Terencana, terkoordinasi, teruji, dan terbukti


Basis Pengambilan Keputusan



Yüklə 0,6 Mb.
səhifə8/11
tarix08.01.2019
ölçüsü0,6 Mb.
#92761
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11



Basis Pengambilan Keputusan

Dasar-dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan bermacam-macam, tergantung dari permasalahannya. George R. Terry memperkenalkan dasar-dasar pengambilan keputusan yang berlaku sebagai berikut:



  1. Intuisi. Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat yang subyektif sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi mengandung beberapa kebaikan dan kelemahan.

Kebaikannya antara lain sebagai berikut:

  1. Waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif pendek

  2. Untuk masalah yang pengaruhnya terbatas, pengambilan keputusan akan memberikan kepuasan pada umumnya.

  3. Kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan sangat berperan dan itu perlu dimanfaatkan dengan baik.

Kelemahannya antara lain sebagai berikut:

  1. Keputusan yang dihasilkan relatif kurang baik

  2. Sulit mencari alat pembandingnya sehingga sulit diukur kebenaran dan keabsahannya

  3. Dasar-dasar pertimbangan lain dalam pengambilan keputusan seringkali diabaikan.

  1. Pengalaman. Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis, karena dengan pengalaman seseorang maka dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung-ruginya dan baik-buruknya keputusan yang akan dihasilkan. Begitu pula karena pengalaman seseorang yang menduga masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja mungkin sudah dapat memperkirakan cara penyelesaiannya.

  2. Fakta. Pengambilan keputusan berdasarkan data dan fakta empiris dapat memberikan keputusan yang sehat, solid dan baik. Dengan fakta, tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.

  3. Wewenang. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya, atau oleh orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan.

Kelebihannya antara lain sebagai berikut:

  1. Kebanyakan (pihak) penerimaannya adalah bawahan, terlepas apakah penerimaan tersebut secara sukarela ataukah secara sukar rela (terpaksa).

  2. Keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama

  3. Memiliki otentisitas (otentik)

Kelemahannya antara lain sebagai berikut:

  1. Dapat menimbulkan sifat rutinitas

  2. Mengasosiasikan dengan praktek diktatorial

  3. Sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga dapat menimbulkan kekaburan

  1. Rasional. Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasio, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan dan konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pengambilan keputusan secara rasional ini berlaku sepenuhnya dalam keadaan yang ideal. Pada pengambilan keputusan secara rasional terdapat beberapa hal sebagai berikut:

  1. Kejelasan masalah: tidak ada keraguan dan kekaburan masalah.

  2. Orientasi tujuan: kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai.

  3. Pengetahuan alternatif: seluruh alternatif diketahui jenisnya dan konsekuensinya.

  4. Preferensi yang jelas: alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria.

  5. Hasil maksimal: pemilihan alternatif terbaik berdasarkan atas hasil ekonomis yang maksimal.



Faktor Determinan Pengambilan Keputusan

Dalam pengambilan keputusan, ada beberapa hal atau faktor yang mempengaruhinya antara lain sebagai berikut:



  1. Posisi/kedudukan. Dalam kerangka pengambilan keputusan, posisi atau kedudukan seseorang dapat dilihat dalam hal berikut:

  1. Letak posisi: dalam hal ini apakah dia sebagai pembuat keputusan (decision maker), penentu keputusan (decision taker), ataukah staf (staffer).

  2. Tingkatan posisi: dalam hal ini apakah sebagai strategi, policy, peraturan organisasional, operasional atau teknis.

  1. Masalah. Masalah atau problem adalah apa yang menjadi penghalang untuk tercapainya tujuan yang merupakan penyimpangan dari apa yang diharapkan, direncanakan atau dikehendaki dan harus diselesaikan. Masalah tidak selalu dapat dikenali dengan segera, ada yang memerlukan analisis, ada pula yang bukan memerlukan riset sendiri.

Masalah dapat dibagi ke dalam dua jenis, yakni:

  1. Masalah terstruktur yaitu masalah yang logis, dikenal dan mudah diidentifikasi;

  2. Masalah tidak terstruktur yaitu masalah yang masih baru, tidak biasa dan informasinya tidak lengkap.

Selain pembagian masalah tersebut, masalah dapat pula dibagi menjadi sebagai berikut:

  1. Masalah rutin yaitu masalah yang sifatnya sudah tetap, selalu dijumpai dalam hidup sehari-hari.

  2. Masalah insidental yaitu masalah yang sifatnya tidak tetap, tidak selalu dijumpai dalam hidup sehari-hari.

  1. Situasi. Situasi adalah keseluruhan faktor dalam keadaan yang berkaitan satu sama lain dan yang secara bersama-sama memancarkan pengaruh terhadap kita beserta apa yang hendak kita perbuat. Faktor-faktor dimaksud dapat dibedakan atas dua, yakni:

  1. Faktor-faktor yang konstan ( K ), yaitu faktor-faktor yang sifatnya tidak berubah-ubah atau tetap keadaannya;

  2. Faktor-faktor yang tidak konstan, atau variabel ( V ), yaitu faktor-faktor yang sifatnya selalu berubah-ubah, tidak tetap keadaannya.

Di antara variabel-variabel ini ada yang dapat diperhitungkan bahkan dapat dikendalikan, namun ada pula yang sama sekali di luar jangkauan manusia.

  1. Kondisi. Kondisi adalah keseluruhan faktor-faktor yang secara bersama-sama menentukan daya gerak, daya berbuat atau kemampuan kita. Sebagian besar faktor tersebut merupakan sumber daya-sumber daya.

  2. Tujuan. Tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan perorangan, tujuan unit (kesatuan), tujuan organisasi, maupun tujuan usaha, pada umumnya telah ditentukan. Tujuan yang ditentukan dalam pengambilan keputusan merupakan tujuan antara (objective).

Pendapat lain yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan adalah:

  1. Keadaan intern organisasi. Keadaan intern organisasi bersangkut paut dengan apa yang ada di dalam oragnisasi tersebut. Keadaan intern organisasi antara lain meliputi dana yang tersedia, keadaan sumber daya manusia, kemampuan karyawan, kelengkapan dan peralatan organisasi dan struktur organisasi.

  2. Keadaan ekstern organisasi. Keadaan ekstern organisasi bersangkut paut dengan apa yang ada di luar organisasi tersebut. Keadaan ekstern organisasi antara lain meliputi keadaan ekonomi, sosial, politik, hukum, budaya, dan sebagainya. Keputusan yang diambil tidak boleh bertentangan dengan norma, undang-undang, hukum dan peraturan yang berlaku. Keputusan yang diambil jika ada kaitannya, baik langsung maupun tidak langsung dengan bidang politik, jangan sekali-kali bertentangan dengan pola kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan pengusaha. Jika keputusan yang diambil ada kaitannya dengan budaya sebaiknya memperhatikan keadaan budaya setempat dan sebagainya.

  3. Tersedianya informasi yang diperlukan. Dalam pengambilan keputusan, informasi yang diperlukan harus lengkap dan memiliki sifat-sifat tertentu, sehingga keputusan yang dihasilkan berkualitas dan baik.

Sifat-sifat informasi itu antara lain sebagai berikut:

  1. Akurat, artinya informasi harus mencerminkan atau sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

  2. Up-to-date, artinya informasi tersebut tepat waktu, tidak ketinggalan zaman;

  3. Komprehensif, artinya informasi harus dapat mewakili semua elemen dari realitas yang ada;

  4. Relevan, artinya informasi harus ada hubungannya dengan masalah yang akan diselesaikan;

  5. Memiliki kesalahan baku kecil, artinya informasi itu memiliki tingkat ketepatan yang tinggi.

  1. Kepribadian dan kecakapan pengambil keputusan. Kepribadian dan kecakapan dari pengambil keputusan meliputi penilainnya, kebutuhannya, intelegensinya, keterampilannya, kapasitasnya, dan sebagainya. Nilai-nilai kepribadian dan kecakapan tersebut turut pula mewarnai tepat-tidaknya keputusan yang diambil. Jika pengambil keputusan memiliki kepribadian dan kecakapan yang kurang, maka keputusan yang diambil juga akan kurang, demikian pula sebaliknya.

Sebagai bahan komparasi, dikemukakan pula pendapat George R. Terry mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan sebagai berikut:

  1. Hal-hal yang berwujud dan tidak berwujud, yang emosional maupun yang rasional.

  2. Tujuan organisasi. Setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan sebagai bahan dalam pencapaian tujuan dari organisasi.

  3. Orientasi. Keputusan yang diambil tidak boleh memiliki orientasi kepada diri pribadi, tetapi harus lebih berorientasi kepada kepentingan organisasi.

  4. Alternatif-alternatif tandingan. Jarang sekali ada satu pilihan yang betul-betul memuaskan, karenanya harus disediakan alternatif tandingan.

  5. Tindakan. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental, karenanya harus diubah menjadi tindakan fisik.

  6. Waktu. Pengambilan keputusan yang efektif memerlukan waktu dan proses yang lebih lama.

  7. Kepraktisan. Dalam pengambilan keputusan diperlukan pengambil keputusan yang (berpikir) praktis untuk memperoleh hasil yang optimal.

  8. Pelembagaan. Setiap keputusan yang diambil harus dilembagakan, agar dapat diketahui tingkat kebenarannya.

  9. Kegiatan berkelanjutan. Setiap keputusan merupakan tindakan permulaan dari serangkaian mata rantai (valu chain) kegiatan berikutnya.

Keputusan dalam membuat kurikulum didasarkan pada apakah secara jelas atau tidak didasarkan pada asumsi dan nilai. Kompleksitas pengambilan keputusan dan kurikulum dalam pendidikan berarti manajer menyimpan perspektif ganda atau kerangka ketika mengumpulkan data, menilai gagasan dan memutuskan apa yang dikerjakan berikutnya. Keterlibatan pihak terkait atau stakeholders (pemerintah, orang tua, kelompok, minat, industri) menambah kompleksitas pembuatan keputusan kurikulum yang menantang para manajer pendidikan, khususnya dalam rangka perluasan informasi dan pengetahuan tentang ideologi yang diperlukan. Bahkan, secara historis kurikulum memiliki kebebasan secara re1atif dari pengawasan pusat, dimana inisiatif kebijakan bagi kita baru tiga tahun terakhir. Hal itu pun baru memberikan kebebasan menyusun kurikulum muatan lokal bagi daerah. Kedua, peningkatan bentuk tantangan kurikulum meskipun ada kurikulum nasional.

Dalam otonomi daerah yang di dalamnya Pemda diberikan kewenangan mendosensi pendidikan di daerah kabupaten dan kota, kemampuan mengambil keputusan dalam kurikulum pendidikan merupakan hal yang perlu diketahui dan ditingkatkan. Sejalan dengan itu, Law dan Glover (2000) menjelaskan bahwa meskipun sentralisasi mulai dikurangi dan beralih pada desentralisasi namun biasanya masih menyisakan berbagai hal dalam sistem, melalui:


  1. Level tinggi dari otonomi dosen dan lembaga atas materi pedagogik

  2. Fleksibilitas atas aspek khusus dari isi kurikulum

  3. Penyebaran pembuatan keputusan melalui penggunaan pemerintah otonom pada semua level sistem pendidikan

  4. Mendelegasikan pembuatan keputusan berdasarkan sumber daya finansial.

Upaya lain yang perlu dilakukan adalah penelitian yang menjadi dasar bagi reformasi kurikulum akademik untuk pengambilan keputusan. Hal itu akan dijadikan bahan masukan dan konsolidasi pemikiran untuk mengambil keputusan rancangan kurikulum baru. Rancangan kurikulum yang akan diputuskan berasal dari pengalaman pembelajaran, baik pembe1ajaran efektif, mengajar efektif dan implikasinya yang berhubungan dengan karakteristik masyarakat dalam hal persamaan dan akses kurikulum berdasarkan suku, gender, agama, latar belakang sosial dan fisik.

Lawton (1990) yang dikutip Law dan Glover (2000) berpendapat bahwa ada lima tingkatan pengambilan keputusan kurikulum, yaitu nasional, daerah, institusional, bagian (unit) dan individu. Keputusan secara berjenjang tersebut menyarankan bahwa keputusan pada setiap tingkatan berhubungan satu sama lain. Jika pengawasan kurikulum dilakukan dari atas ke bawah (top-down) maka inovasi kurikulum dalam institusi dapat dikembangkan dari bawah ke atas (bottom-up), bahkan pengembangan kurikulum dan keputusannya perlu diberikan kewenangan kepada institusi yang paling bawah dalam pengawasan level atas.


Model Rasional


Model ini secara esensial bersifat linier dan gerakan pendekatannya melalui empat langkah, yaitu mengkhususkan tujuan, perencanaan isi, susunan metode dan model pembelajaran, serta pengukuran dan evaluasi keberhasilan. Penilaian hasil ini akan memberikan umpan balik bagi pengembangan dinamika akademik karena terkait dengan mutu lulusan.

Model Perilaku dan Model Budaya


Berkaitan dengan tujuan perilaku tentang perilaku pelajar dijelaskan dalam istilah yang terukur. Rasionalitas berdasarkan atas prestasi yang penting dari keterampilan pembelajaran. Biasanya hal itu dilihat dari domain kognitif, afektif dan psikomotorik dari pembelajaran peserta didik dimana akan diketahui hasil perubahan perilaku.

Gagasan dari kurikulum berdasarkan lingkungan budaya umum telah ditingkatkan. Tujuannya adalah untuk pembelajaran budaya. Dalam hal ini nilai-nilai budaya dipertahankan dalam perencanaan model kurikulum sesuai konteks masyarakat dan analisis situasional yang akan dipelajari dalam akademik sebagai institusi sosial.



Model budaya dalam keputusan rancangan kurikulum biasanya menawarkan urutan perencanaan sebagai berikut:

  1. Analisis situasi berdasarkan atas pengaruh internal dan eksternal (harapan masyarakat, orang tua, mata pelajaran yang diajarkan, sistem dukungan dosen, aliran sumber daya) dan pengaruh internal (murid, dosen, sumber daya material dan masalah) atas lembaga/akademik;

  2. Formulasi tujuan bagi lembaga di dalam masyarakat;

  3. Pengembangan program;

  4. Interpretasi dan implementasi berdasarkan pada kebutuhan murid;

  5. Pemantauan, umpan balik, penilaian dan rekonstruksi.

Untuk mengembangkan model budaya ini, hal yang penting diperhatikan adalah sebagai berikut:

  1. Perencanaan kurikulum berdasarkan institusional;

  2. Peranan dosen dan pertimbangan profesional (ahli) dalam menafsirkan kurikulum;

  3. Kebutuhan pada fokus atas kebulatan kurikulum daripada fragmentasi pendekatan mata pelajaran;

  4. Negosiasi kurikulum dengan mengakomodasi berbagai perspektif berbeda di antara kelompok dosen dan pendekatan demokratis kepada manajemen kurikulum.

Pandangan ini menempatkan pelajar sebagai partner yang aktif dan proses pembelajaran lebih bersifat pertemanan. Oleh karena itu, hal ini lebih bersifat pendekatan demokratis pada manajemen kurikulum.
Dua orang pakar lainnya yang pernah mengemukakan secara lengkap dengan mengkombinasikan model tujuan dan model sistem tentang indikator akademik yang baik adalah Postman dan Weingartner (1979). Menurut mereka akademik sebagai institusi memiliki seperangkat fungsi esensial, yang harus dimiliki oleh setiap akademik. Fungsi-fungsi esensial tersebut meliputi: (1) penstrukturan waktu; (2) penstrukturan aktivitas yang harus diikuti peserta didik; (3) pendefinisian kecerdasan, kemampuan intelektual, prestasi, dan perilaku yang baik; (4) penilaian; (5) pemisahan peran dan tanggung jawab antara dosen dan peserta didik; (6) supervisi dan pengawasan terhadap peserta didik; dan (7) pertanggung-jawaban. Di samping fungsi-fungsi esensial, menurut Postman & Weingartner, ada juga konvensi, yaitu prosedur-prosedur yang diikuti akademik untuk memenuhi ketujuh fungsi esensialnya. Konvensi ini pada dasarnya melayani fungsi-fungsi esensial sehingga fungsi-fungsi esensial tersebut betul-betul membuat akademik mampu memberikan pengalaman belajar yang berharga bagi peserta didik. Sebagai contoh adalah penstrukturan waktu yang merupakan fungsi esensial pertama. Setiap akademik memiliki waktu kapan akademik mulai dan berakhir. Akademik juga memiliki waktu kapan aktivitas-aktivitas tertentu dilaksanakan dan waktunya pasti berbeda antara satu aktivitas dengan aktivitas lainnya. Tanpa pengaturan waktu kita tidak memiliki akademik. Sedangkan konvensi adalah cara-cara khusus di akademik untuk mengatur waktu sepuluh bulan dalam setahun, enam hari dalam seminggu, enam jam dalam sehari, dan empat puluh menit dalam satu jam pelajaran.

Lebih lanjut, menurut Postman dan Weingartner, konvensilah yang sebenarnya merupakan obyek perubahan organisasional akademik. Menurut mereka sebuah akademik dinilai baik apabila konvensinya secara aktual meningkatkan pengalaman belajar yang berharga bagi peserta didik. Akhirnya berdasarkan semua inilah Postman dan Weingartner mendeskripsikan ciri-ciri akademik yang baik sebagai berikut.



  1. Ditinjau dari penstrukturan waktunya akademik dapat dikatakan baik apabila:

  1. sekuensi waktu sehari di akademik itu tidak sewenang-wenang (45 menit untuk ini, 45 menit untuk itu, dan seterusnya), melainkan didasarkan pada apa yang perlu dilakukan peserta didik;

  2. antara satu orang peserta didik dan peserta didik lainnya di akademik tidak diharuskan mengerjakan hal yang sama dalam jangka waktu yang sama;

  3. peserta didik tidak dituntut semata-mata untuk mematuhi waktu dalam pelajaran, melainkan menguasai keterampilan;

  4. peserta didik diarahkan untuk mengorganisasi waktunya sendiri.

  1. Ditinjau dari penstrukturan aktivitasnya, akademik dapat dikatakan baik apabila:

  1. aktivitas-aktivitasnya disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik secara perorangan;

  2. antara satu orang peserta didik dan peserta didik lainnya tidak dituntut untuk mengikuti aktivitas yang sama;

  3. akademik mengakui bahwa proses belajar mengajar hampir tidak bernilai bagi peserta didik apabila dirinya kurang dilibatkan di dalamnya;

  4. aktivitasnya merupakan aktivitas peserta didik;

  5. aktivitasnya tidak terbatas pada sebuah gedung, melainkan juga mencakup semua sumber pada masyarakat;

  6. aktivitas-aktivitasnya memenuhi semua perbedaan latar belakang dan kemampuan peserta didik.

  1. Ditinjau dari pendefinisian kecerdasan, pengetahuan, atau perilaku, akademik dapat dikatakan baik apabila:

  1. proses belajar mengajar yang dikelolanya lebih menekankan pada proses inkuiri, pemecahan masalah, dan penelitian daripada memorisasi;

  2. peserta didiknya dijauhkan dari kebiasaan menerima pelajaran secara pasif;

  3. berbagai keterampilan berkomunikasi dilatihkan kepada peserta didik;

  4. kepada peserta didiknya selalu ditekankan untuk menggunakan ilmu dalam kehidupan sehari-hari, bukan sekadar memperoleh ilmu demi ilmu;

  5. personilnya mengakui adanya perkembangan pengetahuan di berbagai bidang dan mencoba mempertimbangkannya dalam mendefinisikan pengetahuan;

  6. pengetahuan diri sendiri merupakan bagian dari definisi pengetahuannya.

  1. Ditinjau dari evaluasi, akademik dapat dikatakan baik apabila dalam proses evaluasinya:

  1. lebih menekankan pada upaya memberikan balikan yang mendorong;

  2. digunakan pendekatan yang humanistik dan perorangan;

  3. mencakup aspek yang komprehensif;

  4. terlebih dahulu dibuatkan seeskplisit mungkin jenis perilaku yang diinginkan akademik;

  5. kurang digunakan tes terstandar;

  6. khusus dalam mengevaluasi dosen dan administrator digunakan prosedur-prosedur yang konstruktif.

  1. Ditinjau dari supervisi dan pengawasan peserta didik, akademik dapat dikatakan baik apabila:

  1. dosen dan peserta didiknya melakukan upaya-upaya yang kolaboratif;

  2. peserta didiknya diberi kesempatan untuk mensupervisi dirinya sendiri;

  3. jumlah peserta didik yang ditangani seorang supervisor tidak banyak, sehingga masalah personalnya bisa ditangani.

  1. Ditinjau dari perbedaan peran akademik dapat dikatakan baik apabila:

  1. semua dosennya selalu mengembangkan ide mengenai masyarakat belajar dimana fungsi dosen lebih sebagai seorang koordinator dan fasilitator;

  2. berbagai peran mengajar didalamnya tidak dimainkan hanya oleh dosen;

  3. berbagai peran mengajar diorganisasikan dan kemudian ditugaskan sesuai dengan kemampuan dosen;

  4. peserta didiknya dianggap bukan sebagai obyek pada setiap aktivitas, melainkan didorong untuk aktif membentuk pengalamannya sendiri;

  5. peserta didik tidak secara konstan ditempatkan dalam peran-peran konpetitif, melainkan juga kolaboratif.

  1. Di tinjau dari pertanggungjawaban terhadap masyarakat, akademik dapat dikatakan baik apabila personelnya:

  1. lebih menekankan pada partisipasi masyarakat daripada paternalistik birokratik;

  2. tidak takut mempertanggungjawabkan performansinya.

  1. Ditinjau dari pertanggungjawaban terhadap masa depan, akademik dapat dikatakan baik apabila personelnya:

  1. memiliki konsep tentang pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diorientasikan pada masa depan;

  2. menginterpretasikan tanggung jawabnya pada masa depan sebagai tanggung jawab kepada peserta didik, baru kemudian kepada institusi sosial.

Perencanaan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan semua aktivitas yang akan dilakukan pada masa yang akan datang dalam rangka mencapai tujuan. Perencanaan merupakan  langkah pertama dalam proses manajemen yang harus dilakukan oleh orang-orang  yang mengetahui  semua unsur organisasi. Keberhasilan  perencanaan sangat menunjang keberhasilan kegiatan manajemen secara keseluruhan. Oleh karena itu, perencanaan harus dilakukan  dengan sebaik-baiknya.

Menurut banyak pakar manajemen, perencanaan yang baik sebagai berikut.


    1. Dibuat bersama-sama oleh orang-orang yang memahami organisasi dan perencanaan.

  1. Disertai dengan rincian yang teliti;

  2. Tidak terlepas dari pemikiran pelaksanaan;

  3. Terdapat tempat pengambilan resiko;

  4. Sederhana, luwes, dan praktis;

  5. Didasarkan pada keadaan nyata masa kini dan masa depan;

  6. Direkomendasi oleh penguasa tertinggi.

Telah ditegaskan bahwa perencanaan merupakan sebuah proses yang memikirkan dan menetapkan kegiatan untuk masa yang akan datang. Oleh karena perencanaan merupakan sebuah proses, maka ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam membuat perencanaan, yaitu:

  1. meramalkan masa depan;

  2. menganalisis kondisi lembaga;

  3. merumuskan tujuan secara operasional;

  4. mengumpulkan data atau informasi;

  5. menganalisis data atau informasi;

  6. merumuskan dan menetapkan alternatif program;

  7. menetapkan perkiraan pelaksanaan program;

  8. menyusun jadwal pelaksanaan program.


Pengorganisasian


Pengorganisasian  merupakan keseluruhan proses pengelompokan  semua  tugas, tanggung jawab, wewenang,  dan  komponen dalam proses kerjasama sehingga tercipta suatu sistem  kerja yang baik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengorganisasian dilakukan berdasarkan tujuan  dan  program kerja sebagaimana dihasilkan dalam perencanaan. Menurut Siagian (1981) pengorganisasian  suatu program dapat dilakukan melalui prosedur sebagai berikut.

  1. Mengidentifikasi pekerjaan atau tugas yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan.

  2. Mengelompokkan  pekerjaan atau tugas yang sama dan memiliki fungsi yang sama.

  3. Memberikan  nama tertentu bagi setiap kelompok pekerjaan atau  tugas  dengan nama yang kurang  lebih menggambarkan fungsinya masing-masing.

  4. Menentukan  orang-orang yang akan ditunjuk menyelesaikan setiap kelompok kerja atau tugas. Apabila ada kelompok kerja  atau tugas tertentu harus dikerjakan oleh lebih dari satu orang, maka salah satu di antara mereka perlu ditunjuk sebagai penanggung jawabnya (pendistribusian tugas dan tanggung jawab).

  5. Mendistribusikan fasilitas atau peralatan yang  diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan

  6. Menetapkan aturan kerja

  7. Menetapkan hubungan kerja

Manajemen peserta didik adalah manajemen peserta didik yang memberikan tekanan pada empat pilar manajemen berbasis akademik, ialah: mutu, kemandirian, partisipasi masyarakat dan transparansi. Jadi, seluruh aktivitas manajemen peserta didik, haruslah diaksentuasikan pada penonjolan empat pilar manajemen berbasis akademik tersebut.

Tujuan umum manajemen peserta didik adalah: mengatur kegiatan-kegiatan peserta didik agar kegiatan-kegiatan tersebut menunjang proses belajar mengajar di akademik; lebih lanjut, proses belajar mengajar di akademik dapat berjalan lancar, tertib dan teratur sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan akademik dan tujuan pendidikan secara keseluruhan. Tujuan khusus manajemen peserta didik, yaitu (1) meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor peserta didik; (2) menyalurkan dan mengembangkan kemampuan umum (kecerdasan), bakat dan minat peserta didik; (3) menyalurkan aspirasi, harapan dan memenuhi kebutuhan peserta didik; (4) dengan terpenuhinya 1, 2, dan 3 di atas diharapkan peserta didik dapat mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang lebih lanjut dapat belajar dengan baik dan tercapai cita-cita mereka.

Fungsi manajemen peserta didik secara khusus dirumuskan sebagai berikut.



  1. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan individualitas peserta didik, bertujuan agar dapat mengembangkan potensi-potensi individualitasnya tanpa banyak terhambat. Potensi-potensi bawaan tersebut meliputi: kemampuan umum (kecerdasan), kemampuan khusus (bakat), dan kemampuan lainnya.

  2. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan fungsi sosial peserta didik yang bertujuan agar mereka dapat mengadakan sosialisasi dengan sebayanya, dengan orang tua dan keluarganya, dengan lingkungan sosial akademiknya dan lingkungan sosial masyarakatnya. Fungsi ini berkaitan dengan hakekat peserta didik sebagai makhluk sosial.

  3. Fungsi yang berkenaan dengan penyaluran aspirasi dan harapan peserta didik, yang bertujuan agar peserta didik tersalur hobi, kesenangan dan minatnya. Hobi, kesenangan dan minat peserta didik demikian patut disalurkan, oleh karena ia juga dapat menunjang terhadap perkembangan diri peserta didik secara keseluruhan.

  4. Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan peserta didik yang bertujuan agar peserta didik sejahtera dalam hidupnya. Kesejahteraan demikian sangat penting karena dengan demikian ia akan juga turut memikirkan kesejahteraan sebayanya.

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa manajemen peserta didik adalah suatu pengaturan terhadap peserta didik di akademik, sejak peserta didik masuk sampai dengan peserta didik lulus. Ruang lingkup manajemen peserta didik, sebenarnya meliputi pengaturan aktivitas-aktivitas peserta didik sejak yang bersangkutan masuk ke akademik hingga yang bersangkutan lulus, baik yang berkenaan dengan peserta didik secara langsung, maupun yang berkenaan dengan peserta didik secara tidak langsung: kepada tenaga kependidikan, sumber-sumber pendidikan, prasarana dan sarananya.

Secara rinci, ruang lingkup peserta didik adalah sebagai berikut.



  1. Perencanaan peserta didik, termasuk di dalamnya adalah: school census, school size, class size dan efektive class.

  2. Koordinasi kegiatan peserta didik, yang meliputi: komunikasi , integrasi dan singkronisasi.

  3. Penerimaan peserta didik, meliputi penentuan: kebijaksanaan, sistem, kriteria, prosedur, dan pemecahan problema-problema penerimaan peserta didik.

  4. Orientasi peserta didik baru, meliputi pengaturan: hari-hari pertama peserta didik di akademik, pekan orientasi peserta didik, pendekatan yang dipergunakan dalam orientasi peserta didik, dan teknik-teknik orientasi peserta didik.

  5. Mengatur kehadiran, ketidak-hadiran peserta didik di akademik. Termasuk di dalamnya adalah: peserta didik yang membolos, terlambat datang dan meninggalkan akademik sebelum waktunya.

  6. Mengatur kenaikan tingkat peserta didik.

  7. Mengatur kode etik, pengadilan dan peningkatan disiplin peserta didik.

Dalam versi lain, manajemen peserta didik meliputi:

  1. perencanaan daya tampung

  2. perencanaan penerimaan peserta didik baru

  3. penerimaan peserta didik baru

  4. pengelompokan peserta didik berdasarkan pola tertentu

  5. pembinaan disiplin belajar peserta didik

  6. pencatatan kehadiran peserta didik

  7. pengaturan perpindahan peserta didik

  8. pengaturan kelulusan peserta didik

  9. pemantauan peserta didik

  10. penilaian peserta didik


Manajemen Kepegawaian


Dalam lembaga apapun keberadaan pegawai menempati kedudukan yang paling vital. Memang diakui bahwa biaya itu penting, demikian pula sarana, prasarana dan teknologi. Namun ketersediaan sumber daya itu menjadi sia-sia apabila ditangani oleh pegawai yang tidak kompeten dan kurang komitmen. Upaya-upaya untuk merencanakan kebutuhan pegawai (SDM), mengadakan, menyeleksi, menempatkan dan memberi penugasan secara tepat telah menjadi perhatian penting pada setiap organisasi yang kompetitif. Demikian pula kebijakan kompensasi (penggajian dan kesejahteraan) dan penilaian kinerja yang dilakukan dengan adil dan tepat dapat melahirkan motivasi berprestasi pada para pegawai. Fungsi-fungsi manajemen kepegawaian seperti itu masih belum cukup, apabila tidak disertai dengan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan pegawai yang dilakukan secara sistematik.

Dalam arti yang tradisional, konsep pengelolaan pegawai terbatas pada urusan-urusan manajemen operatif, seperti mengelola data pegawai (record keeping), penilaian kinerja yang bersifat mekanistik (mechanical job evaluation), kenaikan pangkat dan gaji secara otomatis (automatic merit increase). Perhatian terhadap SDM pada masa kini mencakup aspek-aspek yang berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan pegawai (fisik, emosional dan sosial), yang akan berpengaruh secara signifikan terhadap cara-cara mereka bekerja, dan dengan sendirinya berpengaruh terhadap produktivitas mereka. Manajemen Sumber Saya Manusia (MSDM) adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan pengakuan pada pentingnya tenaga kerja pada organisasi sebagai sumber daya manusia yang vital, yang memberikan sumbangan terhadap tujuan organisasi, dan memanfaatkan fungsi dan kegiatan yang menjamin bahwa sumber daya manusia dimanfaatkan secara efektif dan adil demi kemaslahatan individu, organisasi, dan masyarakat.

Pegawai pada masa kini memfasilitasi aktualisasi dan pengembangan kompetensi para pegawai melalui program-program pengembangan dan pemberdayaan yang dilakukan secara sistematik. Pengembangan dan pemberdayaan pegawai merupakan bagian dari MSDM yang memiliki fungsi untuk memperbaiki kompetensi, adaptabilitas dan komitmen para pegawai. Dengan cara demikian organisasi memiliki kekuatan bukan saja sekedar bertahan (survival), melainkan tumbuh (growth), produktif (productive), dan kompetitif (competitive). Dan dalam proses demikian, dukungan pegawai yang kuat melahirkan organisasi yang memiliki adaptabilitas dan kapasitas memperbaharui dirinya (adaptability and self-renewal capacity).

Ada lima aspek kajian manajemen kepegawaian, yaitu (1) perencanaan kebutuhan, (2) rekrutmen dan seleksi, (3) pembinaan dan pengembangan, (4) mutasi dan promosi, dan (5) kesejahteraan. Namun demikian, dipertimbangkan akan lebih bermanfaat apabila para peserta diklat memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai manajemen sumber daya manusia (MSDM). Manajemen SDM merupakan proses sistematik yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan organisasi, memperlakukan pegawai secara adil dan bermartabat, serta menciptakan kondisi yang memungkinkan pegawai memberikan sumbangan optimal terhadap organisasi. Manajemen SDM mencakup kegiatan sebagai berikut. (1) Perencanaan SDM, (2) analisis pekerjaan, (3) pengadaan pegawai, (4) seleksi pegawai, (5) orientasi, penempatan dan penugasan, (6) konpensasi, (7) penilaian kinerja, (8) pengembangan karir, (9) pelatihan dan pengembangan pegawai, (10) penciptaan mutu kehidupan kerja, (11) perundingan kepegawaian, (12) riset pegawai, dan (13) pensiun dan pemberhentian pegawai.



Manajemen Sarana dan Prasarana


Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu di antaranya adalah tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai disertai pemanfaatan dan pengelolaan secara optimal. Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu sumber daya yang penting dan utama dalam menunjang kegiatan belajar mengajar di akademik, untuk itu perlu dilakukan peningkatan dalam pendayagunaan dan pengelolaannya, agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Dewasa ini masih sering ditemukan banyak sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki oleh akademik yang diterima sebagai bantuan, baik dari pemerintah maupun masyarakat yang tidak optimal penggunaannya dan bahkan tidak dapat lagi digunakan sesuai dengan fungsinya. Hal itu disebabkan antara lain oleh kurangnya kepedulian terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki serta tidak adanya pengelolaan yang memadai.

Seiring dengan perubahan pola pemerintahan setelah diberlakukannya otonomi daerah, maka pola pendekatan manajemen akademik saat ini berbeda pula dengan sebelumnya, yakni lebih bernuansa otonomi. Untuk mengoptimalkan penyediaan, pendayagunaan, perawatan dan pengendalian sarana dan prasarana pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, diperlukan penyesuaian manajemen sarana dan prasarana. Akademik dituntut memiliki kemandirian untuk mengatur dan mendosens kepentingan akademik menurut kebutuhan dan kemampuan sendiri serta berdasarkan pada aspirasi dan partisipasi warga akademik dengan tetap mengacu pada peraturan dan perundangan-undangan pendidikan nasional yang berlaku.



  1. Rincian manajemen sarana prasarana di akademik dasar meliputi berikut ini.

  1. Analisis kebutuhan sarana dan prasarana akademik

  2. Perencanaan dan pengadaan sarana dan prasarana akademik

  3. Pendistribusian sarana dan prasarana akademik

  4. Penataan sarana dan prasarana akademik

  5. Pemanfaat sarana dan prasarana akademik secara efektif dan efisien

  6. Pemeliharaan sarana dan prasarana akademik

  7. Inventarisasi sarana dan prasarana akademik

  8. Penghapusan sarana dan prasarana akademik

  9. Pemantauan kinerja penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana akademik

  10. Penilaian kinerja penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana akademik

  1. Manajemen sarana prasarana dapat juga difokuskan pada:

  1. merencanakan kebutuhan fasilitas (bangunan, peralatan, perabot, lahan, infrastruktur) akademik sesuai dengan rencana pengembangan akademik;

  2. mengelola pengadaan fasilitas sesuai dengan peraturan yang berlaku;

  3. mengelola pemeliharaan fasilitas, baik perawatan preventif maupun perawatan terhadap kerusakan fasilitas akademik;

  4. mengelola kegiatan inventaris sarana dan prasarana akademik sesuai dengan sistem pembukuan yang berlaku.

Hubungan akademik dengan masyarakat yang lengkap diungkapkan oleh Bernays seperti dikutip oleh Suriansyah (2000), yang menyatakan bahwa hubungan akademik dengan masyarakat adalah:

  1. information given to the public (memberikan informasi secara jelas dan lengkap kepada masyarakat)

  2. persuasion directed at the public, to modify attitude and action (melakukan persuasi kepada masyarakat dalam rangka merubah sikap dan tindakan yang perlu mereka lakukan terhadap akademik)

  3. effort to integrated attitudes and action of institution with its public and of public with the institution (suatu upaya untuk menyatukan sikap dan tindakan yang dilakukan oleh akademik dengan sikap dan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat secara timbal balik, yaitu dari akademik ke masyarakat dan dari masyarakat ke akademik.

Secara lebih lengkap Elsbree dan Mc Nally seperti dikutip oleh Suriansyah (2001) menyatakan bahwa kegiatan hubungan akademik dengan masyarakat bertujuan untuk:

  1. to improve the quality of children’s learning and growing.

  2. to rise community goals and improve the quality of community living

  3. to develop understanding, enthusiasm and support for community program of public educations

Sedangkan kegiatan-kegiatan manajemen hubungan akademik dan masyarakat adalah sebagai berikut.

  1. Analisis kebutuhan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan akademik

  2. Penyusunan program hubungan akademik dengan masyarakat

  3. Pembagian tugas melaksanakan program hubungan akademik dengan masya-rakat

  4. Menciptakan hubungan akademik dengan orang tua peserta didik

  5. Mendorong orang tua menyediakan lingkungan belajar yang efektif

  6. Mengadakan komunikasi dengan tokoh masyarakat

  7. Mengadakan kerjasama dengan instansi pemerintah dan swasta

  8. Mengadakan kerjasama dengan organisasi sosial keagamaan

  9. Pemantauan hubungan akademik dengan masyarakat

  10. Penilaian kinerja hubungan akademik dengan masyarakat



Yüklə 0,6 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin