Diktat kuliah


Penggunaan Pungtuasi (Tanda Baca)



Yüklə 0,7 Mb.
səhifə3/15
tarix26.07.2018
ölçüsü0,7 Mb.
#59536
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   15

Penggunaan Pungtuasi (Tanda Baca)

Pungtuasi ialah tanda baca yang dibakukan ke dalam tulisan agar makna dan satuannya dalam konstruksi menjadi lebih jelas. Termasuk di dalamnya: penulisan tanda titik, tanda koma, tanda titik dua, tanda elipsis, tanda tanya, tanda kurung, tanda petik, dan tanda garis miring.

        1. Bahan Baku Istilah Indonesia

Tidak ada satu bahasa pun yang sudah memiliki kosa kata yang lengkap dan tidak memerlukan ungkapan untuk gagasan, temuan, atau rekacipta yang baru. Bahasa Inggris yang kini dianggap bahasa internasional utama, misalnya, pernah menyerap kata dan ungkapan dari bahasa Yunani, Latin, Prancis, dan bahasa lain, yang jumlahnya hampir tiga perlima dari seluruh kosakatanya. Sejalan dengan itu, bahan istilah Indonesia diambil dari berbagai sumber, terutama dari tiga golongan bahasa yang penting, yakni (1) bahasa Indonesia, termasuk unsur serapannya, dan bahasa Melayu, (2) bahasa Nusantara yang serumpun, termasuk bahasa Jawa Kuno, dan (3) bahasa asing, seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab.

Istilah yang mengungkapkan konsep hasil galian ilmuwan dan pandit Indonesia, seperti bhinneka tunggal ika, batik, banjar, sawer, gunungan, dan pamor, telah lama diterima secara luas sehingga dapat dimantapkan dan hasilnya dikodifikasi.

Pemadanan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia, dan jika perlu ke salah satu bahasa serumpun, dilakukan lewat penerjemahan, penyerapan, atau gabungan dari penerjemanan dan penyerapan. Demi keseragaman, sumber rujukan yang diutamakan ialah istilah Inggris yang pemakaiannya bersifat internasional karena sudah dilazimkan oleh para ahli dalam bidangnya. Penulisan istilah serapan itu dilakukan dengan atau tanpa penyesuaian ejaannya berdasarkan kaidah fonotaktik, yakni hubungan urutan bunyi yang diizinkan dalam bahasa Indonesia.


  1. Penerjemahan

Istilah Indonesia dapat dibentuk lewat penerjemahan berdasarkan kesesuaian makna, tetapi bentuknya tidak sepadan, misalnya: supermarket menjadi pasar swalayan, merger menjadi gabung usaha.Penerjemahan dapat pula dilakukan berdasarkan kesesuaian bentuk dan makna, misalnya: bonded zone menjadi kawasan berikat.

Penerjemahan istilah asing memiliki beberapa keuntungan. Selain memperkaya kosa kata Indonesia dengan sinonim, istilah terjemahan juga meningkatkan daya ungkap bahasa Indonesia. Jika timbul kesulitan dalam penyerapan istilah asing yang bercorak Anglo-Sakson karena perbedaan antara lafal dan ejaannya, penerjemahan merupakan jalan keluar terbaik. Dalam pembentukan istilah lewat penerjemahan perlu diperhatikan pedoman berikut.



  1. Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan dengan satu kata. Misalnya: psychologist menjadi ahli psikologi

  2. Istilah asing dalam bentuk positif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia bentuk positif, sedangkan istilah dalam bentuk negatif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia bentuk negatif pula. Misalnya: bound form menjadi bentuk terikat

  3. Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya dipertahankan pada istilah terjemahannya. Misalnya: merger (nomina) menjadi gabung usaha (nomina)

  4. Dalam penerjemahan istilah asing dengan bentuk plural, pemarkah kejamakannya ditanggalkan pada istilah Indonesia. Misalnya: alumni menjadi lulusan, master of ceremonies menjadi pengatur acara

Adakalanya upaya pemadanan istilah asing perlu dilakukan dengan menciptakan istilah baru. Misalnya, pemadanan catering menjadi jasa boga dan invention menjadi rekacipta diperoleh lewat perekaan.19


  1. Penyerapan

Penyerapan istilah asing untuk menjadi istilah Indonesia dilakukan berdasarkan hal-hal berikut.

    1. Istilah asing yang akan diserap meningkatkan ketersalinan bahasa asing dan bahasa Indonesia secara timbal balik (intertranslatability) mengingat keperluan masa depan.

    2. Istilah asing yang akan diserap mempermudah pemahaman teks asing oleh pembaca Indonesia karena dikenal lebih dahulu.

    3. Istilah asing yang akan diserap lebih ringkas jika dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya.

    4. Istilah asing yang akan diserap mempermudah kesepakatan antarpakar jika padanan terjemahannya terlalu banyak sinonimnya.

    5. Istilah asing yang akan diserap lebih cocok dan tepat karena tidak mengandung konotasi buruk.

Proses penyerapan istilah asing, dengan mengutamakan bentuk visualnya, dilakukan dengan cara yang berikut.

  1. Penyerapan dengan penyesuaian ejaan dan lafal, misalnya: camera [kæměra] menjadi kamera [kamera]

  2. Penyerapan dengan penyesuaian ejaan tanpa penyesuaian lafal, misalnya: design [disaīn] menjadi desain [desain]

  3. Penyerapan tanpa penyesuaian ejaan, tetapi dengan penyesuaian lafal, misalnya: radar [reidar] menjadi radar [radar]

  4. Penyerapan tanpa penyesuaian ejaan dan lafal

    1. Penyerapan istilah asing tanpa penyesuaian ejaan dan lafal dilakukan jika ejaan dan lafal istilah asing itu tidak berubah dalam banyak bahasa modern, istilah itu dicetak dengan huruf miring. Misalnya: divide et impera,esprit de corps, status quo

    2. Penyerapan istilah tanpa penyesuaian ejaan dan lafal dilakukan jika istilah itu juga dipakai secara luas dalam kosakata umum, istilah itu tidak ditulis dengan huruf miring (dicetak dengan huruf tegak). Misalnya: internet, golf, lift.20




  1. Gabungan Penerjemahan dan Penyerapan

Istilah bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan menerjemahkan dan menyerap istilah asing sekaligus, misalnya: bound morpheme menjadi morfem terikat, subdivision menjadi subbagian.21

BAB III

PEMAKAIAN KATA DALAM BAHASA INDONESIA


        1. Pilihan Kata (Diksi)

Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita tidak dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu ketepatan kepada kita tentang pemakaian kata-kata. Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah yang diperlukan.

Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu.22




      1. Keserasian Pilihan Kata

Penulis karangan, sadar tidak sadar, berhadapan dengan masalah pemilihan kata, kadang-kadang komunikasi dapat juga efektif dengan kosakata terbatas atau kurang tepat, tetapi pengenalan jumlah kata yang terbatas berarti juga pembatasan sumber daya untuk mengungkapkan diri di dalam kehidupan berbahasa.

Saran umum yang biasanya diajukan kepada orang yang ingin memperluas kosa katanya, yakni, (1) pemakaian kamus umum dan kamus sinonim yang baik, (2) pemasukan kata baru di dalam tulisan dan pembicaraan, dan (3) usaha membaca jenis tulisan yang sebanyak-banyaknya. Namun ada jalan lain untuk mencapai kosa kata yang luas dan memperoleh kepekaan bahasa yang lebih luas, yaitu kita dapat memilih kata baik karena denotasinya maupun karena konotasinya.

Denotasi kata ialah arti harfiah kata. Denotasi dapat juga diartikan hubungan antara kata (atau ungkapan) dengan barang, orang, tempat, sifat, proses, dan kegiatan di luar sistem bahasa (dan yang disebut denotatanya). Jadi denotata kata kuda ialah ‘kelas hewan mamalia pemakan rumput yang dipelihara manusia untuk menarik muatan, mengangkut barang, atau untuk dikendarai’. Konotasi itu dapat bersifat pribadi dan bergantung pada pengalaman orang seorang dengan kata atau dengan barang atau gagasan yang diacu oleh kata itu. Misalnya, bagi beberapa orang kata ular, jaksa, Tampomas, radikal, penyesuaian harga mempunyai nilai rasa tambahan.

Selanjutnya kita dapat memilih di antara kata yang kongkret dan kata yang abstrak. Kata yang kongkret mengacu ke barang yang spesifik di dalam pengalaman kita. Kata yang kongkret dapat efektif sekali di dalam karangan pengisahan (narasi) dan pemerian (deskripsi) karena merangsang pancaindera. Namun, tidak semua karangan perlu bersifat kongkret. Kata abstrak ialah kata yang merujuk sifat (panas, dingin, baik), ke nisbah (keperiadaan atau eksistensi, jumlah, urutan), dan gagasan (keadilan, keberterimaan, kesatuan). Kata abstrak sering dipakai untuk mengungkapkan gagasan yang rumit. Kata itu mampu menjelaskan perbedaan yang halus di antara gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Walaupun begitu, kita hendaknya berhati-hati jika menggunakan kata abstrak sebab karangan yang dihamburi kata abstrak dapat menjadi samar dan tidak cermat. Ambillah sebagai contoh, penggalan yang berikut ini.

“….Saya pikir, hakiki Pancasila adalah sifat monodualisme manusia. Yaitu, sifat dasar manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial; makhluk yang terlibat dalam kehidupan spiritual dan jasmaniah. Persoalannya sekarang, sampai seberapa jauh kedua hal itu bias berperanan dalam posisi berimbang. Di satu pihak, dari kacamata yang berkuasa tampak ada kekuatiran terganggunay stabilitas, sehingga bobotnya lebih ditekankan pada kolektivitas. Tetapi dari segi lain, keadaan seperti ini belum cukup memberi peluang bagi partisipasi politik.” (Kompas, 18 Nov. 1981)
Salah pakai kata abstrak tidak saja menyamarkan maksud penulis - yang tidak jarang sangat terpelajar, tetapi kata itu juga menyebabkan karangannya tampak kaku.

Pemilihan yang berikut ialah di antara kata umum dan kata khusus. Kata umum dipakai untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang umum, sedangkan kata khusus digunakan untuk seluk-beluknya atau perinciannya. Kata umum ialah kata yang dapat diterapkan pada banyak hal, pada kumpulan, atau pada keseluruhan sifat barang. Jika kata itu, sebaiknya, hanya mengacu ke beberapa sifatnya itu atau ke beberapa bagiannya saja, kata itu disebut khusus. Kata pakaian, misalnya, termasuk kata umum, tetapi celana jengki biru menggambarkan ide yang khusus.

Kata umum dan kata khusus tidak selalu sama dengan kata abstrak dan kata kongkret. Kata umum tidak dengan sendirinya abstrak, dan kata kongkret tidak selalu khusus. Ambillah contoh kata saudara yang bersifat umum karena denotatanya banyak, tetapi yang jelas tidak abstrak. Sebaliknya, kata itu tidak begitu khusus walaupun kongkret. Untuk mengkhususkannya kita perlu memilih di antara kata abang, adik, sepupu, saudara dua pupu, saudara tiri, saudara susuan, dan sebagainya


      1. Kecermatan dan Ketepatan Pemakaian Kata

Pemakaian frasa dalam suatu percakapan tidaklah mengganggu, tetapi di dalam tulisan ungkapan yang ringkas menjadikan diksi lebih sarat informasi. Bandingkanlah:mengadakan penelitian dengan meneliti, disebabkan oleh fakta dengan karena, mengajukan saran dengan menyarankan, melakukan kunjungan dengan berkunjung; meninggalkan kesan yang mendalam dengan sangat mengesankan; mengeluarkan pemberitahuan dengan memberitahukan. Tentu bukan maksudnya kita selalu harus memilih kata yang ringkas; yang penting ialah kita jangan selalu memilih frasa yang panjang jika ada padanannya yang lebih ringkas.

Pemakaian pewatas yang berlebih dapat mengurangi kekuatan dan kecermatan diksi. Jika nomina dan verba masing-masing sudah dapat menjelaskan maksud, maka kita tidak perlu menambahkan pewatas yang sebenarnya tidak memperjelas keterangan. Kata atau ungkapan yang banyak disalahgunakan antara lain ialah cukup, relatif, pasti, sering, sangat, banyak, selalu, sama sekali. Misalnya, cukup memuaskan, relatif lebih murah, pasti menang, sering menyalahgunakan kekuasaan, sangat meyakinkan, banyak pejabat yang tidak mau bertanggung jawab, selalu datang terlambat, sama sekali belum makan.

Diksi yang cermat dan kuat berkurang nilainya karena pemakaian ungkapan klise, yakni frasa yang sudah terlalu sering digunakan penulis yang tidak berdaya cipta dan yang malas berpikir. Pidato dan uraian tidak jarang terjadi dari untaian ungkapan yang berulang-ulang muncul dalam karangan yang sejenis. Misalnya masyarakat yang adil dan makmur, maaf lahir batin, terima kasih sebelum dan sesudahnya, demi pembangunan manusia seutuhnya, menurut Undang-undang Dasar ’45 dan Pancasila, ilmu dan teknologi, terancam gulung tikar; agar unik, tonggak sejarah, arti tersendiri, saudara sebangsa dan setanah air, dengan segala kerendahan hati, generasi penerus, pembunuhan sadis. Karena lazimnya, pemakaian klise tidak dapat dihindari di dalam tulisan. Yang harus dijaga ialah pemakaiannya yang berlebih.

Selanjutnya harus dibedakan diksi yang tidak cermat – yang hanya menegaskan sesuatu dengan kira-kira – dengan diksi yang tidak tepat, tidak betul, atau tidak kena. Diksi yang tidak cermat berhubungan dengan pikiran yang kabur, diksi yang tidak betul dengan ketidaktahuan. Misalnya, nyaris mendapat hadiah, menduduki juara pertama, merupakan contoh diksi yang tidak cermat. Kata merubah alih-alih mengubah, desertasi alih-alih desersi, profanasi alih-alih pelemahan ketahanan, akridasi alih-alih akreditasi, merupakan contoh diksi yang tepat.



    1. Semantik (Makna Kata)

Makna kata berarti maksud suatu kata atau isi suatu pembicaraan atau pikiran. Makna suatu kata diartikan pula sebagai hubungan antara lambang-lambang bahasa, baik itu yang berupa ujaran ataupun tulisan, dengan hal atau barang yang dimaksudkannya.23

Makna kata bermacam-macam jenisnya. Ada yang disebut makna leksikal dan makna gramatikal atau struktural, makna denotatif dan makna konotatif, dan sebagainya



  1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Pembagian kedua jenis makna tersebut berdasarkan ada atau tidak adanya perubahan bentuk kata. Kata yang belum mengalami perubahan bentuk, kata itu mengandung makna leksikal. Namun demikian, apabila kata itu telah mengalami perubahan, baik itu yang berupa pengimbuhan, perulangan, ataupun pemajemukan, kata itu mengandung makna gramatikal. Demikian pula apabila telah digunakan dalam kalimat, makna yang dikandung kata itu berupa makna gramatikal.

Berdasarkan uraian di atas, dapatlah dirumuskan pengertian-pengertian sebagai berikut:



  1. Makna leksikal, adalah makna suatu kata sebelum mengalami proses perubahan bentuk ataupun belum digunakan dalam kalimat. Makna leksikal seting pula disebut makna kamus. Makna leksikal adalah makna yang berdasarkan kamus. Untuk mengetahui makna leksikal suatu kata, dalam kamuslah makna itu adanya.

  2. Makna gramatikal, adalah makna suatu kata setelah kata itu mengalami proses gramatikalisasi, baik itu melalui pengimbuhan, pengulangan, ataupun pemajemukan. Makna gramatikal suatu kata bisa sama, berubah, atau bahkan berbeda sama sekali dengan makna leksikalnya. Makna gramatikal sangat bergantung pada struktur kalimatnya. Oleh karena itu, makna gramatikal sering pula disebut makna struktural.

Contoh:

Jenis makna Contoh kata Makna

Leksikal ibu orang yang melahirkan

Gramatikal keibuan bersifat seperti seorang ibu (orang yang melahirkan, penuh sayang)

Contoh lainnya adalah perbedaan makna pada kata didik, pendidik, pendidik-pendidik, dan pendidikan. Sebelum membentuknya menjadi kata berimbuhan, kata didik masih mengandung makna leksikal. Setelah diberi imbuhan, misalnya menjadi pendidik atau pendidikan, kata itu telah mengandung makna gramatikal. Imbuhan pe- menyebabkan penambahan makna pada kata didik, yakni bermakna ‘orang’ atau ‘pekerjaan’ (orang yang pekerjaannya mendidik). Demikian halnya, bila kata itu diberi imbuhan pe-an, maknanya bertambah menjadi ‘hal yang berhubungan mendidik’. Apabila yang dikehendaki bermakna ‘banyak pendidik’, kata itu harus diubah menjadi pendidik-pendidik; bila yang dikehendaki bermakna ‘perbuatan’, kata itu diubah menjadi ‘mendidik’.

Perubahan-perubahan tersebut tidak menyebabkan makna didik berubah seluruhnya. Makna leksikalnya, baik setelah berubah menjadi mendidik, pendidik, maupun pendidikan, masih dapat ditelusuri. Berdasarkan kamus itulah, makna leksikal kata didik dapat kita ketahui.

Cara di atas dapat digunakan juga terhadap kata-kata bentukan yang lain. Makna leksikal itulah yang dapat dijadikan dasar penentuannya. Untuk makna pengelolaan misalnya, pertama-tama yang harus kita cari adalah makna leksikal dari kata kelola. Kemudian, kita mencari arti imbuhan pe(N)-an untuk menentukan makna gramatikalnya.




  1. Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Pembagian kedua jenis makna itu didasarkan ada-tidaknya perubahan pada makna dasar suatu kata. Apabila pada kata itu tidak ada perubahan makna, maka kata itu mengandung makna denotasi. Sebaliknya, apabila kata itu mengalami perubahan makna, maka kata itu mengandung makna konotasi. Makna denotasi disebut juga makna lugas. Kata itu tidak mengalami penambahan-penambahan makna. Makna kata itu sesuai dengan konsep asal, apa adanya.

Makna konotasi adalah makna yang berdasarkan perasaan atau pikiran seseorang. Makna konotasi sebenarnya merupakan makna denotasi yang telah mengalami penambahan. Berdasarkan perasaan atau pikirannya, seseorang melakukan penambahan-penambahan makna, baik itu yang berupa pengkiasan ataupun perbandingan dengan benda atau hal lainnya. Ada tidaknya penambahan makna pada suatu kata, diketahui dari konteks penggunaannya dalam kalimat. Berdasarkan hal itu, makna konotasi sering pula disebut makna kias atau makna kontekstual.

Contoh:

Jenis makna Contoh kata Makna



Denotasi ibu guru perempuan yang pekerjaannya mengajar

Ibunya Amir perempuan yang melahirkan Amir

Konotasi ibu kota pusat pemerintahan

Ibu jari jari yang paling besar, jempol



  1. Gejala-gejala Perubahan Makna Kata

Dalam penggunaannya, suatu kata sering kali mengalami perubahan makna. Perubahan yang dimaksud dapat berupa perluasan, penyempitan, peninggian, perendahan, dan sebagainya.

Perluasan makna (generalisasi), terjadi apabila cakupan makna suatu kata lebih luas dari makna asalnya.

Contoh kata Makna asal Makna baru

Ibu emak setiap perempuan dewasa, nyonya

Bapak ayah setiap laki-laki dewasa, tuan



Penyempitan makna (spesialisasi), terjadi apabila makna suatu kata lebih sempit cakupannya daripada makna asalnya.

Contoh kata Makna asal Makna baru

Ulama orang yang berilmu pemuka Islam

Sarjana cendikiawan gelar universitas



Ameliorasi adalah perubahan makna kata yang nilai rasanya lebih tinggi daripada asalnya.

Contoh kata Makna asal Makna baru

Wanita lebih rendah daripada perempuan lebih tinggi daripada perempuan

Peyorasi adalah perubahan makna kata yang nilainya menjadi lebih rendah daripada sebelumnya

Contoh kata Makna asal Makna baru

Fundamentalis Orang yang berpegang pada prinsip orang yang hidup eksklusif, mengutamakan kekekerasan

Kroni sahabat kawan dari seorang penjahat



Sinestesia adalah perubahan makna kata akibat pertukaran tanggapan antara dua indra yang berlainan

Contoh kata Makna asal Makna baru

Kata-katanya pedas indra pengecap indra pendengaran

Berwajah dingin indra perasa indra penglihatan



Asosiasi adalah perubahan makna kata yang terjadi karena persamaan sifat.

Contoh kata Makna asal Makna baru

Amplop wadah untuk memberi uang suap

Buaya binatang buas orang jahat



  1. Bentuk-bentuk Pertalian Makna Kata

    1. Kata Umum dan Kata Khusus

Kata umum adalah kata yang ruang lingkup maknanya mencakup hal-hal umum dan menyangkut aspek-aspek yang lebih luas. Contohnya, kata bacaan. Tercakup dalam makna bacaan adalah buku, majalah, Koran. Dengan demikian kata bacaan merupakan kata umum karena maknanya lebih luas daripada kata-kata lainnya, seperti buku, majalah, ataupun koran.

Kata khusus adalah kata yang ruang lingkup maknanya mencakup hal-hal yang sempit atau hanya meliputi aspek-aspek tertentu. Contohnya, kata buku cakupan maknanya lebih sempit daripada kata bacaan. Namun demikian, bila kata itu dihubungkan dengan buku bahasa, buku ekonomi, maka kata tersebut merupakan kata umum.

Kata umum dan kata khusus dikenal pula dengan istilah hipernim dan hiponim. Hipernim memiliki pengertian yang sama dengan kata umum dan disebut juga superordinat. Adapun hiponim memiliki pengertian yang samadengan kata khusus, yang dapat pula disebut subordinat.


Bacaan
majalah buku koran tabloid
buku bahasa buku geografi buku agama
Cabang olahraga
Atletik polo air permainan bola besar permainan bola kecil
Bola basket bola voli sepak bola24

Tampak dalam bagan di atas bahwa cabang olahraga membawahi jenis-jenis olahraga, seperti atletik, polo air, permainan bola besar, dan permainan bola kecil. Sementara itu, permainan bola besar membawahi jenis olahraga lainnya, antara lain: bola basket, bola voli, dan sepak bola. Kata atau kelompok kata, seperti bola basket, bola voli, dan sepak bola merupakan kata khusus. Disebut kata khusus atau hiponim sebab kelompok kata tersebut merupakan anggota atau bawahan dari kata/kelompok kata lainnya, yakni permainan bola besar. Karena membawahi beberapa satuan kata, permainan bola besar disebut kata umum atau hipernim. Hubungan antara hiponim dengan hipernimnya bersifat relatif. Kelompok kata permainan bola besar, misalnya, di satu sisi berposisi sebagai hipernim, tetapi bila dikaitkan dengan kata yang ada di atasnya berposisi sebagai hiponim.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan hubungan kata umum dan kata khusus adalah sebagai berikut:


  1. Kata umum cakupannya lebih luas dan lebih abstrak, sementara itu, kata khusus lebih sempit dan konkret.

  2. Hubungan antara kata umum dan kata khusus sifatnya relatif. Suatu kata yang sebelumnya dianggap memiliki konsep umum, dapat menjadi kata khusus bila dihadapkan pada kata yang lebih umum lagi. Demikian pula sebaliknya, kata yang semula merujuk pada konsep yang khusus, akan menjadi kata yang bersifat umum bila dihadapkan pada konsep yang lebih khusus.

    1. Yüklə 0,7 Mb.

      Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   15




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin