Kajian pustaka


Ruhul hayat ( ruh sebagai nyawa)



Yüklə 172,3 Kb.
səhifə2/3
tarix30.12.2018
ölçüsü172,3 Kb.
#88094
1   2   3
Ruhul hayat ( ruh sebagai nyawa).
Ruh sebagai nyawa bagi tubuh , ibarat sebuah lampu yang menerangi ruangan, ruh adalah lampu , ruangan adalah tubuh . jika lampu menyala maka ruangan terlihat terang , jadi tubuh ini bisa hidup karena ada ruh. Ruhul hayat ini ada pada semua benda hidup separti manusia, jin, binatang dan tumbuhan, dan sebagainya.
            1. Ruhul Tamayiz (Ruhul amri).

Ruh dalam hal ini yaitu sebagai suatu yang halus dari diri manusia (pemberi energi bagi jiwa ).Ruh adalah suatu yang merasa, mengerti, dan mengetahui, hal ini berhubungan dengan hati yang halus atau hati ruhaniyah disebut juga latifah rabbaniyyah. Ruhul Tamayiz merupakan hakikat manusia yang tidak ada pada binatang dan tumbuhan sehingga manusia disebut makhluk mukallaf. Ruh ini yang akan dikekalkan oleh Allah untuk dihisab nanti di akhirat, akan diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya selama didunia, dan juga yang akan merasakan syurga dan neraka.

Ruh itu hanya berjumlah satu. Jika ia bekerja dengan mata, maka perilakunya adalah melihat, jika ia bekerja dengan telinga maka perilakunya adalah mendengar, jika dengan hidung maka perilakunya adalah mencium, dan sebagainya. Ruhul Tamayiz ini apabila dia digunakan berfikir disebut akal, apabila berkehendak disebut nafsu, apabila merasa disebut hati nurani.22



  1. Bathin/hati nurani

Hati nurani merupakan bagian dari ruh, yaitu ruh yang digunakan untuk merasakan. Hukum Allah memang tidak berubah untuk selamanya. Namun disamping taat kepada hukum-hukum ini, manusia juga perlu mengusahakan agar hukum-hukum ini mencapai keharmonisan dalam hati kita. Standar dari organ intern ini disebut "hati nurani". Ada orang melukiskan suara intern yang samar-samar ini sebagai suara Allah di dalam diri manusia. Memang hati nurani merupakan bagian yang sangat mistik di dalam diri manusia. Di dalam hati nurani manusia, yaitu tempat yang sangat tersembunyi terdapat keberadaan pribadi, karena ini bersifat tersembunyi.23

Jika hati itu baik maka keseluruh tubuh kita baik, namun jika hati itu buruk maka seluruh tubuh kita buruk. Tempatkanlah hati sebagai pemimpin dalam diri ini. Namun perlu diketahui hati itu sangat rapuh, hati sangatlah mudah untuk berubah, Sebenarnya bukan berubah namun hati itu sering terhijab. Mendegarkan suara hati, merasakan permintaan hati, merasakan adanya hati itulah yang harus diupayakan, karena hati selalu menunjukkan kebaikan.

Hati ini hanyalah sebuah petunjuk, hati ini adalah sebuah peta kebaikan, sedangkan untuk menuju tujuan kebaikan itu kita memerlukan sebuah pengemudi yaitu akal.


  1. Akal

Seperti yang dijelaskan diatas, yaitu bahwa hati adalah sebuah peta kebaikan, maka fungsi akal yaitu yang akan membaca peta kebaikan hati dan akan berjalan menuju tujuan kebaikan. Tanpa akal hati itu hanyalah sebuah petunjuk yang akan sangat sulit untuk dimanfaatkan dan diaplikasikan. Akal yang akan memutuskan kita akan lewat jalan yang mana, sesuai dengan banyaknya jalan kebaikan yang akan ditunjukkan oleh hati. Akal akan menentukan kita melewati rute-rute mana saja, selama akal itu masih menggunakan peta hati maka semua jalan yang dipilih oleh akal adalah jalan kebaikan. Akal hanya milih jalan yang dirasa sangat cocok dengan diri kita. Dan akal untuk mempercepat jalan yang ditempuh, biasanya menggunakan sebuah kendaraan yang akan dikemudikan, yakni nafsu.

  1. Nafsu

Nafsu ibarat sebuah kendaraan yang harus dikendalikan untuk mempercepat perjalanan kita. Namun nafsu ini sungguh adalah sebuah hal yang bisa menjadi penghambat, dan bisa menimbulkan kecelakaan bagi diri kita sendiri. Nafsu bisa mengantarkan seseorang bisa cepat mencapai tujuan, namun juga bisa mengantarkan seseorang cepat menuju keburukan. Meskipun kita sudah dibekali hati sebagai peta, namun ketika pengemudi akal tak mampu menggunakan kendaraan nafsu dengan baik, maka niscaya tujuan kebaikan itu akan berubah menjadi kecelakaan yang menuju jurang keburukan. Oleh itu sebabnya berkali-kali kita diperintah untuk mengendalikan nafsu, kapan kita harus menarik gas, kapan kita harus menginjak pedal rem pada kendaraan. Hal itu hanya akal yang mampu melakukan.24

Macam-macam nafsu:



  1. Nafsu Amarah adalah nafsu yang suka menyuruh kepada kejahatan. Sesungguhnya nafsu amarah itu senantiasa membawa sesuatu yang buruk dan menggelincirkan. Nafsu amarah cenderung mendapatkan kesenangan jasmaniah, sekedar untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah. Sebagai contoh nafsu amarah adalah marah.

  2. Nafsu Lawwamah adalah berjuang antara kebaikan dan kejahatan, bila berbuat kebaikan, menyesal kenapa tidak berbuat lebih banyak, apalagi kalau berbuat kejahatan, lebih sangat menyesal. Dalam nafsu lawamah ini sudah timbul penyesalan, walaupun penyesalan itu datangnya belakangan. Ketika mengerjakan sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT maka akan mulai timbul penyesalan atas pelaksanaan tersebut. Pekerjaan yang dilarang masih sering dikerjakan namun terkadang suatu ketika menyadari bahwa kegiatan itu dilarangNya.

  3. Nafu Musawwilah adalah nafsu yang pandai menipu, sehingga kejahatan tampak sebagai suatu kebaikan.

  4. Nafsu Muthmainnah adalah nafsu yang tenteram, tenang, aman dan damai dalam mengingat Allah dan menjalankan perintah-Nya.25

Jadi dengan demikian nafsu itupun dapat diarahkan untuk berbuat kebaikan dan mencegah keburukan, yaitu apabila nafsu itu diberi pelajaran dan pengajaran yang baik serta dididik dengan keagamaan serta diajak untuk meneliti berbagai percontohan dan suri teladan yang baik yang ada di sekitarnya.

  1. Faktor-faktor yang mempengaruhi jiwa agama.

        1. Faktor intern

          1. Faktor herreditas

Faktor herreditas memang bukan secara langsung sebagai faktor bawaaan yang diwariskan secara turun-temurun, melainkan terbentuk dari berbagai unsur kejiwaan lainnya yang mencakup kognitif, afektif, dan konatif. Tetapi dalam penelitian terhadap janin terungkap bahwa makanan dan perasaan ibu berpengaruh terhadap kondisi janin yang dikandungnya.

Meskipun belum dilakukan penelitian mengenai hubungan sifat-sifat kejiwaan anak dengan orang tuanya, namun tampaknya pengaruh tersebut dapat dilihat dari hubungan emosional keduanya. Selain itu Rasulullah juga menganjurkan untuk memilih pasangan hidup yang baik dalam membina rumah tangga, sebab menuru beliau ketirinan berpengaruh.26



          1. Tingkat usia

Dalam bukunya The Development Of Religious on children, Ernest harms mengungkapkan bahwa perkembagan agama pada anak-anak ditentukan oleh tingkat usia mereka. Perkembangan tersebut dipengaruhi pula oleh perkembangan berbagai aspek kejiwaan, termasuk perkembangan berfikir. Ternyata anak yang menginjak usia berfikir kritis, lebih kritis pula dalam memahami ajaran agama. Selanjutnya pada usia remaja, saat mereka menginjakusia kematangan seksual, pengaruh itupun menyertai perkembangan jiwa keagamaan mereka.

Jadi hubungan antara tingkat usia dengan perkembangan jiwa keagamaan barangkali tidak dapat diabaikan begitu saja. Beberapa penelitian psikologi agama menunjukkan adanya hubungan tersebut, meskipun tingkat usia ukan satu-satunya factor penentu dalam perkembangan jiwa keagamaan seseorang, yang jelas kenyataan itu dapat dilihat dari adanya perbedaan pemahaman agama pada usia yang berbeda.27



          1. Kepribadian

Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur, yaitu unsur herreditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan antara herreditas dengan pengaruh lingkungan inilah yang membentuk kepribadian.

Dari kedua unsur diatas, menimbulkan adanya konsep tipologi yang menekankan kepada unsur bawaan. Dan karakter yangmenekankan pada adanya pengaruh lingkungan. Dilihat dari pandangan tipologis, kepribadian manusia tidak dapat diubah karena sudah terbentuk berdasarkan komposisi yang terdapat dalam tubuh. Sebaliknya dilihat dari pendekata karakterologis, kepribadian manusia dapat diubah dan tergantung dari pengaruh ingkungan masing-masing.

Berangkat dari pendekatan tipologis maupun karakterologis, maka terlihat ada unsur-unsur yang bersifat tetap dan unsure-unsur yang dapat berubah membentuk struktur kepribadian manusia. Unsur-unsur yang bersifat tetap berasal dari unsur bawaan, sedangkan yang dapat berubah adalah karakter. Namun demikian, karakterpun menurut Erich Fromm relative besifat permanent.

Dalam kaitan ini kepribadia sering disebut sebagai idntitas (jati diri) seseorang yang sedikit banyaknya menampilka ciri-ciri pembeda dari individu lain diluar dirinya. Dalam kondisi normal, memang secara individu manusia memiliki perbedaan dalam kepribadian, dan perbedaan ini diperkirakan berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek kejiwaan, termasuk jwa keagamaan.28



          1. Kondisi kejiwaan

Kondisi kejiwaan ini terkait dengan kepribadian sebagai factor intern, adda beberapa model pendekata Jalaluddin yang mengungkapkan hubungan ini, yaitu:

  • model psikodinamik yang dikemukakan oleh Sigmund freud menunjukkan gangguan kejiwaan ditimbulkan oleh konflik yang tertekan dialam ketidaksadaran manusia. Konflik akan menjadi sumber gejala kejiwaan yang abnormal.

  • Model biomedis, fungsi tubuh yang dominant mempengaruhi kondisi jiwa seseorang. Penyakit atau factor genetic atau kondisi system syaraf diperkirakan menjadi sumber munculnya pelaku yang abnormal.

  • Pendekatan eksistensi, menekankan pada dominasi pengalaman kekinian manusia. Dengan demikian, sikap manusia ditentukan oleh stimulan/ rangsangan lingkungan yang dihadapinya saat itu.

  • Pendekatan model gabungan, pola kepribadian dipengaruhi oleh berbagai factor, bukan hanya factor-faktor tertentu saja.



        1. Faktor ekstern

Faktor ekstern dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaan. Dapat dilihat dari lingkungan dimana seseorang itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu: lingkungan keluarga, institusi, dan masyarakat.

  1. lingkungan keluarga

Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama yang memegang tanggung jawab mendidik anak dan mempersiapkannya untuk memasuki kehidupan bermasyarakat, supaya menjadi insan yang baik dan dapat memainkan peran positif demi kelangsungan masyarakat tersebut dengan aktifitas dan kreatifitasnya. Keluarga merupakan tempat pertama yang berpengaruh dalam mencetak insan masa depan. Karena itulah, Islam meberikan perhatiannya yang sangat besar terhadapnya dengan menentukan batas dan hukum-hukumnya demi terciptanya sebuah keluarga yang harmonis, termasuk di dalamnya yang menyangkut masalah pendidikan anak, baik sisi pengembangan nalar, emosi maupun perilakunya.

Islam memerintahkan agar selalu menjaga keutuhan keluarga dan menjauhi segala hal yang dikhawatirkan dapat mengancam keselamatannya dan apa-apa yang menciptakan suasana tidak harmonis dan ketegangan dalam keluarga, karena anaklah yang akan menanggung dampak negatif dari keretakan sebuah keluarga yang semestinya melindungi dan mempersiapkannya untuk menjadi insan berguna di masa mendatang. Islam mengajarkan bagaimana kiat terbaik untuk menciptakan suasana harmonis dalam keluarga agar anak dapat melewati masa pertumbuhan jasmani, pikiran, emosi dan perilakunya dengan baik sehingga kelak ia menadi manusia yang siap menanggung semua beban dan kesulitan hidupnya di masa mendatang.29

Sigmund Freud dengan konsep “father Image” (citra kebapakan) menyatakan bahwa perkembangan jiwa keagamaan anak, dipengaruhi oleh citra anak terhadap bapaknya. Jika seorang bapak menujukkan dan tingkah laku yang baik, maka anak akan menirukan sikap dan tingkah laku sang Bapak pada dirinya. Demikian pula sebaliknya, jika bapak menmpilkan sikap buruk, hal ini juga akanberpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak.

Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan islam sudah lama disadari. Oleh karena, hal itu sebagai bentuk intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut kedua orang tua diberikan beban tanggung jawab. Ada semacam rangkaian ketentuan yang dianjurkan kepada orangtua, yaitu mengazankan pada telinga bayi yang baru lahir, mengakiqah, memberi nama yang baik, mengajarkan membaca Al-Qur’an, membiasakan shlat, serta bimbingan lainnya yang sejalan dengan perintah agama. Jadi keluarga dinilai sebagai factor yang paling dominant dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan.30



  1. Lingkungan Institusional

Lingkungan Institusional yang mempengaruhi jiwa keagamaan dapat berupa Institusi formal seperti sekolah, ataupun yang non formal sepertiberbagai perkumpulan dan organisasi.

Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut memberi pengaruh dalam membantu perkembangan kepribadian anak. Menurut Singgih D.Gunarsa pengaruh itu dapat dibagi tiga kelompok, yaitu: 1. kurikulum dan anak. 2. hubungan guru dan murid. 3. hubungan antar anak.

Dilihat dari kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan, tampaknya ketiga kelompok tersebut ikut berpengaruh, sebab pada prinsipnya perkembangan jiwa keagamaan tak dapat dilepaskan dari upaya untuk membentuk kepribadian yang luhur. Dalam ketiga kelompok itu secara umum tersirat unsur-unsur yang menopang pembentukan tersebut seperti ketekunan, disiplin, kejujuran, simpati, sosiabilitas, toleransi, keteladanan, sabar dan keadilan. Perlakuan dan pembiasaan bagi pembentukan sifat-sifat seperti itu umumnya menjadi bagian dari program pendidikan di sekolah.

Melalui kurikulum, yang berisi materi pengajaran, sikap dan keteladanan guru sebagai pendidik serta pergaulan antar teman disekolah dinilai berperan dalam menanamkan kebiasaan yang baik. Pembiasaan yang baik merupakan bagian dari pembentukan moral yang erat kaitannya dengan dengan perkembangan jiwa keagamaan seseorang.31



  1. Lingkungan masyarakat

Boleh dikatakan, setelah menginjak usia sekolah, sebagian besar waktu seorang anak dihabiskan disekolah dan masyarakat. Berbeda dengan situasi dirumah dan disekolah, umunya pergaulan dimasyarakat kurang menekankan pada disiplin atau aturan yang harus dipatuhi secara ketat.

Meskipun tampaknya longgar, namun kehidupan bermasyarakat dibatasi oleh berbagai norma dan nilai-nilai yang didukung warganya. Karena itu, setiap warga berusaha untuk menyesuaikan sikap dan tingkah laku dengan norma dan nilai-nilai yang ada. Dengan demikian, kehidupan bermasyarakat memiliki suatu tatanan yang terkondisi untuk dipatuhi bersama.

Sepintas lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan yang mengandung unsure tanggung-jawab, melainkan hanya merupakan unsure pengaruh belaka. Tetapi norma dan nilai yang ada terkadang lebih mengikat sifatnya. Bahkan, terkadang pengaruhnya lebih besar dalam perkembangan jiwa keagamaan, baik dalam bentuk positif maupun negative. Misalnya: lingkungan masyarakat yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif bagi perkembangan jiwa keagamaan anak, sebab kehidupan keagamaan terkondisi dalam tatanan nilai maupun institusi keagamaan. Keagamaan seperti ini, bagaimanapun akan berpengaruh dalam pembentukan keagamaan warganya. Sebaliknya dalam lingkungan masyarakat yang lebih cair atau bahkan cenderung sekuler, kondisi seperti itu jarang dijumpai, kehidupan warganya lebih longgar, sehingga diperkirakan turut mempengaruhi kehidupan keagamaan warganya.32


  1. Upaya Peningkatan Jiwa Agama

  1. Orang tua

Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak-anak mulai menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga. Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Pertama-tama seorang anak menerima pendidikan adalah dalam keluarga, maka baik tidaknya situasi dalam keluarga akan sangat berpengaruh bagi setiap pribadi anak.

Tanggung jawab orang tua sangat besar dalam melaksanakan pendidikan agama kepada anak-anaknya, dan juga orang tualah yang menjadi penentu apakah anaknya nanti menjadi orang Islam atau tidak tergantung pada pendidikan orang tua dalam keluarga. Karena itulah orang tua harus dapat menciptakan suasana dan kesan yang terbaik sehingga menjadi panutan bagi anak-anaknya.

Pendidikan agama harus secara dini diberikan kepada anak-anak, karena dengan pendidikan agama itulah nanti akan menjadikan anak mempunyai pedoman dan pandangan serta arahan bagi anak-anaknya untuk masa depan mereka. Juga tidak diragukan lagi bahwa tanggung jawab pendidikan secara mendasar terpikul kepada orang tua, apakah itu diakuinya secara sadar atau tidak, diterimanya dengan sepenuh hati atau tidak, hal itu adalah merupakan “fitrah” yang telah dikodratkan Allah kepada orang tua. Mereka tidak bisa mengelakan tanggung jawab itu, karena menjadi amanat Allah SWT yang dibebankan kepada mereka.33

Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan islam sudah lama disadari. Oleh karena, hal itu sebagai bentuk intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut kedua orang tua diberikan beban tanggung jawab. Ada semacam rangkaian ketentuan yang dianjurkan kepada orangtua, yaitu mengazankan pada telinga bayi yang baru lahir, mengakiqah, memberi nama yang baik, mengajarkan membaca Al-Qur’an, membiasakan shlat, serta bimbingan lainnya yang sejalan dengan perintah agama. Jadi keluarga dinilai sebagai factor yang paling dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan.34



  1. Pendidik

Dalam proses belajar mengajar, pendidik memiliki peran yang sangat penting dan kompleks. Karena pendidik adalah orang yang bertanggung jawab memberi bantuan dan bimbingan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya. Pendidik juga memikul beban dan tanggung jawab yang amat besar dalam upaya mengantarkananak didik kea rah tujuan yang dicita-citakan.

Oleh karena tugas dan tanggung jawa pendidik semakin berat, maka pendidik harus memiliki karakteristik sebagai pendidik profesional didalam bidangnya sehingga mampu membawa peserta didik kea rah tujuan yang dicita-citakan. Pendidik merupakan salah satu unsur pendidikan yang harus ada karena proses pendidikan tidak akan berjalan tanpa adanya pendidik.didalam masyarakat dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju, pendidik memegang peranan yang sangat penting hamper tanpa kecuali, karena guru merupakan satu diantara pembentuk-pembentuk utama calon warga masyarakat.35



  1. Pengertian pendidik

Pengertian dari pendidik itu sendiri adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohani kea rah kedewasaan, yang pada akhirnya akan mampu melaksanakan tugasnya sbagaimakhluk Allah, khalifah dipermukaan bumi, sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu yang berdiri sendiri.36 Istilah lain yang sering digunakan untuk pendidik adalah guru. Kedua istilah tersebut bersesuaian artinya, bedanya adalah pebdidik lebih mengacu pada artian umum.

Menurut kerata basa jawa maka guru berasal dari pengertian “orang yang patut digugu dan ditiru” (orang yang patut dipercaya dan dijadikan teladan).37 Jadi guru itu harus konsisten dan konsekuen, tidak hanya didalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar, akan tetapi juga didalam membina dirinya dalam rangka makna eksisitensinya sebagai manusia yang baik sebagai makhluk Tuhan yang berbudi maupun yang berhayat dan bermasyarakat. Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Dalam dunia pendidikan, guru atau pendidik harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam artian guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang melakukan transfer of knowledge, tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar.38

Profesi guru adalah pekerjaan yang cukup berat karena dipercaya dan diserahi tanggung-jawab oleh orang tua murid (masyarakat) untuk mendidik anak anaknya. Oleh karenanya guru sebagai pendidik memiliki posisi status terhormat dan mulia. Dalam kitabnya “Ihya’ Ulumuddin” Al Ghazali menyebutkan : “Apabila ilmu pengetahuan itu lebih utama dalam segala hal maka mempelajarinya adalah mencari yang lebih mulia itu, dan mengajarkan adalah memberikan faedah bagi keutamaan itu.39 Jadi mengajar dan mendidik adalah pekerjaan yang sangat mulia karena secara naluri orang yang berilmu itu dimuliakan dan dihormati oleh orang, dan ilmu itu adalah mulia maka mengajarkannya adalah memberikan kemuliaan.

Dalam artian yang lain, secara umum pendidik adalah orang yang memiliki tanggung-jawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, dalam perspektif Islam pendidik adalah orang orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik baik potensi kognitif, affektif, dan psikomotorik sesuai dangan nilai-nilai ajaran Islam. Berdasarkan pengertian ini dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didikagar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas kemanusiaannya sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam. Oleh karena itu pendidik dalam konteks ini bukan hanya orang-orang yang bertugas disekolah, tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak dari kandungan sehingga dewasa, bahkan sampai meninggal dunia.40

Menurut Ki Hajar Dewantara proses terjadinya pendidikan dapat berlangsung dilingkungan keluarga, disekolah, dan dimasyarakat. Berdasarkan pendapat tersebut, penduidik dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : orang tua sebagai pendidik dirumah, guru sebagai pendidik disekolah, tokoh masyarakat sebagai pendidik di masyarakat.41

Diantara ketiganya itu harus kerjasama, tenggang menenggang, isi mengisi, dan tidak boleh bertentangan sehingga pendidikan integraldapat dicapai dengan harmonis.



  1. Tugas pendidik

Seorang pendidik harus peka terhadap perubahan dan pembaharuan serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang seiring dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman. Disinilah tugas pendidik untuk senantiasa meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan, meningkatkan kualitas pendidikan sehingga apa yang akan diberikan kepada anak didiknya tidak terlalu ketinggalan dengan perkembangan zaman. Hal ini disebabkanpendidikan merupakan cultural transition yang bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara kontinu, sebagai sarana vital bagi membangun kebudayaan dan peradaban umat manusia.42

Pendidik adalah arsitektur yang membentuk jiwa dan watak anak didik, mempunyai kekuasaan membentuk dan membangun kepribadian anak didik, mengembangkan potensi yang dimiliki anak didik yang pada titik akhir akan menghasilkan manusia yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Oleh karena itu pendidik harus senantiasa berusaha untuk meningkatka profesionalitas diri ssuai perkembangan ilmu dan teknologi demi tugas dan kewajibannya. Dalam perspektif islam, tugas seorang pendidik dipandang sebagai suatu yang sangat mulua. Posisi ini menyebabkan mengapa islam menempatkan orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan lebih tinggi derajatnya disbanding dengan manusia lainnya.43

Secara umum tugas dari pendidik adalah mendidik. Dalam operasionalnya mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberi dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain sebagainya. Disamping itu pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat diakulturasi secara baik dan dinamis.44

D. Marimba mengemukakan bahwa :



Tugas pendidik dalam pendidikan islam adalah membmbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik menciptakan situasi yang kondusif bagi berlangsungnya proses pendidikan, menambah dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki guna mentransformasikan kepada peserta didik, serta senantiasa membuka diri terhadap kelemahan dan kekurangannya.45

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tugas pendidik adalah membimbing si terdidik mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat, dan lain sebagainya. Menciptakan situasi yang harmonis, yaitu suatu keadan dimana tindakan-tindakan pendidikan berlangsung dengan baik dan memuaskan. Selain itu, sebagai transformator pendidik harus mempunyai kemampuan-kemampuan yang diperlukan dan selalu mengembangkannya, selain itu tugas pendidik adalah introspeksi diri, menyadari sepenuhnya sebagai manisia biasa dengan sifat-sifatnya yang tidak sempurna.

Lain dari pada itu, mengeni tugas pendidik telah diatur dalam Undang-undang RI tentang situasi pendidikan Nasional sebagai berikut:


  • Tenaga kependidikan bertugas melaknakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.

  • Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.46

Dari berbagai penjelasan diatas mengenai tugas-tugas pendidik dapat dijabarkan kedalam beberapa pokok fikiran sebagai berikut:

  • Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran, melaksanakannya dan mengadakan evaluasi pada akhir pelaksanaan program.

  • Sebagai pendidik (educator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan kepribadian yang sempurna (insane kamil) seiring dengan tujuan penciptaannya.

  • Sebagai pemimpin (managerial) yang memimipin, mengendalikan, upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program yang dilakukan.

      1. Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren

Dalam meningkatkan jiwa agama seorang anak, Sebagai lembaga pendidikan, Pondok Pesantren walaupun dikategorikan sebagai lembaga pendidikan tradisional mempunyai sitem pengajaran tersendiri, dan itu menjadi ciri khas sistem pengajaran /metodik-didaktik yang membedakan dari system system pengajaran yang dilakukan dilembaga pendidikan formal. 47


  1. Unsur-unsur sebuah pesantren.

Untuk memberi definisi sebuah pondok pesantren, harus kita melihat makna perkataannya. Kata pondok berarti tempat yang dipakai untuk makan dan istirahat. Istilah pondok dalam konteks dunia pesantren berasal dari pengertian asrama-asrama bagi para santri. Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri 48. Maka pondok pesantren adalah asrama tempat tinggal para santri. Pondok pesantren mirip dengan akademi militer atau biara (monestory, convent) dalam arti bahwa mereka yang berada di sana mengalami suatu kondisi totalitas.”49

Sekarang di Indonesia ada ribuan lembaga pendidikan Islam terletak diseluruh nusantara dan dikenal sebagai dayah dan rangkang di Aceh, surau di Sumatra Barat, dan pondok pesantren di Jawa.50 Pondok pesantren di Jawa itu membentuk banyak macam-macam jenis. Perbedaan jenis-jenis pondok pesantren di Jawa dapat dilihat dari segi ilmu yang diajarkan, jumlah santri, pola kepemimpinan atau perkembangan ilmu teknologi.

Namun demikian, ada unsur-unsur pokok pesantren yang harus dimiliki setiap pondok pesantren. Unsur-unsur pokok pesantren, yaitu kyai. masjid, santri, pondok dan kitab Islam klasik (atau kitab kuning), adalah elemen unik yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya.


  • Kyai

Peran penting kyai dalam pendirian, pertumbuhan, perkembangan dan pengurusan sebuah pesantren berarti dia merupakan unsur yang paling esensial. Sebagai pemimpin pesantren, watak dan keberhasilan pesantren banyak bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa, serta ketrampilan kyai. Dalam konteks ini, pribadi kyai sangat menentukan sebab dia adalah tokoh sentral dalam pesantren.51

Istilah kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa.52 Dalam bahasa Jawa, perkataan kyai dipakai untuk tiga jenis gelar yang berbeda, yaitu: 1.sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat; contohnya, “kyai garuda kencana” dipakai untuk sebutkan kereta emas yang ada di Kraton Yogyakarta; 2. gelar kehormatan bagi orang-orang tua pada umumnya; 3. gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.53



  • Masjid

Sangkut paut pendidikan Islam dan masjid sangat dekat dan erat dalam tradisi Islam di seluruh dunia. Dahulu, kaum muslimin selalu memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai tempat lembaga pendidikan Islam. Sebagai pusat kehidupan rohani,sosial dan politik, dan pendidikan Islam, masjid merupakan aspek kehidupan sehari-hari yang sangat penting bagi masyarakat. Dalam rangka pesantren, masjid dianggap sebagai “tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, dan sembahyang Jumat, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.”54 Biasanya yang pertama-tama didirikan oleh seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren adalah masjid. Masjid itu terletak dekat atau di belakang rumah kyai.

  • Santri

Santri merupakan unsur yang penting sekali dalam perkembangan sebuah pesantren karena langkah pertama dalam tahap-tahap membangun pesantren adalah bahwa harus ada murid yang datang untuk belajar dari seorang alim. Kalau murid itu sudah menetap di rumah seorang alim, baru seorang alim itu bisa disebut kyai dan mulai membangun fasilitas yang lebih lengkap untuk pondoknya.

Santri biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu santri kalong dan santri mukim. Santri kalong merupakan bagian santri yang tidak menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah masing-masing sesudah selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren. Santri kalong biasanya berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren jadi tidak keberatan kalau sering pergi pulang. Makna santri mukim ialah putera atau puteri yang menetap dalam pondok pesantren dan biasanya berasal dari daerah jauh. Pada masa lalu, kesempatan untuk pergi dan menetap di sebuah pesantren yang jauh merupakan suatu keistimewaan untuk santri karena dia harus penuh cita-cita, memiliki keberanian yang cukup dan siap menghadapi sendiri tantangan yang akan dialaminya di pesantren.55



  • Pondok

Definisi singkat istilah ‘pondok’ adalah tempat sederhana yang merupakan tempat tinggal kyai bersama para santrinya.56 Di Jawa, besarnya pondok tergantung pada jumlah santrinya. Adanya pondok yang sangat kecil dengan jumlah santri kurang dari seratus sampai pondok yang memiliki tanah yang luas dengan jumlah santri lebih dari tiga ribu. Tanpa memperhatikan berapa jumlah santri, asrama santri wanita selalu dipisahkan dengan asrama santri laki-laki.

Komplek sebuah pesantren memiliki gedung-gedung selain dari asrama santri dan rumah kyai, termasuk perumahan ustad, gedung madrasah, lapangan olahraga, kantin, koperasi, lahan pertanian dan/atau lahan pertenakan. Kadang-kadang bangunan pondok didirikan sendiri oleh kyai dan kadang-kadang oleh penduduk desa yang bekerja sama untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan.

Salah satu niat pondok selain dari yang dimaksudkan sebagai tempat asrama para santri adalah sebagai tempat latihan bagi santri untuk mengembangkan ketrampilan kemandiriannya agar mereka siap hidup mandiri dalam masyarakat sesudah tamat dari pesantren. Santri harus memasak sendiri, mencuci pakaian sendiri dan diberi tugas seperti memelihara lingkungan pondok.

Sistem asrama ini merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan Islam lain seperti sistem pendidikan di daerah Minangkabau yang disebut surau atau sistem yang digunakan di Afghanistan.57



  • Kitab-Kitab Islam Klasik

Kitab-kitab Islam klasik dikarang para ulama terdahulu dan termasuk pelajaran mengenai macam-macam ilmu pengetahuan agam Islam dan Bahasa Arab. Dalam kalangan pesantren, kitab-kitab Islam klasik sering disebut kitab kuning oleh karena warna kertas edisi-edisi kitab kebanyakan berwarna kuning.

Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren.58 Pada saat ini, kebanyakan pesantren telah mengambil pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian yang juga penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik masih diberi kepentingan tinggi. Pada umumnya, pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih mendalam dan tingkatan suatu pesantren bisa diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan.59

Ada delapan macam bidang pengetahuan yang diajarkan dalam kitab-kitab Islam klasik, diantaranya: nahwu dan saraf (morfologi), fiqh, usul fiqh, hadis, tafsir, tauhid, tasawwuf dan etika, cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah.

Semua jenis kitab ini dapat digolongkan kedalam kelompok menurut tingkat ajarannya, misalnya: tingkat dasar, menengah dan lanjut. Kitab yang diajarkan di pesantren di Jawa pada umumnya sama.60



  1. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren di Indonesia.

Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, pendidikan Islam merupakan kepentingan tinggi bagi kaum muslimin. Tetapi hanya sedikit sekali yang dapat kita ketahui tentang perkembangan pesantren di masa lalu, terutama sebelum Indonesia dijajah Belanda, karena dokumentasi sejarah sangat kurang. Bukti yang dapat kita pastikan menunjukkan bahwa pemerintah penjajahan Belanda memang membawa kemajuan teknologi ke Indonesia dan memperkenalkan sistem dan metode pendidikan baru. Namun, pemerintahan Belanda tidak melaksanakan kebijaksanaan yang mendorong sistem pendidikan yang sudah ada di Indonesia, yaitu sistem pendidikan Islam. Malah pemerintahan penjajahan Belanda membuat kebijaksanaan dan peraturan yang membatasi dan merugikan pendidikan Islam. Ini bisa kita lihat dari kebijaksanaan berikut.

Pada tahun 1882 pemerintah Belanda mendirikan Priesterreden (Pengadilan Agama) yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan pesantren. Tidak begitu lama setelah itu, dikeluarkan Ordonansi tahun 1905 yang berisi peraturan bahwa guru-guru agama yang akan mengajar harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat. Peraturan yang lebih ketat lagi dibuat pada tahun 1925 yang membatasi siapa yang boleh memberikan pelajaran mengaji. Akhirnya, pada tahun 1932 peraturan dikeluarkan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau yang memberikan pelajaran yang tak disukai oleh pemerintah.61

Peraturan-peraturan tersebut membuktikan kekurangadilan kebijaksanaan pemerintah penjajahan Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia. Namun demikian, pendidikan pondok pesantren juga menghadapi tantangan pada masa kemerdekaan Indonesia. Setelah penyerahan kedaulatan pada tahun 1949, pemerintah Republik Indonesia mendorong pembangunan sekolah umum seluas-luasnya dan membuka secara luas jabatan-jabatan dalam administrasi modern bagi bangsa Indonesia yang terdidik dalam sekolah-sekolah umum tersebut.. Dampak kebijaksanaan tersebut adalah bahwa kekuatan pesantren sebagai pusat pendidikan Islam di Indonesia menurun. Ini berarti bahwa jumlah anak-anak muda yang dulu tertarik kepada pendidikan pesantren menurun dibandingkan dengan anak-anak muda yang ingin mengikuti pendidikan sekolah umum yang baru saja diperluas. Akibatnya, banyak sekali pesantren-pesantren kecil mati sebab santrinya kurang cukup banyak.62

Jika kita melihat peraturan-peraturan tersebut baik yang dikeluarkan pemerintah Belanda selama bertahun-tahun maupun yang dibuat pemerintah RI, memang masuk akal untuk menarik kesimpulan bahwa perkembangan dan pertumbuhan sistem pendidikan Islam, dan terutama sistem pesantren, cukup pelan karena ternyata sangat terbatas. Akan tetapi, apa yang dapat disaksikan dalam sejarah adalah pertumbuhan pendidikan pesantren yang kuatnya dan pesatnya luar biasa. Seperti yang dikatakan Zuhairini (1997:150, ternyata “jiwa Islam tetap terpelihara dengan baik” di Indonesia.63



  1. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren

Dahulu yang menjadi pusat pendidikan Islam adalah langgar masjid atau rumah sang guru, di mana murid-murid duduk di lantai, menghadapi sang guru, dan belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu malam hari biar tidak mengganggu pekerjaan orang tua sehari-hari. Tempat-tempat pendidikan Islam nonformal seperti inilah yang “menjadi embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren.”64

Pesantren sekarang ini dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu pesantren tradisional dan pesantren modern. Sistem pendidikan pesantren tradisional sering disebut sistem salafi. Pada pesantren salafi yaitu tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. Sedangkan pada pesantren modern merupakan sistem pendidikan yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem tradisional dan sistem sekolah formal (seperti madrasah).

Tujuan proses modernisasi pondok pesantren adalah berusaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan-perubahan yang bisa dilihat di pesantren modern termasuk: mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan di luar dirinya, diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.65

Ada beberapa metode pengajaran yang diberlakukan di Pesantren-pesantren, diantaranya adalah : Sorogan, weton/bandungan, halaqoh, hafalan, hiwar, bahtsul Masa’il, fathul Kutub, muqoronah.

Metode-metode pembelajaran tersebut tentunya belum mawakili keseluruhan dari metode-metode pembelajaran yang ada di pondok pesantren, tetapi setidaknya paling banyak diterapkan dilembaga pendididkan pondok pesantren. Berikut ini adalah gambaran singkat bagaimana penerapan metode tersebut dalam sistem pembelajaran santri. 66


  • Sorogan

Sorogan, berasal dari kata sorog (bahasa jawa) yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan kyai atau ustad. Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individual, dimana seorang santri berhadapan seorang guru, dan terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya. Sistem sorogan ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang bercita-cita sebagai orang alim. Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai bahasa arab. Dalam metode sorogan, murid membaca kitab kuning dan memberi makna, sementara guru mendengarkan sambil memberi catatan,komentar, atau bimbingan bila diperlukan. Akan tetapi dalam metode ini, dialog antara guru dengan murid belum atau tidak terjadi. Metode ini tepat bila diberikan kepada murid-murid seusai tingkat dasar (Ibtidaiyah) dan tingkat menengah (tsanawiyah) yang segala sesuatunya perlu diberi atau dibekali.

Dengan cara sistem sorogan tersebut, setiap murid mendapat kesempatan untuk belajar secara langsung dari kyai atau pembantu kyai. Sistem ini biasanya diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan Qurán dan kenyataan merupakan bagian yang paling sulit sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari murid. Murid seharusnya sudah paham tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti pendidikan selanjutnya di pesantren.67



  • Wetonan atau bandongan

istilah weton ini berasal dari kata wektu (bhs.Jawa) yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu,sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardhu. Metode weton ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Dan metode bandungan ini cara penyampainnya dimana seorang guru, kyai, atau ustadz membacakan serta menjelaskan isi kandungan kitab kuning, sementara santri, murid, atau siswa mendengarkan, memberi makna,dan menerima. Jadi guru berperan aktif sementaramurid bersifat pasif. Dan metode bandungan ini dapat bermanfaat ketika julah muridnya cukup besar dan waktu yang tersedia relatif sedikit, sementara materi yang harus disampaikan cukup banyak.68

  • Halaqoh

Metode Halaqoh, dikenal juga dengan istilah munazaharah system ini merupakan kelompok kelas dari system bandongan. Halaqoh yang berarti bahasanya lingkaran murid, atau sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru atau belajar bersama dalam satu tempat. Sistem ini merupakandiskusi untuk memahami isi kitab , bukan untuk mempertanyakan kemungkinan benar salahnya apa-apa yang diajarkanoleh kitab, tetapi untuk memahami apa maksud yang diajarkan oeh kitab. Bila dipandang dari sudut pengembangan intelektual, menurut Muhammad yunus system ini hanya bermanfaat bagi santri yang cerdas, rajin dan mampu serta bersedia mengorbankan waktu yang besar untuk stadi ini. Metode ini dimaksudkan sebagai penyajian bahan pelajaran dengan cara murid atau santri membahasnya bersama-sama melalui tukar pendapat tentang suatu topik atau masalah tertentu yang ada dalam kitab kuning, sedangkan guru bertindak sebagai “moderator”. Metode berdiskusi bertujuan agar murid atau santri aktif dalam belajar, sehingga akan tumbuh dan berkembang pemikiranpemikiran kritis, analitis, dan logis.

  • Hafalan atau tahfizh

Hafalan, metode yang diterapkan di pesantren-pesantren, umumnya dipakai untuk menghafalkan kitab-kitab tertentu, semisal Alfiyah ibnu Malik atau juga sering juga dipakai untuk menghafalkan Al-Qur’an, baik surat-surat pendek maupun secara keseluruhan. Dalam metode hafalan para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan tertentu dalam jangka aktu tertentu. Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian di “setorkan” dihadapan kyai atau ustadznya secara priodik atau insidental tergantung kepada petunjuk sebelumnya. Dengan demikian, titik tekan pada pembelajaran ini adalah santri mampu mengucapkan atau melafalkan sekumpulan materi pembelajaran secara lancar dengan tanpa melihat atau membaca teks.

  • Hiwar atau musyawarah

Metode hiwar atau musyawarah,hamper sama dengan metode diskusi yang umum kita kenal selama ini. Bedanya metode hiwar ini dilaksanakan dalam rang pendalaman atau pengayaan materi yang sudah ada di santri. Yang menjadi ciri khas dari hiwar ini, santri dan guru biasanya terlibat dalam sebuah forum perdebatan untuk memecahkan masalah yang ada dalam kitab-kitab yang sedang di santri.

  • Bahtsul Masa’il (Mudzakaroh)

Metode Mudakarah atau dalam istilah lain bahtsul masa’il merupakan pertemuan ilmiah, yang membahas masalah diniyah, seperti ibadah, aqidah dan masalah agama pada umumnya. Metode ini tidak jauh beda dengan metode musyawarah. Hanya saja bedanya, pada metode mudzakarah persyaratannya adalah para kyai atau para santri tingkat tinggi.

  • Fathul Kutub

Metode Fathul Kutub biasanya dilaksanakan untuk santri-santri yang sudah senior yang akan menyelesaikan pendidikan di Pondok Pesantren. Dan ini merupakan latihan membaca kitab (terutama kitab klasik), sebagai wahana menguji kemampuan mereka setelah mensantri.

  • Mukoronah

Metode mokoronah adalah sebuah metode yang terfokus pada kegiatan perbandingan, baik perbandingan materi, paham, metode maupun perbandingan kitab. Metode ini akhirnya berkembang pada perbandingan ajaran-ajaran agama. Untuk perbandingan materi keagamaan yang biasanya berkembang di bangku Perguruan Tinggi Pondok Pesantren (Ma’had Ali) dikenal istilah Muqoronatul Adyan. Sedangkan perbandingan paham atau aliran dikenal dengan istilah Mukoronatul madzahib.(perbandingan mazhab).

  • Muhawarah atau Muhadatsah

Muhawarah adalah merupakan latihan bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa arab. Aktivitas ini biasanya diwajibkan oleh Pondok Pesantren kepada para santrinya selama mereka tinggal di Pondok Pesantren. Percakapan ini baik antra sesame santri atau santri dengan ustadznya, kyainya pada waktu-waktu tertentu. Kepada mereka diberi perbendaharaan kata-kata bahasa Arab atau Inggris untuk dihafalkan sedikit demi sedikit, setelah santri banyak menguasai kosa kata, kepada mereka diwajibkan untuk menggunakan dalam percakapan sehari-hari. Dan banyak juga di Pondok-Pondok Pesantren metode muhawarah ini yang tidak diwajibkan setiap hari, akan tetapi hanya satu kali atau dua kali dalam satu minggu atau dalam waktu-waktu tertentu saja.69

  1. Yüklə 172,3 Kb.

    Dostları ilə paylaş:
1   2   3




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin