Manusia dan fitrah berketuhanan



Yüklə 54,6 Kb.
tarix27.07.2018
ölçüsü54,6 Kb.
#60198

Makalah Mata Kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan 1

Oleh : Ismail, S.Pd.I, M.Pd


MANUSIA DAN FITRAH BERKETUHANAN



  1. Manusia Menurut Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an banyak ditemukan gambaran yang membicarakan tentang manusia dan makna filosofis dari penciptaannya. Manusia merupakan makhluk paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang dilengkapi dengan akal pikiran. Ibn Arabi (Al-Rasyid dan Samsul Nizar, 2005: 1) melukiskan hakikat manusia dengan mengatakan bahwa “tak ada makhluk Allah yang lebih bagus daripada manusia, yang memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berpikir, dan memutuskan.”




  1. Makna Manusia dalam Al-Qur’an

Kata yang digunakan dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan makna manusia, yaitu; al-basyar, al-insan, dan al-nas.


  1. Kata al-basyar dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali yang tersebar dalam 26 surat. Secara etimologi al-basyar berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut.

                         

Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS. Al-Kahfi/18:110)




  1. Kata al-insan berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam al-qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara etimologi, al-insan berarti harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa. Kata al-insan digunakan al-qur’an untuk menunjukkan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani. Perpaduan antara aspek pisik dan psikis telah membantu manusia untuk mengespresikan dimensi al-insan al-bayan, yaitu sebagai makhluk berbudaya yang mampu berbicara, mengetahui baik dan buruk, mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban, dan lain sebagainya. Kata al-insan juga digunakan al-qur’an untuk menjelaskan sifat umum, serta sisi-sisi kelebihan dan kelemahan manusia.

        

Artinya : apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya?. (Tidak), Maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia. (Q.S. An Najm/53:24-25)




  1. Kata al-nas dinyatakan dalam al-quran sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53 surat. Kata al-nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk sosial secara keseluruhan, tanpa terlihat status keimanan atau kekafirannya.

                    

Artinya: Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain Telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu Telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu. (Q.S. Al-Baqrah/2:13)




  1. Proses Penciptaan Manusia

Al-qur’an menyatakan bahwa proses penciptaan manusia dalam dua tahap yang berbeda, yaitu: pertama, disebut dengan tahapan primordial. Kedua, disebut dengan tahapan biologi.

Manusia pertama, Adam a.s, diciptakan dari al-tin (tanah), al-turob (tanah debu), min shal (tanah liat), min hamain masnun (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh dari-Nya ke dalam diri (manusia) tersebut (Q.S. Al An’aam/6:2, Al Hijr/15:26,28,29, Al Mu’minuun/23:12, Al Ruum/30:20, Ar Rahman/55:4).

Penciptaan manusia selanjutnya adalah melalui proses biologi yang dapat dipahami secara sains-empirik. Di dalam proses ini, manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh (Q.S Al Mu’minuun/23:12). Hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa ruh dihembuskan Allah SWT ke dalam janin setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nuthfah, 40 hari alaqah dan 40 hari mudghah (Al-Rasyid dan Samsul Nizar, 2005: 15).

Menurut Harun Nasution (1995: 37), unsur materi manusia mempunyai daya fisik, seperti mendengar, melihat, merasa, meraba, mencium dan daya gerak. Sementara itu unsur immateri mempunyai daya, yaitu daya berpikir yang disebut akal dan daya rasa yang berpusat di kalbu. Untuk membangun daya fisik perlu dibina melalui latihan-latihan keterampilan dan panca indera. Sedangkan untuk mengembangkan daya akal dapat dipertajam melalui proses penalaran dan berpikir. Sedangkan untuk mengembangkan daya rasa dapat dipertajam melalui ibadah, karena intisari dari ibadah dalam Islam ialah mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Suci, Allah SWT. Yang maha suci hanya dapat didekati oleh ruh yang suci dan ibadah adalah sarana latihan strategis untuk mensucikan ruh dan jiwa.




  1. Fungsi Penciptaan Manusia

Fungsi penciptaan manusia menurut al-qur’an adalah sebagai khalifah dan ‘abd. Untuk melaksanakan fungsi ini, Allah SWT membekali manusia dengan seperangkat potensi. Pandangan kategorikal sebagai khalifah dan ‘abd tidak mengisayaratkan suatu pengertian yang bercorak dualisme-dikotomik, tetapi menjelaskan muatan fungsional yang harus diemban manusia dalam melaksanakan tugas-tugas kesejahteraan dalam kehidupannya di muka bumi.

                              

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al Baqarah/2:30).
          

Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah/2: 21).
      

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz Dzariyat/51:56).



  1. Potensi Manusia

Manusia adalah makhluk yang merupakan resultan dari dua komponen (materi dan immateri), maka konsepsi itu menghendaki proses pembinaan yang mengacu ke arah realisasi dan pengembangan komponen-komponen tersebut. Hal ini berarti bahwa sistem pendidikan Islam harus dibangun di atas konsep kesatuan (integritas) antara pendidikan Qalbiyah dan ‘Aqliyah sehingga mampu menghasilkan manusia muslim yang pintar secara intelektual dan terpuji secara moral. Jika komponen potensi ini terpisah, maka manusia akan kehilangan keseimbangan dan tidak akan pernah menjadi pribadi-pribadi yang sempurna (al-insan al-kamil).

                                 



Artinya: Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai. (Q.S. Al A’raf/7:179)


  1. Manusia Menyimpan Fitrah Ke-Tuhan-an

Pada prinsipnya, perbuatan dan kelakuan manusia yang berbeda-beda ditentukan dan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu: (1) Faktor dari dalam; yakni naluri (instinct) atau fitrah yang dibawa sejak lahir dan (2) Faktor dari luar; misalnya pengaruh lingkungan, pendidikan, dan latihan.

Menurut Dr. Hamzah Ya’cub (1996: 57) bahwa setiap kelakuan manusia lahir dari suatu kehendak yang digerakkan oleh naluri (instinct). Naluri merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir, jadi merupakan suatu pembawaan asli. dalam bahasa arab disebut “gazirah” atau “fitrah” dan dalam bahasa inggris disebut instinct.

Para ahli-ahli psikologi (Hamzah Ya’cub, 1996: 58-59), menerangkan berbagai naluri (instinct) yang ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya, di antaranya:




  1. Naluri makan (nutritive instinct), bahwa begitu manusia lahir membawa suatu hasrat makan tanpa didorong oleh orang lain.

  2. Naluri berjodoh (seksual instinct), laki-laki menginginkan wanita begitupun sebaliknya, dan yang lainnya.

        

Artinya: “Manusia itu diberi hasrat atau keinginan, misalnya kepada wanita, anak-anak dan kekayaan yang melimpah-limpah…”(QS. Ali Imran:14).



  1. Naluri berjuang (combative instinct), tabiat manusia yang cenderung mempertahankan diri dari gangguan dan tantangan.

  2. Naluri ber-Tuhan, adalah tabiat manusia mencari dan merindukan penciptanya yang mengatur dan memberikan rahmat kepadanya. Naluri ini disalurkan dalam hidup beragama.

Tatkala seseorang beranjak dewasa dan mengenyam lebih banyak lagi pengalaman, maka kecenderungan untuk ingin tahu itu lebih kuat lagi. Nampak kian banyak misteri yang terselubung dibalik kehidupan ini. Banyak keinginan tidak selamanya terpenuhi. Sebaliknya banyak kejadian yang mendadak tak diduga sebelumnya. Maka siapakah penguasa dibalik iradah dan kemampuan insan yang terbatas ini?

Pada tahap ini, bukan saja naluri yang bergejolak tetapi otak dan logika mulai bermain untuk membentuk pengertian dan mengampil keputusan tentang adanya Tuhan. Demikianlah fitrah manusia bergejolak mencari dan merindukan Tuhan, mulai dari bentuk yang dangkal dan bersahaja berupa perasaan sampai ketingkat yang lebih tinggi berupa penggunaan akal (filsafat).

Menurut Dr. Hamzah Ya’caub (1984: 10) bahwa boleh jadi fitrah ini sekali-kali tertutup kabut kegelapan sehingga nampak manusia tidak mau tahu siapa penciptanya, namun kekuatan fitrah ini tidak dapat dihapus sama sekali. Dia sewaktu-waktu muncul ke permukaan lautan kesadaran memanifestasikan kecenderungannya merindukan tuhannya yang begitu baik budi. Disinilah terdapat perpaduan antara naluri (fitrah), akal dan wahyu yang membuahkan ma’rifah, pengenalan terhadap Allah yang sebenar-benarnya.



                               

Artinya: Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. (Q.S. Al-Luqman/31:20)


  1. Referensi




  • Al-Rasyidin dan H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005.

  • Ali Isa Othman, Manusia Menurut Al-Ghazali, Bandung: Pustaka, 1985.

  • Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2004.

  • Departemen Pendidikan Nasional Pusat Perbukuan, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003.

  • Hamzah Ya’cub, Pengantar Ilmu Syari’ah (Hukum Islam), Tangerang: Yayasan Islamic College, 1993.

  • Hamzah Ya’cub, Filsafat Ketuhanan, Bandung: PT Alma’arif, 1984.

  • Harun Nasution, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1995.



Yüklə 54,6 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin