Kata pengantar


Pertama, menasionalisasikan perusahaan migas asing; Kedua



Yüklə 1,98 Mb.
səhifə14/25
tarix27.10.2017
ölçüsü1,98 Mb.
#15426
1   ...   10   11   12   13   14   15   16   17   ...   25

Pertama, menasionalisasikan perusahaan migas asing;

Kedua, melakukan revolusi lahan. Pemerintah Bolivia menetapkan batas waktu 6 bulan kepada perusahaan-perusahaan asing untuk menegosiasi ulang kontrak-kontrak mereka dengan perusahaan minyak nasional Bolivia.

Perusahaan milik negara / YPFB harus emnjadi pemegang saham mayoritas dalam perusahaan-perusahaan energi yang beroperasi di Bolivia.

Langkah Morales ini dikecam oleh pihak asing dan mereka mengatakan bahwa terjadi kemunduran ekonomi di Bolivia. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, dimana justru para Pemerintah dan pengamat yang mengatakan hal itu untuk membodohi rakyatnya sendiri.
Revolusi Lahan

Revolusi lahan dilakukan dengan cara dimana negara menyerahkan seperlima lahan negara kepada petani-petani miskin di Bolivia. Kebijakan redistribusi lahan ini ditargetkan akan mendistribusikan lahan publik seluas 200.000 km2 dalam 5 tahun. Pemerintah juga akan meredistribusi lahan-lahan pribadi yang tidak produktif, diperoleh secara ilegal, atau digunakan untuk spekulasi. Apakah indonesia akan mengikuti langkah Bolivia tersebut?


UU Mineral dan Batubara yang Banci

Dengan adanya UU Minerba No. 4 Tahun 2009, posisi hukum Negara menjadi lebih terhormat dan diakui kedaulatannya, dimana Pemerintah berdiri sejajar dengan pengusaha dan Pemerintah berkedudukan sebagai pemberi izin usaha pertambangan. UU Minerba ini mengakhiri Kontrak Karya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dan Kuasa Pertambangan. Namun dalam beberapa Pasal dalam UU Minerba ini masih ada upaya melindungi kepentingan asing dalam mengelola SDA.

Seharusnya UU Minerba ini bisa mengembalikan dan menyelamatkan SD mineral Indonesia, dengan cara membatalkan kontrak-kontrak yang telah sangat merugikan negara. Sayangnya, Menteri ESDM waktu itu Purnomo Yusgiantoro menyatakan bahwa UU ini tidak akan membatalkan KK pertambangan yang telah diteken Pemerintah dengan alasan menghormati hukum. KK hanya bisa dibatalkan dengan tiga alasan. Pertama, jika terjadi pelanggaran pidana. Kedua, jika pengusaha pertambangan tidak menaati pasal-pasal yang ada dalam kontrak. Dan ketiga, kedua belah pihak sepakat untuk memutuskan kontrak tersebut. Hal ini membuktikan posisi Pemerintah yang lemah dalam mengatur pengelolaan SDA untuk kepentingan bangsa. Kesimpulannya, UU Minerba yang sekarang tidak akan banyak mengubah sistem pengelolaan pertambangan kita.
BUMN itu Seharusnya Boleh Rugi, Asal Bukan karena dikorupsi

Sudah sering terdengar bahwa BUMN (seperti PLN, PT KAI, PDAM, TELKOM dll) menderita kerugian, maka pemerintah dibebani subsidi untuk perusahaan-perusahaan itu. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah salah kalau BUMN itu merugi sedangkan tujuan dibentuknya BUMN itu adalah untuk menyediakan kebutuhan rakyat dengan harga murah? Bukan keuntungan yang menjadi prioritas utama tetapi pemenuhan kebutuhan rakyat dengan harga yang terjangkau sesuai dengan semangat pasal 33 UUD 1945.

Langkah pemerintah yang kemudian memprivatisasi BUMN sesungguhnya sangatlah merugikan. Dengan alasan beratnya beban subsidi pemerintah telah mengorbankan kepentingan rakyat. Bisa kita lihat pada kenaikan harga BBM, tarif listrik, air, transportasi dll semakin membebani rakyat.

Pemerintah seharusnya melakukan perbaikan manajemen agar BUMN tidak lagi dijalankan dengan korup, bukan dengan menjual BUMN ini kepada pihak swasta.



Lecehkan Hukum demi Investor Asing

Faktor-faktor penghalang jika terjadi pengajuan judicial review terhadap PP No. 20 Tahun 1994:

  1. Pemerintah berusaha menggagalkan (secara politik);

  2. Campur tangan kekuatan asing (secara ekonomi);

  3. Putusan hakim tidak populer.

Akibatnya, jika sampai PP No. 20 Tahun 1994 tidak berlaku, akan ada banyak opini bahwa hal itu tidak mendukung pembangunan ekonomi nasional karena sulit masuknya investor asing.Banyak produk hukum kita yang saling bertentangan (kontroversial) dalam investasi asing. Contohnya, antara UUD 1945 pasal 33, UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, dan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

UUD 1945 pasal 33 ayat (2) menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ayat (3) menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Dalam UU No. 1 Tahun 1967 pasal 6 ayat (1) dinyatakan beberapa bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing secara penguasaan penuh, antara lain: pelabuhan, produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api umum, pembangkitan tenaga atom dan media massa. Anehnya, sektor pertambangan tidak tergolong dalam klasifikasi di atas karena dimungkinkannya kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya. Ternyata hal ini untuk memuluskan masuknya Freeport ke Papua.

UU No. 6 Tahun 1968 pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya 51% daripada modal dalam negeri yang ditanam di dalamnya dimiliki oleh negara dan/atau swasta nasional. PP No. 20 Tahun 1994 menjamin investor asing boleh memiliki hingga 95% saham perusahaan yang bergerak dalam bidang pelabuhan, produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api, pembangkit tenaga nuklir dan media massa.

Jelas-jelas ketiga produk hukum di atas saing bertentangan. Dalam bidang yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, persentase maksimal kepemilikan saham asing semakin meningkat: 5% (UU No. 1 Tahun 1967), 49% (UU No. 6 Tahun 1968), dan menjadi 95% (PP No. 20 Tahun 1994).

Ada hal lain yang lebih memprihatinkan. Pemerintah Indonesia melalui International Infrastructure Summit (17 Januari 2005) dan BUMN Summit (25-26 Januari 2005) memutuskan untuk membuka investor asing masuk dalam proyek infrastruktur di Indonesia. Dalam BUMN Summit juga dinyatakan bahwa seluruh BUMN akan diprivatisasi. Jadi, barang dan jasa publik (yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak) akan menjadi barang komersial dengan fokus utama bisnis (profit oriented).


Penyimpangan Konstitusi: Pasal 33 UUD 1945

Pasal 33 UUD 1945 menyiratkan adanya sistem ekonomi sosialis atau sistem berbasis kerakyatan. Hal ini diperkuat dengan amandemen keempat dengan dicantumkannya ketentuan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi. Namun, dalam praktiknya, belum ada implementasi dari pasal 33 UUD 1945.

Berikut ini penjabaran pasal 33 UUD 1945:


  1. Kegiatan ekonomi berdasar atas rasa kebersaman;

  2. Adanya semangat kekeluargaan yang saling menunjang dan menguntungkan antarpelaku ekonomi;

  3. Hal-hal yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;

  4. Penguasaan negara tersebut dilakukan melalui peraturan hukum;

  5. Tidak ada tempat untuk liberalisme.

Pasal 33 UUD 1945 menjamin kepentingan rakyat dengan menciptakan kemakmuran dan kepastian penghidupan yang layak dan tidak menciptakan penindasan dan penghisapan (exploitation d’lomme parlon). Bung Karno dan Bung Hatta menyatakan untuk mengimplementasikan hal tersebut, diperlukan ekonomi berencana (planned economy) atau perencanaan terpusat. Keperluan hidup yang vital, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan mendapat prioritas utama dalam perencanaan perekonomian nasional. Rakyat juga harus mendapat air, listrik, gas, dan BBM yang cukup dan murah karena barang-barang tersebut penting bagi rakyat. Perusahaan transportasi juga harus berfokus pada pelayanan keperluan masyarakat, tidak profit oriented.

Kerja sama ekonomi seharusnya dilakukan dengan cara bagi hasil (production sharing) antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Koperasi, Swasta Nasional dan Asing. Proyek-proyek didanai dari kredit luar negeri, sedangkan pembayarannya dilakukan dengan sebagian hasil dari proyek tersebut. Kepemilikan dan pimpinan harus tetap ada di tangan pihak Indonesia. Barang impor seharusnya hanya menjadi pelengkap produksi domestik. Walaupun demikian, ekspor dan impor harus berada pada hubungan yang seimbang, artinya ekspor diperlukan untuk membayar impor.

Seperti telah dikemukakan di atas, pasal 33 UUD 1945 belum mampu diimplementasikan. Bahkan, dapat dikatakan baru sebatas normatif. Banyak cabang produksi yang vital dikelola oleh swasta atau investor asing. Freeport, ExxonMobil, Newmont adalah contohnya.

Dalam berbagai segi, pengelolaan ekonomi kita sekarang ini cenderung liberal. Bahkan, Indonesia dianggap sebagai negara paling liberal di antara negara-negara liberal. Hal yang ironis, di satu sisi kita tetap mempertahankan pasal 33 UUD 1945, namun di sisi lain, produk hukum di bawahnya justru menyimpang.

Pada tahun 1994 terjadi krisis ekonomi yang melanda Amerika Latin. Untuk mengatasinya, digulirkan suatu rekomendasi formula 10 elemen yang dinamakan Washington Consensus, antara lain:


  1. Disiplin fiskal, menjaga anggaran agar tetap surplus;

  2. Belanja APBN diprioritaskan untuk memperbaiki pendistribusi pendapatan;

  3. Reformasi sektor perpajakan;

  4. Liberalisasi sektor finansial;

  5. Pertimbangan daya saing dan kredibilitas dalam penentuan kurs mata uang;

  6. Liberalisasi perdagangan;

  7. Tidak ada diskriminasi investasi asing;

  8. Privatisasi BUMN;

  9. Deregulasi atau penghilangan segala restriksi perusahaan baru yang hendak masuk pasar;

  10. Perlindungan hak cipta (property right).

Kesepuluh pilar di atas dapat dipersempit lagi menjadi tiga poin utama:

  • kebijakan fiskal yang disiplin dan konservatif;

  • privatisasi BUMN;

  • liberalisasi pasar.

Berbagai perdebatan akan pro-kontra neoliberalisme tampaknya mengambil Washington Consensus tersebut sebagai tolok ukur. Contoh yang nyata: privatisasi BUMN.

Masalahnya, apakah dengan sistem neoliberalisme, rakyat menjadi makmur dan tidak perlu terjadi krisis ekonomi? Korea Selatan mungkin kelihatan berhasil dengan sistem neoliberalismenya, namun ada campur tangan Amerika Serikat untuk menghadapi Korea Utara dan Cina. Amerika Serikat memberikan bantuan dan perhatian yang besar untuk menumbuhkan perekonomian Korea Selatan.

Bagaimana dengan Indonesia…?71

***


DITEMUKAN DUA KLUB INDONESIA

PEMASOK PERJUANGAN ISRAEL


Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) Athian Ali mengungkapkan, dua klub berkedok kemanusian di Kota Bandung memasok perjuangan Israel. Untuk itu, pihaknya mengeluarkan tiga maklumat yang mendesak dibubarkannya klub tersebut.

“Kedua kaki tangannya Zionis itu ialah Rotary Club dan Lions Club. Keduanya ada di Bandung dan induknya ialah Fremasonry dengan dalangnya Zionis Israel,” ungkap Athian Ali saat jumpa pers di Sekretariat FUUI Bandung, Sabtu (31/1/2009).

Awalnya, pihaknya pernah mendapat laporan dari Kejaksaan terkait aktifitas menyimpang dari kedua club tersebut. “Pada tahun 2001 kejaksaan sudah memberitahu saya, tapi saya belum yakin. Setelah diselidiki, ternyata dana yang dihimpunnya dikirimkan ke Amerika dan dilanjutkan untuk mendanai Zionis Israel,” jelasnya.

Tiga maklumat yang dikeluarkan itu adalah, mendesak Presiden RI untuk mencabut Kepres RI Nomor 69 Tahun 2000 yang mencabut Kepres RI Nomor 264 Tahun 1962 dan memberlakukan kembali Kepres RI no 264 tahun 1962. “Karena Kepres tersebut berisi melarang Rotary Club diIndonesia, ” jelas Athian.

Maklumat kedua, mengingatkan umat Islam akan fatwa para Ulama Mekkah dan Komisi Fatwa Al-Azhar mengenai haramnya bergabung dengan Rotary Club dan Lions Club serta kafirnya seseorang yang dengan sadar menjadi anggota Rotary Club dan yang bersangkutan mengetahui tujuan yang sebenarnya.

“Ketiga mengimbau umat Islam yang kini bergabung dengan gerakan Freemasonry atau salah satu jaringannya agar segera menanggalkan keanggotaannya, ” tegas Athian.

Sementara itu, saat wartawan hendak mengkonfirmasi ke Rotary Club Bandung di Gedung Fakultas ITENAS Jalan P.H.H. Mustofa, Bandung, tidak ada seorang pun. “Semuanya libur kalau hari sabtu,” ungkap salah seorang satpam Itenas yang enggan disebutkan namanya. Ketika ditanya apakah dirinya mengenal salah seorang pengurus. Dia mengaku tidak mengetahui, tetapi sesekali memang ada beberapa orang di sekretariat tersebut.72

***
SEJARAH YAHUDI DI INDONESIA


Yahudi di Indonesia membentuk komunitas Yahudi yang sangat kecil, yang terdiri hanya sekitar 20 yahudi, yang kebanyakan merupakan Yahudi Sephardi.

Pada tahun 1850-an, pengelana Yahudi, Jacob Saphir, adalah orang pertama yang menulis mengenai komunitas Yahudi di Hindia Belanda, setelah mengunjungi Batavia. Kebanyakan Yahudi yang hidup di Hindia Belanda pada abad ke-19 adalah Yahudi Belanda, yang bekerja sebagai pedagang atau berhubungan dengan rezim kolonial. Namun, beberapa anggota komunitas juga merupakan imigran dari Irak atau Aden.

Pada saat Perang Dunia, jumlah Yahudi di Hindia Belanda diperkirakan sekitar 2.000 jiwa. Yahudi Indonesia menderita ketika Pendudukan Jepang di Indonesia, dan mereka dipaksa untuk bekerja di kemah. Setelah perang, Yahudi yang dilepas menemui berbagai masalah, dan banyak yang beremigrasi ke Amerika Serikat, Australia atau Israel.

Pada akhir 1960-an, diperkirakan 20 Yahudi tinggal di Jakarta dan 25 tinggal di Surabaya. Pada sensus tahun 2000, orang Indonesia yang menyatakan sebagai suku Yahudi berjumlah sekitar 200 orang saja. Mereka memeiliki sebuah sinagoga di Surabaya, Jawa Timur.



Keturunan Yahudi Indonesia

Beberapa tokoh berdarah Yahudi Indonesia diantaranya :



  • Marini Sardi, artis

  • Yapto Suryosumarno, politikus; tokoh pemuda

  • Nafa Urbach, artis

  • Cornelia Agatha, artis

  • Xaviera Hollander, penulis, bintang erotika, pengusaha.

Konon, warga Yahudi sudah banyak berdiam di Indonesia sejak jaman kolonial Belanda, khususnya di Jakarta, tapi tidak ada tanggal yang pasti kaum Yahudi menetap di Indonesia. Sebuah situs Komunitas Yahudi dunia mencatat bahwa pada tahun 1850 seorang utusan dari Jerusalem, Jacob Saphir, yang mengunjungi Batavia (Jakarta), bertemu dengan seorang pedagang Yahudi dari Amsterdam yang menyebutkan bahwa ada 20 keluarga Yahudi dari Belanda atau Jerman tinggal di sana, termasuk anggota pasukan kolonial Belanda.

Beberapa orang Yahudi juga tinggal di Semarang dan Surabaya. Mereka punya beberapa hubungan dengan agama Judaisme (ajaran Yahudi). Atas permintaan Saphir, Komunitas Amsterdam mengirim rabbi yang mencoba mengorganisasikan jemaah di Batavia dan Semarang.

Sejumlah Yahudi dari Baghdad atau asli orang Baghdad, dan dari Aden juga bermukim di Jawa. Pada tahun 1921, utusan Zionis dari Israel yang bernama Cohen memperkirakan bahwa hampir ada 2,000 orang Yahudi yang tinggal di Jawa.

Sebagai catatan, Vereenigde Oostindische Compagnie (Serikat Dagang India Timur) atau VOC atau Kompeni berdiri pada tahun 1602 dan memegang hak monopoli dari Kerajaan Belanda untuk menguasai jalur perdagangan di Asia selama 21 tahun. VOC adalah Multi-National Company (MNC) pertama di dunia dan juga perusahaan Multi-nasional pertama yang menerbitkan saham. Selama hampir 200 tahun berkuasa, VOC akhirnya bangkrut dan dibubarkan pada tahun 1800 karena terlilit hutang dan kerusuhan. Akhirnya asset dan hutang-hutangnya diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda.

Kembali kepada kisah kaum Yahudi. Yahudi Belanda di Surabaya ada yang memegang jabatan penting di pemerintahan, dan banyak juga yang jadi pedagang. Kaum Yahudi yang berasal dari Baghdad membentuk elemen yang paling ortodox (kolot). Di sana juga terdapat kaum Yahudi asal Eropa Tengah dan Soviet Russia, yang jumlahnya meningkat di tahun 1930-an. Di tahun 1939 ada sekitar 2,000 pemukim Yahudi Belanda dan sejumlah Yahudi stateless (tanpa status kewarganegaraan) yang menjalani hukuman ketika Jepang menduduki Indonesia. Setelah kemerdekaan Indonesia, unsur-unsur Yahudi Belanda mulai mengalami kemerosotan dan populasinya pun berkurang karena alasan-alasan politik dan ekonomi.

Ada sekitar 450 orang Yahudi di Indonesia pada tahun 1957, umumnya kaum Ashkenazim di Jakarta dan kaum Sephardim di Surabaya, komunitas inilah yang memelihara sebuah sinagoga di sana. Komunitas tersebut berkurang menjadi 50 orang di tahun 1963. Ada sekitar 20 orang Yahudi yang tinggal di Jakarta dan 25 orang di Surabaya pada tahun 1969. Komunitas ini diwakili oleh the Board of Jewish Communities of Indonesia (Dewan Komunitas-komunitas Yahudi di Indonesia) yang berkantor di Jakarta.

Pada tahun 1997, tercatat ada sekitar 20 orang Yahudi tinggal di Indonesia, beberapa dari mereka ada di Jakarta dan beberapa keluarga Yahudi lainnya yang berasal dari Irak tinggal di Surabaya dan memelihara sebuah sinagoga kecil.
Pedagang Sukses

Pada abad ke-19 dan 20 serta menjelang Belanda hengkang dari Indonesia, ada sejumlah orang Yahudi yang membuka toko-toko di Noordwijk (kini Jl Juanda) dan Risjwijk (Jl Veteran) —dua kawasan elite di Batavia kala itu— seperti Olislaeger, Goldenberg, Jacobson van den Berg, Ezekiel & Sons dan Goodwordh Company.

Di sepanjang Jalan Juanda (Noordwijk) dan Jalan Veteran (Rijswijk) jejak Zionis-Yahudi juga ada. Dalam sebuah artikel di sebuah media massa yang terbit di Jakarta, sejarawan Betawi Alwi Shahab menyebutkan, pada abad ke-19 dan ke-20, sejumlah orang Yahudi menjadi pengusaha papan atas di Jakarta.

Beberapa di antaranya bernama Olislaegar, Goldenberg dan Ezekiel. Mereka menjadi pedagang sukses dan tangguh yang menjual permata, emas, intan, perak, arloji, kaca mata dan berbagai komoditas lainnya. Toko mereka berdiri di sepanjang Jalan Risjwijk dan Noorwijk.

Masih menurut Alwi, pada tahun 1930-an dan 1940-an, jumlah orang Yahudi cukup banyak di Jakarta. Bisa mencapai ratusan orang. Mereka pandai berbahasa Arab, hingga sering dikira sebagai orang keturunan Arab. Bahkan Gubernur Jenderal Belanda, Residen dan Asisten Residen Belanda di Indonesia banyak yang keturunan Yahudi. Di masa kolonial, warga Yahudi ada yang mendapat posisi tinggi di pemerintahan. Termasuk gubernur jenderal AWL Tjandra van Starkemborgh Stachouwer (1936-1942).

Sedangkan Abdullah Alatas (75 tahun) mengatakan, keturunan Yahudi di Indonesia kala itu banyak yang datang dari negara Arab. Maklum kala itu negara Israel belum terbentuk. Seperti keluarga Musri dan Meyer yang datang dari Irak.

Sedangkan Ali Shatrie (87) menyatakan bahwa kaum Yahudi di Indonesia memiliki persatuan yang kuat. Setiap Sabath atau Sabtu, hari suci kaum Yahudi, mereka berkumpul bersama di Mangga Besar, yang kala itu merupakan tempat pertemuannya. Di gedung itu, seorang rabbi, imam kaum Yahudi, memberikan wejangan dengan membaca Kitab Zabur.

Menurut Ali Shatrie, kaum Yahudi umumnya memakai paspor Belanda dan mengaku warga negara kincir angin. Sedangkan Abdullah Alatas mengalami saat-saat hari Sabath dimana warga Yahudi sambil bernyanyi membaca kitab Talmut dan Zabur, dua kitab suci mereka.

Pada 1957, ketika hubungan antara RI-Belanda putus akibat kasus Irian Barat (Papua), tidak diketahui apakah seluruh warga Yahudi meninggalkan Indonesia. Konon, mereka masih terdapat di Indonesia meski jumlahnya tidak lagi seperti dulu. Yang pasti dalam catatan sejarah Yahudi dan jaringan gerakannya, mereka sudah lama menancapkan kukunya di Indonesia. Bahkan gerakan mereka disinyalir telah mempengaruhi sebagian tokoh pendiri negeri ini. Sebuah upaya menaklukkan bangsa Muslim terbesar di dunia (Sabili, 9/2-2006).

Dalam buku Jejak Freemason & Zionis di Indonesia disebutkan bahwa gedung Bappenas di Taman Surapati dulunya merupakan tempat para anggota Freemason melakukan peribadatan dan pertemuan.

Gedung Bappenas di kawasan elit Menteng, dulunya bernama gedung Adhuc Stat dengan logo Freemasonry di kiri kanan atas gedungnya, terpampang jelas ketika itu. Anggota Freemason menyebutnya sebagai loji atau rumah syetan. Disebut rumah syetan, karena dalam peribadatannya anggota gerakan ini memanggil arwah-arwah atau jin dan syetan, menurut data-data yang dikumpulkan penulisnya Herry Nurdi.

Freemasonry atau Vrijmetselarij dalam bahasa Belanda masuk ke Indonesia dengan beragam cara. Terutama lewat lembaga masyarakat dan pendidikan. Pada mulanya gerakan itu menggunakan kedok persaudaraan kemanusiaan, tidak membedakan agama dan ras, warna kulit dan gender, apalagi tingkat sosial di masyarakat.

Dalam buku tersebut disebutkan, meski pada tahun 1961, dengan alasan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, Presiden Sukarno melakukan pelarangan terhadap gerakan Freemasonry di Indonesia. Namun, pengaruh Zionis tidak pernah surut. Hubungan gelap ‘teman tapi mesra’ antara tokoh-tokoh bangsa dengan Israel masih terus berlangsung.

Zionis-Yahudi mengakar kuat di Indonesia. Melalui antek-anteknya yang ada di Indonesia, mereka berhasil menguasai sektor ekonomi, terutama bidang perbankan dan merasuki budaya Indonesia.



Ridwan Saidi, sejarawan Betawi, mengaku prihatin dengan kondisi umat saat ini. Sebab, banyak umat yang masih tidak percaya gerakan Zionis-Yahudi. Bahkan sebagian kaum Muslimin memandang tudingan gerakan Zionis-Yahudi sebagai sesuatu yang mengada-ada. Padahal, dampak dari gerakan Zionis ini sangatlah merugikan kaum Muslimin bahkan umat manusia.

“Siapa bilang tidak ada gerakan Zionis-Yahudi di sini. Ada dong, sebab akarnya terlalu kuat di Indonesia. Mereka masuk sejak zaman Hindia Belanda,” ujar pria yang puluhan tahun meneliti dan mengkaji gerakan Zionis-Yahudi itu.

Benarkah akar Zionis-Yahudi begitu kuat di Indonesia? Apa saja indikasi dan buktinya? Memang, tak mudah melacak jejak gerakan berbahaya ini di Indonesia. Apalagi selama ini, Zionis-Yahudi, memang gerakan tertutup. Aktivitas mereka berkedok kegiatan sosial atau kemanusiaan. Namun sasaran dan tujuannya sangat jelas: Merusak kaum lain.

Ibarat orang yang sedang buang angin dengan pelan: tercium baunya, tapi tak nampak wujudnya. Tidak mudah mengendus dan mendeteksi mereka. Namun dengan membuka-buka catatan sejarah, kabut dan misteri seputar jaringan Zionis-Yahudi di Indonesia akan terbuka lebar.


Gedung Bappenas

Gedung dan bangunan ternyata tak hanya memiliki estetika, namun juga menyimpan sejarah peradaban, tak terkecuali gerakan Zionis-Yahudi di Indonesia. Dari sejumlah dokumen sejarah, tidak sedikit gedung-gedung yang berdiri dan beroperasi saat ini yang ternyata dulunya pernah menjadi pusat pengendali gerakan Zionis-Yahudi di Indonesia.

Satu di antaranya adalah gedung induk yang saat ini dipakai pemerintah untuk kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jalan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat. Dalam buku “Menteng Kota Taman Pertama di Indonesia” karangan Adolf Hueken SJ, disebutkan, awalnya gedung yang kini berperan penting merencanakan pembangunan Indonesia itu adalah bekas loge-gebouw, tempat pertemuan para vrijmetselaar (kaum Freemason).

Loge-gebouw atau rumah arloji sendiri adalah sebuah sinagoga, tempat peribadatan kaum Yahudi. Dulu, kaum Yahudi memakainya untuk tempat “sembahyang” atau “ngeningkan cipta” kepada Tuhan. Karena tempat itu sering dipergunakan untuk memanggil-manggil roh halus, maka masyarakat Indonesia sering menyebut loge atau loji sebagai rumah setan.

Sementara Vrijmetselarij adalah organisasi bentukan Zionis-Yahudi di Indonesia (Dulu Hindia Belanda). Ridwan Saidi dalam bukunya “Fakta dan Data Yahudi di Indonesia” menuliskan bahwa pimpinan Vrjmetselarij di Hindia Belanda sekaligus adalah ketua loge.

Vrijmetselarij bukanlah organisasi yang berdiri sendiri. Ia merupakan bentukan dari organisasi Freemasonry, sebuah gerakan Zionis-Yahudi internasional yang berkedudukan di London, Inggris. Pada tahun 1717, para emigran Yahudi yang terlempar ke London, Inggris, mendirikan sebuah gerakan Zionis yang diberi nama Freemasonry. Organisasi inilah yang kini mengendalikan gerakan Zionis-Yahudi di seluruh dunia.

Dalam kenyataannya, gerakan rahasia Zionis-Yahudi ini selalu bekerja menghancurkan kesejahteraan manusia, merusak kehidupan politik, ekonomi dan sosial negara-negara yang di tempatinya. Mereka ingin menjadi kaum yang menguasai dunia dengan cara merusak bangsa lain, khususnya kaum Muslimin.

Mereka sangat berpegang teguh pada cita-cita. Tujuan akhir dari gerakan rahasia Zionis-Yahudi ini, salah satunya, adalah mengembalikan bangunan Haikal Sulaiman yang terletak di Masjidil Aqsha, daerah Al-Quds yang sekarang dijajah Israel. Target lainnya, mendirikan sebuah pemerintahan Zionis internasional di Palestina, seperti terekam dari hasil pertemuan para rabbi Yahudi di Basel, Switzerland.

Seperti disinggung di atas, gedung Bappenas memiliki sejarah kuat dengan gerakan Zionis-Yahudi. Tentu, bukan suatu kebetulan, jika lembaga donor dunia seperti International Monetary Fund (IMF) yang dikuasai orang-orang Yahudi sangat berkepentingan dan menginginkan kebijakan yang merencanakan pembangunan di Indonesia selaras dengan program mereka.

Satu per satu bukti kuatnya jejak Zionis-Yahudi di Indonesia bermunculan. Jejak mereka juga nampak di sepanjang Jalan Medan Merdeka Barat dengan berbagai gedung pencakar langitnya. Menurut Ridwan Saidi, semasa kolonial Belanda, Jalan Medan Merdeka Barat bernama Jalan Blavatsky Boulevard. Nama Blavatsky Boulevard sendiri tentu ada asal-usulnya. Pemerintah kolonial Belanda mengambil nama Blavatsky Boulevard dari nama Helena Blavatsky, seorang tokoh Zionis-Yahudi asal Rusia yang giat mendukung gerakan Freemasonry.


Yüklə 1,98 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   ...   10   11   12   13   14   15   16   17   ...   25




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin