Madah hikmah tedi aurig ucapan Terima Kasih



Yüklə 0,65 Mb.
səhifə1/3
tarix06.08.2018
ölçüsü0,65 Mb.
#67436
  1   2   3



MADAH

HIKMAH

TEDI AURIG

MADAH

HIKMAH


TEDI AURIG

Ucapan Terima Kasih
Dengan mengucap Alhamdulillahi Rabbil Alamin, penulis dapat menyelesaikan buku ini. Rasa syukur begitu sangat dirasakan, mengingat banyaknya waktu yang harus dicuri dan tekad yang harus dipancang demi tuntasnya sebuah karya. Tak lupa penulis sampaikan banyak terima kasih pula kepada orang tua yang atas perhatian dan kasih sayang keduanya, penulis masih percaya adanya cinta di bumi sebagai suluh, sumur dan pohon naungan hidup, tempat kehidupan memelihara nyawanya. Kepada segenap saudara dan sahabat, saya berterima kasih juga. Karenanya kepercayaan antar manusia masih terjaga. Kepada teman dan kenalan, terima kasih juga tak lupa. Dari mereka, saya menerima banyak bantuan dan dorongan. Untuk semua manusia, juga tak alpa, dari seluruhnya, saya memetik buah hikmah, belajar pandu kehidupan. Terakhir, saya berterima kasih kepada Kekasih atas segalanya. Keindahan, kelembutan, buaian dan kedamaian yang disuguhkan, senantiasa menjadi negeri tempat cita-cita dicanang dan kampung tempat pulang yang dirindukan.

Kata Pengantar

Buku yang ada di tangan pembaca ini adalah karya kumpulan puisi dan aforisme. Bunga rampai puisi-puisi beragam tema yang disusun dengan sistematika. Dibuat dengan keindahan rasa, kerapian logika, dan dengan pendekatan tata karma etika. Semua ditujukan hendak menawarkan pandangan, cara dan pendekatan.

Tujuan dasar karya ini sesungguhnya adalah sebagai pernyataan pikiran, penyuguhan wawasan, undangan pengetahuan. Penggunaan puisi dan perumpamaan sesungguhnya bukanlah tujuan pertama dan terutama. Dipilih cara demikian karena penulis tidak mempunyai waktu, ruang, tempat dan cara lain guna membagi apa yang diketahui. Lebih disebabkan karena penulis bukanlah guru yang mempunyai murid dengan ruang sekolah dan kesempatan pengajaran untuk memenuhi maksudnya. Bukan penulis yang tekun. Bukan peneliti teliti.

Puisi dipilih karena keunggulan akibat ajaibnya. Ringkas kata, mengisyaratkan pikiran, membekas jiwa, hati dibuat terpesona, menggerakkan tindakan pula. Hasilnya insan paripurna. Masyarakat cita-cita. Di atas semua, ada banyak kurang dalam karya, keliru kata, sesat pada cara, salah pada paham, penulis mohon maaf dan terbuka menerima kritik, saran dan masukan. Tuhan Maha Benar dalam Segala FirmanNya. Terima Kasih



Daftar Isi
Penciptaan…………….................……………….........................................................…….…9

Manusia ………………….................….........................................................………………..13

Kehidupan………………..............................................................................……………… 18

Cermin………………….................……….........................................................…………….23

Kepribadian…………….................…….........................................................……………….25

Sebab Akibat…………..........................................................................…………………… 29

Kebenaran…………………..........................................................................…………………32

Kebajikan………………..........................................................…................………………….39

Kejahatan…………………..........................................................................………………… 43

Keindahan……………….........................................................................…………………....48

Keadilan………………….........................................................................…………………...51

Hukum, Jalan, Hakikat…........................................................……................……………….55

Ksatria………………………........................................................................………………..59

Perang-Damai……….......................................................................……………………… 67

Laki-laki-Perempuan……......................................................................…………………….70

Terang-Gelap……………......................................................................……………………74

Dunia…… ………………...................................................................……………………..75

Waktu………………………...................................................................…………………..77

Akal-Hati……………………......................................................................……………….79

Jiwa…………………………............…......................................................……………… .82

Usaha…………………………............………….....................................................………85

Ujian…………………………............………….....................................................……….89

Doa………………………............…………….....................................................……… 91

Tuhan…............……………………………….....................................................…………93

Kebebasan…………............…………......................................................…………………99

Iman…………………...........……………......................................................……………101

Takdir……………………………….................................................................…………..105

Agama…………………………...........…......................................................…………….109

Duka……………………………….................................................................……………110

Keseimbangan……...…………….................................................................……………. 113

Timur-Barat…...………………….................................................................……………..114

Cinta…...………………………….................................................................…………….117

Kasih……………………………..................................................................………..…….135

Ibu………...……………………...........………...............................................………143

Manusia Sempurna………..............……………..............................................…….. 144

Guru-Murid…………………..............…………...............................................……..147

Kebijaksanaan……………….............…,,,,……...............................................…… 149

Awal mula

Yang dipandang cinta. Ada.


Mulanya tiada.

Yang diperhatikan cinta. Sejahtera.


Sebelumnya sengsara.

Pada hampa dikeluarkanlah ada, segala yang ada ditiup jadi bernyawa warna, batu berjalan seperti kura-kura, daun terbang menjadi rama-rama,


ranting pelan-pelan menjelma belalang, tanah diangkat bak piala, naiklah manusia.

Hanya yang berhati, yang mengenali kasih.


Seumpama mata memahami mata,
pikiran menimbang benda sesuai ukuran, musafir tentu tahu dimana ada oase mata air, di kediamanlah kekasih menjumpa terkasih.

Hanya yang mampu melepas semua, yang sanggup mencinta. Sejauh apa jalan, senikmat itu istirah, menimba air sumur, sebanyak itu mulut puas, mengorbankan jiwa, diabadikannya nama, Semerdu apa syair, sebanyak itu hati cair.

Apa disentuh jari cinta,

hidup....

Buta diperlihatkan dunia oleh cerita,
miskin kaya tiada, saat harta terbagi rata, lawan mendadak berubah kawan, caci dipulas murni oleh hati jadi emas puji.
Apa yang dtinggalkannya,

mati...


Harta yang kerlingnya butakan jiwa,
kuasa membagi manusia dua, lawan-kawan,
Aku yang sepi justru karena menang sendiri,
apalah gembira, tawa menari di bibir sendiri.

Dari rahim cinta,


lahir derma, pengorbanan, ketulusan, sebagai anaknya.

Jika benci, angkara, dan zalim ada, mereka besar tanpa ibunya.



MANUSIA

Seseorang ditepuk bahunya.

Ditanya,
"Siapakah kamu?"

Ia menjawab,


"Aku adalah kamu di langit,
namun terpisah aku dan kamu di dunia."
“Mata, rambut, hidung, dan warna kulit boleh memisahkan kita, namun jiwa yang tiada warna, rasa yang tidak berpola, juga pikiran yang tak berbadan, itulah yang menyatukan kita”
“Bangsa-bangsa saling berbangga
lupa bahwa semuanya bersaudara,

Ras saling berlomba menjadi teratas

ingatlah bahwa manusia itu punya batas,

Kehidupan berbeda menunjuk jalan

tak mengapa, berlomba demi restu Tuhan”.

Begitu ia menambahkan.

Jiwa bersaksi,

“Engkau manusia bagai cawan tanah liat

yang rapuh dengan kerinduan surgawi

walau turun di bumi”.


Demikian juga hati,

“Seranum anggur, semabuk ngengat,

sekerlip kunang-kunang,

tak berkesudahan bak buih cinta”.

Hasrat ikut menambahi,

“Bila tak kau dipuaskan walau sebibir,

akan retak pecah sendiri tubuhmu dibuatnya”.

Mereka yang dikalahkan bersuara,
“Manusia itu,...

Keji aniaya sesama.
Jahat sakiti saudaranya.


Kerdil rendahkan manusia.
Egois korbankan kawannya.


Baik memperbaiki segala.
Penyayang damaikan sengketa.


Adil berikan hak semua.
Bijaksana jelaskan segala”.

Ego adalah yang terberat dari semesta.

Segala yang ada. Jantungnya, adalah Sang Aku.

Dan yang teringan adalah kasih, yang melepaskan Aku.

Di punggungnya teramanat beban dunia.

Pada badan, ada tanda pada sesama,

martabat, harga diri, juga nilainya.

Pikiran setinggi kepalamu, itu mahkotanya,

sejajar dadamu, hati rasa, kawan sahabatnya,

seayun kaki, pijak jalannya, ajak sama-sama.

Jiwanya sekujur badan, jangan lukai pula.

KEHIDUPAN

Si bijak, ada di tiap pojok dunia,

mengajak, memberi kaki pijak.

Sang dermawan, penuh pemberian,

mengisi darah kehidupan.

Jangan kasihani, dia yang tulus,

yang tak mulus, sebab dialah hati di bumi.

Wahai yang dilebihkan, cermati yang damai, alam semesta langgeng lestari.

Semua yang gaib,

adalah ibu yang nyata.


Dari cahaya dan rohlah,


berasal segala, semua, seluruhnya.

Kedalaman yang tenang tak mungkin mengemis pada riak, meminta arus, juga mengais pada gelombang.

Dunia memisahkan,

apa yang mulanya bersatu.


Surya kebenaran mengikuti bulan keindahan demi gerhana kesatuan,


keras karang jatuh oleh godaan lembut arus, riak, beserta gelombang,

resah pencarian sungai pengetahuan mencari luasnya kearifan samudera,


manusia kepada Penciptanya

sebagai hamba, bayang dan kebanggaanNya,

pemimpin dan rakyatnya

dalam memutar pemerintahan

menyelenggarakan pelayanan.

Agar nantinya keduanya dipersatukan,

oleh tangan cinta di dunia.

Seperti bertemunya laki dan perempuan


untuk mengulangi sekali lagi roda keabadian.

Bintang berkeluh,


" Karena terlalu kecil,

aku tak mampu terangi siang seperti mentari,


dan menghibur malam layaknya rembulan".

Datang nelayan menghibur,


"Kaulah kompas penunjuk jalanku".

Filsuf menyusul hadir,


"Kaulah bintang jangkar renunganku kala buntu".

Pecinta tak mau kalah,


"saat kekasih jauh, kaulah,

tumpuan pandang rindu harapku padanya”.

Sesekali lihatlah sirkus kehidupan

kala dimainkan.


Penyembur api bisa kebakaran

bibirnya sendiri,

pelempar pisau pernah melukai

teman sasaran sendiri,

dan pemain keseimbangan dengan tongkat

di atas tali tinggi.

Penontonpun dibuat histeris makan hati.



CERMIN

Bila busanamu jelek salah jahit, datanglah kepada penjahit.


Beras yang kau dapat tak sama, timbang kembali agar sama.


Semua cela bertamu,

karena cela ada pada dirimu.

Sebab kebenaran, kebajikan dan cinta adalah tangan mengukur,


bukan badan yang diukur.

Jika kau iri dengan kebajikan orang,

artinya kau belum seseorang.

Sakit oleh kelebihan tetangga,

tanda kamu tak punya bangga.

Tinggi engkau oleh tingginya hati,

lihatlah kau tak punya isi.

Bingung mencari kebenaran lewat bukti,

tak nyaring suara kalbu berintuisi.

KEPRIBADIAN

Coba gunakan Timbangan Kepribadian.


Jumlah memuji dan dipuji,


memberi dan diberi,
mengakui dan diakui,
menghargai dan dihargai,
berkorban dan dikorbankan.

Apakah kau kikir, adil, atau murah hati,


jika sedikit, cinta diri, ditengahnya, adil, paling banyak, itu cinta kasih.

Tuang anggur kearifan di sanubari,

buihnya kembang di pekerti.

Gosok kilap emas kepribadian,

dicari orang kau, di pasar kepemimpinan.

Gelorakan ombak hati dengan kekuatan, tiada rintang tak dilempangkan.


Buka peti mutiara tuntunan,

agar diambilnya kamu menjadi teladan.

Dahulu kutanya, "Siapakah SangAku?"


Tak mampu kukuak tabir kabut sang Aku.


Yang pasti, Dia puji ia yang haus puji.

Diberi-pinjami uang, yang butuh uang.


Kepada yang di persimpangan,

ditunjukkan arah jalan.


Ia yang belum sampai kebijaksanaan, diberikan pengajaran.


Ditegakkan pegangan ia

yang jalan tanpa pedoman.

Mereka yang terlindas kezaliman,

biarlah aku jadi tangan pertolongan.

Saat mereka bertanya siapaSang Aku kini,


lebih bisu bibir terdiam tanpa jawaban,
Namun hati berbisik,
“Itu Bukan-Aku, yang kalahkan Sang Aku”

Puncak-puncak kesombongan

hanya kalah oleh dasar kerendahan hati.

Atap kebanggaan diri

pilarnya berdiri di lantai kesadaran diri.

Tahukah kau bahwa air sumur terjernih

didapat dari menimba hati-hati?

Dan langit kebijaksanaan yang luas itu hanya menaungi bumi yang kecil.



SEBAB AKIBAT

Jika gelap meninggalkan cahaya,

apakah yang terlihat?

Kebajikan yang diabaikan,

kesempitan dan rugilah hasilnya.

Apa yang kau dapat dari menukar kebenaran? Kepalsuan yang takut.


Bayarlah persahabatan dengan khianat, dimanakah meminta tolong ?


Kesungguhan cinta yang disangkal, percabangan hati buahnya.

Sepiring yang tersaji,

janganlah ambil semua di talam.


Jika secawan, kau ambil secangkir,

bagianmu malah disingkir.

Sepotong kue yang diiris,

kau coba sendiri iris, tanganmu akan teriris.

Air selautan, namun manusia syukur,

cukup dengan air setegukan.

Ia yang ikhlas, langsung hatinya diluas.


Mereka yang tulus, selalu lulus, meski tak mulus.


Yang pribadinya besar,

nampak besar tanpa dibesar-besar.

Janganlah sakit hati,

sebab engkau sakit sendiri nanti.

Lihatlah yang sombong,

ia menyembunyikan kosong.

Perhatikan yang selalu dicela,

jadi bersih tanpa cela.

Jika puji tak menjebak kaki,

makin tinggi terpuji diri.

KEBENARAN

Burung hantu ditanya kutilang yang cerewet dan ingin tahu, apakah kebenaran?

“Jika kau mampu bedakan siang dari malam, mentari dari bulan, cahaya dan kegelapan itulah Kebenaran. Darinya terlihat mana kekal-fana, asli-campuran, tinggi-rendah, tetap-berubah, sebagaimana berlian dari safir, emas, dan perak adanya.” Jawabnya dengan tenang.

“Dan apakah Kebajikan itu?” lagi bertanya.

“Tunjukkan gunung pada elang, pohon untuk tupai, cangkul bagi petani, tongkat pada penggembala, disanalah bahagia, senang, riang dan tenangnya mereka. Kebutuhan, keperluan, kepentingan, keinginan, dan kehendak terletak,” tambahnya.

“Lalu Keindahan itu?”, Terakhir menutup. “Mengapa lebah gandrungi mawar, pelukis curahkan hidupnya, pecinta mati demi pujaannya.

Karena cinta, satukan semua dalam pesona, goda dan kemabukan satu-rasa”.

Mengapa kekayaan jarang

memperkaya batin?
Karena emas disimpan di tanah,

jika tak aman di rumah. 


Cinta diri tak pernah mengandung kebesaran di perutnya,
itulah sebabnya unta tak beranak singa.


Keagungan itu harganya tinggi oleh hinaan,
karenanya uang palsu tak bisa memalsukan yang asli.

Di tengah khalayak memuja berhala diri,
kebenaran datang pada yang malamnya sepi dari Aku.


Di antara mulut keserakahan yang memakan apa saja,
tangan kedermawanan membagi dari kantongnya sendiri.


Di pasar yang ramai oleh olok dan serapah,
pengemis memberi puji yang murah hati.


Pada perebutan tahta cinta diri,
sang kasih rela dirinya disalahkan.

Tidak ada yang semua benar,

salahpun tidak seluruhnya.
Terlalu besar kan mengerut,

jika terlalu kanan akan jatuh,

dalam putih ada semua warna,

kedalaman menyembunyikan suara.


Hanya sikap berlebihanlah,

yang mudah mengemuka.
Sepenuh gelas akan tumpah,

tombak terlalu kencang juga patah,

lebihnya bicara menuntut adanya,

pagi, siang, sore, malam, duduk bergantian.

Palu kebenaran

yang menghancurkan kaca hati,


segigit apel kebajikan

yang memuaskan yang lapar,

ataukah
usapan sapu tangan sutera cinta kasih yang lembut?


yang mengubah harimau

menjadi kucing manis yang malu-malu?

Perhatikan yang terbanyak

dibutuhkan jiwamu….

Bila kekuasaan tak memahkotaimu


tinggi seperti jiwa yang ditinggikan,
pengetahuan yang tidak menerangimu
mampu memahami layaknya syukur atas keras usaha,

dan kemenangan tak menginsyafkanmu

seumpama kekalahan yang memperkaya jiwa,

pastilah ketiganya,

dengan cara apapun,

menjatuhkan, menggelapi dan menyesatkanmu.

Bagaimanapun kebenaran hanyalah mercusuar,
matanya hanya mampu memandang sejauh luas dan jarak jangkauannya.
Apakah kau……

beo peniru pembebek,

merak keragaman berwarna indah semarak,

elang insting yang tajam,

merpati cinta yang tulus setia,

ataukah


burung hantu yang bijaksana serba tahu.
Adalah nasib di tanganmu.

KEBAJIKAN

Jika kegelapan menggelincirkan manusia,


dengan rayuan, godaan dan halus ajakan,
dan berkata,
“Akulah terang, nikmat dan kegembiraan”.

Mengapa engkau yang tinggi pribadi,

dalam kepandaian dan kekuatan di tangan, tidak berlaku sama dalam kebajikan.

Dan mengajak,


“Akulah pelita, bahagia dan kekekalan”.

Boleh kau lamban, berat,

malas bak keledai,

tapi punggungmu bermuatan.


atau berlari secepat kuda,

dengan penunggang dan tumpangan.

namun sayang,

jika kau cheetah yang tercepat,

hanya dirimu saja yang terhebat.

“Bagaimanakah berbuat baik itu?”

tanya si kikir pada pemurah.


"Berilah yang diminta pada apa, bagaimana dan kapan yang pas " jawabnya.

"Begitu mudah dikata dan susah dibuat"

kata si kikir.
“Karena kekikiran mengambil apa, melalaikan bagaimana, dan memalingkan kapan darimu untuk berbuat demikian”.
jawabnya lagi.

Setiap kamu pengemis,

sampai kau derma pengemis.

Siapapun ialah yatim,

hingga kau santuni insan yang hilang haknya.

Engkau juga si lapar,

puaskah kau dengan yang ada di tangan?

Engkau juga budak sahaya,

sudah adilkah jadi majikan?

KEJAHATAN

Buntung kaki terlihat saat jalan,

demikian juga dengan akal pikiran.

Tak lengkap badan nampak adanya, kasihanilah dia jika itu jiwanya.


Kusamnya muka karena tiada basuh,

apalagi bila itu pada lakunya.

Iri dengki nyata durinya,

keras pula aduhnya saat tertusuk sendiri.

Hujan turun dengan riang,
bumipun bahagia menyambut tenang.


Namun mengapa insan
ada yang benci, ada yang senang ?

 
Itulah kebajikan-kejahatan
dalam lensa mata kenisbian.

Jangan angkat pedang dan tombak

menuding sesama,
bila keduanya belum

mengalahkan sendiri dirimu.


sebab perang di dunia,

hanya kobar oleh kobarnya di dalam.

Merenungi biji kejahatan, sebelum ia bertunas, ranting, dahan, daun dan berbunga, apalagi berbuah.

Tak lebih rendah dari menghayati

seanak kebajikan.

Sebab kala anak-anak tumbuh dewasa,

warna, bau dan bentuknya boleh berubah, namun roh baik-buruknya tetaplah sama.


Kejahatan mengaku,
“Akulah gelap yang cemburu ikuti kemana jalannya terang”.
“Pada cermin, hendak kutiru kecantikan manusia, namun hanya bayangnya saja, meski sempurna, seperti dunia kepada surga”.
“Api yang membakar tangan kaki sendiri, karena membesarnya api Diri dan Keakuan”.
“Piring makanan yang terambil karena kemarin kuambil piring sesama”.
“Dan apakah aku selain air keruh dan bau di hilir yang telah jauh mengembara

dari hulu sungai dan lautan yang adalah ibuku yang pengasih, murni dan murah hati itu.”



Kejahatan selalu saja mengikat kaki, memasang perangkap, dan menggali lubang untuk diri sendiri. 


Kebajikanpun senantiasa mengambil barang, menagih piutang dan menjemput kekasih sendiri, tak pernah yang lainnya.


KEINDAHAN
Bumi memberimu keindahan jasmani,
Langit hadiahimu kecantikan rohani,

dengan memakai tirai, busana, kerudung,

bumi naik pada yang Ilahi.
Kecuali pada awal masa dimana
setiap mata adalah jiwa, semua paras itulah hati, segala bicara berbuah perbuatan, kaki dan tangan jadi saksi niat dan tujuan.
Yang insani membawa pada Yang ilahi.
Pada alam, Tuhan nampak bertahta semayam. Sehingga Insan-Tuhan-Alam adalah satu.

Sahaja, suci dan indah.



Kecantikan yang terlihat,

lewat kagum dan puji ia diukur.


Namun pada wajah tertutup cadar,

apa yang dapat mengukur?


Demikian nasib, iman, hati

dan kehidupan digelar.

Mereka yang cakep, cakap dan beruntung berdiri di tepi jurang.


Jika bersyukur,

naiklah ia ditahta bermahkota raja.

Namun saat engkau angkuh,

ke dasar juranglah kau jatuh
-

-
-



KEADILAN
Keadilan turun ke bumi dan berjalan sepenuh,
hendak mendengarkan aduh, keluh

dan tak terbayarnya peluh.


Lalu mengambil sama penuh,


pada yang menyebabkan aduh, keluh dan peluh

Katakan,
"Berikan yang punya apa,


kepada yang tahu bagaimana"

“Siapa punya apa, siapa tahu bagaimana?”

Seseorang bertanya.

“Yang punya harta dan kelebihan apa

itulah yang pertama,

dan yang tahu bagaimana bahagia,

merekalah yang kedua,

juga lakukan sebaliknya,

maka jadilah bumi bagai surga disana”

dijawabnya.

Jika keadilan tidak didapat

di meja pengadilan,


ada saatnya kehidupan mengambilnya

di jalanan.


Karena keadilan jika resah di pengadilan ia mengelana di gunung, sungai, hutan, bahkan samudera lautan.
Berbisik, “Bela yang benar, lepaskan si salah. Hukum tangan, jika salah tangan, bukan kaki.
Ambil sepuluh, pada yang mencuri sepuluh”
Takut mengingkari janji setianya pada Bunda Kehidupan.

Bila dirimu tak mendapatkan keadilan,


orang lain yang membayarnya untukmu,
meski kau tak tahu,

tak ada dendam di hatimu.


Sebab setiap pintu kalbu telah tahu,

ia hanyalah soal isi dan ukuran


semangkuk, sepiring ataukah senampan

dan pelayan mengurangi apa yang lebih, menambahi yang kurang.



Yüklə 0,65 Mb.

Dostları ilə paylaş:
  1   2   3




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin