Diktat kuliah



Yüklə 0,7 Mb.
səhifə6/15
tarix26.07.2018
ölçüsü0,7 Mb.
#59536
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   15




      1. Konjungsi antar kalimat

Konjungsi antarkalimat menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain. Karena itu, konjungsi macam itu selalu memulai suatu kalimat yang baru dan tentu saja huruf pertamanya ditulis dengan huruf kapital. Berikut adalah contoh konjungsi antarkalimat.

(1) biarpun demikian/begitu (3) tambahan pula, lagi pula, selain itu

Sekalipun demikian/begitu (4) sebaliknya

Walaupun (5) sesungguhnya, bahwasanya

Demikian/begitu (6) malah(an), bahkan

(2) meskipun demikian/begitu (7) (akan) tetapi, namun

Kemudian (8) kecuali itu

Sesudah itu (9) dengan demikian

Setelah itu (10)oleh karena itu, oleh sebab itu

Selanjutnya (11)sebelum itu

-Kelompok (1) menyatakan kesediaan untuk melakukan sesuatu yang berbeda ataupun bertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya

Contohnya: Kami tidak sependapat dengan dia, Biarpun begitu, kami tidak akan menghalanginya.

-Kelompok (2) menyatakan kelanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya.

Contohnya: Mereka berbelanja ke Pasar. Sesudah itu, mereka pergi ke saudaranya di Tulungrejo

-Kelompok (3) menyatakann adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain di luar dari yang telah dinyatakan sebelumnya.

Contohnya: Pak Joni terkena penyakit kencing manis. Selain itu, dia juga mengidap tekanan darah tinggi

-Kelompok (4) mengacu ke kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya.

Contohnya: Penjahat itu tidak mengindahkan tembakan peringatan. Sebaliknya, dia melawan polisi dengan belati.

-Kelompok (5) menyatakan keadaan yang sebenarnya.

Contohnya: Masalah yang dihadapinya memang gawat. Sesungguhnya, masalah itu sudah diramalkan sebelumnya.

-Kelompok (6) menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya.

Contohnya: Pak Untung sudah tahu soal itu. bahkan, dia sudah mulai menanganinya.

-Kelompok (7) menyatakan keadaan pertentangan dengan keadaan sebelumnya.

Contohnya: Keadaan memang sudah mulai aman. Akan tetapi, kita harus tetap waspada.

-Kelompok (8) menyatakan keeksklusifan dari hal yang dinyatakan sebelumnya.

Contohnya: Agung akan studi di Timur Tengah. Kecuali itu, dia pun akan menunaikan ibadah haji.

-Kelompok (9) menyatakan konsekuensi.

Contohnya: Bela sudah tiga kali pertemuan tidak kuliah. Dengan demikian, dia sudah layak untuk mendapatkan peringatan dari Dosen.

-Kelompok (10) menyatakan akibat.

Contohnya: Sudah dua kali pertemuan Risa tidak mengikuti perkuliahan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dia mendapat teguran dari dosen.

-Kelompok (11) menyatakan kejadian yang mendahului hal yang dinyatakan sebelumnya.

Contohnya: Bapak Ketua STAIN mengawali sambutannya dengan ucapan salam. Sebelum itu, mengangguk dan tersenyum kepada para anggota rapat.



      1. Konjungsi antarparagraf

Kepaduan antarparagraf dapat dilihat dari pemakaian kata yang menghubungkan paragraf-paragraf itu. Hubungan antarparagraf dapat dipererat dengan menggunakan kata penggabung (konjungsi). Paragraf yang satu dengan yang lainnya digabungkan dengan menggunakan konjungsi antarparagraf. Namun demikian, penggunaan konjungsi tersebut tidak dapat dipaksa-paksakan. Penggunaannya harus berdasarkan makna yang terkandung pada paragraf sebelumnya

Berikut adalah contoh-contoh konjungsi yang lazim digunakan dalam hubungan antarparagraf. Konjungsi pada kelompok (1) berikut masih sering dipakai, sedangkan yang ada pada kelompok (2) umumnya terdapat pada naskah sastra lama.

1) adapun 2) alkisah

Akan hal arkian

Mengenai sebermula

Dalam pada itu syahdan



Contoh pemakaian masing-masing konjungsi tersebut adalah sebagai berikut;

        1. Adapun terbongkarnya rahasia bahwa di bawah pohon itu tersimpan harta karun, bermula dari cerita Pak Kisah yang pernah menjadi pembantu raja dan turut menanam harta tersebut beberapa puluh tahun yang lalu

        2. Akan hal lamarannya menjadi salah seorang guru di Sekolah Dasar Inpres Raya ini telah kami bicarakan dalam rapat guru minggu yang lalu. Dalam waktu dekat kita akan mengetahui hasilnya: diterima atau ditolak.

        3. Mengenai keinginan pemuda itu mempersunting anak gadis Pak Lurah semua orang telah maklum. Yang menjadi masalah ialah apakah Pak Lurah menerimanya menjadi menantu atau tidak.

        4. Dalam pada itu para pemuda desa ini menertawakan saya karena saya ingin beternak lebah dan mananam jamur. Mereka sangsi upaya dan usaha saya berhasil.

        5. Alkisah maka pada masa dulu memerintahlah seorang raja yang arif bijaksana di daerah ini.

        6. Arkian baginda raja yang arif bijaksana itu mempunyai tujuh orang puteri yang cantik jelita yang tidak ada bandingannya di kerajaan itu.

        7. Syahdan maka segala burung bayan itupun hinggaplah kepada daun kayu itu maka bayan yang seratus itu kenalah getahnya.

        8. Sebermula pada zaman dahulu itu datanglah malapetaka yang dahsyat memusnahkan daerah itu dengan air bah yang ganas. Setelah itu orang menamai daerah itu ‘kelenglengen’, yang bermakna ‘tenggelam’ atau ‘terbenam’. Begitulah ceritanya asal mula nama desa itu menjadi Desa Kalenglengen.

Jenis-jenis konjungsi lainnya yang sering digunakan dalam hubungan antarparagraf adalah sebagai berikut.

  1. Konjungsi yang menyatakan tambahan pada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya. Misalnya: begitu pula, demikian juga, tambahan lagi, di samping itu, kedua, dan akhirnya.

  2. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya. Misalnya: bagaimanapun juga, sebaliknya, dan namun.

  3. Konjungsi yang menyatakan perbandingan. Misalnya: sebagaimana dan sama halnya.

  4. Konjungsi yang menyatakan akibat atau hasil. Misalnya: oleh karena itu, jadi, dan akibatnya

  5. Konjungsi yang menyatakan tujuan. Misalnya: untuk maksud itu, untuk mencapai hal itu, dan untuk itulah.

  6. Konjungsi yang menyatakan tujuan. Misalnya: ringkasnya, secara singkat, dan pada intinya.

  7. Konjungsi yang menyatakan waktu. Misalnya: sementara itu, dan kemudian.

  8. Konjungsi yang menyatakan tempat. Misalnya: di sinilah dan berdampingan dengan.

    1. Kata Seru

Kata seru (interjeksi) adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati manusia. Untuk memperkuat rasa gembira, sedih, heran, jijik, orang biasanya memakai kata tertentu di samping kalimat yang mengandung makna pokok yang dimaksud. Secara garis besar, kata seru mengacu pada sikap yang: (1) positif, (2) negatif, (3) keheranan, dan (4) netral atau campuran, contoh-contohnya

Jenis/contoh

Kalimat

  1. Bernada positif

Aduhai

Amboi


Asyik

Alhamdulillah

Subhanallah

Insya Allah






    1. Aduhai, indah sekali pemandangan danau ini

    2. Amboi, adikmu cakep sekali, ya?

    3. Asyik, kita akan mendapat hadiah dari Ayah.

    4. Alhamdulillah, akhirnya cita-cita kami tercapai.

    5. Subhanallah, bagus sekali bunga ini.

    6. Insya Allah, saya akan meneleponmu nanti sore.

  1. Bernada negatif

Cih

Cis


Bah

Ih

Idih



Brengsek

Sialan





    1. Cih, tidak tahu malu mengemis belas kasihan orang.

    2. Cis, muak aku melihat mukamu.

    3. Bah, pergi kau dari rumah ini.

    4. Ih, gigimu mengapa sudah ompong?

    5. Idih, kamu suka mengada-ada.

    6. Brengsek, sudah malas, meminta gaji tinggi pula.

    7. Sialan, baru juga mengetuk pintu, anjingnya datang

  1. Bernada keheranan

Ai

Lo

Astagfirullah



masyaallah




    1. Ai, gemuk kamu sekarang ini.

    2. Lo, kamu kan teman saya waktu di MA dulu?

    3. Astagfirullah, seluruh uangnya digondol maling.

    4. Masyaallah, pamanmu kawin lagi pada umur setua itu?

4) Bernada netral/campuran

Ayo


Nah

Hai


Ah

Halo


Eh

He

Oh



Wahai

Ya

Aduh



Wah

Hem





  1. Ayo, kita pergi sekarang!

  2. Nah, sekarang saya tahu isterinya.

  3. Hai, Jab! Mau ke mana?

  4. Ah, jangan memuji berlebihan.

  5. Halo, mau ke mana, Gus?

  6. Eh, saya lupa. Namamu siapa?

  7. He, jangan ke sana. Bahaya!

  8. Oh, jadi dia itu pamanmu?

  9. Wahai, sahabatku! Dengarkan perkataan ini.

  10. Ya, kita harus bagaimana lagi?

  11. Aduh, kakiku sakit.

  12. Wah, kebetulan, perut saya sedang lapar.

  13. Hem, jadi begitu, ya, pendapatmu?


d.Artikel

Artikel adalah kata tugas yang membatasi makna jumlah benda (nomina). Dalam bahasa Indonesia, ada tiga jenis partikel, yakni: (1) artikel yang menyatakan makna tunggal, (2) artikel yang mengacu ke makna kelompok, dan (3) artikel yang menyatakan makna netral.29 Sedangkan Hasan Alwi menggunakan istilah artikula. Artikula adalah kata tugas yang membatasi makna nomina.30 Dalam bahasa Indonesia ada kelompok artikula : (1) yang bersifat gelar, (2) yang mengacu ke makna kelompok, dan (3) yang menominalkan.

Jenis/contoh

Kalimat

  1. Makna tunggal/bersifat gelar

Sang

Sri


Hang

Dang






    1. Sang Merah Putih berkibar di seluruh Persada Nusantara.

    2. Kedatangan Sri Baginda disambut meriah oleh rakyatnya.

    3. Segera Hang Tuah pergi merantau.

    4. Dang Merdu adalah tokoh terkenal dalam hikayat Melayu.




2) para/makna kelompok

Acara ini rupanya akan dihadiri para dosen se Jawa Timur

3) si

Si terdakwa tidak dapat menjawab pertanyaan hakim

Mengapa si dia tidak kamu ajak?




E.Majas dan Idiom

Untuk mengkongkretkan dan menghidupkan karangan kita dapat menggunakan majas (figure of speech) yang di dalam buku pelajaran bahasa, secara salah kaprah, disebut gaya bahasa. Kata dan ungkapan itu dapat ditafsirkan menurut arti harfiahnya dan menurut arti majasi (figurative)-nya. Arti harfiah itu sama dengan denotasi kata. Arti majasi diperoleh jika denotasi kata atau ungkapan dialihkan dan mencakupi juga denotasi lain bersamaan dengan tautan pikiran lain. Majas mampu mengimbau indera pembaca karena sering lebih kongkret daripada ungkapan yang harfiah. Lagi pula, majas sering lebih ringkas daripada padanannya yang terungkap dalam kata biasa. Di bawah ini dijelaskan jenis majas yang terpenting; (1) majas perbandingan, (2) majas pertentangan, dan (3) majas pertautan.31

Majas perbandingan terbagi lagi atas perumpamaan, kiasan atau metafora, dan penginsanan. Perumpamaan atau simile ialah perbandingan yang bersifat eksplisit.32 Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, bagai, ibarat, umpama, bak, laksana. Beberapa contoh:

Bibirnya seperti delima merekah.

Matanya seperti bintang timur.

Bagai air di daun talas.

Bagai duri dalam daging.

Kiasan atau metafora ialah perbandingan yang implisit – jadi tanpa kata seperti atau bagai – di antara dua hal yang berbeda. Misalnya, bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, sumber ilmu, kuli di antara bangsa-bangsa,, anak emas, dan sebagainya.



Pemuda adalah seperti bungan bangsa.>pemuda adalah bungan bangsa, pemuda>bungan bangsa.

Mobilnya batuk-batuk sejak pagi tadi.

Pemuda-pemudi adalah bunga bangsa.

Personifikasi (penginsanan) atau prosopopoeia ialah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.33 Personifikasi mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia. Misalnya,

Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.

penelitian menuntut kecermatan.

Cinta itu buta.

Majas pertentangan mencakup hiperbol, litotes, dan ironi.34 Hiperbol ialah ungkapan yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dimaksudkan: jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya. Sejuta kenangan indah.



Terkejut setengah mati.

Berhari-hari tidak mengejapkan mata barang sesaat.

Litotes (understatement) ialah majas yang di dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Litotes mengurangi atau melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenarnya.



Hasilnya tidak mengecewakan (maksudnya hasilnya baik).

Orang yang tidak bodoh, atau orang yang sama sekali tidak bodoh (maksudnya, orang yang pandai, atau yang sangat pandai).

Ironi atau sindiran diturunkan dari kat eironeia yang berarti penipuan atau pura-pura.35 Ironi ialah majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud berolok-olok. Maksud itu dapat dicapai dengan mengemukakan(a) makna yang berlawanan dengan makna sebenarnya, (b) ketaksesuaian antara harapan dan kenyataan, dan (c) ketaksesuaian antara suasana yang diketengahkan dan kenyataan yang mendasarinya.



Sudah pulang engkau; baru pukul dua malam. (Ayah yang dengan kesal menunggu-nunggu anak gadisnya pulang).

Laporanmu yang terakhir waktu Lebaran tahun yang lalu, bukan? Maklum kita sibuk sekali (Atasan yang menantikan laporan yang tidak kunjung datang).

Bukan main bersihnya di sini, di mana-mana ada sampah.

Majas pertautan dapat digolongkan menjadi metonomia, sinekdoke (sinekdoke’), kilatan (allusion), dan eufemisme.36 Kata metonimia diturunkan dari kata yunani meta yang berarti menunjukkan perubahan dan anoma yang berarti nama.37 Dengan demikian, metonimia berupa pemakaian nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan barang atau hal, sebagai penggantinya. Kita dapat menyebut pencipta atau pembuatnya jika yang kita maksudkan ciptaan atau buatannya, atau pun kita menyebut bahannya jika yang kita maksudkan barangnya.

(Karya) Chairil Anwar dapat kita nikmati,

Amir hanya mendapat (medali) perunggu.

Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani synekdeechesthai yang berarti menerima bersama-sama.38 Sinekdoke ialah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya, atau sebaliknya.39



Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 1.000 (orang).

(kesebelasan) Jakarta lawan (kesebelasan) Medan.

Kilatan (allusion) menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan praanggapan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca dan adanya kemampuan pada pembaca untuk menangkap pengacuan itu.40

Apakah peristiwa Madiun itu akan terjadi lagi? (kilatan yang mengacu ke pemberontakan kaum komunis).

Tidak usah menjadi “Sidik” untuk membongkar korupsi itu (kilatan yang merujuk ke peristiwa ketika Menteri Penertiban Aparatur Negara menyamar sebagai orang kebanyakan).

Kata eufemisme atau eufemismus diturunkan dari kata Yunani euphemizein yang berarti mempergunakan kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan baik.41 Sebagai gaya bahsa eufemisme ialah semacam ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan, atau yang tidak menyenangkan. Misalnya, meninggal, bersanggama, tinja, tunakarya. Namun, eufemisme dapat juga dengan mudah melemahkan kekuatan diksi karangan. Misalnya, penyesuaian harga, kemungkinan kekurangan makan, membebastugaskan.



Ayahnya sudah tak adadi tengah-tengah mereka (= mati)

Pikiran sehatnya semakin merosot saja akhir-akhir ini (= gila)

Anak saudara memang tidak terlalu cepat mengikuti pelajaran seperti anak-anak lainya (= bodoh)

Di dalam diksi yang baik harus dijaga agar majas jangan dicampuradukan, misalnya sebagai berikut: Ia bekerja seperti kuda dan hasilnya yang baik itu karena ia sambil menyelam minum air.

Di samping konsep denotasi dan konotasi, kongkret dan abstrak, umum dan khusus, serta majas, masih ada pokok idiom. Karangan yang cermat, tepat, dan kuat dalam diksinya sebaiknya bersifat idiomatik. Idiom ialah ungkapan bahasa yang artinya tidak secara langsung dapat dijabarkan dari arti unsur-unsurnya.42 Idiom itu dipelajari dan dihapalkan, karena itu bahasa yang idiomatik diartikan juga bahasa yang wajar dipakai oleh penutur asli. Sedangkan Gorys Keraf menuturkan bahwa idiom biasanya disejajarkan dengan pengertian peribahasa dalam bahasa Indonesia.43 Sebenarnya pengertian idiom itu jauh lebih luas dari peribahasa. Yang disebut idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya. Tidak ada alasan logis mengapa.

Untuk mengetahui makna sebuah idiom, setiap orang harus mempelajarinya sebagai seorang penutur asli, tidak mungkin hanya melalui makna dari kata-kata yang membentuknya. Misalnya seorang asing yang sudah mengetahui makna kata makan dan tangan, tidak akan memahami makna frasa makan tangan. Siapa yang berpikir bahwa makan tangan sama artinya dengan kena tinju atau beruntung besar. Bayangkan bagaimana Saudara bisa mengartikan frasa atau kalimat How do you do dalam bahasa Inggris, bila saudara belum mempelajari bahwa idiom itu berarti “Bagaimana keadaanmu?”. Berikut beberapa contoh idiom : panjang tangan, rendah hati (sabar), membanting tulang, berbesar hati, dalam pada itu, masuk kantor, terdiri atas, bergantung pada, berbeda dengan.makan suap Idiom merupakan satuan leksikal yang utuh dan karena itu tidak dapat diubah tanpa merusak keutuhannya.

Berikut ini beberapa contoh perusakan idiom: Utusan terdiri tujuh orang. Jaksa Agung bertemu Presiden. Hukuman yang sesuai tuntutan jaksa; membicarakan tentang (berbicara tentang); menguraikan mengenai (uraian mengenai).

Pemakaian idiom tidak terkena kaidah ekonomi bahasa yang sering dianjurkan kepada penulis dan wartawan sehubungan dengan usaha penghematan kata di dalam tulisan. Ekonomi bahasa yang memang dapat menunjang diksi yang kuat, lebih banyak berhubungan dengan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan dan pemakaian kata.

Zaenal Arifin dan Amran Tasai menjelaskan, ungkapan idiomatik adalah konstruksi yang khas pada suatu bahasa yang salah satu unsurnya tidak dapat dihilangkan atau diganti. Ungkapan idiomatik adalah kata-kata yang mempunyai sifat idiom yang tidak terkena kaidah ekonomi bahasa.44

Ungkapan yang bersifat idiomatik terdiri atas dua atau tiga kata yang dapat memperkuat diksi di dalam tulisan.

Contoh pemakaian ungkapan idiomatik adalah sebagai berikut

Menteri Dalam Negeri bertemu Presiden Gus Dur. (Salah)

Menteri Dalam Negeri bertemu dengan Presiden Gus Dur. (Benar)

Di samping itu, ada beberapa kata yang berbentuk seperti itu, yaitu: sehubungan dengan, berhubungan dengan, sesuai dengan, bertepatan dengan, sejalan dengan.

Ungkapan idiomatik lain yang perlu diperhatikan ialah

Salah Benar

Terdiri terdiri atas/dari

Terjadi atas terjadi dari

Disebabkan karena disebabkan oleh

Sebagai penulis yang menggunakan bahasa yang kosa katanya berkembang terus, prakarsa perorangan meluaskan kosa kata harus dianjurkan. Pemekaran kosa kata diperlukan untuk memungkinkan pelambangan konsep dan gagasan kehidupan modern. Cakrawala sosial budaya yang meluas yang melampaui batas-batas perikehidupan yang tertutup menimbulkan keperluan adanya kata, istilah, dan ungkapan baru dalam bahasa.

BAB IV

PEMAKAIAN KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA


          1. Pengertian Kalimat

Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tulisan, harus memiliki subjek (S) dan predikat (P). kalau tidak memiliki unsur subjek dan unsur predikat, pernyataan itu bukanlah kalimat. Deretan kata yang seperti itu hanya dapat disebut frasa. Inilah yang membedakan kalimat dengan frasa.

Berikut beberapa definisi yang membedakan antara kalimat, frasa, dan kalusa. (1) Zainal A. dan Amran Tasai menjelaskan kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh.45(2) Hasan Alwi dkk. memberikan batasan kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh.46(3) Abdul Chaer mendefinisikan kalimat adalah satuan bahasa yang berisi suatu “pikiran” atau “amanat” yang lengkap. Lengkap, berarti di dalam satuan bahasa yang disebut kalimat itu terdapat subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K). Sedangkan (4) frasa adalah suatu konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan. Kesatuan itu dapat menimbulkan suatu maksud baru yang sebelumnya tidak ada. Misalnya dalam frasa rumah ayah muncul makna baru yang menyatakan milik, dalam frasa rumah makan terdapat pengertian baru ‘untuk’, sedangkan frasa obat nyamuk terdapat makna baru ‘untuk memberantas’.


(5) klausa adalah suatu konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung hubungan fungsional, yang dalam tata bahasa lama dikenal dengan pengertian subyek, predikat, obyek, dan keterangan-keterangan.47 Sebuah klausa sekurang-kurangnya harus mengandung satu subyek, satu predikat, dan secara fakultatif satu obyek; dalam hal-hal tertentu klausa terdiri dari satu predikat dan boleh dengan keterangan (bentuk impersonal). Misalnya:

  • saya menyanyikan sebuah lagu

  • adik membaca buku

  • anak itu menangis.

Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun, dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Dalalm wujud tulisan berhuruf latin kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!); sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda baca lain sepadan dengan jeda. Spasi yang mengikuti tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru melambangkan kesenyapan. kalau dilihat dari hal predikat, kalimat-kalimat dalam bahasa Indonesia ada dua macam, yaitu

  1. Kalimat-kalimat yang berpredikat kata kerja; dan

  2. kalimat-kalimat yang berpredikat bukan kata kerja.

Akan tetapi, dalam pemakaian sehari-hari kalimat yang berpredikat kata kerja lebih besar jumlahnya daripada kalimat yang berpredikat bukan kata kerja. Hal itu membantu kita dengan mudah untuk menentukan predikat sebuah kalimat. Oleh sebab itu, kalau ada kata kerja dalam suatu untaian kalimat, kata kerja itu dicadangkan sebagai predikat dalam kalimat itu.

Contoh: Tugas itu dikerjakan oleh para mahasiswa

Kata kerja dalam kalimat ini ialah dikerjakan. Kata dikerjakan adalah predikat dalam kalimat ini. Setelah ditemukan predikat dalam kalimat itu, subjek dapat ditemukan dengan cara bertanya menggunakan predikat, sebagai berikut

Apa yang dikerjakan oleh para mahasiswa

Jawaban pertanyaan itu ialah tugas itu. kata tugas itu merupakan subjek kalimat. Kalau tidak ada kata yang dapat dijadikan jawaban pertanyaan itu, hal itu berarti bahwa subjek tidak ada. Dengan demikian, pernyataan dalam bentuk deretan kata-kata itu bukanlah kalimat.

Perhatikan pernyataan di bawah ini

Dalam ruang itu memerlukan tiga buah kursi.

Untuk menentukan apakah kalimat itu benar atau tidak, yang mula-mula dicari ialah predikat. Hal ini mudah kita lakukan karena ada kata kerja dalam pernyataan itu, yaitu memerlukan. Kata memerlukan adalah predikat kalimat. Setelah itu, kita mencari subjek kalimat dengan bertanya apa/siapa yang memerlukan?. Jawabnya adalah ruangan itu.

Akan tetapi, kata ruangan itu tidak mungkin dapat berstatus sebagai subjek karena di depan kata ruangan itu terdapat kata dalam. Kata dalam menandai kata di belakangnya itu sebuah keterangan tempat. Dengan demikian, pernyataan itu tidak bersubjek.

Sebuah kata kerja dalam sebuah kalimat tidak dapat menduduki status predikat kalau di depan kata kerja itu terdapat partikel yang, untuk, dan sebangsa dengan itu seperti pernyataan di bawah ini.

- Singa yang menerkam kambing itu.

- Pertemuan untuk memilih ketua baru

Seharusnya kata menerkam dan memilih yang berfungsi sebagai predikat kalimat 1 dan 2 tidak didahului yang atau untuk.

Kalau dalam suatu pernyataan tidak terdapat kata kerja, kata yang dapat kita cadangkan sebagai predikat ialah kata sifat. Di samping itu, kata bilangan dan kata benda pun dapat dijadikan sebagai predikat. Predikat itu dapat pula berupa frasa depan.

Unsur objek dalam kalimat hanya ditemukan dalam kalimat yang berpredikat kata kerja. Namun, tidak semua kalimat yang berpredikat kata kerja harus mempunyai objek. Objek itu hanya muncul pada kalimat yang berpredikat kata kerja transitif. Objek tidak dapat mendahului predikat karena predikat dan objek merupakan satu kesatuan.


          1. Yüklə 0,7 Mb.

            Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   15




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin