Pan Islamisme



Yüklə 134,55 Kb.
səhifə1/3
tarix26.10.2017
ölçüsü134,55 Kb.
#14085
  1   2   3

Pan Islamisme

Pan Islamisme awalnya adalah paham politik yang lahir pada saat Perang Dunia II (April 1936) mengingkuti paham yang tertulis dalam al-a'mal al-Kamilah dari Jamal-al-Din Afghani[3] Kemudian berkembang menjadi gerakan memperjuangkan untuk mempersatukan umat Islam di bawah satu negara Islam yang umumnya disebut kekhalifahan. [4] Pan Arabisme adalah ideologi yang sering bersaing dengan Pan Islamisme, Bila dalam Pan Arabisme bertujuan dengan kemerdekaan bangsa Arab tanpa memedulikan agama akan tetapi berdasarkan pada budaya etnis, sedangkan dalam Pan Islamisme tujuan kemerdekaan bangsa Arab dianggap sebagai budaya Arab sebagai umat Islam tanpa memandang etnis.

Pan Islamisme

Pan Islamisme adalah sebuah gerakan perjuangan untuk menyatukan umat Islam dalam satu Negara Islam. Gerakan ini dipelopori oleh seorang reformis Islam kelahiran Afghanistan tahun 1838 M bernama Jamaluddin Al-Afghani. Al-Afghani sudah mengungkapkan gagasannya tentang pembaharuan Islam dan pentingnya kesatuan umat Islam lewat bulletin Al-Urwah Al-wuthqo yang dia terbitkan bersama muridnya Muhammad Abduh. Ketika menjadi penasehat Sultan Abdul Hamid, penguasa Turki Uthmani pada waktu itu, Al-Afghani memulai menyebar luaskan pemikirannya tentang pan-Islamisme ke Negara-negara Islam.

 

Ada beberapa alasan pokok yang membidani terlahirnya gerakan pan-islamisme, diantaranya adalah:



  1. Dunia Kristen, walaupun terpisah secara geografis, budaya, dan nasab namun akan selalu menggalang pemersatuan kekuatan untuk menghadapi dunia Islam. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 120

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka…”

2. Pada masa kehidupan Al-Afghani mayoritas Negara-negara Islam tidak berdaya melawan kekuatan imperilis Barat. Perlawanan yang dilakukan Negara Islam tidak sebanding dengan kekuatan militer bangsa penjajah

3. Al-Afghani menyimpulkan bahwa kebencian umat Kristen terhadap Umat Islam bukan hanya datang dari sebagian umat Kristen namun berasal dari semua lapisan masyarakat. Dan keadaan ini akan tetap berlangsung hingga umat Islam mau mengakui keunggulan Kristen kemudian mengikuti segala produk mereka.

Rasulullah SAW bersabda :“Sungguh kamu akan mengikuti jalan-jalan [hidup] orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Hingga kalau mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamu pun akan mengikuti mereka.” Para sahabat bertanya,”Apakah mereka orang Yahudi dan Nasrani?” Rasul SAW menjawab,”Siapa lagi?” (HR Bukhari dan Muslim).

4. Persatuan umat Islam merupakan sebuah keniscayaan untuk melawan gelombang serangan bangsa-bangsa Barat yang mayoritas pemeluk agama Kristen.

Sesungguhnya, umat ini adalah umat yang satu dan Aku adalah Rabb kalian. Oleh karena itu, beribadahlah kepadaku. (QS al Anbi-ya’: 92)

Eksistensi pan-Islamisme pada masa itu tidak bisa dilepaskan dengan gerakan modernisasi Islam. Meskipun pan-Islamisme mengusung bentuk pemerintahan berpusat yang dipimpin oleh seorang khalipah, tapi tetap memasukan ide kekinian. Afghani menawarkan system demokrasi sebagai jalan keluar yang tepat sebagai bentuk ideal negara Islam. Lebih kongkritnya Afghani bahkan memberikan pertimbangan untuk memakai sistem pemerintahan republik.

Pan Islamisme merupakan penjelmaan modern dari ajaran tradisional Islam mengenai persatuan antarumat Islam (al wahdah al-Islamiyyah atau al-ittihad al-Islamiyyah). Ajaran ini menyebutkan bahwa kaum muslim termasuk ke dalam umat Islam universal, di mana pun mereka berada. Persatuan pan- Islamisme mengatasi berbagai perbedaan bahasa, budaya, atau etnis di kalangan muslim.

Penyeru awal gerakan pan-Islamisme adalah Sultan Abdul Hamid II yang menguasai Kesultanan Usmani pada 1876 hingga 1909. Ia berusaha mempersatukan Islam di bawah panji Usmani, namun setelah Usmani runtuh, pan-Islamisme pun redup. Pan Islamisme didengungkan kembali setelah kaum muslim terpecah-belah pada akhir abad ke-19 dan ketika itu sebagian besar negeri muslim berada dalam cengkeraman kolonialismeimperialisme.


Menurut salah seorang penganjurnya, Jamaluddin al-Afgani (1838-1897), keadaan kaum muslim yang tercerai-berai itu merupakan salah satu kelemahan kaum muslim. Berkat peran Jamaluddin al-Afgani dalam kehidupan politik dan keagamaan di banyak wilayah Islam (Turki, Mesir, India, Iran, dan Asia Tengah), pan-Islamisme benar-benar menemukan personifikasi (model atau perumpamaan) dan juru bicara yang kuat. Afgani menyadari bahwa umat muslim secara keseluruhan tengah terancam oleh kolonialisme. Maka dari itu persatuan yang kuat harus digalakkan di kalangan umat.
Gagasan pan-Islamisme juga muncul di Mesir melalui organisasi Ikhwanul Muslimin yang dibentuk oleh Hasan al Banna (1906-1949). Gagasan ini lewat Ikhwanul Muslim meluas hingga ke Suriah, Yordania, Palestina, dan negara-negara Timur- Tengah lainnya. Di Mesir sendiri, gagasan ini ditentang keras ketika Presiden Gamal Abdel Nasser mengembangkan pan- Arabisme dan kemudian sosialisme Arab.

Pan Islamisme dalam pengertian yang luas adalah kesadaran kesatuan umat Islam yang diikat oleh kesamaan agama yang membentuk solidaritas sedunia. Sedangkan dalam pengertian khusus adalah gerakan mempersatukan umat Islam.1) Gerakan ini secara samar-samar pernah diutarakan oleh Al-Thah-Thawi dengan memakai istilah persaudaraan seagama, dan kemudian ditegaskan oleh Sayid Jamaluddin Al-Afgani dan Syekh Muhammad Abduh.

Gerakan ini kemudian mempengaruhi bangkitnya pergerakan nasional Indonesia, karena dalam periode peralihan abad ke-20, Islam merupakan ciri utama kebudayaan Indonesia. Salah satu sisi dari gerakan reformasi itu ialah mengidentifikasikan Islam dengan bangsa dan dengan rasa yang semakin tidak sabar terhadap kedudukan sebagai bangsa yang terjajah.2) Hal ini dikuatkan oleh pendapat Deliar Noer bahwa pada masa peralihan abad ke-19 ke abad ke-20, Islam identik dengan kebangsaan.3)

Gerakan Pan Islam pada awalnya muncul sebagai gerakan Wahabi di Arab pada abad ke-18 dengan pelopornya Muhammad ibn Abdul Wahab (1703-1787) dengan menghidupkan himbauan Ibnu Taymiah untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Abdul Wahab bersekutu dengan Ibnu Saud kemudian menguasai kota suci Mekah dan Madinah sebagai langkah pertama menguasai dan mempersatukan dunia Islam seluruhnya.4)

Pada tahun 1917 Sultan Turki Usmani, Salin I, merebut Mesir dan menggulingkan Khalifah Abbasiyah, kemudian mengangkat dirinya sebagai khalifah serta pelindung kota Mekah dan Madinah. Pada masa Usmani Muda, Turki berusaha menggunakan Pan Islam untuk menyatukan seluruh umat Islam di bawah kerajaan Usmani.5) Gerakan ini kemudian dimotori oleh Sayid Jamaluddin Al-Afgani yang lebih menekankan pada gerakan politik untuk menghadapi kolonialisme dan imperialisme Barat, dengan bercita-cita membentuk semcam konfederasi negara-negara Islam.6)

Gerakan Pan Islamisme tersebut tidak berhasil menggalang kesatuan umat Islam. Tapi semangat Pan Islam tetap hidup sehingga membangkitkan berbagai organisasi Islam regional dan internasional, tak terkecuali Indonesia yang merupakan bagian tak terpisahkan dari pergerakan tersebut.

Isi gerakan Pan Islam dapat dilihat dari teori pembaharuan yang dikemukakan oleh Sayid Jamaluddin Al-Afgani dan Syekh Muhammad Abduh.
Sayid Jamaluddin Al-Afgani mengungkapkan bahwa:


  1. Islam adalah agama yang sesuai untuk semua bangsa maupun zaman. Kalau kelihatan ada pertentangan antara ajaran-ajaran Islam dengan kondisi perubahan zaman, maka penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan interpretasi dan pengertian baru tentang ajaran itu.

  2. Kemunduran yang dialami oleh umat Islam tak lain karena telah meninggalkan ajaran Islam yang sesungguhnya.

  3. Pemahaman terhadap qadha dan qadar dirusak oleh sebagian ulama, menjadi fatalisme yang membawa umat Islam kepada keadaan statis.

  4. Pemahaman yang keliru terhadap hadits Nabi menyatakan bahwa umat Islam akan mengalami kemunduran di akhir zaman membuat umat Islam tidak merubah nasibnya.

  5. Jalan keluarnya adalah melenyapkan pengertian yang salah itu dan kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya.7)

Sementara Syekh Muhammad Abduh mengungkapkan teori pembaharuannya sebagai berikut:

  1. Yang boleh dan harus disembah hanyalah Allah dan orang menyembah selain Allah adalah musyrik dan ia harus dibunuh.

  2. Orang Islam yang minta pertolongan kepada Wali atau Syekh atau kekuatan lain selain Allah, termasuk dia menjadi musyrik.

  3. Menyebut nama Nabi, Syekh atau Malaikat dalam doa juga syirik.

  4. Meminta selain kepada Allah adalah syirik.

  5. Bernazar selain kepada Allah adalah syirik.

  6. Tidak percaya kepada Qadha dan Qadar Allah itu menyebabkan kekufuran.

  7. Jalan keluarnya adalah melepaskan umat dari kesesatan ini dan kembali kepada Islam yang asli.8)

Dengan demikian terlihat adanya perbedaan pandangan dan orientasi dari kedua tokoh di atas. Kalau Sayid Jamaluddin Al-Afgani menekankan pada politik, maka Syekh Muhammad Abduh lebih mengutamakan pembaharuan dalam pendidikan menurut alam pikiran modern dengan tujuan untuk membangkitkan semangat umat Islam.
Jamaluddin al-Afghani merupakan seoarang tokoh pembaharu yang muncul pada awal abad ke 20. Pemikiranya mengenai nasip umat Islam yang terpuruk akibat kolonialisme Barat di Timur Tengah khususnya dan Dunia Islam secara umum membawanya melanglang buana ke berbagai negara untuk menyebarkan semangat pembaruan yang kemudian dikenal dengan Pan Islamisme. Pemikirannya ini kemudian ditularkan kemurid-muridnya yang nanti pada akhirnya menghasilkan karya-karya yang mengispirasi semangat pergerakan diseluruh dunia Islam termasuk di Indonesia.

Kata Kunci : Pan Islamisme, Jamaluddin al-Afghani, Islam

Latar Belakang Munculnya Pan Islamisme

Jamaluddin Al Afghani lahir pada 1838 dari keluarga bangsawan yang menguasai sebagian wilayah di Afghanistan sampai masa di mana raja Muhammad Khan mengambil alih kekuasaannya. Dengan latar belakang yang demikian, ia memiliki kesempatan yang baik untuk mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan, sehingga dalam usia 18 tahun ia sudah menguasai bahasa Arab, bahasa Persia, sejarah, hukum, filafat, metafisika, kedokteran, sains, astronomi dan astrologi.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Afganistan, ia berangkat ke India dan melanjutkan pendidikan tingkat tingginya di sana. Selain belajar, ia juga telah memulai pergerakan politik di India dalam mengusir penjajahan Inggris. Hasilnya pada tahun 1857 muncul kesadaran baru di kalangan pribumi India melawan penjajah. Perang kemerdekaan pertama di India pun meletus.Al-Afghani tak hanya pandai bicara. Didorong keyakinanya, ia melanglang buana ke berbagai Negara(Mohammad, 2006:214).

Pada 1857 ia ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan tinggal di Hijaz selama setahun. Setelah itu ia ke Palestina, melalui Irak dan Iran  hingga ke Balluchistan. Dari sana ia kembali ke Afghanistan dan menjabat sebagai pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan dan pada tahun 1864, Jamaluddin diangkat menjadipenasehat Syir Ali Khan dan beberapa tahun kemudian ia diangkat menjadi perdana menteri oleh Muhammad Azam Khan.

Saat pemerintahan Azam ditaklukkan oleh oposisi di bawah pimpinan Shir Ali yang didukung Inggris, ia meninggalkan Afghanistan dan pergi ke India dan meneruskan perjuangan politiknya disana. Karena dianggap mengganggu stabilitas politik di India, Inggris yang pada saat itu telah menjajah India mengusirnya karena dianggap berbahaya. Oleh karena itu beliau terus di awasi dan tidak di perkenankan untuk bepergian melalui jalan darat, juga tidak diperkenankan bertemu dengan pemimpin-pemimpin di India.

Tapi akhirnya melalui jalur laut, jamaluddin pun dapat melanjutkan perjalanannya ke kairo Mesir pada 1871 atas permintaan dari Risyad Pasya, Perdana Menteri  Mesir waktu itu dan menekuni bidang pendidikan dan pengajaran. Rumahnya pun dijadikan tempat pertemuan para pengikutnya. Disinilah Jamaluddin memberikan kuliah dan berdiskusi dengan berbagai kalangan termasuk intelektual muda, mahasiswa, dan tokoh-tokoh pergerakan. Salah seorang muridnya yaitu Muhammad Abduh dan Saad Zaglul, pemimpin kemerdekaan Mesir (Jenggis. 2011:60-63).

Pada waktu itu, Jamaluddin sedang tinggal di Mesir dan melihat kondisi Mesir yang amat miskin dan kondisinya gersang padahal tanahnya begitu kaya dan subur. Kesulitan keuangan yang pada waktu itu dihadapai oleh masyarakat Mesir. Dengan keadaan perekonomian yang buruk tersebut, mesir berhutang banyak kepada Negara Barat. Keadaan ini diperparah dengan dibentuknya Dewan Pengawas Tinggi yang beranggotakan negara-nergara Eropa untuk mengawasi proses dan alur pembayaran hutang dari Mesir terhadap negara-negara yang dihutanginya.

Dengan melihat keadaan Mesir pada waktu itu menjadikan niat Jamalaluddin untuk giat dalam membangkitkan kesadaran akan bangsa Timur bahwa Negara Barat telah mengeksploitasi bangsanya sendiri. Sedangkan muridnya, Muhammad Abduh, giat melakukan syiar-syiar lewat tulisan dan melakukan pendekatan kepada para petinggi negara. Ia menginginkan rakyat disana agar bisa berbicara dan berjuang untuk mendapatkan haknya. Berani berpendapat adalah hal yang ditekankan oleh Jamaluddin kepada rakyat, terutama para kaum muda di Mesir. Mereka berdua mengajarkan bagaimana menulis dan meluncurkan pendapatnya mengenai negara.

