"Dengan mengingat masa lampau mereka yang masih dalam kemegahan paganisma, adat-istiadat golongan-golongan Nasrani yang terdapat di sekitarnya, mereka pun hendak menerapkan semua itu ke dalam Islam - suatu hal yang diluar tanggungjawab Islam. Tetapi dalam meyakinkan orang-orang awam bahwa yang demikian ini demi kebesaran syiar agama, mereka berhasil. Rakyat jelata memang alat penguasa dan senjata kaum tiran. Mereka telah menciptakan bermacam-macam pesta dan upacara-upacara keagamaan. Merekalah yang membuat peraturan kepada kita tentang adanya pemujaan kepada para wali, kepada ulama dan yang sebangsanya. Mereka telah memecah belah umat Islam, dan menjerumuskan orang kedalam kesesatan. Mereka juga yang menentukan, bahwa kita yang datang kemudian harus mengikuti apa yang dikatakan oleh orang dahulu. Hal ini oleh mereka telah dijadikannya pula suatu akidah, yang membuat orang jadi berhenti berpikir, membuat pikiran jadi beku.
"Lalu kaki tangan mereka menyebarkan cerita-cerita, berita-berita dan bermacam-macam pandangan ke seluruh pelosok kawasan Islam - yang akan membuat orang awam jadi puas dan yakin - bahwa mereka tidak berhak mencampuri soal-soal umum. Segala yang berhubungan dengan soal-soal masyarakat dan negara adalah menjadi wewenang para penguasa. Barangsiapa mau mencampuri soal semacam ini di luar mereka, berarti ia memasuki persoalan yang bukan bidangnya. Apabila sampai timbul kerusakan-kerusakan dan suasana yang tidak menyenangkan, semua itu bukan karena perbuatan para penguasa, melainkan suatu kenyataan seperti yang disebutkan dalam hadis-hadis sebagai ciri-ciri akhir zaman. Orang tidak perlu menghindarkan diri baik untuk masa sekarang mau pun untuk masa yang akan datang. Maka lebih aman apabila hal ini kita serahkan saja kepada Tuhan. Kewajiban seorang Muslim hanyalah mengurus diri sendiri.
"Dalam hal ini mereka menemukan pula beberapa hadis yang secara harfiah membantu sekali maksud mereka. Demikian juga adanya hadis-hadis palsu dan lemah dapat memperkuat tujuan mereka menyebarkan pelbagai ilusi semacam itu. Barisan yang menyesatkan semacam itu sudah tersebar luas di kalangan Muslimin sendiri, dengan mendapat bantuan di mana-mana dari pembesar-pembesar yang memang berbahaya itu. Kepercayaan tentang takdir mereka pergunakan sebagai alat pemadam semangat, sebagai belenggu yang akan dipasang di tangan orang yang mau berusaha. Faktor yang paling kuat mendorong hati orang menerima dongengan-dongengan semacam ini ialah tingkat pengetahuan yang masih bersahaja, kesadaran beragama yang lemah dan mudah terbawa nafsu. Ketiga faktor ini bila bertemu berarti suatu kehancuran. Kebenaran sudah tertimbun oleh kepalsuan yang begitu tebal. Kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan ajaran pokok agama, dan mengaburkannya sekaligus - seperti kata orang - sudah sangat melekat ke dalam hati.
"Politik demikian ini adalah politik tirani dan egoistis sifatnya. Politik inilah yang menyebarkan hal-hal yang bukan dan agama dimasukkan kedalam agama. Politik inilah yang telah merampas harapan dari si Muslim yang tadinya hendak menembusi lapisan langit; terpaku ia dalam hidup putus asa, hidup dengan makhluk-makhluk hewan yang membisu ... Sebagian besar yang kita saksikan sekarang, yang dinamakan Islam, sebenarnya bukan Islam. Hanya bentuknya saja yang masih dipelihara sebagai amalan-amalan Islam - sembahyang, puasa, naik haji, ditambah sedikit hafalan kata-kata-yang artinya sudah dibelokkan pula. Ajaran-ajaran bid'ah dan dongengan-dongengan yang dimasukkan kedalam agama dan dianggap sebagai agama, telah membuat orang jadi beku dalam berpikir, seperti sudah saya sebutkan tadi.
Semoga Tuhan menjauhkan semua kita dari mereka dan dari kebohongan yang mereka buat-buat atas nama Tuhan dan agama itu! Segala cacat yang sekarang dialamatkan kepada kaum Muslimin sebenarnya bukan dari Islam, tetapi sesuatu yang lain yang mereka namakan Islam."7
Keadaan yang digambarkan oleh Syaikh Muhammad Abduh ini memang merupakan beberapa pendirian yang bertentangan sekali, yang oleh mereka disiar-siarkan dan disebarkan begitu luas dengan mengatakan bahwa itu ajaran Islam, itu perintah Tuhan dan Rasul. Dan pelbagai macam pendirian inilah lahirnya mazhab jabariah, yang oleh mereka yang datang kemudian telah digambarkan begitu rupa, berlainan sekali dengan apa yang ada dalam Qur'an. Lukisan Qur'an mengenai hal ini sudah kita lihat di atas. Sebaliknya yang datang kemudian, mereka hanya menyuruh orang duduk-duduk dan menyerah saja. dengan mengatakan bahwa lapangan hidup ini bukan harus dilakukan dengan usaha dan rencana, tetapi memang sudah tergantung kepada rejeki dan takdir juga, bukan kepada jasa pekerjaan seseorang. Ini adalah jabariah yang salah sama sekali, yang telah memberi peluang kepada beberapa orang di Barat untuk menuduh Islam dengan tidak pada tempatnya. Berdasarkan pendirian inilah timbul mazhab merendamkan arti materi dan tidak mau campur tangan dalam persoalan semacam ini. Ini adalah mazhab kaum Stoa8 di Yunani, juga pada suatu ketika pernah tersebar di kalangan segolongan kaum Muslimin, kendatipun ini memang bertentangan dengan firman Tuhan:
"Dan jangan kau lupakan nasibmu dalam kehidupan dunia ini." (Qur'an 28 - 77)
Sungguhpun demikian aliran ini mempunyai literatur yang cukup luas pada masa Banu Abbas dan sesudahnya. Yang dikehendaki oleh Qur'an ialah jalan tengah. Ia tidak membenarkan orang hidup serba menahan diri, juga tidak membenarkan ibahiyah atau hidup serba boleh seperti diduga oleh Irving, bahwa cara hidup demikian itu telah menghanyutkan kaum Muslimin kedalam kemewahan dan melupakan perjuangannya, serta menjerumuskan umat Islam ke dalam keadaan mereka seperti sekarang ini. Penulis Amerika ini mengatakan, bahwa ajaran Kristen mengajarkan kesucian dan kasih sayang sebaliknya daripada lslam, seperti yang dituduhkannya. Bukan maksud saya akan membanding-bandingkan Islam dengan Kristen dalam hal ini, sebab keduanya memang sejalan, dan tidak berbeda. Biasanya membanding-bandingkan demikian itu hanya akan berakhir pada perdebatan dan pertentangan yang tidak akan menguntungkan Kristen ataupun Islam. Akan tetapi apa yang saya perhatikan - dan inilah yang ingin saya tekankan - ialah bahwa antara sejarah hidup Isa 'a.s. dengan ajaran Stoaisma dan hidup menahan diri secara berlebih-lebihan yang dihubungkan kepada ajaran Kristen, terdapat perbedaan yang jelas sekali. Almasih bukan seorang penganut ajaran stoa. Bahkan mujizatnya yang mula-mula dan utama, ialah ketika ia mengubah air tawar menjadi minuman anggur dalam pesta perkawinan di Kana, Galilea, yang juga dia diundang, dan dia ingin jangan orang kekurangan minuman keras itu setelah habis dari persediaan. Juga dia tidak menolak undangan kaum Parisi9 yang mengadakan pesta makan yang mewah dan dia tidak keberatan orang mengecap kenikmatan yang diberikan Tuhan.
Sedang sejarah hidup Muhammad dalam hal ini lebih menekankan pada keseimbangan jalan tengah. Memang benar bahwa Isa menganjurkan orang-orang kaya bermurah hati kepada fakir miskin dan mencintai mereka. Tetapi sepanjang yang pernah dikenal umat manusia dalam hal ini, Qur'an lebih-lebih lagi menekankan. Pembaca tentu sudah melihat sendiri ketika kita bicara tentang zakat dan sedekah, sehingga tidak perlu lagi kiranya diulang. Dan cukup kalau terhadap Irving dan yang semacamnya itu kita jawab, bahwa Qur'an mengajarkan jalan tengah dalam segala hal.
Tinggal lagi kata-kata terakhir yang diuraikan Irving itu, yaitu kata-kata yang oleh pihak Barat dimaksudkan untuk mencemarkan kita tapi sebenarnya itu merupakan kecemaran Barat sendiri, merupakan arang di kening dan aib di wajah kebudayaannya sendiri. Irving berkata: "Adanya bulan sabit ini sampai sekarang di Eropa - yang pada suatu waktu pernah mencapai kekuatan yang luarbiasa - hanyalah karena perbuatan negara-negara Kristen yang besar-besar; atau lebih tepat lagi: karena persaingan mereka sendiri. Bertahannya bulan sabit itu barangkali untuk menjadi bukti yang baru, bahwa: "barangsiapa menggunakan pedang akan binasa oleh pedang."
"Barangsiapa menggunakan pedang akan binasa oleh pedang." Ini sebuah ayat dalam Injil (Perjanjian Baru) yang oleh Irving dialamatkan kepada Islam, atas nama Kristen. Sungguh aneh! Barangkali Irving masih dapat dimaafkan mengingat apa yang dikatakannya itu sudah seabad yang lalu. Pada waktu itu penjajahan Barat, menurut istilah kita - atau penjajahan Kristen menurut istilahnya - keserakahan dan penggunaan pedangnya belum separah seperti sekarang. Tetapi Marshal Allenby, yang dalam tahun 1918 menaklukkan Yerusalem atas nama Sekutu, ia berkata seperti kata-kata itu juga sambil berteriak di Kuil Sulaiman: "Sekarang Perang Salib sudah selesai!"
Atau seperti dikatakan oleh Dr. Peterson Smith dalam sebuah bukunya tentang kehidupan Almasih, bahwa "Penaklukan Yerusalem itu adalah merupakan Perang Salib kedelapan yang dilancarkan pihak Kristen untuk mencapai maksudnya." Bisa jadi benar juga bahwa penaklukan itu berhasil bukan atas usaha pihak Kristen, tapi atas usaha orang-orang Yahudi yang telah mempergunakan mereka untuk menjadikan impian Israel dahulu kala suatu kenyataan, lalu menjadikan Tanah yang dijanjikan itu sebagai daerah nasional bangsa Yahudi.
"Barangsiapa menggunakan pedang akan binasa oleh pedang." Kalau kata-kata Injil ini dapat diterapkan kepada sesuatu golongan maka golongan yang paling tepat menerimanya dewasa ini ialah Eropa yang menganut Kristen itulah. Islam tidak pernah mempergunakan pedang dan oleh karenanya tidak akan binasa oleh pedang. Sebaliknya Eropa yang menganut Kristen, pada zaman belakangan ini telah menggunakan pedang untuk mengejar kebebasan hidup yang berlebih-lebihan dan kemewahan yang oleh Irving dipalsukan alamatnya, kepada Islam dan Muslimin. Dewasa ini Eropa yang menganut Kristen itu telah mengambil alih peranan yang dulu dipegang oleh Mongolia dan Tatar, tatkala mereka yang secara lahir menggunakan baju Islam menaklukkan beberapa kerajaan tanpa membawa ajaran-ajaran Islam. Merekapun mengalami kehancuran bersama-sama kaum Muslimin. Inilah keruntuhan yang telah menimpa bangsa-bangsa Islam. Tetapi Eropa yang menganut Kristen dewasa ini tidak lebih baik dari bangsa-bangsa Tatar dan Mongolia itu. Begitu menaklukkan bangsa-bangsa Islam, segera pula mereka sendiri menganut Islam, melihat kebesaran dan kesederhanaan yang ada dalam ajaran Islam. Sebaliknya Eropa, ia menyerang bukan mau menyiarkan sesuatu kepercayaan atau kebudayaan, tapi mau menjajah, mau menjadikan agama Kristen sebagai alat penjajahan.
Oleh karena itu propaganda misi Kristen Eropa tidak pernah berhasil, sebab tujuannya memang sudah tidak ikhlas. Terutama di kalangan bangsa-bangsa beragama Islam propaganda ini tidak pernah berhasil dan tidak akan berhasil. Kebesaran dan kesederhanaan Islam, demikian juga ajarannya yang memberi tempat kepada pikiran logis dan ilmu, tidak memberi harapan kepada propaganda agama apa pun untuk berhasil mempengaruhi pemeluk-pemeluk Islam
"Barangsiapa menggunakan pedang akan binasa oleh pedang." Ini benar. Meskipun ini memang sesuai dengan keadaan Muslimin yang datang kemudian, yang berperang hendak menaklukkan beberapa kerajaan dan untuk menjajahnya, bukan untuk membela diri dan membela keyakinannya, tapi buat masa sekarang hal ini lebih sesuai lagi dengan Barat yang berperang dan menaklukkan untuk merendahkan dan menjajah bangsa-bangsa lain.
Kaum Muslimin yang mula-mula pada zaman Nabi dan para penggantinya dan yang datang sesudah itu, mereka berperang bukan untuk menaklukkan atau menjajah, melainkan untuk mempertahankan keyakinan mereka tatkala mereka diancam oleh Quraisy dan oleh orang-orang Arab, kemudian diancam pula oleh Rumawi dan oleh Persia. Dalam peperangan ini mereka tidak memaksa orang harus menganut Islam, karena memang tak ada paksaan dalam agama. Juga dengan peperangan itu mereka tidak bermaksud hendak menjajah bangsa lain. Beberapa kerajaan dan amirat oleh Nabi dibiarkan dalam kerajaan dan amiratnya masing-masing Tujuannya hanyalah supaya ada kebebasan mempropagandakan agama. Oleh karena akidah Islam memang begitu kuat dan jelas mempertahankan kebenaran yang diajarkannya, jelas sekali bahwa tidak ada keistimewaan orang Arab terhadap bangsa lain yang non-Arab, kecuali dengan takwa, dan bahwa kekuasaan tertinggi itu hanya ada pada Allah, maka cepat sekalilah ajaran ini tersebar ke segenap penjuru bumi, seperti halnya dengan setiap kebenaran yang sungguh-sungguh jujur akan cepat pula tersebar.
Akan tetapi setelah kemudian ada pihak-pihak yang masuk Islam dan mereka ini terjun kedalam kancah peperangan dan menaklukkan dengan menggunakan pedang, mereka pun kemudian dihancurkan oleh pedang pula. Tetapi Islam tidak sekali-kali mempergunakan pedang dan tidak akan binasa oleh pedang. Islam tidak pernah mempergunakan pedang. Malah ia dapat memikat pikiran dan hati nurani manusia hanya dengan kekuatan yang ada di dalam Islam itu sendiri.
Itu juga sebabnya, meskipun bangsa-bangsa yang menganut Islam secara silih berganti ditaklukkan, dikuasai dan dijaJah oleh bangsa-bangsa lain, namun keislaman mereka tak pernah goyah, keimanan mereka tak pernah berubah. Sampai saat ini Eropa masih tetap menguasai bangsa-bangsa beragama Islam. Tetapi mereka takkan mampu mengubah iman bangsa itu kepada Tuhan. Sebaliknya, mereka yang dewasa ini mempergunakan pedang dan menaklukkan umat Islam, maka nasib merekapun - supaya cocok dengan kata-kata dalam Injil itu binasa oleh pedang sebagai balasan yang sesuai pula.
Para penguasa dan raja-raja itu oleh Nabi telah dikembalikan kepada kekuasaan mereka masing-masing. Negeri Arab yang pada akhir zaman Nabi itu merupakan suatu kesatuan beberapa bangsa Arab yang beragama Islam, tak ada sebuah negara pun yang dalam status jajahan tunduk kepada Mekah atau Medinah. Dengan iman mereka yang begitu teguh semua golongan Arab pada waktu itu merasa sama rata di hadapan Allah. Mereka semua sejalan seiring dalam menghadap pihak yang hendak melanda mereka atau hendak membujuk mereka dari agamanya. Sampai pada waktu sesudah itu, pada waktu Pax Islamica atau liga kesatuan bangsa-bangsa Islam mulai goyah, pusat kediaman khalifah tetap menjadi pusat liga itu. Kekuasaan Khalifah tidak pernah mendakwakan sebagai pemegang monopoli masalah-masalah rohani atau monopoli dalam kebudayaan. Bahkan semua bangsa yang menganut Islam tidak mengenal adanya suatu kekuasaan rohani diluar kekuasaan Tuhan. Semua pusat kawasan Islam waktu itu adalah juga pusat pengembangan seni, ilmu dan teknologi. Yang demikian ini berjalan terus, sampai datang waktunya keadaan kaum Muslimin terpisah dari Islam. Ajaran Islam yang begitu gemilang sudah tidak mereka kenal lagi, persaudaraan di kalangan sesama mukmin sudah mereka lupakan, seseorang tidak sempurna imannya sebelum ia mencintai saudaranya seperti mencintai diri sendiri sudah mereka lupakan pula. Yang mulai berlaku kemudian ialah mementingkan diri sendiri, yang mulai memegang peranan kemudian ialah politik destruktif. Maka pedang itulah yang dijadikan juru selamat. Terjadilah mereka yang mempergunakan pedang akan binasa oleh pedang.
Berhubung dengan itu, sejak abad ke-15 Kristen Eropa mulai bangkit dengan jiwa baru, yang barangkali akan ada juga gunanya buat dunia kalau tidak segera mengalami kehancuran yang sudah menjadi suatu keharusan sebagai akibat pecah-belahnya ajaran Kristen menjadi sekte-sekte. Dalam pada itu, bersamaan dengan masa kebangkitan itu pula bangsa-bangsa Islam yang sudah melupakan Islam itu pun mulai pula dihadapkan pada kekerasan pedang dan akan tetap dihadapkan pada pedang. Dan pedang itu jugalah yang dijadikan juru selamat dalam berhadapan dengan bangsa-bangsa Islam. Dalam hal ini apabila pedang yang berbicara, maka segala pikiran, ilmu pengetahuan, segala kebaikan, cinta kasih, iman bahkan kemanusiaan, sudah tak ada gunanya lagi.
Dikuasainya dunia dewasa ini oleh pedang, ialah karena adanya krisis rohani dan psikologi yang telah melandanya dan sampai manusia menderita karenanya. Beberapa negara besar yang telah menguasai dunia dengan pedang selama Perang Dunia Pertama - yakni duapuluh tahun yang lalu - mereka sudah yakin sekali akan kenyataan ini, dan lalu bermaksud hendak mengadakan perdamaian di dunia. Maka untuk mencapai tujuan ini dibangunlah Liga Bangsa-bangsa dan tugas liga ini ialah seperti dalam firman Tuhan:
"Dan apabila ada dua golongan orang-orang beriman berkelahi, maka damaikanlah keduanya itu. Tetapi jika salah satu dari keduanya membangkang terhadap yang lain, maka lawanlah yang membangkang itu sampai ia kembali kepada perintah Allah. Bila mereka kembali, damaikanlah keduanya itu dengan cara yang adil. Hendaklah berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Demikianlah kedua golongan saudara kamu itu. Berbaktilah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (Qur'an, 49: 9-10)
Akan tetapi jiwa perdamaian itu belum lagi merata ke seluruh dunia, karena dasar kebudayaan yang kini berkuasa ialah kebudayaan imperialisma, imperialisma yang didasarkan kepada nasionalisma dengan segala pertentangannya, dengan segala daya upayanya, setiap negara yang kuat hendak mengisap negara-negara kecil lainnya, maka sudah menjadi hak setiap bangsa yang masih dijajah, bahkan harus menjadi kewajiban pertama, berusaha menghancurkan belenggu si penjajah itu, sebab penjajahan itulah bibit segala pemberontakan dan peperangan. Selama masih ada penjajahan, perdamaian tak mungkin terwujud, peperangan takkan berkesudahan, kecuali dalam bentuk formalitas saja. Setiap bangsa, satu sama lain akan tetap memandang dengan saling curiga-mencurigai, dengan hati-hati dan menunggu-nunggu kesempatan hendak mengadakan pembunuhan gelap. Dimana mungkin ada perdamaian kalau jiwa semacam ini masih tetap berakar! Perdamaian itu baru ada, apabila orang dari pelbagai bangsa dapat mengubah diri. Mereka harus benar-benar percaya akan arti perdamaian, memegang teguh segala ajaran yang didasarkan pada perdamaian dan dengan ikhlas pula bersepakat menghadapi setiap usaha yang hendak mengeruhkannya.
Hal ini baru akan terjadi apabila imperialisma itu sudah tidak lagi menjadi dasar kebudayaan dunia, apabila semua orang di segenap pelosok bumi ini sudah menyadari kewajibannya yang pokok, yaitu yang kuat membantu yang lemah, yang besar mengasihi yang kecil, yang pandai mau mendidik yang belum pandai, dengan menyebarkan sinar panji ilmu pengetahuan ke segenap penjuru bumi, dengan hasrat hendak memberi kebahagiaan kepada umat manusia, bukan hendak mempergunakannya sebagai alat memeras bangsa-bangsa lain atas nama ilmu pengetahuan, atas nama perkembangan teknologi.
Apabila dunia semua sudah memegang prinsip ini, apabila orang semua sudah merasa, bahwa dunia semua tanah airnya, dan bahwa mereka semua bersaudara, satu sama lain saling mencintai seperti mencintai diri sendiri - ketika itu akan ada toleransi antara sesama manusia, akan ada keakraban; ketika itu mereka akan berdialog dengan bahasa yang tidak lagi seperti sekarang. Mereka akan saling percaya-mempercayai, sekalipun masing-masing berjauhan tempat. Mereka semua akan bekerja untuk kebaikan demi Allah. Ketika itulah segala permusuhan dan kebencian akan terhapus. Dengan rahmat Tuhan kepada umat manusia, dan kerelaan manusia kepada Tuhan, hanya kebenaran yang akan ada, hanya perdamaian yang akan merata.
"Orang-orang yang beriman dan pengikut-pengikut Yahudi, Nasrani dan orang-orang Shabi'un yang percaya kepada Allah dan Hari Kemudian serta mengerjakan perbuatan yang baik, mereka akan mendapat ganjaran dari Tuhan. Mereka tidak perlu takut, tidak usah bersedih hati." (Qur'an, 2: 62)
Adakah dalam hal ini toleransi yang lebih luas dari ini! Orang yang beriman kepada Allah, kepada Hari Kemudian lalu berbuat kebaikan, mereka akan mendapat ganjaran dari Tuhan. Pada dasarnya tiada perbedaan antara orang-orang yang beriman itu dengan mereka yang belum mendapat ajakan Islam, baik Yahudi, Nasrani atau Shabi'un10 (atau Sabian) yang belum dipalsukan itu.
Tuhan berfirman: "Dan ada sebagian Ahli Kitab itu yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang sudah diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka. Mereka sangat berendah hati kepada Tuhan, tidak menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah. Mereka itulah yang akan mendapat ganjaran dari Tuhan, sebab Allah sangat cepat memperhitungkan." (Qur'an, 3: 199)
Mana pula semua itu bila dibandingkan dengan kebudayaan Barat yang kini menguasai dunia dengan segala chauvinisma dan fanatisma agamanya serta segala peperangan dan kehancuran yang timbul sebagai akibat fanatisma itu!
Inilah semangat jiwa yang begitu tinggi memberikan toleransi, semangat yang harus merata menguasai dunia bila memang dikehendaki supaya perdamaian itu bertakhta di dunia demi kebahagiaan umat manusia. Semangat inilah yang telah membuat setiap studi tentang sejarah hidup orang yang telah menerima wahyu Allah dengan firman ini, menjadi suatu studi ilmiah yang benar-benar bersih demi ilmu semata. Masalah-masalah psikologi dan spirituil yang hendak mengantarkan manusia ke jalan kebudayaan baru yang selama ini dicarinya, seharusnya sudah dapat diungkapkan oleh ilmu pengetahuan. Dengan mendalami studi demikian ini akan banyak sekali hal-hal yang akan dapat diungkapkan, yang sejak sekian lama orang menduga tidak mungkin akan dapat dianalisa secara ilmiah. Ternyata pembahasan-pembahasan ilmu jiwa kemudian dapat menerangkan dengan jelas sekali, terutama bagi mereka yang memang mau memahaminya.
Seperti sudah kita lihat, keluhuran hidup Muhammad adalah hidup manusia yang sudah begitu tinggi sejauh yang pernah dicapai oleh umat manusia. Hidup yang penuh dengan teladan yang luhur dan indah bagi setiap insan yang sudah mendapat bimbingan hati nurani, yang hendak berusaha mencapai kodrat manusia yang lebih sempurna dengan jalan iman dan perbuatan yang baik. Dimana pulakah ada suatu keagungan dan keluhuran dalam hidup seperti yang terdapat dalam diri Muhammad ini, yang dalam hidup sebelum kerasulannya sudah menjadi suri teladan pula sebagai lambang kejujuran, lambang harga diri dan tempat kepercayaan orang. Demikian juga sesudah masa kerasulannya, hidupnya penuh pengorbanan, untuk Allah, untuk kebenaran, dan untuk itu pula Allah telah mengutusnya. Suatu pengorbanan yang sudah berkali-kali menghadapkan nyawanya kepada maut. Tetapi, bujukan masyarakatnya sendiri pun - yang dalam gengsi dan keturunan ia sederajat dengan mereka - yang baik dengan harta, kedudukan atau dengan godaan-godaan lain -mereka tidak dapat merintanginya.
Kehidupan insani yang begitu luhur dan cemerlang itu belum ada dalam kehidupan manusia lain yang pernah mencapainya, keluhuran yang sudah meliputi segala segi kehidupan. Apalagi yang kita lihat suatu kehidupan manusia yang sudah bersatu dengan kehidupan alam semesta sejak dunia ini berkembang sampai akhir zaman, berhubungan dengan Pencipta alam dengan segala karunia dan pengampunanNya. Kalau tidak karena adanya kesungguhan dan kejujuran Muhammad menyampaikan risalah Tuhan, niscaya kehidupan yang kita lihat ini lambat laun akan menghilangkan apa yang telah diajarkannya itu.
Tetapi, seribu tigaratus limapuluh tahun ini sudah lampau, namun amanat Tuhan yang disampaikan Muhammad, masih tetap menjadi saksi kebenaran dan bimbingan hidup. Untuk itu cukup satu saja kiranya kita kemukakan sebagai contoh, yaitu apa yang diwahyukan Allah kepada Muhammad, bahwa dia adalah penutup para nabi dan para rasul. Empat belas abad sudah lalu, tiada seorang juga sementara itu yang mendakwakan diri bahwa dia seorang nabi atau rasul Tuhan lalu orang mempercayainya. Sementara dalam abad-abad itu memang sudah lahir tokoh-tokoh di dunia yang sudah mencapai kebesaran begitu tinggi dalam pelbagai bidang kehidupan, namun anugerah sebagai kenabian dan kerasulan tidak sampai kepada mereka. Sebelum Muhammad memang sudah ada para nabi dan rasul yang datang silih berganti. Mereka semua sudah memberi peringatan kepada masyarakatnya masing-masing bahwa mereka itu sesat, dan diajaknya mereka kepada agama yang benar. Namun tiada seorang diantara mereka itu yang menyebutkan, bahwa dia diutus kepada seluruh umat manusia, atau bahwa dia adalah penutup para nabi dan para rasul. Sebaliknya Muhammad, ia mengatakan itu, dan sejarah pun sepanjang abad membenarkan kata-katanya. Dan itu bukan suatu cerita yang dibuat-buat, tetapi memang hendak memperkuat apa yang sudah ada, serta menjelaskan sesuatunya, sebagai petunjuk dan rahmat bagi mereka yang beriman.
Dostları ilə paylaş: |