Pengantar fasilitator



Yüklə 1 Mb.
səhifə6/42
tarix07.01.2022
ölçüsü1 Mb.
#78903
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   42
Monika
DESAIN KEGIATAN
ANALISIS SOSIAL

Adalah sebuah kewajiban bagi sebuah organisasi, apapun namanya, untuk dapat melakukan perencanaan dengan baik sebelum melangkah guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bahkan sebelum itu, tujuan pun harus ditetapkan dengan sebuah pertimbangan yang memperhatikan banyak hal. Itu semua memerlukan kemampuan-kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh para pengambil kebijakan ketika hendak menetapkan tujuan organisasi. Kemampuan-kemampuan itu antara lain adalah kemampuan mencermati segala realitas sosial yang berkembang dilingkungannya baik internal maupun eksternal organisasi. Juga kemampuan metodologis untuk menganalisis dan kemudian menyimpulkan permasalahan yang ada guna dijadikan dasar bagi penyusunan alternatif solusi. Dari alternatif solusi yang ada kemudian dipilih yang paling feasible (memungkinkan) untuk diterapkan sekaligus menyusun skala prioritas dari masing-masing alternatif. Selain kemapuan metodologis tersebut di atas, juga dibutuhkan wawasan yang luas. Ini mensyaratkan kesadaran dan kemauan untuk belajar. Baik pada level individu maupun kolektif.


Bagitu pula dengan Jama’ah Shalahuddin. Sebagai sebuah organisasi seperti halnya organisasi umum lainnya, Jama’ah Shalahuddin haruslah melakukan perencanaan dengan baik sebelum melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam rangka mencapai visi dan misinya dengan efektif dan efesien.
Dalam catatan beberapa tahun terakhir, nampaknya prinsip-prinsip tersebut di atas tidaklah nampak terjadi di Jama’ah Shalahuddin. Aktifitas-aktifitas mengalami penurunan dari segi kualitas. Aktifitas Jama’ah Shalahuddin terlihat tidak mencerminkan apa yang hendak dituju. Jama’ah Shalahuddin bergerak tanpa arah yang jelas. Aktifitas Jama’ah Shalahuddin diwarnai dengan inefesiensi dan inefektifitas gerak karena persoalan krisis metodologi dan wawasan. Banyak aktifitas Jama’ah Shalahuddin tidak direncanakan dengan memenuhi kaidah-kaidah perencanaan yang baik. Tidak hanya itu, dalam pelaksanaannya, kontrol kualitas, proses yang partisipatif dan mencerdaskan bagi pelaksana pun jauh dari harapan. Kegiatan seringkali hanya dirancang oleh segelintir elit pengurus atau senior tanpa melibatkan anggota baru. Elitlah yang tahu segalanya. Semantara anggota baru tak tahu apa-apa. Akibatnya anggota baru tidak segera terlatih untuk memikirkan dan ikut menentukan arah gerak organisasi. Akhirnya krisis kaderpun tak terhindarkan. Stok kader yang mampu menggantikan senior-seniornya semakin sedikit.
Setelah selesai kegiatanpun seringkali tidak ada dokumentasi yang cukup untuk dijadikan sebagai bahan yang dapat dipelajari oleh generasi selanjutnya. Kegiatan-kegiatan berlalu begitu saja tanpa ada makna yang dapat diambil oleh generasi-genarasi berikut. Demikian proses seperti ini tereproduksi bukan tanpa sebuah keinginan untuk merubahnya. Keinginan untuk memotong proses tersebut sebenarnya sudah mulai muncul bahkan sudah pernah ada usaha nyata untuk itu. Misalnya dengan malakukan upgrading diawal kepengursan 1423 H. Namun karena sekali lagi usaha tersebut dilakukan dengan metode yang kurang tepat maka hasilnya pun kurang dapat membawa pengaruh. Terlebih lagi tidak dilakukan secara kontinyu.
Berangkat dari pengalaman tersebut maka sangat tepat pada awal kepengurusan baru tahun 1424 H ini dilakukan sebuah usaha untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingannya kemapahaman kita akan apapun yang akan dilakukan dalam konteks organisasi. Kemudian juga pemahaman akan bagaimana organisasi ini dibawa. Kedua kebutuhan tersebut tidak mungkin dipenuhi dengan hanya melakukan usaha yang bersifat instan misalnya upgrading pengurus, tapi yang lebih penting adalah melakukan usaha kontinyu. Namun dalam konteks peningkatan kapasitas metodologis misalnya kemampuan-kemampuan dasar perencanaan seperti analisis sosial, penyusunan proram kerja, kontrol Kualitas, bagaimana mengevaluasi program kerja serta sistem dan model dokumentasi upgrading dapat menjadi wahana awal bagi proses belajar yang berkelanjutan.

TUJUAN


  • Meningkatkan kapasitas metodologis pengurus inti dalam melakukan penerjemahan visi, misi dan tujuan besar oganisasi dalam program kerja.

  • Menimbulkan kesadaran perlunya perumusan konsep yang sistematis dalam setiap program kerja.

  • Meningkatkan kemampuan pengurus dalam menajalankan program kerja Jama’ah Shalahuddin mulai dari pengkonsepan, kontrol kualitas sampai evaluasi.

TARGET


  • Pengurus memahami nilai penting kemampuan penguasaan konsep dasar perencanaan dan aplikasinya dalam sebuah organisasi.

  • Pengurus memiliki kemampuan konseptual dalam merumuskan apa yang seharusnya dilakukan organisasi dan bagaimana cara melakukannya.

  • Pengurus mampu melakukan penyusunan program kerja sesuai dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.

  • Adanya kesepahaman pengurus tentang bagaimana membawa organisasi Jama’ah Shalahuddin menuju cita-citanya.

  • Meningkatnya partisipasi, kepedulian dan pemahaman persoalan & program lintas bidang.

ALUR


Alur yang digunakan dalam proses Upgrading ini adalah alur induktif. Berangkat dari bagaimana peserta diajak berproses secara bebas dalam mengidealisasikan apa yang akan dilakukan dalam kepengurusan kedepan dengan mencoba melakukan praktik analisis sosial. Setelah itu peserta diajak untuk dapat menurunkan idealisasme tersebut kedalam praksis yang dalam bentuk turunannya adalah program kerja. Dengan demikian peserta akan berproses dengan alamiah guna mendapati apa saja yang mungkin menjadi kendala dan kemudian peserta akan diajak untuk mengidentifasi dan mengklasifikan kebutuhan-kebutuhan apa saja yang harus dipenuhi untuk merealisasikan idealisme dan program kerjanya.
Lebih jelasnya nampak dalam bagan alur berikut:


Yüklə 1 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   42




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin