Tinjauan pustaka



Yüklə 120,6 Kb.
tarix13.08.2018
ölçüsü120,6 Kb.
#70536

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


    1. Tinjauan Tentang Komunikasi

2.1.1 Pengertian Komunikasi

Pentingnya studi komunikasi karena permasalahan-permasalahan yang timbul akibat komunikasi. Manusia tidak bisa hidup sendirian. Ia secara tidak kodrati harus hidup bersama manusia lain, baik demi kelangsungan hidupnya, keamanan hidupnya, maupun demi keturunannya. Jelasnya manusia harus hidup bermasyarakat. Semakin besar suatu masyarakat yang berarti semakin banyak masyarakat yang dicakup, cenderung akan semakin banyak masalah yang timbul, akibat perbedaan-perbedaan diantara manusia yang banyak itu.

“Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya (Effendy, 2003 : 28)”.

Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris yaitu communication, berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama disini maksudnya adalah sama makna. Hal ini berarti bahwa dalam komunikasi harus ada pengertian yang sama pada kedua belah pihak yaitu komunikator dan komunikan dalam memaknai pesan.

Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication) bahwa:

“Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang mengkehendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antar sesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu” (Cangara, 2003 : 18-19).

Carl I. Hovland mendefinisikan komunikasi sebagai berikut:

The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of other individuals (communicatees).”

(Proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang (biasanya lambang bahasa) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan) (Effendy, 2002 : 49).
Komunikasi yang efektif adalah apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim (Supratiknyo, 1995 : 34).

Untuk membantu agar komunikasi dapat berjalan efektif, ada beberapa ketentuan untuk memudahkannya. Hal tersebut merupakan persyaratan dasar dalam berkomunikasi, yaitu:



  1. kemampuan mengamati dan menganalisis persoalan;

  2. kemampuan menarik perhatian;

  3. kemampuan mempengaruhi pendapat;

  4. kemampuan menjalin hubungan dan suasana saling mempercayai (Rumanti, 2005 : 107).


2.1.2 Proses Komunikasi

Komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Oleh karena itu, apakah pesan dapat tersampaikan atau tidak, tergantung dari proses komunikasi yang terjadi. Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu:



    1. Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer (primary process) adalah proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu lambang (symbol) sebagai media atau saluran. Lambang ini pada umumnya bahasa. Tetapi dalam situasi-situasi komunikasi tertentu lambang-lambang yang dipergunakan dapat berupa kial (gesture), yakni gerak anggota tubuh, gambar, warna dan lain sebagainya.

Dalam komunikasi, bahasa disebut lambang verbal (verbal symbol) sedangkan lambang-lambang lainnya yang bukan bahasa dinamakan lambang nirverbal (non verbal symbol).



    1. Proses komunikasi secara sekunder

Adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasi karena komunikasi sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh dan komunikan yang banyak. Surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan masih banyak lagi media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.

Brent D. Ruben (1984) menyimpulkan bahwa khalayak menerima suatu pesan bukan saja ditentukan oleh isi pesan, tetapi juga oleh semua komponen yang mendukung terjadinya proses komunikasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan informasi adalah sebagai berikut:



  1. Penerima:

    • Keterampilan berkomunikasi

    • Kebutuhan

    • Tujuan yang diinginkan

    • Sikap, nilai, kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan

    • Kemampuan untuk menerima

    • Kegunaan pesan

  2. Pesan:

  • Tipe dan model pesan

  • Karakteristik dan fungsi pesan

  • Struktur pengelolaan pesan

  • Kebaharuan (aktualitas) pesan

  1. Sumber:

  • Kredibilitas dan kompetensi dalam bidang yang disampaikan

  • Kedekatan dengan penerima

  • Motivasi dan perhatian

  • Kesamaan dengan penerima (homophily)

  • Cara penyampaiannya

  • Daya tarik

  1. Media:

  • Tersedianya media

  • Kehandalan (daya liput) media

  • Kebiasaan menggunakan media

  • Tempat dan situasi (Cangara, 2003 : 161-162).




      1. Tujuan Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Effendy, tujuan dari komunikasi adalah:

  1. Mengubah sikap (to change the attitude)

  2. Mengubah opini / pendapat / pandangan (to change the opinion)

  3. Mengubah perilaku (to change the behavior)

  4. Mengubah masyarakat (to change the society) (Effendy, 2003 : 55).

Sedangkan tujuan komunikasi pada umumnya menurut Hafied Cangara adalah mengandung hal-hal sebagai berikut:

  1. Supaya yang disampaikan dapat dimengerti.

Seorang komunikator harus dapat menjelaskan kepada komunikan (penerima) dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa yang dimaksud oleh pembicara atau penyampai pesan (komunikator).

  1. Memahami orang.

Sebagai komunikator harus mengetahui benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkannya. Jangan hanya berkomunikasi dengan kemauan sendiri.

  1. Supaya gagasan dapat diterima oleh orang lain.

Komunikator harus berusaha agar gagasan dapat diterima oleh orang lain dengan menggunakan pendekatan yang persuasif bukan dengan memaksakan kehendak.

  1. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu.

e. Menggerakkan sesuatu itu dapat berupa kegiatan yang lebih banyak mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang kita kehendaki. (Cangara, 2002 : 22)


    1. Tinjauan Tentang Public Relations

2.2.1 Definisi Public Relations

Public Relations menurut Philip Kotler yang diterjemahkan oleh Hendra Teguh dan Ronny A Rusli adalah: “Berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan dan menjaga citra perusahaan atau setiap produknya” (Kotler, 2000 : 265).

Menurut Frank Jeffkins, definisi Public Relations adalah: “Segala bentuk komunikasi berencana ke luar dan ke dalam antara sebuah organisasi dengan masyarakat dengan tujuan memperoleh sasaran tertentu yang berhubungan dengan saling pengertian (mutual understanding)” (Jeffkins, 1992 : 2).

Menurut W. Emerson Reck, Public Relations Director, Colgate University yang dikutip oleh Abdurrachman adalah:

Public Relations is the continued process keying policies, services and actions to the best interest of those individual and groups whose confidence and goodwill an individual or institutions covets, and secondly, it is the interpretation of these policies, services and actions to assure complete understanding and appreciation”. (Public Relations adalah kelanjutan dari proses penetapan kebijaksanaan, penentuan pelayanan-pelayanan dan sikap yang disesuaikan dengan kepentingan orang-orang atau golongan agar orang atau lembaga itu memperoleh kepercayaan dan goodwill dari mereka. Kedua, pelaksanaan kebijaksanaan, pelayanan dan sikap adalah untuk menjamin adanya pengertian dan penghargaan yang sebaik-baiknya) (Abdurrachman, 2001 : 25).


Maria Assumpta Rumanti dalam bukunya “Dasar-Dasar Public Relations: Teori dan Praktik” menjelaskan bahwa masih banyak pendapat yang intinya hampir sama dengan be good and tell it. Definisi yang lain itu, misalnya:

  1. PR merupakan upaya yang disengaja, direncanakan dan dilakukan terus-menerus untuk membangun dan menjaga adanya saling pengertian antarorganisasi dengan publiknya. (Institute of Public Relations, United Kingdom)

  2. PR merupakan fungsi manajemen yang mengevaluasi perilaku publik, mengidentifikasi kebijakan dan prosedur organisasi dengan interes publik dan melaksanakan program tindakan (komunikasi) untuk mendapatkan pemahaman dan pengertian publik. (Denny Griswold, uitgever van Public Relations, New York)

  3. PR merupakan upaya dengan menggunakan informasi, persuasi dan penyesuaian untuk menghidupkan dukungan publik atas suatu kegiatan atau suatu sebab. (E. L. Berneys, USA, 1956)

  4. PR merupakan seni dari pengetahuan untuk mengembangkan saling pengertian dan niat baik diantara seseorang, perusahaan atau institusi dan publiknya.

  5. PR praktik merupakan seni dan ilmu sosial untuk menganalisis kecenderungan, memprediksikan konsekuensi-konsekuensi mereka, menasihati para pimpinan organisasi, dan melaksanakan program yang direncanakan dari tindakan-tindakan yang akan melayani baik organisasi maupun interes publiknya. (Mexican Statement in Public Relations Practice, Mexico City, 1978) (Rumanti, 2005 : 9-10).

Dari beberapa definisi di atas, terlihat hal yang sangat mencolok, yakni konsepnya menumbuhkan dan mengembangkan hubungan baik secara teratur antara organisasi dengan publiknya. Public Relations adalah usaha untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara suatu badan atau organisasi dengan masyarakat melalui suatu komunikasi timbal balik antara dua arah. Hubungan harmonis ini timbul dari adanya mutual understanding, mutual confidence dan image yang baik untuk mancapai opini publik yang positif.


2.2.2 Falsafah Public Relations

PR merupakan falsafah sosial manajemen yang diterapkan pada kebijaksanaan dan pelaksanaannya melalui interpretasi yang peka atas berbagai peristiwa berdasarkan komunikasi dua arah atau timbal balik dengan publiknya, untuk menumbuhkan saling pengertian dan etiket baik. PR juga merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari kegiatan usaha atau bisnis.

Empat unsur falsafah dari definisi Public Relations adalah sebagai berikut:


  1. PR merupakan falsafah manajemen yang bersifat sosial.

  2. PR merupakan perwujudan falsafah tersebut pada tataran kebijaksanaan.

  3. PR merupakan komunikasi dua arah yang menunjang keberhasilan kebijakan itu dengan menjelaskan, menginformasikan, mempertahankan atau mempromosikannya kepada publik sehingga tercipta saling pengertian dan etiket baik.

  4. PR merupakan suatu cara pendekatan untuk menciptakan opini publik (Rumanti, 2005 : 23).

Adapun empat unsur falsafah Public Relations yang berpengaruh di bidang teori dan praktik adalah sebagai berikut:



  1. PR sebagai upaya mempengaruhi kemauan individu, golongan atau masyarakat yang menjadi sasaran, dengan maksud mengubah pikiran, pendapat publik secara umum oleh pemerintah.

  2. PR ditujukan untuk mendorong atau memajukan usaha-usaha di bidang ekonomi. Falsafah ini dipakai oleh badan usaha ekonomi yang mencari keuntungan.

  3. PR dengan menggunakan pengetahuan yang luas dan bijaksana bisa dipergunakan dalam pencapaian tujuan.

  4. Misi PR yang perlu disampaikan pada masayarakat (yang dimaksud misi disini arah tujuan dari fungsinya) diintegrasikan dengan kebutuhan publik (Rumanti, 2005 : 23-24).


2.2.3 Ruang Lingkup Public Relations

Membahas mengenai ruang lingkup Public Relations memberikan pandangan kepada kita bahwa pekerjaan PR saat ini sudah terspesialisasi. Setiap organisasi atau perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan khalayaknya. Khalayak PR / Humas dapat dibagi menjadi khalayak internal (internal public) yaitu mereka yang terlibat dalam pekerjaan internal organisasi misalnya karyawan dan keluarga karyawan; serta khalayak eksternal (external public) yaitu khalayak yang berada di luar organisasi misalnya masyarakat sekitar, konsumen, pemerhati lingkungan, investor dan sebagainya.

Menurut Cutlip-Center-Broom dalam bukunya Effective Public Relations, ruang lingkup PR mutakhir mencakup tujuh bidang pekerjaan. Sebagaimana yang dikemukakan mereka bahwa perkembangan mutakhir PR mencakup seluruh kegiatan yaitu: publisitas, iklan, press agentry, public affairs, manajemen isu, lobi dan hubungan investor (Morissan, 2006 : 12).

Ruang lingkup pekerjaan PR sebagaimana dikemukakan Cutlip dan rekannya tersebut di atas sebenarnya masih dapat dipadatkan menjadi enam bidang pekerjaan yaitu dengan menjadikan iklan sebagai bagian dari pemasaran dan menggabungkan press agentry ke dalam publisitas karena pada dasarnya press agentry merupakan bagian dari publisitas sementara iklan menjadi salah satu kegiatan pemasaran.

Dengan demikian ruang lingkup pekerjaan PR dapat dibagi menjadi enam bidang pekerjaan yaitu:


    1. Publisitas;

    2. Pemasaran;

    3. Public Affairs;

    4. Manajemen Isu;

    5. Lobi;

    6. Hubungan Investor. (Morissan, 2006 : 12-13)

Pembagian tersebut tentu saja tidak bermaksud mengabaikan peran PR dalam hubungannya dengan publik internal yaitu para karyawan perusahaan, keluarga karyawan, pemilik modal dan manajemen perusahaan. Ruang lingkup pekerjaan PR tidak hanya publik eksternal, tetapi juga publik internal. Ruang lingkup tugas PR juga tergantung dari karakter organisasi dalam menjalankan visi, misi organisasi atau perusahaan serta tujuan yang akan dicapai.




      1. Fungsi Public Relations

Fungsi pokok seorang Public Relations Officer menurut F. Rachmadi, yaitu:

  1. Sebagai alat untuk mengerti, memahami sikap publik dan mengetahui apa yang harus dan tidak boleh dilakukan oleh perusahan untuk merubah sikap mereka.

  2. Sebagai suatu program aksi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Rachmadi, 1992 : 21).

Edwin Emery dalam bukunya Introduction to Mass Communications menyatakan bahwa fungsi Public Relations adalah:

The planned and organized effort of a company or institution to establish mutually beneficial through acceptable communications relationship with its various public (Upaya yang terencana dan terorganisasi dari sebuah perusahaan atau lembaga untuk menciptakan hubungan-hubungan yang saling bermanfaat dengan berbagai publiknya) (Rumanti, 2005 : 32)”.
Salah satu kegiatan Public Relations menyebarkan informasi kepada para publiknya. Fungsi Public Relations banyak mendukung fungsi penyebaran informasi, karena citra suatu perusahaan atau kegiatan yang dilakukan perusahaan dapat lebih ditingkatkan melalui penyebaran informasi.

Menurut Edward L. Bernay yang dikutip oleh Rusady Ruslan, telah menyebutkan 3 fungsi Public Relations yaitu:



  1. Memberikan penerangan kepada masyarakat.

  2. Melakukan persuasi untuk mengubah sikap dan perbuatan masyarakat secara langsung.

  3. Berupaya untuk mengintegrasikan sikap dan perbuatan suatu badan atau lembaga sesuai dengan sikap dan perbuatan masyarakat atau sebaliknya (Ruslan, 1999 : 19).

Sedangkan menurut Onong Uchjana Effendy, fungsi Public Relations adalah sebagai berikut:



  1. Menunjang kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan organisasi.

  2. Membina hubungan harmonis antara organisasi dengan publik internal dan publik eksternal.

  3. Menciptakan komunikasi dua arah dengan menyebarkan informasi dari organisasi kepada publik dan menyalurkan opini publik kepada organisasi melayani publik dan menasehati pimpinan organisasi demi kepentingan umum (Effendy, 1991 : 123).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa fungsi dari Public Relations adalah membina hubungan harmonis, baik itu dengan publik internal maupun publik eksternal dalam rangka untuk mencapai tujuan sesuai yang diharapkan, demi terciptanya citra yang baik di mata publiknya.




      1. Strategi Public Relations

Seorang Public Relations Officer mengandalkan strategi, yakni agar perusahaan disukai dan dipercaya oleh pihak-pihak yang berhubungan (target publik) agar mereka semua dapat membentuk opini di masyarakat dan dapat mengangkat citra perusahaan. Maka oleh sebab itu Public Relations merupakan suatu fungsi manajemen yang melakukan komunikasi untuk menimbulkan pemahaman dan penerimaan.

Pearce dan Robinson yang dikutip oleh Rhenald Kasali, mengembangkan langkah-langkah strategi Public Relations sebagai berikut:



  1. Menentukan misi perusahaan. Termasuk pernyataan yang umum mengenai maksud pendirian, filosofi dan sasaran perusahaan.

  2. Mengembangkan profil perusahaan (company profile) yang mencerminkan kondisi internal perusahaan dan kemampuan perusahaan yang dimilikinya.

  3. Penilaian terhadap lingkungan eksternal perusahaan, baik dari segi semangat kompetitif maupun secara umum.

  4. Analisa terhadap peluang yang tersedia pada lingkungan.

  5. Identifikasi atas pilihan yang dikehendaki yang tidak dapat dilengkapi untuk memenuhi tuntutan misi perusahaan.

  6. Pemilihan strategi atas objektif jangka panjang dan garis besar strategi yang dibutuhkan untuk mencapai objektif tersebut.

  7. Mengembangkan objektif tahunan dan rencana jangka pendek yang selaras dengan objektif jangka panjang dan garis besar objektif.

  8. Implementasi atas hal-hal di atas dengan menggunakan sumber yang tercantum pada anggaran dan mengawinkan rencana tersebut dengan sumber daya manusia, struktur, tekhnologi, dan sistem balas jasa yang memungkinkan.

  9. Review dan evaluasi atas hal-hal yang telah dicapai dalam setiap periode jangka pendek sebagai masukan bagi pengambilan keputusan di masa yang akan datang (Kasali, 2000 : 43).




      1. Manfaat Public Relations

Menurut Frank Jeffkins manfaat dari Public Relations adalah:

  1. Menciptakan dan memelihara citra yang baik dan tepat atas organisasinya di dalam kaitannya dengan produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan.

  2. Membantu pendapat umum mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan citra, kegiatan organisasi maupun kepentingan organisasi dan menyampaikan suatu informasi secara langsung kepada manajemen perusahaan.

  3. Memberi nasihat dan masukan kepada manajemen perusahaan mengenai berbagai masalah komunikasi yang sedang terjadi, sekaligus mengenai cara penanganannya.

  4. Menyediakan berbagai jasa informasi kepada publik, mengenai kebijakan perusahaan, produk, jasa personil selengkap mungkin untuk menciptakan suatu pengetahuan yang maksimal dan mencapai pengertian publik (Jeffkins, 1995 : 28).

Ditinjau dari manfaat-manfaat Public Relations tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi dan tujuan utama Public Relations adalah mengamankan perusahaan demi tercapai citra di kalangan publiknya.




    1. Tinjauan Tentang Pengaruh

Semua peristiwa komunikasi yang dilakukan secara terencana mempunyai tujuan, yakni mempengaruhi khalayak atau penerima. Definisi menurut Stuart bahwa: “Pengaruh atau efek ialah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan” (Cangara, 2002 : 163).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “pengaruh” didefinisikan sebagai: “Daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang”.

“Pengaruh adalah salah satu elemen dalam komunikasi yang sangat penting untuk mengetahui berhasil tidaknya komunikasi yang kita inginkan. Pengaruh dapat dikatakan mengena jika perubahan (P) yang terjadi pada penerima sama dengan tujuan (T) yang diinginkan oleh komunikator (P=T) atau seperti rumus yang dibuat Jamias (1989) yakni pengaruh (P) sangat ditentukan oleh sumber, pesan, media dan penerima (P=S/P/M/P)” (Cangara, 2003 : 163).
Pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan (Knowledge), Sikap (Attitude) dan Perilaku (Behaviour). Pada tingkat pengetahuan pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan persepsi dan perubahan pendapat.


    1. Tinjauan Tentang Daya Tarik

Menurut Moh. As’ad dalam bukunya Psikologi Industri, mengemukakan bahwa: “Daya tarik adalah sikap yang membuat orang senang akan objek situasi atau ide-ide tertentu. Hal ini diikuti oleh perasaan senang dan kecenderungan untuk mencari objek yang disenanginya itu” (As’ad, 1992 : 89).

Daya tarik adalah proses awal terhadap kesan dari suatu bentuk komunikasi dan sangat berperan dalam membentuk animo komunikan. Berdasarkan pengertiannya daya tarik merupakan kekuatan yang dapat memikat perhatian. Sebagai suatu aspek kejiwaan, daya tarik bukan saja dapat mewarnai perilaku seseorang tetapi lebih dari itu, dapat mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan dan menyebabkan seseorang menaruh perhatian dan merelakan dirinya untuk terikat pada satu kegiatan.

Pendapat lain menurut Whiterington mengenai pengertian daya tarik yang dikutip oleh M. Buchori adalah: “Daya tarik adalah kesadaran seseorang, suatu saat atau suatu situasi mengandung sangkut paut dengan dirinya, daya tarik harus dipandang sebagaimana sambutan yang sadar” (Buchori, 1988 : 135).


    1. Tinjauan Tentang Identitas Perusahaan (Corporate Identity)

Dalam dasawarsa terakhir ini di lingkungan dunia bisnis mencuat istilah corporate identity dan karena keumuman dan kelatahan, maka istilah tersebut diartikan sebagai logo atau lambang suatu perusahaan. Pengertian corporate identity mencakup jangkauan yang lebih luas, yaitu untuk menunjukkan kepada khalayak ramai tentang ciri khas, kepribadian, kejayaan, kepercayaan serta kualitas produk atau jasa dari suatu perusahaan.

Dikutip dari buku Teori Dasar Desain Komunikasi Visual yang disusun oleh Artini Kusmiati R., menjelaskan mengenai identitas perusahaan (corporate identity) sebagai berikut:

Corporate identity suatu perusahaan pada hakikatnya berfungsi sebagai lambang jaminan mutu yang disertai rasa tanggung jawab pada produk atau jasa yang dihasilkan, sehingga siapa pun yang memakainya dijamin akan mendapatkan kepuasan penggunaan dan pelayanan yang bermutu. Begitu besarnya pengaruh corporate identity bagi seseorang, karena mampu memberikan kepercayaan merasa terlindungi, bahkan dijadikan sebagai ukuran harga diri atau status si pemakai.

Corporate identity yang terpampang pada benda produk, kemasan, kop surat, brosur, iklan, penunjuk jalan, benda-benda cindera mata, sampai pada gedung atau perkantoran sebagai tanda pengenal yang mudah diingat dan dihafalkan. Atau dengan kata lain, suatu corporate identity harus komunikatif, familiar atau akrab, dan berkesan untuk siapa pun yang melihatnya. Menciptakan suatu corporate identity yang baik haruslah terlebih dahulu melakukan penelitian pasar, yang hasilnya kemudian dipadukan dengan nilai atau pesan yang ingin dicapai.

Identitas perusahaan dalam bentuk logo disusun dari berbagai unsur seperti huruf, garis, bentuk-bentuk abstrak dan warna. Penentuan warna tidak bisa sembarangan, tetapi dipilih warna yang memiliki arti simbolik dengan jiwa luhur (Kusmiati R., 1999 : 103-104)”.


Untuk mendukung keberhasilan suatu corporate identity beberapa faktor yang mendasarinya antara lain:

  1. Sejarah & filosofi pendirian perusahaan

  2. Misi apa yang menjadi tugas pokok

  3. Jaminan kualitas apa yang menjadi handalannya

  4. Warna apa yang akan dijadikan sebagai warna dasar agar menarik, mengesankan, keren atau disesuaikan dengan trend yang berlaku.

  5. Bagaimana simbol atau lambangnya kelak, apa berbentuk kubus, bentuk geometrik lain, simetris, asimetris atau lingkaran yang menggambarkan kebulatan tekad (Kusmiati R., 1999 : 105-106).


Corporate identity diyakini oleh para bussinessmen sebagai salah satu persyaratan bisnis masa kini yang harus diikuti. Terlebih lagi dalam era globalisasi yang mengharuskan kita menguasai wawasan internasional, sehingga pembuat desain logo juga berfungsi sebagai media promosi yang tidak dapat diabaikan, karena mampu menyampaikan pesan dan kesan yang akan memberikan keuntungan besar dan popularitas bagi perusahaan di masa depan (Kusmiati R., 1999 : 106).

Logo merupakan unsur penting dari corporate identity sebuah perusahaan. Corporate identity adalah identitas perusahaan yang meliputi:



  1. Filsafat Perusahaan: Corporate Philosophy

  2. Budaya Perusahaan: Corporate Culture

  3. Tindak-Tanduk Perusahaan: Code of Conduct / Ethic

  4. Misi Perusahaan: Corporate Mission Statement.


Komunikasi tidak hanya melulu kata-kata atau semantik saja, komunikasi juga membutuhkan simbol yang terkadang lebih sering digunakan daripada kata-kata. Simbol dapat menyampaikan pesan secara langsung sebagai upaya untuk membujuk khalayak. Penggunaan simbol sebagai alat komunikasi telah lama digunakan manusia bahkan sejak awal sejarah umat manusia. Simbol digunakan untuk memadatkan dan mengirimkan pesan-pesan kompleks yang membutuhkan banyak kata-kata untuk menjelaskan pesan yang dimaksud.

“Simbol memainkan peran penting dalam bidang kehumasan. Berbagai perusahaan, baik yang bertujuan profit ataupun tidak profit, menggunakan simbol yang mereka buat guna menciptakan citra atau persepsi di kalangan khalayak. Simbol ditujukan agar masyarakat dapat langsung mengenal perusahaan atau organisasi yang diwakili oleh simbol itu (Morissan, 2006 : 180)”.
Menurut Ima Hardiman dalam bukunya 400 Istilah PR Media & Periklanan, bahwa “Logo adalah unsur visual yang identik dengan citra organisasi, merek atau tempat / negara. Terdiri dari elemen grafis seperti warna, huruf dan simbol. Logo yang baik mudah diingat oleh publik dan secara jelas berbeda dari pesaingnya” (Hardiman, 2006 : 70).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2001 dijelaskan bahwa logo adalah huruf atau lambang yang mengandung makna, terdiri atas satu kata atau lebih sebagai nama atau lambang perusahaan dan sebagainya.

Logo menurut www.vivalogo.com adalah sebuah grafik elemen yang secara unik mengidentifikasi perusahaan, produk, jasa, institusi, agensi, asosiasi, acara, dan lainnya – dengan tujuan membedakan secara umum pemilik logo ini dari entitas. Logo juga memiliki kepentingan untuk menghindari kebingungan yang mungkin terjadi di market, distributor, supplier, pemakai, dan lainnya1. Pendapat lain dikemukakan oleh Artini Kusmiati R. bahwa:

“Bentuk logo harus sederhana, mudah dilihat, diingat dan dihapal oleh anak kecil sekalipun. Harus akrab dan komunikatif, tidak menyinggung perasaan golongan maupun perorangan, harus mudah dicerna, tercapai pesan yang ingin disampaikan. Untuk memperhatikan suatu logo, seorang pengendara mobil hanya membutuhkan waktu 2 detik guna melihat dan mengingatnya. Oleh karena itu, bentuk, warna dan ukuran harus sesederhana mungkin (Kusmiati R., 1999 : 106)”.


Logo merupakan suatu bentuk gambar atau sekedar sketsa dengan arti tertentu , dan mewakili suatu arti dari perusahaan, daerah, perkumpulan, produk, negara, dan hal-hal lainnya yang dianggap membutuhkan hal yang singkat dan mudah diingat sebagai ganti dari nama sebenarnya2.

Dalam versi Nico A. Pranoto (Creative Director of Banana Inc), logo merupakan wajah perusahaan dan identity yang paling esensial3. Jenis logo menurut Nico, banyak sekali variannya. Tapi pada dasarnya, logo itu terbagi atas: Logotype, yaitu logo yang menggunakan word mark (kata / nama dengan unsur tipografi); Logomark, yaitu logo yang menggunakan ikon (ilustratif atau inisial); serta gabungan Logotype dan Logomark (menjadikan logo tampil “komplit”)4.

Lebih lanjut lagi menurut Nico A. Pranoto, bahwa bila membicarakan sebuah brand, yang akan diingat pertama kali adalah logonya, karena itu yang paling vital. Logo menurutnya adalah memberikan wajah, karena fungsi logo bukan sekedar mengidentifikasikan, tapi memberikan impresi akan segala-galanya5.


    1. Tinjauan Tentang Citra

Sekarang ini banyak sekali perusahaan atau organisasi memahami sekali perlunya memberi perhatian yang cukup untuk membangun suatu citra yang menguntungkan bagi suatu perusahaan tidak hanya melepaskan diri terhadap terbentuknya suatu kesan publik negatif. Dengan perkataan lain, citra perusahaan adalah fragile commodity (komoditi yang rapuh / mudah pecah). Namun, kebanyakan perusahaan juga meyakini bahwa citra perusahaan yang positif adalah yang esensial, sukses yang berkelanjutan dan dalam jangka panjang (Seitel, 1992 : 193).

Menurut Bill Canton dalan Sukatendel (1990) mengatakan bahwa citra adalah “image: the impression, the feeling, the conception which the public has of a company; a concioussly created created impression of an object, person or organization”. (Citra adalah kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi) (Soemirat & Ardianto, 2004 : 111-112).


Profesi PR merupakan profesi yang cukup diandalkan untuk meraih citra perusahaan atau kegiatan yang dilakukan perusahaan. Berbagai cara dilakukan, misalnya dengan membina hubungan yang harmonis dengan publik-publik yang berkaitan dengan perusahaannya. Hal ini sebagai upaya untuk mengangkat citra dan mendapatkan dukungan publik yang berupa opini yang favorable.

Istilah citra dalam bahasa Inggris yaitu “image”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia antara lain mengandung arti gambar, rupa atau gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, produk. Sejalan dengan pengertian tersebut Jalaluddin Rakhmat dalam psikologi komunikasi mengartikan citra sebagai berikut:

“Citra sebagai gambaran yang mempunyai makna, gambaran tersebut merupakan hasil penampakan realitas yang terorganisasikan atau struktur dari informasi yang diperoleh seseorang atau individu sebelumnya. Lebih jelasnya ia mengemukakan citra adalah peta kita tentang realitas mengenai dunia, tanpa citra kita akan selalu berada pada suasana yang tidak pasti. Citra adalah gambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas. Citra adalah dunia menurut persepsi kita” (Rakhmat, 1992 : 221).
Menurut Robert di dalam Rakhmat, citra adalah: “Representing the totality of all information about the world any individual has processed, organized and tored”. (Menunjukan keseluruhan informasi tentang dunia ini yang telah diolah, diorganisasikan dan disimpan individu) (Rakhmat, 1996 : 223).

Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembentukan citra yang baik atau positif terhadap perusahaan, produk atau merek merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh organisasi atau perusahaan. Hal tersebut akan menjadi alat ukur bagi perusahaan tersebut bahwa semakin baik citra yang terbentuk di kalangan publiknya, maka akan semakin baik pula keuntungan yang akan diperoleh perusahaan tersebut, baik dalam bentuk material maupun non-material. Citra yang positif akan mendukung kesejahteraan publik (public welfare) yang semakin baik pula.



2.6.1 Macam-Macam Citra

Mengetahui macam-macam citra merupakan sesuatu yang penting untuk diperhatikan, karena akan menyangkut dengan cara untuk membangun, meningkatkan dan mempertahankannya. Selain itu juga hal ini penting untuk dapat mengantisipasi bagaimana cara penanganan dan mencari bentuk pemecahan apabila suatu saat citra tersebut jatuh atau memburuk.

Menurut Frank Jeffkins dalam bukunya Public Relations, mengatakan ada beberapa macam atau jenis citra (image) yang dikenal di dunia aktivitas PR / Kehumasan, yaitu dapat dibedakan sebagai berikut:


    1. Citra Bayangan (Miror Image)

Citra bayangan adalah citra yang dianut orang dalam mengenai pandangan luar terhadap organisasinya.

    1. Citra yang Berlaku (Current Image)

Citra yang berlaku adalah suatu citra atau pandangan yang melekat pada pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. Citra yang berlaku tidak selamanya, bahkan jarang sesuai dengan kenyataan. Karena citra tersebut semata-mata terbentuk dari pengalaman atau pengetahuan orang-orang luar yang bersangkutan yang biasanya tidak memadai.

    1. Citra yang Diharapkan (Wish Image)

Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. Citra yang diharapkan lebih baik atau lebih menyenangkan dari pada citra yang ada, walaupun dalam keadaan tertentu, citra yang terlalu baik juga bisa merepotkan. Namun secara umum yang disebut citra harapan itu memang sesuatu yang berkonotasi lebih baik.

    1. Citra Perusahaan (Corporate Image)

Citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan citra atas produk dan pelayanannya.

    1. Citra Majemuk (Multiple Image)

Setiap perusahaan atau organisasi pasti memiliki banyak unit atau pegawai. Masing-masing unit dan individu tersebut memiliki perilaku sendiri, sehingga secara sengaja atau tidak dan sadar atau tidak, mereka pasti memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan citra organisasi atau perusahaan secara keseluruhan (Jeffkins, 1996 : 17-19).



      1. Proses Pembentukan Citra

Citra, seperti yang diungkapkan oleh John S. Nimpoeno dalam laporan penelitian tentang Tingkah Laku Konsumen, digambarkan melalui persepsi-kognisi-motivasi-sikap.

“….proses-proses psikodinamis yang berlangsung pada individu konsumen berkisar antara komponen-komponen persepsi, kognisi, motivasi dan sikap konsumen terhadap produk. Keempat komponen itu diartikan sebagai mental representation (citra) dari stimulus” (Nimpoeno, dalam Danasaputra, 1995 : 36)


Empat komponen tersebut diartikan sebagai citra individu terhadap rangsangan, ini disebut sebagai sebagai “Picture in our head” oleh Walter Lipman. Jika stimulus mendapat perhatian dari individu, maka individu tersebut akan berusaha untuk mengerti tentang rangsangan tersebut.

Persepsi diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan yang berarti individu akan memberikan makna terhadap rangsangan berdasarkan pengalamannya mengenai stimulus. Hasil ini penting sebagai bagian dari proses pembentukan citra. Seperti yang dikatakan Asch dalam Rakhmat, yaitu:

“Kognisi merupakan suatu hal yang berhubungan dengan daya nalar serta pemikiran seseorang, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak jelas menjadi jelas. Akibat dari gambaran ini seseorang memiliki kepercayaan atau pengetahuan terhadap suatu objek” (Rakhmat, 1991 : 223).

Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakan respons seperti yang diinginkan oleh pemberi rangsang. Motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan. Menurut Keith Davis dalam Wahyudi: “Motivasi adalah suatu dorongan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan tindakan karena ingin memperoleh seseorang dan ia menghendaki melakukannya” (Wahyudi, 1991 : 39).

Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk berprilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Sikap mendorong aspek evaluatif yaitu rasa suka atau tidak suka dan sikap dapat diperteguh atau diubah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembentukan citra merupakan suatu proses yang selalu berubah dan dipengaruhi oleh banyak hal. Citra dapat terbentuk melalui pengalaman suatu kejadian / peristiwa dan informasi yang diperoleh seseorang akan mempengaruhi formasi citra orang tersebut terhadap suatu organisasi atau individu lainnya.




    1. Tinjauan Tentang Brand (Merek)

Kata “merek (brand)” sudah dikenal sejak lama. Kata tersebut berasal dari sebuah kata Norwegia kuno “brandr” yang berarti membakar; yang kemudian ada “branding (pengecapan)” terhadap ternak (Hindle, 1996 : 53-55).

Menurut Philip Kotler, penulis buku Marketing Management, buku pelajaran pemasaran standar dunia, sebuah merek adalah sebuah nama, istilah lambang atau rancangan (atau suatu kombinasi dari semuanya) yang dimaksudkan untuk menyatakan barang atau jasa dari satu penjual atau kumpulan penjual untuk membedakan dari saingan-saingan mereka (Hindle, 1996 : 53).

Merek-merek dapat dipakai dengan beberapa cara:


  1. Merek-merek keluarga adalah nama-nama produk yang semuanya menggunakan nama dari perusahaan: Heinz Tomato Ketchup, Heinz Baked Beans, dan sebagainya; Cadbury’s Fruit and Nut, Cadbury’s Smash, dan sebagainya.

  2. Merek-merek sendiri yang berdiri sendiri. Semua produk Procter & Gamble menggunakan nama-nama merek sendiri, seperti Ariel, Flash, Pampers.

  3. Beberapa perusahaan memakai nama merek berbeda untuk sebuah jenis produk yang berbeda: Sears, Roebuck misalnya, menjual alat-alat rumah tangga dengan merek Kenmore dan perkakas dengan nama merek Craftsman.

  4. Kadang nama merek itu dicantumkan kepada nama sebuah perusahaan atau sebuah divisi (seperti ketika United Biscuits memperkenalkan “McVittie’s Hob-nobs”). Ini dikenal sebagai sebuah merek payung dan dipakai untuk memperkenalkan produk sekaligus membiarkan produk tersebut mengembangkan kepribadian mereknya sendiri.

  5. Merek-merek juga dapat dimiliki oleh para pedagang – perantara atau oleh para produsen.

  6. Merek-merek dapat berarti manusia seperti barang-barang. Madonna adalah sebuah merek; begitu juga dengan Tom Cruise; demikian pula dengan Marilyn Monroe (Hindle, 1996 : 54-55).

Di dalam bukunya yang berjudul World Class Brands (Merek-Merek Kelas Dunia), Chris Macrae mengembangkan sebuah ilmu tentang jenis-jenis merek. Di dalamnya ada enam kategori utama:



  1. Merek ritual. Diasosiasikan dengan perayaan-perayaan istimewa, seperti Champagne (sampanye) untuk perkawinan, saus Cranberry untuk sebuah makan malam Thanksgiving.

  2. Merek sebagai lambang. Sebagai contohnya, buaya Lacoste atau inisial LV dari Louis Vuitton yang terkenal. Nilainya terkenal pada lambang itu, sedangkan apa yang ditempeli oleh lambang tersebut hampir tidak penting.

  3. Merek-merek pewarisan sesuatu yang baik. Ini biasanya merek pertama yang menetapkan dirinya sebagai memberikan keuntungan-keuntungan tertentu: Kellogg’s untuk sebuah “pembuka hari yang gembira atau bright start to the day”; The Body Shop untuk “bagaimana cara mendapatkan ketenangan hati dari lingkungan yang bersih, kaki yang tidak terasa sakit dan tidak ada keriput”.

  4. Merek konservatif sombong. Mobil Ferrari, kartu kredit Platinum American Express, dan sebagainya. Untuk mereka yang kaya, meskipun apa yang dikatakan Scott Fitzgerald, masih merasa perlu untuk menekankan bahwa mereka berbeda dari kebanyakan banyak orang.

  5. Merek-merek kepunyaan. Banyak merek seperti ini memberi konsumen rasa persatuan dengan suatu golongan. Misalnya, para perokok Marlboro, yang semuanya berjiwa koboi perkasa (meskipun ketika Marlboro pertama kali diperkenalkan, mereka semua adalah wanita-wanita kota yang cantik); atau para pemakai pakaian merek Benetton, yang semuanya adalah anggota dari suatu kota kecil bersifat global yang dihuni bermacam-macam ras dari berbagai warna kulit.

  6. Legenda. Misalnya, jean Levi 501 (adalah jean pertama yang diproduksi oleh perusahaan itu) atau mobil Porsche Carrera, dengan model pertama dimana James Dean, “merek” anak muda pendiam dari tahun 1950-an, mengalami kecelakaan dan meninggal ketika mengendarai mobil itu (Hindle, 1996 : 54-55).

Merek sendiri digunakan untuk beberapa tujuan diantaranya adalah:



  1. Sebagai identitas;

  2. Alat promosi;

  3. Untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan kualitas, serta prestise tertentu pada konsumen;

  4. Untuk mengendalikan pasar (Kotler, 2000).

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan menjadi sebuah penjelasan bahwa brand memiliki keterkaitan dengan logo, bahkan sangat dekat dengan logo, tapi brand bukan logo, dan sebaliknya logo bukanlah brand. Logo merupakan salah satu interpretasi dari brand dan merupakan patokan atau pengenal bagi orang-orang awam yang kurang mengerti akan brand. Kemudian, konsep-konsep merek dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok variabel, yaitu:


  1. Brand Equity (Ekuitas Merek);

  2. Brand Identity (Identitas Merek);

  3. Brand Image (Citra Merek)6.


2.7.1 Tinjauan Tentang Brand Image (Citra Merek)

Secara umum, brand image adalah pesona yang timbul di balik sebuah merek tertentu. Brand image (citra merek) mempresentasikan keseluruhan persepsi dari terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Kotler & Fox (1995) mendefinisikan citra sebagai jumlah dari gambaran-gambaran, kesan-kesan dan keyakinan-keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu obyek.

“Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Persoalan yang dihadapi adalah bagaimana mempengaruhi citra positif konsumen terhadap merek. Ramuan kunci untuk mempengaruhi citra merek konsumen adalah dengan posisioning produk (product positioning). Pemasar mencoba memposisikan mereknya untuk memenuhi kebutuhan segmen sasaran (Sutisna, 2001 : 83-84)”.
Ima Hardiman dalam bukunya “Seri Pintar Public Relations: 400 Istilah PR Media & Periklanan” mengungkapkan bahwa: “Brand Image adalah citra sebuah merek yang melekat di benak konsumen. Brand Image menjadi acuan dalam menetapkan strategi dan pemasaran. Produk atau jasa dengan brand image yang kuat akan membentuk konsumen yang loyal karena membuktikan kualitasnya” (Hardiman, 2006 : 13).

Citra merek pada dasarnya adalah hasil pandang atau persepsi publik terhadap suatu merek tertentu, yang didasarkan atas pertimbangan dan pertimbangan persepsi yang akurat dari suatu merek. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat melalui beberapa konsep berikut ini:



Brand image menurut Kotler adalah “The set of benefit held about a particular brand is known as the brand image (Brand image adalah sekumpulan nilai mengenai merek) (Kotler, 2000 : 404).

Menurut Schiffman dan Kanuk, brand image adalah sekumpulan asosiasi mengenai suatu merek yang tersimpan dalam benak atau ingatan konsumen (Schiffman & Kanuk, 1997 : 182).

Ahli-ahli yang juga menyatakan bahwa bila citra merek adalah bagaimana masyarakat mengartikan tanda-tanda yang disampaikan oleh merek melalui produk-produk dan pelaksanaan komunikasinya, atau dengan kata lain citra adalah reputasi7.

Agar brand image dapat terbentuk sesuai atau mendekati brand identity (misal: logo perusahaan / logo merek) yang diharapkan oleh perusahaan, maka perusahaan sebagai produsen harus mampu untuk memahami dan mengeksploitasi unsur-unsur yang membentuk suatu merek menjadi merek yang memiliki citra yang baik.



1 Majalah CONCEPT, Volume 03 Edisi 17 Tahun 2007, halaman 13.

2 http://id.wikipedia.org (Jumat, 29 Juni 2007, 17:15 WIB).

3 Majalah CONCEPT, Volume 03 Edisi 17 Tahun 2007, halaman 13.

4 Majalah CONCEPT, Volume 03 Edisi 17 Tahun 2007, halaman 20.

5 Majalah CONCEPT, Volume 03 Edisi 17 Tahun 2007, halaman 13.

6 Hitipeuw, Meyske. 2005. Pengaruh Citra Merek (Brand Image) Terhadap Perilaku Pasca Pembelian Konsumen Biore Facial Foam.

7 Suryana, Deni. 2003. Pengaruh Citra Merek (Brand Image) Teh Botol Sosro Terhadap Keputusan Pembelian Ulang Konsumen.

34

Yüklə 120,6 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin