak mereka.
ibnu abbas, sahl bin sa’d, dan ibnu umar turut menyaksikan padahal usia mereka pada waktu itu masih belia. hal ini menunjukan bahwa peristiwa li’an itu disaksikan oleh banyak orang, karena anak-anak hanya akan melihat atau mengikuti sesuatu yang besar yang biasa diikuti oleh orang dewasa.
-
hakim mula-mula mengingatkan keduanya untuk bertaubat sebelum memutuskan untuk li’an.
Nabi.saw berkata kepada suami istri yang hendak melakukan li’an sebagaiman yang disebutkan dalam hadits ibnu abbas “ sesungguhnya Allah,swt mengetahui bahwa salah seorang diantara kalian telah berdusta. adakah diantara kalian yang mau bertaubat.?(HR.Bukhari)
bila menolak li’an maka dikenai had yaitu had qadzaf hal ini menurut pendapat jumhur ulama. karena hukuman had qadzaf berifat umum yang berlaku untuk setiap orang yang menuduh berzina, baik penuduhnya itu orang lain atau suaminya sendiri jika tidak mampu mendatangkan empat orang saksi
-
suami memulai dengan mengucapkan empat kali sumpah “ aku bersaksi kepada Allah,swt bahwa aku termasuk orang yang benar atas tuduhanku kepada istriku bahwa ia telah berbuat zina.” kemudian dia menunjuk istrinya atau menyebutkan nama istrinya. kemudian pada sumpah yang kelima menambahkannya dengan lafadz “ dan laknat Allah menimpaku bila aku termasuk orang yang berdusta”6
sebagaimana berfirman Allah,swt :
dan sumpah yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk orang-orang yang berdusta[QS.An-Nur.7].
-
kemudian istri mengatakan perkataan berikut sebanyak empat kali “ aku bersaksi kepada Allah,swt bahwa ia berdusta atas tuduhannya kepadaku, bahwa aku telah berzina”
kemudian pada sumpah kelima ia menambahkannya dengan ladadz “dan laknat Allah menimpaku bila suamiku termasuk orang yang benar”
sebagaimana firman Allah,swt
dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk orang-orang yang benar. [QS.An-Nur.9].7
-
sebelum melanjutkan pada sumpah yang kelima maka hakim memerintahkan (atau sang hakim tersebut) seseorang untuk meletakan tangannya di mulutnya, lalu berkata “bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya itu pasti terjadi.” ia tidak segera melanjutkan yang kelima sebelum hakim menasehatinya”karena adzab dunia lebih ringan dari adzab akhirat.8
bila suami menarik kembali tuduhannya maka ia dikenai Hadd Qadzaf yaitu hukum yang diberikan padanya karena menuduh zina tanpa bukti. bila suami ingin melanjutkan maka pada sumpah yang kelima ia mengatakan “ dan laknat Allah menimpaku bila aku termasuk orang yang berdusta “
-
selanjutnya hakim memerintahkan kepada istri” engkau me-li’an. dan jika tidak engkau akan dihukum dengan hukuman Hadd Zina (yaitu rajam). jika istri menolak melakukan li’an maka tidak ada yang dapat menghalangi kensekwensi dari li’an suami terhadap dirinya, kecuali ditegakannya hadd zina kepada istri. tetapi jika istri melanjutkan li’an maka pada sumpah yang kelima dia mengucapkan “dan laknat Allah menimpaku bila suamiku termasuk orang yang benar”. maka istri terbebas dari hukuman Hadd zina. tetapi yang berlaku adalah konsekwensi dari sumpah li’an tersebut.
-
Konsekwensi hukum setelah terjadinya li’an
bila li’an antara suami istri telah berlangsung sesuai dengan tata cara tersebut diatas maka akan berdampak pada hal-hal sebagai berikut :
-
gugur hukuman dera bagi suami dan gugur hukuman rajam bagi istri.9
sebagaimana firman Allah,swt :
dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar. dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar Termasuk orang-orang yang dusta.. dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk orang-orang yang benar.(QS.An-Nur : 6-9)10
Ayat-ayat yang mulia ini menurut para mufasirin adalah menjadi dalil jika dilaksanakan li’an maka gugurlah hukuman had qadzaf bagi suami dan hukuman had zina bagi istri11
-
suami istri dipisahkan (cerai)
sebagaiman ahadits dari Nabi,saw yang diriwayatkan oleh ibnu umar, ia berkata Nabi melangsungkan li’an antara seorang laki dan perempuan dari kaum anshar, lalu beliau memisahkan keduanya”(HR.bukhari, Muslim)
-
istri yang telah di-li’an maka diharamkan bagi suaminya untuk selamanya.
tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang terjadinya pengharaman untuk selamanya antara kedua suami istri yang salaing me-li’an. ibnu juraij mengatakan ibnu syihab berkata “kemudian sunnah yang berlaku setelah kasus kedua orang tersebut adalah dipisahkannya antara dua orang yang saling me-li’an.
-
peniadaan anak dari suami jika ada anak dan diberikannya kepada istri.12
-
istri berhak terhadap maharnya. dan suami tidak berhak mengambil sedikitpun dari mahar tersebut.
bila terjadi li’an setelah istri digauli maka mahar seluruhnya menjadi hak istri, jika li’an terjadi sebelum istri digauli maka seluruh mahar diambil kembali oleh sang suami, sebagaiman istri akan mendapatkan setengah maharnya karena perceraian yang berasal dari permintaan istri. hal ini berdasarkan hadits dari ibnu umar tentang li’an.13
-
istri tidak mempunyai hak nafkah dan tempat tinggal atas suaminya.
Nabi,saw bersabda sebagaiman yang disebutkan dalam hadits ibnu abbas“… dan beliau juga memutuskan bahwa ia(wanita itu) tidak memiliki hak tempat tinggal dan pangan ats suaminya karena keduanya berpisah bukan karena talak dan bukan pula karena ditinggal mati suaminya.(HR.abu daud, dengan sanad yang lemah)
-
terputusnya nasab anak dari ayahnya dan dia dinasabkan kepada ibunya.
dalam hadits sahl bin sa’d disebutkan dibagian akhir hadits tersebut “ maka setelah itu (anak itu) dinasabkan kepada ibunya.” (HR.bukhari,Muslim)
-
berlaku hukum pewarisan antara wanita yang di li’an dengan anaknya.14
BAB III
PENUTUP
-
Simpulan :
menjaga kesucian rumah tangga akan menjadikan nasab dan kehormatan keluarga tetap terjag dalam agama islam. sebaliknya tidak memperhatikan kesucian, pergaulan , dan prasangka buruk kepada keluarga maka akan mengakibatkan hancurnya ikatan yang suci tersebut. adanya syari’at li’an ini menjadi solusi untuk menjaga hak-hak adami dan keluarga. karena dengan li’an akan memiliki beberapa konsekwensi dalam islam diantaranya :
-
li’an adalah sumpah suami dengan lafadz tertentu atas perzinahan istrinya, atau tidak mengakui anak istrinya sebagai anaknya, dan sumpah istri yang menyatakan kedustaan tuduhan suaminya terhadap dirinya
-
Pelaksanaan Li’an disunnahkan dihadapan segolongan orang yang menyaksikannya.sehingga hal itu dapat dikenal dan dapat lebih berkesan dalam benak mereka
-
Li’an akan mengugurkan hukuman dera bagi suami dan gugur hukuman rajam bagi istri
-
istri yang telah di-li’an maka diharamkan bagi suaminya untuk selamanya
-
Peniadaan anak dari Nasab suami dari istri yang di Li’an dan nasab anak tersebut dinasabkan kepada ibunya
-
istri tidak mempunyai hak nafkah dan tempat tinggal atas suaminya
-
istri yang telah di-li’an maka diharamkan bagi suaminya untuk selamanya.
Semoga Allah, memberikan balasan-Nya yang baik atas usaha kami ini dan mengampuni semua kesalahan dan kelalaian kami.
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صِيَامَنَا وَ قِيَامَنَا وَ قِرَاءَتَنَا وَ زَكَاتَنَا وَ عِبَادَتَنَا كُلَّهاَ . اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ يَا كَرِيْمُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.. وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.
(والله أعلم بالصواب)
-
Daftar Pustaka :
-
Al-Qur’anul Karim
-
shahih fiqhi sunnah-jilid.4 Oleh : abu Malik Kamal bin as-sayyid salim: pustaka at-tazkia Jakarta Thn. 2006
-
ensiklopedi islam al-kamil, cetakan ke.17 oleh : Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah at-tuwaijiri :. thn.2013, Darus sunnah Press Jakarta timur. ISBN : 979-3772-46-8
-
pustaka Hadits on-line. lidwa.com
Dostları ilə paylaş: |