Karena tulisan menjadi jarang sebagai media untuk saling memberitakan. Padahal para pujangga Mesir amatlah terkenal, tapi sastranya digunakan untuk hanya memuji para penguasa yang sebenarnya hanya bisa menyengsarakan rakyatnya saja. Maka dari itu, mereka berdua menerbitkan surat kabar bertajukkan at-Tijarah yang akhirnya juga digunakan untuk menyuarakan keadaan timur yang sesungguhnya pada negara di timur lainnya dan berhasil membakar semangat rakyat Mesir dengan munculnya pemberontakan-pemberontakan.

Jamaluddin adalah seorang yang tidak suka dalam bidang menulis dan tidak banyak menulis. Dan jika Jamalaluddin menulis, itu dilatarbelakangi dengan pengalaman-pengalamannya yang ikut dalam pemberontakan suku-suku di Afganistan untuk melawan Inggris, selain itu juga Jamlaluddin ingin mempelajari karya barat, sains Eropa dan membuat majalah dalam bahsa Arab dan disebarkan ke seluruh penjuru Negara di Timur. Jamaluddin al-Afghani pernah menerbitkan jurnal Al-Urwat-Al-Wuthqa yang mengecam keras Barat. Nama jurnal tersebut juga nama perkumpulan yang didirikannya di Paris pada 1882. Penguasa Barat akhirnya melarang jurnal ini diedarkan di Negara-negara Muslim karena dikhawatirkan dapat menimbulkan semangat persatuan Islam. Karena dilarang diedarkan usia jurnal ini hanya delapan bulan.

Dengan majalah ini, semangat dan jiwa kebangkitan dunia Islam sudah menyala tersiarkan dengan baik, majalah ini berakhir dengan kecaman dimana-mana seperti oleh Inggris yang merasa negara jajahannya (jajahan dalam bentuk pengaruh dan urusan rumah tangga kenegaraan) yaitu munculnya pergerakan di India dan Mesir untuk menentang Inggris. Majalah yang sudah tidak beredar tersebut ternyata tepat pada sasaran untuk membangkitkan semangat pergerakan nasional di dunia timur. Tulisan-tulisannya yang menentang penjajahan, rasa benci terhadap asing agaknya memupuk pemikiran dan semangat para kaum muda karena membahasa persatuan (lagi-lagi persatuan dunia Islam atau dunia timur tengah), lalu masalah di Sudan, Mesir, dan India dibahas dengan pandangan politik Internasional yang berisi penggerakan jiwa cinta tangan air yang terhina dengan keadaan mereka dijajah Barat.

Di Eropa, aktivitas Jamaluddin tidak hanya di paris. Ia berdiskusi tentang Islam di London, diantaranya dengan Lord Salisbury, yang berkuasa ketika itu. Dia pergi ke Rusia, membangun pengaruh dikalangan cendekiawan Rusia dan menjadi orang kepercayaan Tsar. Karena pengaruhnya itu, Rusia memperkenankan orang Islam mencetak Al-Qur’an dan buku-buku Agama Islam, yang sebelumnya dilarang.

Perjuangan al-Afghani sampai juga di Persia. Penguasa Persia, Shah Nasiruddin Qacahr, menawarkan posisi perdana menteri. Awalnya, Jamaluddin ragu-ragu, namun akhirnya dia menerima posisi itu. Ide-ide pembahruan Islam, membuat Jamaluddin semakin popular di Persia. Ini menghawatirkan Nasiruddin, apalagi Jamaluddin terang-terangan mengkritik praktik-praktik kekuasaan penguasa Persia itu. JAmaluddin akhirnya ditangkap dan diusir, namun kesadaran rakyat telah bangkit untuk menumbangkan Nasiruddin.

Munculnya Pan Islamisme

Perjalanan perjuangan Jamaluddin al-Afghani akhirnya sampai ke Istanbul, Turki. Di tempat ini akhirnya menjadi tempat peristirahatannya yang terakhir. Ia wafat di Istanbul, pada 9 Maret 1897 dalam usia 59 tahun, Kepergian Jamaluddin ke Istanbul, Turki, atas permintaan Sultan Abdul Hamid, Khalifaf Utsmaniyah. Sultan ketika itu ingin memanfaatkan pengaruh Jamaluddin atas Negara-negara Islam yang menentang Eropa, yang ketika itu mendesak kedudukan kekhalifahan Utsmania di Timur Tengah.

Pada tahun 1878, Sultan Abdul Hamid membubarkan parlemen dan menunda konstitusi. Otokrasi kini menjadi idiologi resmi Sultan Hamid, dengan dikelurkannya hadis-hadis tentang otokrasi khalifah (padhisa). Setelah dipadamkannya cita-cita dinasti Utsmani Muda yang menginginkan kebebasan individu dan perwakilan parlementer, pemerintahan Utsmani berpaling ke Islamisme untuk memperoleh dukungan dari mayoritas warga negara. Selain itu, berpalingnya pemerintahan Utsmani ke Islamisme juga dikarenakan sebagai bentuk reaksi terhadap berbagai peristiwa yang terjadi di dunia internasional. Peristiwa tersebut yaitu, perjanjian Berlin (1878) yang memberikan kemerdekaan kepada Rumania, Bulgaria, dan Serbia. Hal ini merupakan kemenangan bagi kekaisaran Rusia, yang menjadi rival utama pemerintahan Utsmani, pejuang pan-Ortodoks, dan pan-Slavisme (Black. 2001: 540).

Namun upaya sultan itu gagal, karena keduanya ternyata memiliki perbedaan pendapat yang cukup tajam. Abdul Hamid tetap mempertahankan kekuasaan otokrasi lama yang ortodoks, sementara jamaluddin mencoba memasukkan ide-ide pembaharuan dalam pemerintahan. Sultan akhirnya membatasi kegiatan-kegiaatan Jamaluddin dan melarangnya keluar Istanbul, sampai ajal menjemputnya. Sepanjang hayatnya, Jamaluddin al-Afghani telah menulis puluhan karya tulis dan buku, antara laian Pembahasan Tentang Sesuatu yang Melemahkan Orang-orang Islam, Hilangnya Timur dan Barat, Hakikat Manusia, dan Hakikat Tanah Air.



Pandangan al-Afghani terhadap Islam sangat komprehensif. Menurutnya, Islam mencakup segala aspek kehidupan, baik ibadah, hokum dan social. Persatuan umat Islam harus diwujudkan kembali. Menurutnya kekuatan Islam bergantung pada keberhasilan membina persatuan dan kerja sama. Ia juga menyorot soal peran wanita. Dalam pandangannya, kaum pria dan wanita, sama dalam beberapa hal. Keduanya mempunyai akal untuk berfikir. Tidak ada halangan bagi wanita untuk bekerja jika situasi menuntut itu. Jamaluddin menginginkan pria da wanita meraih kemajuan dan bekerjasama mewujudkan Islam yang maju dan dinamis.

Perjuangan dan keyakianan akan persatuan umat gemanya terus berkumandang. Kebesaran dan kiprahnya membahana hingga ke seluruh penjuru dunia. Sepak terjangnya dalam menggerakkan kesadaran umat Islam dan gerakan revolusionernya yang membanhgkitkan dunia Islam, menjadikan dirinya tercatat dengan tinta emas sejarah perjuangan Islam, sebagai pencetus persatuan Islam.

Ya, ide besar Jamaluddin al-Afghani adalah “Pan-Islamisme”, sebuah gagasan untuk membangkitkan dan menyatukan dunia Arab khususnya, dan dunia Islam umumnya untuk melawan kolonialisme Barat. Yang dimaksut dnegan Barat adalah Inggris dan Perancis Khususnya yang kala itu banyak menduduki dan menjajah dunia Islam dan Negara-negara berkembang. Inti Pan-Islamisme terletak pad aide bahwa Islam adalah satu-satunya ikatan kesatuan kaum Muslimin. Jika ikatan itu diperkokoh dan menjadi sumber kehidupan dan pusat loyalitas mereka, maka kekuatan solidaritas yang luar biasa akan memungkinkan pembentukan dan pemeliharaan Negara Islam yang kuat dan stabil.

Pakar sejarah Azyumardi Azra dalam Historiografi Islam Kontemporer, menilai ide jamaluddin tentang Pan-Islamisme atau persatuan umat Islam sedunia, sebagai entitas politik Islam universal. Konsekuainsinya, dia pun bersentuhan langsung dengan para penjajah itu. Dengan idenya tersebut al-Afghani menjadikan Islam sebagai ideologi anti-kolonialis yang menyerukan aksi politik menentang barat. Menurut beliau, Islam adalah factor yang paling esensial untuk perjuangan kaum Muslimin melawan Eropa, dan Barat pada umumnya.

Saat di Istanbul, Jamaluddin akan mendirikan Jamiyah Islamiyah (Pan-Islamisme) dengan bantuan Sultan Abdul Hamid yang menghimpun negara-negara Persia, Afghanistan, dan Turki dengan wilayah-wilayah lainnya yang berada dibawahnya. Dengan cara suatu perjanjian dan persatuan untuk membenahi pemerintahan dan pendidikan. Ia juga menginginkan Iran masuk arena Iran adalah syiah dan menggunakan tradisinya untuk memerangi musuh bersama, yang intinya gerakan ini dapat membendung serangan dan mencegah infiltrasi dari bangsa barat (Eropa) pada masalah umat-umat Islam.
Tokoh-Tokoh Penggerak Pan Islamisme

Tokoh utama Pan Islamisme adalah Al-Afghani yang memiliki murid yang kemudian menggerakkan semangan Pan Islamismenya adalah Muhammad Abduh, sedang Muhammad Abduh adalah guru Ridha. Pemikiran ketiganya yaitu berupaya menempatkan Islam sebagai respons alamiah terhadap kemajuan barat yang mau tak mau kelak harus dicontoh Dunia Arab. Mereka secara sadar menempatkan bahwa prinsip-prinsip dalam Islam sendiri, tidak bertentangan dengan prinsip kemajuan peradaban barat.

Gagasan-gagasan al-Afghani tentang islam membuat dirinya dikenal sebagai tokoh pembaharu. Ia melihat kemunduran umat Islam bukan karena Islam tidak sesuai dengan perubahan zaman, melainkan disebabkan umat islam telah dipengaruhi oleh sifat statis,fatalis,meninggalkan akhlak yang tinggi, dan melupakan ilmu pengetahuan. Intinya, umat Islam menurut beliau telah meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya. Islam menghendaki umatnya yang dinamis, mencintai ilmu pengetahuan, dan tidak fatalis. Sifat statis membuat umat Islam tidak berkembang dan hanya mengikuti apa yang telah menjadi ijtihad ulama sebelum mereka. Mereka tidak berbuat dan menggantungkan harapan kepada nasib.

Kesalahan umat Islam dalam memahami qadha dan qadar menurut al-Afghani, menjadi factor yang ikut memundurkan umat Islam. Kesalahpahaman tersebut membuat umat Islam tidak berusaha dengan sungguh-sungguh. Jamaluddin menyebutkan, qadha dan qadar mengandung pengertian bahwa segala sesuatu terjadi menurut sebab musabab(kausalitas). Lemahnya pendidikan dan kekurangan pengetahuan uman tentang dasar-dasar ajaran agama, lemahnya persaudaraan, perpecahan umat Islam yang diikuti pemerintahan yang absolute, mempercayakan kepemimpinan kepada yang tidak dipercaya, dan kuarangnya pertahanan militer, merupakan factor-faktor yang membuat kemunduran umat Islam. Faktor-faktor ini menjdikan umat islam statis, fatalis, dan Mundur.(Muhammad. 2006:215)

Muhammad Abduh juga memiliki tujuan yang serupa yaitu menunjukkan mengandung pada dirinya kualitas agama rasional. Akan tetapi berbedan dengan gurunya yang revolusioner dan menempuh pendekatan politik, Abduh yang seorang moderat dan lebih banyak memusatkan perhatian pada bidang pendidikan daripada kegiatan politis. Ia mencoba menanggapi tantangan-tantangan dunia modern dengan menunjukkan kesesuaian Islam untuk melakuakan intepretasi baru terhadap Al-quran dan As-Sunnah khususnya tentang persoalan kemasyarakatan yang digariskan oleh Allah pada prinsip-pronsip umum tanpa perincian (Romli. 33-34). Bahkan

Muhammad Rasyid Ridha berpendapat bahwa penyebab kemunduran muslim adalah karena mereka telah kehilangan kebenaran sejati agamanya. Menurutnya, ajaran Islam yang murni itulah yang akan membawa kemajuan bagi umat Islam. Ia juga memandang bahwa salah satu penyebab kemunduran umat adalah adanya sikap atau paham, fatalisme (‘aqidatul-jabbar) di kalangan umat.

Pengembaraan politiknya yang sangat padat dan beragam, sejak di Afganistan, India hingga Mesir yang berada dalam cengkraman penjajahan Inggris, sebagaiman diuraikan di atas, telah mengantarkan Al Afghani memfokuskan ide-ide pembaharuannya pada ide Pan Islamisme (Kesatuan Islam/Jama’ah Islamiyah).  Ia berpendapat bahwa Barat adalah musuh umat Islam, oleh karena itu, salah satu jalan agar umat Islam bangkit dari keterpurukannya adalah dengan bersatu padu melawannya.

Dari sinilah lahir pemikiran Pan-Islamisme yang sangat dikenal sampai sekarang ini. Pan islamisme menurut Jamaluddin adalah suatu pembaharuan dan kebangkitan dari dunia islam sendiri sedangkan istilah awalnya yang berasal dari dunia barat. Disini dapat disimpulkan bahwa pan islamisme adalah suatu pembaharuan atau gagasan untuk menyatukan dunia Arab khususnya, dan dunia Islam umumnya untuk melawan kolonialisme Barat (inggris dan Prancis) yang mana telah menduduki dan menjajah Dunia Islam dan negara-negara berkembang. Ide-ide pembaharuannya yang dituliskan Afghani dalam majalah Al Urwatul Wutsqa bersama muridnya Muhammad Abduh terbit di Paris hanya selama delapan edisi dari 13 Maret hingga 17 Oktober 1884 karena dilarang pemerintah Inggris yang merasa politiknya terancam. (Mohammad, 2006 :215)

Salah satu ide moderen Al Afghani terwujud dalam penolakannya terhadap teori evolusi Darwin dalam bukunya Ar Raddu ‘aladdahriyyin. Ia menganggap bahwa aliran evolusi Darwin melahirkan pengingkaran akan adanya Tuhan sekalipun Darwin sendiri bukan orang yang mengingkari Tuhan karena pada masa Darwin inilah tersebar materialisme yang mengatakan bahwa alam ini mempunyai satu dasar, yaitu materi, dan tidak ada yang lainnya, dan segala sesuatu dalam kehidupan ini merupakan manifestasi dari materi itu, termasuk pikiran dan perasaan. Materi itu tidak akan hilang dan tidak akan rusak. Dan hukum-hukum yang mengenainya abadi, tidak akan berubah. Dan sebenarnya di alam semesta ini tidak ada sesuatu yang binasa, tetapi segala sesuatu itu berubah dalam bentuk. Karena itu tidak ada jiwa, tidak ada ruh, tidak ada agama dan tidak ada Tuhan.


Yüklə 134,55 Kb.

Dostları ilə paylaş:
  1   2   3




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin