NEK ROKIAH: Bagaimana lop? Bagaimana aku dapat menerimanya. Kau tahu sejak tujuh purnama. waktu yang sangat lama sekali. Sejak itu aku bersama-sama Dulfatih. Tapi kini ia menghilang. Aku tidak dapat menemukanya. Aku sangat bersedih lop. Ia banyak membantuku. Dalam segala hal. Anak itu sangat berbakti pada orang tua. Dulfatih anak yang baik lop.
KULOP KOPLIK: Iya aku tahu itu. Tapi sekarang kita tetap sabar. Semoga saja kita segera tahu kabar dari Dulfatih.
(DUA ORANG DUSUN MENGHAMPIRI NEK ROKIAH DAN KULOP KOPLI. DENGAN NAFAS YANG NGOS-NGOSAN).
ORANG DUSUN 1: Nek.. nek rokiah.
NEK ROKIAH: Ada apa madi? naiklah bicaralah perlahan.
ORANG DUSUN 1: Kami mendengar kabar nek, iya kami mendengarkan kabar nek.
NEK ROKIAH: Kabar tentang Dulfatih? Oh anakku dimana dia katakan.
ORANG DUSUN 1: Zobol yang tahu kabar itu nek. Bol ceritakan pada nek rokiah.
ORANG DUSUN 2: Iya nek, begini. Sewaktu aku mengantar garam ke kedatuan. Di kedatuan sangat ribut. Orang-orang membicarakan Dulfatih. Algojo kumbang telah membunuhnya nek. Aku mendengar dengan jelas kalau para Algjo yang membuang jasadnya di ujung dusun di sungai.
NEK ROKIAH: Membunuh Dulfatih? Tidak, tidak, ini pasti bukan Dulfatih. Itu pasti orang lain. Kalian pasti salah mendengar. Tidak mungkin ia membunuhnya.
ORANG DUSUN 1: Benar apa yang di katakana Zobol nek. Juga di pasar tukar. Orang-orang kubu laot mengatakan mereka melihat para Algojo kedatuan membuang tubuh Dulfatih ke sungai. mendengar hal itu kami mencarinya. Tapi kami tidak menemukan jasadnya. Makanya kami langsung kemari menemuimu nek.
NEK ROKIAH: Tidak (jatuh duduk)
KULOP KOPLIK: Eh madi. Zobol jangan membuat berita yang salah. Kau akan membuat orang menderita.
ORANG DUSUN 1: Tidak lop ini bukan berita yang salah. Kami benar mendengar berita itu.
KULOP KOPLIK: Rokiah sabarlah. Ini belum tentu benar adanya. Kau tenang saja disini. Jangan memikirkan apa-apa. Aku akan mencari kesana. Madi, zobol. Ikut Kulop mencari di tepi sungai. kita harus menemukan jasadnya jika memang dia sudah mati.
ORANG DUSUN 2: Baiklah lop.
(KULOP DAN DUA ORANG DUSUN PERGI).
NEK ROKIAH: Sedih sekali nasibmu nak. Semoga itu buakan dirimu. (MENANGIS)
(MUSIC SEDIH MENGALUN. LAMPU PERLAHAN MEREDUP).
BABAK EMPAT
DI SEBUAH JALAN, TAMPAK RAMAI ORANG-ORANG BERJUALAN BAHAN MAKANAN POKOK DAN KEBUTUHAN-KEBUTUHAN HIDUP LAINYA. YANG DI JUAL DI DI TEPI JALAN BESAR. JALAN DUSUN SUANGAI INI DI BERI NAMA PASAR TEPI JALAN. ORANG-ORANG TERLIHAT SEPERTI TAWAR MENAWAR LALU PERGI. ORANG-ORANG RAMAI BERJALAN-JALAN. BERTUKAR-TUKAR BARANG, DAN MEMBELI DENGAN KOIN EMAS. DI UJUNG JALAN SEORANG LELAKI DENGAN TUBUH DI PENUHI KURAP YANG SUDAH MEMBUSUK, KESANA KEMARI MEMINTA BANTUAN KEPADA ORANG-ORANG LALU LALANG. ORANG-ORANG MENGUSIRNYA. JUGA ANAK-ANAK KECIL MELEMPARINA DENGAN BATU.
ADEGAN INI MERUPAKAN PERJALANAN KE 7 PURNAMA YANG DI LAKONI OLEH DULFATIH.DALAM PERJALANAN INI IA TELAH MENERIMA KUTUKAN SETELAH LAMANYA. HINGGA PUNCAK PURNAMA KE TUJUH. DULFATIH MELEWATI PASAR UNTUK MENCARI PENYEMBUH LUKA-LUKANYA. TAMPAK DARI UJUNG JALAN ANAK-ANAK MENGIRING BUJANG KURAP.
Pekan Satu
ANAK 1: Lempari dia.
ANAK 2: Siapa dia?
ANAK 1: Ambil batu.
ANAK 2: Siapa dia?
ANAK 1: Bujang Kurap. Lihat tubuhnya keluar nanah. Ayo usir dia.
ANAK 2: Apakah dia bencana?
ANAK 1: Lebih dari bencana.
ANAK 2: Ayo lempari dia. Usir dia. Dia bencana!
BUJANG KURAP: Tuan.. Tubuh saya sangat gatal. Luka saya terasa sangat sakit. Bolehkan saya meminta sedikit obat untuk meringankan kegatalan luka saya tuan.
TUAN: Pergi! Jangan mendekat ke sini. Jualanku akan tertular penyakit kurap mu itu. Pergilah aku tidak memiliki obat penyakit sepertimu.
BUJANG KURAP: Sedikit saja tuan. Sungguh saya membutuhkan obat. Rasanya gatal sekali. Berbaik hatilah tuan.
TUAN: Tuli! Kau tidak mendengar. Aku sudah mengatakan kalau aku tidak memiliki obat untuk kurapan seperti penyakitmu itu. Pergilah jangan sampai aku mengusirmu dengan paksa.
(ORANG-ORANG LAIN TAMPAK MENGHINDAR).
ANAK-ANAK KECIL: Bujang kurap.. Bujang Kurap.. Bujang Kurap (MELEMPARI BATU DAN KAYU)
ANAK 1: Kawan ayo lempar terus orang kurap itu. Tubuhnya bau sekali. Usir dia.. usir dia.
BUJANG KURAP: Bu.. bolehkah saya minta sedikit kunyit dan beberapa kemeleng dan obat untuk menyembuhkan luka saya. Saya tidak punya barang untuk menukar obat yang saya perlukan bu. Sudihkah ibu memberikan obat itu.
IBU: Tidak ada obat disini, kau sangat menjijikan (LARI)
BUJANG KURAP: Wak, mamang. Tolong saya wak. Luka saya sangat gatal rasanya. Tolonglah saya wak. (ORANG-ORANG LARI)
(TERLIHAT NEK ROKIAH YANG MEMBAWA SANGKEK BELANJAAN MENGHAMPIRI BUJANG KURAP).
NEK ROKIHA: (MENGHAMPIRI) Alangkah malang nasib mu bujang kurap. Marilah ikut kerumah ninek, disana banyak bahan-bahan obat tradisional. Mungkin akan meringankan rasa gatal-gatal pada penyakitmu. (BATUK-BATUK)
BUJANG KURAP: Nek.. mengapa kau menolongku? Apakah kau tidak takut dengan penyakitku. Apakah kau tidak jijik dengan nanah yang meleleh di tubuhku ini.
NEK ROKIAH: Tidak cung, tidak ada yang harus di jijik-jijikan. Kau sedang di timpah musibah. Sudah sepantasnya nenek membantumu. Marilah ikut kerumah nenek. Di sana ada banyak ramuan tradisional. Yang mungkin dapat di ramu untuk menyembuhkan lukamu.
BUJANG KURAP: Saya sangat berterimakasih nek. Nenek terlihat tidak enak badan. Apakah nenek sakit?
NEK ROKIAH: Iya cung, aku sudah beberapa minggu ini tidak enak badan. Aku masih menanti anakku yang hilang. Entah apa dia masih hidup apa sudah mati. Orang-orang kampung mengatakan kalau dia sudah di mati. Dan jasadnya di buang di pinggir sungai. Tapi sedikitpun aku tidak percaya bahwa anaku sudah mati. (BATUK DAN MENNAGIS) aku sangat terpukul. Ah sudahlah nak bujang, ngomong-ngomong kau tinggal di dusun mana nak?
BUJANG KURAP: Aku tinggal di dusun Sungai Baong nek. Oh iya nek, apakah ninek sangat menyayangi anak ninek itu? Aku turut berduka atas hal yang menimpa anakmu nek.
NEK ROKIAH: Sangat menyayanginya. Kau tahu cung, ninek hidup sebatang kara. Di dunia ini tidak ada saudarah dan anak. Setelah ia datang kesini ninek merasa ia adalah anak kandung ninek, tapi takdir berkata lain. Semuanya berubah. Begitu kelam. Kini ninek hanya meratap kehilanganya.
(NEK ROKIAH DAN BUJANG KURAP, AKHIRNYA SAMPAI DI PONDOK RUMAH NEK ROKIAH).
Kau tunggulah di sini cung, ninek akan menumbuk obat untuk lukamu. Di atas meja batu itu ada beberapa buah-buahan makanlah.
BUJANG KURAP: (MENGANGGUK) Umak begitu menyayangiku. Maafkan aku mak. Aku tidak akan mengatakan siapa aku sebenarnya. Aku tidak ingin membuat penderitaan batinmu bertambah. Dan lagi aku tidak ingin melukai perasaanmu begitu dalam. Bila aku paksa mengatakannya kau akan menderita, dan aku tidak ingin itu terjadi.
NEK ROKIAH: (BATUK, KELUAR DENGAN MEMBAWA BATU DAN ALAT MENUMBUK OBAT) Cung, apakah kau lapar?
BUJANG KURAP: Oh tidak nek. Saya hanya haus.
NEK ROKIAH: Itu minumlah air kayu abang air kayu itu asli dari dusun ini. Duduklah. Ninek akan menumbuk beberap ramuan tradisional untuk obatmu. Oh iya cuag siapa namamu?
BUJANG KURAP: Oh iya nek perkenalkan.. namaku patih nek.
NEK ROKIAH: Patih? (TERBATUK-BATUK)
BUJANG KURAP: Nek, nek, kau baik-baik saja nek?
NEK ROKIAH: Tidak apa-apa. Hanya saja nama anak ninek juga sangat mirip dengan namamu. Ninek teringat denganya.
BUJANG KURAP: Eh.. memang siapa nama anak ninek itu?
NEK ROKIAH: Dulfatih cung. Sangat beda tipis dengan namamu. Kemarilah cung duduk sini biar ninek olehsakan lukamu. Biar rasa gatalnya sedikit berkurang.
BUJANG KURAP: Baiklah nek. (DUDUK) Oh iya Nek. Tadi ku lihat di pasar banyak para orang-orang berpakaian sutra, tampaknya ada sebuah sedekah. Kira-kira ada hal apa ya nek?
NEK ROKIAH: Iya cung, dusun kami saat ini di terpa kemalangan. Sejak tidak ada yang menghalangi niat Rajo. Sejak itupulah keinginanya semakin tidak waras. Orang-orang sudah bersiap-siap di kedatuan. Untuk menyelengarakan pernikahan Raja dengan putrinya sendiri. Ini bencana yang sangat besar yang terjadi di dusun kami. Iya kami hanya orang-orang yang tidak berdaya, hanya bisa mengikuti keinginan raja. Kalau kami menolak maka algojo-algojonya tidak segan-segan memasukan orang-orang yang memberontak ke Lumbung lintah.
BUJANG KURAP: Siapa putri itu nek?
NEK ROKIAH: Putri Sayati cung. Oh iya bolehkah ninek memanggilmu dengan nama anak ninek. E kalau engkau tidak berkenan tidak apa-apa. Ninek akan memanggil namamu saja.
BUJANG KURAP: Dulfatih. Iya nek. Ninek boleh memanggilku dengan sapaan nama itu. Sayati akan di nikahi oleh bapaknya? Nek apakah tidak ada orang yang melamarnya. Dan lagi bukankah ini berita sangat gila nek, seorang bapak kandung yang ingin mempersunting darahnya sendiri.
NEK ROKIAH: Sudah banyak para pangeran yang mengikuti syaimbara cung, namun semua yang ikut itu hasilnya hanya nol, bagaimana tidak syarat-syaratnya sangat tidak masuk akal. Cung apakah kau kenal dengan putri rajo itu?
BUJANG KURAP: Eh.. tidak nek. Ya tapi aku yakin dari namanya saja ia sangat baik orangnya.
NEK ROKIAH: Bagaimana rasa lukamu cung, apakah sudah sedikit mengurangi rasa gatalnya? Kalau nanti terasa gatal-gatal itu menyerangmu lagi oles lagi saja obat ini.
(KULOP KOPLIK MASUK).
KULOP KOPLIK: Wah kebetulan engkau ada di pondok pek. Eh siapa ini pek?
NEK ROKIAH: Dia Patih lop. Dia akan tinggal disini sampai lukanya sembuh. Ada apa lop?
KULOP KOPLIK: Oh patih. Namaku Kulop Koplik. Si rajo gitar tunggal di dusun ini. Hehhe. Ini pek. Aku mendapat undangan untuk mengisi acara di acara pernikahan rajo. Iya aku tahu semua orang di minta menyaksikan pernikahan yang tidak masuk akal itu. Tapi kedatanganku kesini mau mengajakmu kondangan ke tempat rajo.
NEK ROKIAH: Aku lagi tidak enak badan lop. Tapi lihatlah nanti akan ku usahakan. Aku juga tentu datang lop. Aku menjadi penghulu pada pernikahan itu. Itu juga sangat terpaksa ku lakukan.
KULOP KOPLIK: Oh kasih. Mengapa tak engkau katakana kalau engkau tidak enak badan. Katakan padaku apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu sehat kembali sayang. Aku tahu kau pasti jadi penghulu. Di dusun ini siapa lagi penghulu selain Mak Rokiah.
NEK ROKIAH: Hus. Sudah tua kok masih sayang-sayang. Malu sama patih. Iya nanti saja kita bertemu di sana. Aku juga berat menikahakan hal yang janggal itu lop, tapi jika aku menolak aku akan di kurung dalam lumbung lintah itu.
BUJANG KURAP: Lop kapan acara puncak itu lop?
KULOP KOPLIK: Dua hari lagi tih. Pek aku pamit dulu. Aku mau kepasar menyelesaikan perbaikan gitarku. Persiapan untuk pesta. Nanti malam pakailah sutra yang aku berikan padamu pek.
NEK ROKIAH: Iya lop, kau hati-hatilah di jalan.
KULOP KOPLIK: Sudah ku tebak engkau akan mengatakan itu pek. Aku tahu kau juga sayang padaku (BERLARI TERTAWA-TAWA)
BUJANG KURAP: Nek, untuk apakah kayu bulat besar itu?
NEK ROKIAH: tidak tahu cung. Kayu itu di angkat oleh Dulfatih. Belum sempat ninek bertanya ia sudah menghilang.
BUJANG KURAP: Bolehkah aku mengunakankanya nek.
NEK ROKIAH: Untuk apa cung?
BUJANG KURAP: Membuat biduk nek.
NEK ROKIAH: Bukankah kita jauh dari sungai cung?
BUJANG KURAP: Iya nek. Ini untuk mencari ikan di sungai nek. Mungkin selebihnya akan di tukar dengan gandum untuk bahan makanan di rumah ninek.
NEK ROKIAH: Iya gunakanlah saja cung, ninek mau istirahat dulu. Badan terasa sangat sakit. Jika kau mau makan. Makanlah saja disana sudah ada makanan.
BUJANG KURAP: Iya nek. Aku akan mencari beberapa ranting dan kayu untuk membuat biduk nek. Nek sebelumnya aku ingin bertanya sesutau.
NEK ROKIAH: Apa itu cung, katakana saja.
BUJANG KURAP: Untuk beberapa waktu bolehkah aku tinggal disini. Aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi di dunia ini nek. Ijinkanlah aku mengabdi padamu. Kau lebih tepat ku sebut Umak, sebab aku tidak memiliki umak lagi di dunia ini nek.
NEK ROKIAH: Iya cung, kau boleh tinggal disini. Kau juga boleh memanggilku umak, aku juga akan memanggilmu anak, di rumah ini ada satu kamar yang kosong, kamar itu bekas Dulfatih, kau dapat tidur disana. Umak akan istirahat sebentar nak.
BUJANG KURAP: Iya mak, aku akan kembali setelah membawa alat-alat untuk membuat biduk. Mak, bolehkah aku meminta sesuatu padamu?
NEK ROKIAH: Apa itu? Tampaknya ini lebih serius.
BUJANG KURAP: Aku ingin meminta beberapa kain sutra dan kendi emas yang kau miliki mak.
NEK ROKIAH: Aku memilikinya, itu hadiah dari anakku Dulfatih. Nak dari mana kau tahu kalau aku memiliki sutra dan kendi-kendi emas? Aku merasa kau tahu segalanya tentangku.
BUJANG KURAP: Ehh tidak nek. Aku hanya menebak. Aku berjanji akan mengembalikanya setelah aku bekerja nanti.
NEK ROKIAH: Sebenarnya itu pemberian dari anaku, ku anggap itu kenang-kenangan yang berharga. Tapi kau juga anaku. Aku yakin apa yang akan di lakukan oleh anaku akan bermanfaat. Barang-barang itu tersusun rapih dalam kotak di dalam kamar Dulfatih. Kau dapat mengunakanya. Umak istirahat dulu.
BUJANG KURAP: Aku berjanji akan mengembalikanya secepatnya nek.
(LAMPU MENGELAM)
Pekan Dua
DI KEDATUAN, RAJO TENGAH DUDUK DENGAN DITEMANI DAYANG-DAYANG CANTIK. SESEKALI IA MINUM ANGGUR MERAH. JUGA SESEKALI IA MENYULUT MULUTNYA DENGAN ROKOK DARI PUTONG KAYU DURIAN. SEMENTARA ITU PESERAH TERLIHAT CEMAS, DAN TERUS BERAJALAN-JALAN DI TAHATA KEDATUAN. RAJO TERUS MENGENGGAM GELAS EMAS BERUKIR BUNGA-BUNGA ITU. SEMENTARA DAYANG-DAYANG MENGIPAS DAN MEMIJATNYA.
PESERAH: Kau dapat menghentikan perbuatan keji ini sebelum bencana besar menimpah dusun ini mal. Kau lihat setelah kelakuanmu. Ibu sayati jatuh sakit. Belum sempat ia sakit ia harus menghadapi kematian yang malang. Kau harus menghentikan ini. Ini jalan yang salah mal.
LATUSKO KAMAL: Aku tidak akan menghentikanya wak. Apapun yang terjadi. Meskipun semuanya mati niatku tidak akan ku hentikan sampai disini saja. Aku akan tetap menikahi Putri Sayati.
MANSOR HASAN: kau sudah salah jalan. Bertobatlah. Sayati itu anakmu. kau dapat menikahi gadis-gadis lainya di dusun ini. Sesuka hatimu. Mengapa engkau harus mengawini anakmu sendiri? Jika kau mau aku akan mencari sertus gadis yang tidak kalah cantiknya dengan Sayati. Tapi hentikan niatmu ini.
LATUSKO KAMAL: Sekarang aku bertanya padamu wak. Jika aku yang menanam pisang di kebun, setelah ku rawat. Ku beri ia siraman air. Juga ku tebas rumput-rumput liar yang akan menghambat pembuahanya. Setelah itu ia tumbuh besar. Lalu berbuah kuning keemasan. Bolehkah aku memetiknya untuk ku makan?
MANSOR HASAN: Iya tentu saja, kau sangat boleh memaknaya. Karena kaullah yang menanam.
LATUSKO KAMAL: Nah sekarang aku balikan semuanya, setelah ku rawat anakku. Ku berikan kemewahan dan segala telaten yang baik. Hingga ia menjadi seorang Putri yang cantik. Dan juga aku telah mengumumkan tugasku sebagai seorang ayah untuk para pangeran berlombah mempersuntingnya, tapi semua pangeran sekalipun gagal memenuhi keinginanku. Setelah kebijakanku sudah ku lakukan. Apakah salah bilaku akan memetik hasilnya sendiri. Dengan cara aku mengawininya.
MANSOR HASAN: Kau harus camkan ini. Kedatuan dalam bahaya besar! Kita semua dalam bencana besar karena ulahmu. Arwah puyang keramat akan mengutukmu. Juga kami yang ada di sini.
(PESERAH KELUAR, LALU USEN CANGOK DAN DELAJAM MASUK).
USEN CANGOK: Akak, ada berita kurang baik yang harus kau dengar.
LATUSKO KAMAL: Apa itu Sen?
USEN CANGOK: Panglima, jelaskan apa yang terjadi.
OBANDA SIDEN: Ampun tuanku rajo. Setelah kami pergi ke kedatuan Bebiduk, kami diserang oleh kubu laot. Semua upeti yang di sembahkan dari kedatuan Bebiduk di rampas dan kami di tawan. sepuluh kotak emas, dan lima kotak perak asli di rampas, nasib baik kami dapat melarikan diri. Ampunkan kami rajo. Kami kalah orang, mereka sudah merencanakan untuk menghadang kami.
LATUSKO KAMAL: Apa! Bodoh! Mengapa itu harus terjadi. Usen kumpulkan semua Algojo berangkatlah untuk menumpas kubu-kubu laot itu. Kau Panglima kau harus bertanggung jawab dengan emas-emasku. Dan aku tidak ingin berita apapun, aku ingin semua emas dan peraku ada di depan mataku. Bagaimanapun caranya, jika tidak kalian tahu apa yang harus terjadi pada kalian!
OBANDA SIDEN: Berlutut rajo.
LATUSKO KAMAL: Satu hal lagi Den, aku masih mencari-cari tentang kehilangan anakku Sayatin di sungai. Alasan-alasan bodoh yang kalian katakana sangat tidak masuk akal. Aku akan mengelupas kulit kalian jika aku tahu apa yang sebenarnya terjadi pada putriku Sayatin. (RAJO KELUAR)
USEN CANGOK : (TERTAWA)Kerja bagus Panglima. Saat ini Rajo sangat pusing. Bahkan ia akan memerintahkan hal yang di luar pemikiranya. Kau kerja bagus. Aku sudah mengurus istrimu ke tempat yang aman. Hingga suatu saat nanti anak itu lahir. Kau akan hidup berdua dengan aman, Dan aku akan menjadi Rajo di kedatuan ini. Perlahan-lahan akan ku geser tahta mu Kamal. (TERTAWA)
OBANDA SIDEN: Apakah aku dapat melihat Sayatin tuan.
USEN CANGOK: Bekerjalah dengan semangat. Jika tidak aku akan membongkar kebejatanmu, kau tahu Rajo tidak akan memasukanmu kedalam lumbung lintah saja bila ia tahu keadaan sebenarnya. Ia juga akan memenggal kepalamu.
OBANDA SIDEN: Apa yang harus saya lakukan Tuan Usen?
USEN CANGOK: Iya aku menunggu kata-kata itu. Kita akan terus menyusun rencana untuk menjatuhkan Rajo Kamal. Kita harus mendapati kembali semua hati orang-orang di kedatuan ini. Hingga pada puncak pernikahan Rajo dan Putri Sayati, pada saat itu aku akan memasukan racun pelumpuh kesaktian, hingga terlihat ia akan sangat tidak bertenaga, maka pada saat itu pula kau maju kedepan. Lalu kau masukan ia kedalam kerangkeng, ikat semua tanganya, maka pada waktu itu orang-orang bertepuk tangan pada perbuatan ku, secara tegas aku akan menaiki tahta dan Peserah akan mengumumkan Rajo baru di kedatuan ini. Inilah saaat pembalasanya.
OBANDA SIDEN: Siap tuanku, tuan apakah Rajo kamal akan mengetahu hal ini. Rajo kamal memiliki ilmu Delapan mato dari Mata Empat. Aku tidak yakin ia tidak akan mengetahu niat kita tuan.
USEN CANGOK: Tenang saja, kau tidak perlu cemas dengan hal itu. Aku sangat paham perangai Latusko Kamal. Sejak kecil ia telah dibekali tabiat yang licik, namun di samping itu aku membaca kelemahanya. Bila ia sedang mengalami kebahagiaan maka ia akan lupa bahwa bahaya besar dapat terjadi sewaktu-waktu, dia tidak akan mengunakan ajian mata delapanya. Ia lupa dengan kesenanganya bersanding kelak. Lagian aku bukan orang bodoh ingin melakukan ini sendirian. Peserah malam itu datang menemuiku. Ia memintaku untuk memberikan pendapat agar dapat mengagalkan pernikahanya dengan Putri Sayati. Saat itu aku memberikan sebuah racun lumpuh padanya. Racun itu akan di masukan pada saat sembah perayaan. Pada saat itu bila Tuanku rajo mengetahui hal itu tentu kita akan aman dari segala tindak yang di lakukan Rajo.
OBANDA SIDEN: Sangat jenius tuan. aku tidak berpikir sampai kesana.
USEN CANGOK: Itulah kelicikan yang di ajarkan oleh Latusko padaku. Sekarang pergilah aku akan berada di samping Rajo, aku akan mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan malam ini.
OBANDA SIDEN: Siap tuanku, mohon diri.
Pekan tiga
MALAM TELAH TUMBUH, ORANG-ORANG PENTING SUDAH BERKUMPUL DI KETDATUAN. DI DALAM KEDATUAN TAMPAK BANYAK BUAH-BUAHAN DAN ANGGUR MERAH. SEMUA ORANG BERPAKAIAN SUTRA. PUTRI SAYATI DAN LATUSKO KAMAL SUDAH DIBALUT DENGAN PAKAIAN ADAT SUMATERA ZAMAN DULU. DAN ORANG-ORANG DUSUN TAMPAK TERLIHAT DATANG DAN DUDUK MENYAKSIKAN PERNIKAHAN. SEMUA PETINGGI DAN SAUDAGAR TAMPAK SEDANG ASIK MENYANTAP ANGGUR.
LATUSKO KAMAL: Penghulu apakah kita dapat melanjutkanya?
NEK ROKIAH: Menunggu wali tuanku Rajo.
LATUSKO KAMAL: Aku sudah memiliki wali dari mempelai lelaki penghulu, apa lagi yang engkau tunggu?
USEN CANGOK: Saya penghulu. Saya wakil wali dari mempelai lelaki.
NEK ROKIAH: Memang wali dari mempelai lelaki sudah ada, namun wakil wali dari mempelai wanita harus ada pula tuanku Rajo. Dengan segalanya adat kita akan melangsungkan pengikatan seorang pengantin. Juga sebaliknya jika mempelai lelaki tidak ada maka kita tidak akan bisa melanjutkan ke tahap pengesahan mempelai.
LATUSKO KAMAL: Siden, cepat kau cari dimana Peserah. dialah yang akan menjadi wali dari mempelai wanita.
OBANDA SIDEN: Hamba tuan.
(PESERAH MASUK DENGAN DUA CANGKIR ANGGUR MERAH).
MANSOR HASAN: Tidak perlu sibuk memanggilku Panglima, duduklah kembali ke kursimu. Malam ini adalah malam bahagia dari Rajo kedatuan. Sebelum kita memulai malam ini aku akan memberikan penyuguhan anggur sebagai kehormatan pembuka malam bahagia ini. Bukankah itu tradisi kita Rokiah?
NEK ROKIAH: Iya tuanku Peserah. hamba hanya menunggu perintah.
LATUSKO KAMAL: Untuk siapa anggur itu Peserah?
MANSOR HASAN: Tentu untukmu tuan. ambilah satu setelah kita minum kita akan memulai acara ini.
LATUSKO KAMAL: Tentu saja peserah. kau sangat gugup tampkanya.
MANSOR HASAN: Tidak, aku hanya sedikit tidak enak badan malam ini. Marilah kita minum dulu. Untuk menghormati Rajo.
LATUSKO KAMAL: (MEMBAGI MINUMAN), aku merasa terhormat bila minuman ini aku bagikan pada Rokiah separuh dan aku separuh. Aku yakin tanpa ada Rokiah maka aku tidak akan dapat melangsungkan pernikahan ini. Dengan segala hormat ku. Aku meminta Rokiah mengambil anggur merah ini.
NEK ROKIAH: Dengan segala hormat ku terima anggur ini rajo.
(MEREKA MENGANGKAT MINUMAN BERSAMA-SAMA).
LATUSKO KAMAL: Bagaimana Pek Jat, apakah dapat kita langsungkan dengan segerah acara pernikahan ini?
NEK ROKIAH: (SEDIKIT PUSING)Iya tuanku. Berhubung sudah ada dua wali disini maka kita akan segera melanjutkanya.
ACARA PERNIKAHAN SEGERA DI MULAI, NAMUN ACARA TERSENDAT BERHENTI DENGAN AROMA BUSUK YANG MENYEBAR DI RUANGAN KEDATUAN, BUJANG KURAP MASUK DENGAN MEMBAWA SATU KARUNG SUTAR DAN KENDI EMAS. SEMUA ORANG MENUTUP HIDUNG.
USEN CANGOK: Aroma apa ini. Sangat busuk sekali.
BUJANG KURAP: Itu aroma saya tuan. maafkan atas kelancangan hamba datang dengan membawa aroma yang kurang menyenangkan. Tapi aroma yang saya miliki ini belum tentu busuknya dengan kebejatan seorang ayah yang hendak mengawini anaknya sendiri.
Dostları ilə paylaş: |