Evaluasi Pengelolaan



Yüklə 186,59 Kb.
səhifə2/3
tarix12.09.2018
ölçüsü186,59 Kb.
#81397
1   2   3

BAB II

PEMBAHASAN

  1. A.      Pengertian Evaluasi dan Hubungan Dengan Pengukuran

Istilah evaluasi sering dikacaukan dengan pengukuran. Keduanya memang ada kaitan yang erat, tetapi sebenarnya mengandung titik beda. Menurut Sumadi Suryabrata, pengertian pengukuran mencakup segala cara untuk memperoleh informasi yang dapat dikuatifikasikan, baik dengan tes maupun dengan cara-cara lain. Sedangkan pengertian evaluasi menekankan penggunaan informasi yang diperoleh dengan pengukuran maupun dengan cara lain untuk menentukan pendapat dan membuat keputusan-keputusan pendidikan.[1]

Pengukuran dan evaluasi mempunyai hubungan yang erat. Evaluasi memberikan petunjuk pada bidang-bidang mana diperlukan me-asurement (pengukuran), sebaliknya evaluasi tidak mungkin dilakukan tanpa pengukuran. Pengukuran dilakukan atas keterampilan, kesanggupan dan achievement tiap individu atau kelompok.[2]

Apa yang menjadi obyek evaluasi? Evaluasi yang sempurna tidak hanya berobyekkan pada aspek kecerdasan, akan tetapi mencakup seluruh pribadi anak dalam seluruh situasi pendidikan yang dialaminya.

Adapun aspek-aspek kepribadian yang harus diperhatikan dan merupakan obyek di dalam pelaksanaan evaluasi tersebut, menurut Nasrun Harahap, dkk adalah:[3]



  1. Aspek-aspek tentang berpikir, meliputi: intelegensi, ingatan, cara menginterprestasi data, pokok-pokok pengerjaan, pemikiran yang logis dan lain-lain.[4]

  2. Dari segi perasaan sosialnya, meliputi: kerjasama dengan kawan sekelasnya, cara bergaul, cara pemecahan masalah serta nilai-nilai social, cara mengatasi dan menghadapi serta cara berpartisipasi dalam kehidupan social.[5]

  3. Dari kekayaan social dan kewarganegaraan meliputi: pandangan hidup atau pendapatnya terhadap masalah-masalah social, politik dan ekonomi.[6]

Sedangkan Evaluasi dalam pendidikan Islam adalah suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan di dalam pendidikan Islam. (Zuhairini, 1981 : 139). Program evaluasi ini diterapkan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran, menemukan kelemahan-kelemahan yang dilakukan, baik berkaitan dengan materi, metode, fasilitas dan sebagainya. Dalam pendidikan Islam penilaian akan ojektif apabila didasarkan dengan tolak ukur Alquran atau Hadis sebagai pembandingnya. Pengukuran dalam pendidikan Islam juga bersifat konkrit, objektif dan didasarkan atas ukuran ukuran yang umum dan dapat dipahami secara umum pula. Contoh pelaksanaan sholat. Seorang yang melaksanakan sholat dapat diukur dan dinilai. Pengukuran sholat dilakukan pada aktivitas yang berkaitan dengan pelaksanaan syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Bila hal tersebut terpenuhi, maka sholatnya dianggap sah dan seorang muslim terbebas dari kewajiban sholat. Sedangkan penilaian sholat yang berkaitan dengan adab-adab seperti keikhlasan, kekhusyu’an dan sebagainya sangat sulit untuk dilihat. Penilaian dalam aspek ini hanya bisa dilakukan dari aktivitas seseorang dalam kehidupan sehari-hari setelah ia melaksanakan sholat. Penilaian lebih sulit dari pengukuran, apalagi jika penilaian itu dikaitkan dengan nilai aspek-aspek keagamaan yang aspek tersebut merupakan bukan wewenang manusia melainkan wewenang Allah.[7] Namun dalam Alquran dan hadis dapat ditemukan tolak ukur evaluasi dalam pendidikan Islam. Misalnya tolak ukur sholat yang baik dan sempurna mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar (QS, 29 : 45). Tolak ukur orang beriman yang sukses adalah bila melaksanakan sholat secara khusyu’, membayar zakat, menjaga kamaluan terhadap wanita yang yang bukan isteri dan sebagainya. (QS, 23 : 1-3). Tolok ukur perilaku seorang yang beriman adalah orang yang memuliakan tamunya, dan berbicara dengan perkataan yang baik atau diam. (HR. Bukhari : 6018). Begitu juga dengan tolak ukur orang munafik disebutkan Nabi dengan tiga kriteria yaitu apabila berkata selalu berdusta, apabila berjanji selalu ingkar, dan apabila diberi amanah ia berkhianat. (Jami’ul Ahadits, 1 : 53).

  1. B.       Tujuan dan Fungsi Evaluasi Dalam Pembelajaran[8]

    1. Tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi, tujuan umum dan tujuan khusus. L. Pasaribu dan Simanjuntak, menegaskan bahwa:

  2. Tujuan umum dari evaluasi adalah:

1)      Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf  kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

2)      Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat.

3)      Menilai metode mengajar yang dipergunakan.


  1. Tujuan khusus dari evaluasi adalah:

1)      Merangsang kegiatan siswa

2)      Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan.

3)      Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.

4)      Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlakukan orang tua dan lembaga pendidikan,

5)      Memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode mengajar.

Kemudian jika di tinjau dari pendidikan islam, Tujuan program evaluasi pendidikan islam adalah mengetahui kadar/ukuran pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan. Selain itu program evaluasi bertujuan untuk mengetahui siapa diantara anak didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga yang lemah diberi perhatian khusus agar ia dapat mengejar kekurangannya, sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat sekolah. Sasaran evaluasi tidak bertujuan mengevaluasi anak didik saja, tetapi juga bertujuan untuk mengevaluasi pendidik yaitu sejauhmana ia bersungguh-sugguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. (Muhaimin, 1993 : 277). Selain tujuan di atas terdapat tujuan lainnya diadakan evaluasi yaitu :

a. Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. (PPSPA, 1974 : 109).

b. Mengetahui prestasi hasil belajar guna menetapkan keputusan apakah bahan pelajaran perlu diulang atau dapat dilanjutkan. Dengan demikian prinsip life long education (pendidikan seumur hidup) benar-benar berjalan secara berkesinambungan. (PPSPA, 1974 : 109).

c. Mengetahui efektivitas cara belajar dan mengajar apakah yang telah dilakukan pendidik benar-benar tepat atau tidak, terutama berkenaan dengan sikap pendidik maupun sikap peserta didik. (PPSPA, 1974 : 111).

d. Mengetahui kelembagaan , ketersediaan sarana prasarana dan efektifitas media yang digunakan guna menetapkan keputusan yang tepat dan mewujudkan persaingan sehat dalam rangka berpacu dalam prestasi. Muhibbinsyah menguraikan tujuan evaluasi pendidikan ditinjau dari hasil  belajar sebagai berikut :[9]



Pertama, untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu. Hal ini berarti, dengan evaluasi guru dapat mengetahui kemajuan perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil proses belajar dan mengajar yang melibatkan dirinya sebagai pembimbing dan pembantu kegiatan belajar siswanya.

Kedua, untuk mengetahui kedudukan atau posisi seorang siswa dalam kelompok kelasnya. Dengan demikian, hasil evaluasi itu dapat dijadikan guru sebagai alat penetap apakah siswa tersebut termasuk kategori cepat atau lambat dalam arti mutu kemampuan belajarnya.

Ketiga, untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar. Hal ini berarti bahwa dengan evaluasi, guru akan dapat mengetahui gambaran tingkat usaha siswa. Hasil yang baik pada umumnya menunjukkan adanya tingkat usaha yang efisien, sedangkan hasil yang buruk adalah cerminan usaha yang tidak efisien.

Keempat, untuk mengetahui sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar.[10] Jadi hasil evaluasi itu dapat dijadikan guru sebagai gambaran realisasi pemanfaatan kecerdasan siswa.

Kelima, untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses belajar mengajar (PMB). Dengan demikian apabila sebuah metode yang digunakan guru tidak mendorong munculnya prestasi belajar siswa yang memuaskan, guru dianjurkan mengganti metode tersebut atau mengkombinasikannya dengan metode lain yang serasi. Selain itu berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Pasal 58 (1) evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik, secara berkesinambungan. Dengan demikian, maka evaluasi belajar harus dilakukan guru secara kontinyu bukan hanya pada musim-musim ulangan terjadwal semata.[11]

 


  1. Fungsi Evaluasi

Dalam kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar, evaluasi mempunyai fungsi yang amat penting, yaitu berikut ini:

  1. Untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar, serta mengadakan perbaikan program bagi murid.

  2. Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kemajuan belajar murid kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas serta penemuan lulus tidaknya seorang murid.

  3. Untuk menentukan murid di dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan (dan karakteristik lainnya) yang dimiliki oleh murid.

  4. Untuk mengenal latar belakang (psikologi fisik dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan belajar, nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar dalam pemecahan ksulitan-kesulitan belajar yang timbul.[12]

Ditinjau dari pendidikan islam, Fungsi evaluasi adalah membantu anak didik agar ia dapat mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan padanya cara meraih suatu kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya. Disamping itu, fungsi evaluasi juga dapat membantu seorang pendidik dalam mempertimbangkan adequate (baik tidaknya) metode pengajaran, serta membantu dan mempertimbangkan administrasinya.(Hamalik, 1992: 4-5). Sasaran-sasaran evaluasi pendidikan Islam secara garis besarnya meliputi empat kemampuan anak didik, yaitu:

1. Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya.

2. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.

3. Sikap    dan   pengalaman   terhadap   arti    hubungan    kehidupannya   dengan   alam  sekitarnya.

4. Sikap dan pandangannya terhadap diri sendiri selaku hamba Allah dan selaku anggota masyarakat serta selaku khalifah Allah Swt.

Keempat kemampuan dasar di atas dijabarkan dalam klasifikasi kemampuan tenik menjadi masing-masing sebagai berikut :

1. Sejauh mana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah Swt dengan indikasi-indikasi lahiriah berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.

2. Sejauhmana ia dapat menerapkan nilai-nilai agamanya dan kegiatan hidup bermasyarakat, seperti akhlak yang mulia, disiplin.

3. Bagaimana ia berusaha mengelola dan memelihara serta menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya, apakah ia merusak ataukah memberi makna bagi kehidupan.

4. Bagaimana dan sejauhmana ia memandang diri sendiri sebagai hamba Allah dalam menghadapi kenyataan masyarakat yang beraneka ragam budaya,suku dan agama. (Arifin, 1991 : 239-240). Allah Swt dalam mengevaluasi hambahamba-Nya tidak memandang formalitas, tetapi memandang substansi di balik tindakan hamba-hamba tersebut . Sabda Rasulullah Saw :

 “ Sesungguhnya Allah Swt tidak memandang kepada bentuk rupa kamu dan bukan pula postur tubuh kamu juga bukan kepada harta kamu melainkan Allah memandang kepada hati kamu dan amal perbuatan kamu. “(HR. Thabarani).[13]

Evaluasi dalam pendidikan Islam berfungsi sebagai umpan balik (feed back) atau dikenal dengan istilah muraja’ah terhadap kegiatan pendidikan. Umpan balik berguna untuk :



Pertama, ishlah, yaitu perbaikan terhadap semua komponen pendidikan termasuk perbaikan perilaku, wawasan dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik.

Kedua, tazkiyah, yaitu penyucian terhadap semua komponen pendidikan, artinya melihat kembali program-program pendidikan yang dilakukan, apakah program tersebut penting atau tidak dalam kehidupan peserta didik. Apabila terdapat program yang harus dihilangkan dan dicarikan sublimasi yang cocok dengan program semula.

Ketiga, tajdid, yaitu memodrenisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan yang tidak relevan baik untuk kepentingan internal maupun eksternal perlu diubah dan dicarikan penggantinya yang lebih baik. Dengan kegiatan ini, maka pendidikan dapat dimobilisasi dan didinamisasi untuk lebih maju.

Keempat, ad-dakhil, yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua peserta didik berupa rapor, ijazah, sertifikat dan sebagainya.

  1. C.      Jenis dan Teknik Evaluasi

Evaluasi dibagi menjadi 4 yaitu:

  1. 1.      Evaluasi Formatif, yakni penilaian yang dilakukan pada setiap akhir satuan pelajaran.[14]

  • Fungsi: untuk memperbaiki proses belajar mengajar ke arah yang lebih baik, atau memperbaiki program satuan pelajaran yang telah digunakan.

  • Tujuan: untuk mengetahui hingga dimana penguasaan murid tentang bahan yang telah diajarkan dalam suatu program satuan pelajaran.

  • Aspek-aspek yang dinilai: yang berkenaan dengan hasil kemajuan belajar murid, meliputi: pengetahuan, ketrampilan, sikap dan penguasaan terhadap bahan pelajaran yang telah disajikan.

  • Waktu pelaksanaan: setiap akhir pelaksanaaan satuan program belajar mengajar.[15]

  1. 2.      Evaluasi Sumatif, yakni penialaian yang dilakukan tiap caturwulan atau semester (setelah siswa menyelesaikan suatu unit atau bagian dari mata pelajaran tertentu).[16]

  • Fungsi: untuk menentukan angka/nilai murid setelah mengikuti program pengajaran dalam satu caturwulan, semester, akhir tahun atau akhir dari suatu program bahan pengajaran dari satu unit pendidikan. Di samping itu untuk memperbaiki situasi proses belajar mengajar kea rah yang lebih baik serta untuk kepentingan penilaian selanjutnya.

  • Tujuan: untuk mengetahui taraf hasil belajar yang dicapai oleh murid setelah menyelesaikan program bahan pengajaran dalam satu catur wulan, semester, akhir tahun atau akhir suatu program bahan pengajaran pada suatu unit pendidikan tertentu.

  • Aspek-aspek yang dinilai: kemajuan belajar, meliputi: pengetahuan, ketrampilan, sikap dan penguasaan murid tentang materi pelajaran yang sudah diberikan.

  • Waktu pelaksanaan: akhir catur wulan, semester atau akhir tahun.[17]

  1. 3.      Evaluasi Placement (Penempatan)

  • Fungsi: untuk mengetahui keadaan anak termasuk keadaan seluruh pribadinya, agar anak tersebut dapat ditempatkan pada posisinya yang tepat.

  • Tujuan: untuk menempatkan anak didik pada kedudukan yang sebenarnya, berdasarkan bakat, minat, kemampuan, kesanggupan serta keadaan-keadaan lainnya, sehingga anak tidak mengalami hambatan dalam mengikuti setiap program/bahan yang disajikan guru.

  • Aspek-aspek yang dinilai: meliputi;keadaan fisik, psikis, bakat, kemampuan/pengetahuan, ketrampilan, sikap dan lain-lain.

  • Waktu pelaksanaan: penilaian ini sebaiknya dilakukan sebelum anak mengikuti proses belajar mengajar yang permulaan. Atau anak tersebut baru akan mebgikuti pendidikan di suatu tingkat tertentu.[18]

  1. 4.      Evaluasi Diagnostik, yakni penilaian yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.[19]

  • Fungsi: untuk mengetahui masalah-masalah apa yang diderita atau yang mengganggu anak didik, sehingga ia mengalami kesulitan, hambatan/gangguan ketika mengikuti program tertentu.

  • Tujuan: untuk mengatasi/membantu memecahkan kesulitan atau hambatan yang dialami anak didik waktu mengikuti kegiatan belajar-mengajar pada suatu bidang studi atau keseluruhan program pengajaran.

  • Aspek-aspek yang dinilai: hasil belajar, latar belakang kehidupan anak, keadaan keluarga, lingkungan dan lain-lain.

  • Waktu pelaksanaan: dapat dilaksanakan setiap saat sesuai dengan kebutuhan.[20]

  1. D.      Reliabilitas dan Validitas Sebagai Syarat Alat Evaluasi

    1. A.     Teknik Evaluasi

Dalam pelaksanaaannya, evaluasi dapat ditempuh melalui dua cara yaitu: teknik tes dan non tes.

  1. 1.      Teknik Tes, digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan bakat.[21]

Teknik tes dapat berbentuk :

  1. Tes tertulis

  2. Tes lisan

  3. Tes perbuatan

  4. 2.      Teknik non tes, digunakan untuk menilai sikap, minat, dan kepribadian siswa.

Teknik non tes dapat berbentuk:

  1. Wawancara (interview)

  2. Angket

  3. Pengamatan (observasi)

 

  1. B.     Syarat Alat Evaluasi

Langkah pertama yang perlu ditempuh guru dalam menilai prestasi belajar siswa adalah menyusun alat evaluasi (test instrument) yang sesuai dengan kebutuhan, dalam arti tidak menyimpang dari indicator dan jenis prestasi yang diharapkan.

Persyaratan pokok penyusunan alat evaluasi yang baik dalam perspektif psikologi belajar (The psychology of learning) meliputi dua macam, yakni: 1) reliabilitas; 2) validitas.[22]



  1. 1.      Reliabilitas (Keandalan)

Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa Inggris, berasal dari kata asal reliable yang artinya dapat dipercaya.[23]

Telah diterangkan bahwa reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian reliabilitas tes, berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes. Atau seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti.



  1. 2.       Validitas

Pada prinsipnya, validitas (validity) berarti keabsahan atau kebenaran. Validitas merupakan syarat yang terpenting dalam suatu alat evaluasi.  Suatu alat evaluasi dikatakan mempunyai validitas yang tinggi (disebut valid) jika teknik evaluasi atau tes itu dapat mengukur apa yang sebenarnya akan diukur.[24]

Contohnya, apabila sebuah alat evaluasi bertujuan mengukur prestasi belajar matematika, maka item-item (butir-butir soal) dalam alat lain itu hendaknya hanya direkayasa untuk mengukur kemampuan matematis para siswa. Kemampuan-kemampuan lainnya yang tidak relevan, seperti kemampuan dalam bidang bahasa, IPS, dan sebagainya tidak perlu dikur oleh instrument evaluasi matematika tersebut.[25]

Jika ditinjau dari pendidikan agama islam, Syarat-syarat yang dapat digunakan dalam evaluasi pendidikan Islam adalah :

1.Validity, yaitu pelaksanaan tes harus berdasarkan hal-hal yang seharusnya dievaluasi,  yang meliputi seluruh bidang tertentu yang diingini dan diselidiki sehingga tidak hanya mencakup satu bidang saja. Soal soal tes harus memberi gambaran keseluruhan (representatif) dari kesanggupan anak mengenai bidang itu.

2.Reliable, yaitu tes tersebut dapat dipercayai yakni dengan memberikan ketelitian dan keterangan tentang kesanggupan anak didik sesungguhnya, soal yang ditampilkan tidak membawa tafsiran yang bermacam-macam sehingga mudah dimengerti oleh peserta didik.

3.Efisiensi, yaitu tes yang dilakukan merupakan tes yang mudah administrasinya, penilaian dan interpretasinya (penafsirannya). (Nasution, 1982 : 169). Selain itu, evaluasi yang dilaksanakan harus secara cermat dan tepat pada sasarannya. Sesuai dengan Alquran surat Al- Insyiqoq (84) ayat 8 : 

فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيراً

   “ Maka dia akan dievaluasi dengan pengevaluasian yang mudah.”

4. Ta’abbudiyyah dan ikhlas, yaitu evaluasi yang dilakukan dengan penuh ketulusan dan pengabdian kepada Allah Swt.  Apabila prinsip ini dilakukan, maka upaya evaluasi akan membuahkan kesan husnu zhann (prasangka baik) terjadi perbaikan tingkah laku secara positif dan menutupi rahasia-rahasia buruk pada diri seseorang.


  1. E.       Strategi Evaluasi Ranah Psikologis Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik

    1. Strategi Evaluasi Ranah Kognitif

 Mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi kognitif dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan tes tertulis maupun tes lisan dan perbuatan. Karena semakin membengkaknya jumlah siswa disekolah-sekolah, tes lisan dan perbuatan saat ini semakin jarang digunakan. Alasan lain mengapa tes lisan khususnya kurang mendapat perhatian ialah karena pelaksanaannya yang face to face (berhadapan langsung). Cara ini, konon dapat mendorong penguji untuk bersikap kurang fair terhadap yang diuji.[26]

Dampak negatif yang terkadang muncul dalam tes yang face to face itu ialah sikap dan perlakuan penguji yang subjektif dan kurang adil, sehingga soal yang diajukan pun tingkat kesukarannya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Di satu pihak ada siswa yang diberi soal yang mudah dan terarah (sesuai dengan topik) sedangkan di pihak lain ada pula siswa yang ditanyai masalah yang sukar bahkan terkadang tidak relevan dengan topik.

Untuk mengatasi masalah subjektivitas itu, semua jenis tes tertulis baik yang berbentuk subjektif maupun yang berbentuk objektif (kecuali tes B-S) seharusnya dipakai sebaik-baiknya oleh para guru. Namun demikian, apabila anda menghendaki informasi yang lebih akurat mengenai kemampuan kognitif siswa, selain tes B-S, tes pilihan berganda juga sebaiknya tidak digunakan. Sebagai gantinya, anda sangat dianjurkan untuk menggunakan tes mencocokkan (matching test),tes isian dan tes esai. Khusus untuk mengukur kemampuan analisis dan sintesis siswa, lebih dianjurkan untuk menggunakan tes esai, karena tes ini adalah ragam instrumen evaluasi yang dipandang  paling tepat untuk mengevaluasi dua jenis kemampuan akal siswa tadi.


  1. Strategi Evaluasi Ranah Afektif

Dalam merencanakan penyusunan instrumen tes siswa yang termasuk dalam ranah afektif , jenis-jenis prestasi internalisasi dan karakterisasi seharusnya mendapat perhatian khusus. Karena kedua jenis prestasi ini yang lebih banyak mengendalikan sikap dan perbuatan siswa.

Salah satu bentuk tes ranah afektif yang populer adalah “ Skala Likert” (Likert Scale) yang tujuannya untuk mengidentifikasi kecenderungan/sikap orang (Reber, 1988: 76). Bentuk skala ini menampung pendapat yang mencerminkan sikap “ sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju. ”Rentang skala ini diberi skor 1 sampai 5 atau 1 sampai 7 bergantung pada kebutuhan dengan catatan skor-skor itu dapat mencerminkan sikap-sikap mulai sangat “ya” sampai sangat “tidak”. Perlu pula dicatat, untuk memudahkan identifikasi jenis kecenderungan afektif siswa yang representatif , item-item skala sikap sebaiknya dilengkapi dengan label/identitas sikap yang meliputi : 1) doktrin, yakni pendirian; 2) komitmen,yakni ikrar setia untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan; 3) penghayatan,yakni pengalaman batin; 4) wawasan, yakni pandangan atau cara memandang sesuatu.[27]

Dibawah ini disajikan sebuah contoh sikap penyalahgunaan narkotik dan obat-obat terlarang (narkoba) seperti dalam tabel di bawah ini:

Sikap Siswa Terhadap Penyalahgunaan Narkoba

 

 

Pernyataan



Skala sikap

Sangat  tidak  setuju

Sangat   setuju

1.Penyalahgunaan narkoba  apapun

   alasannya tak dapat 

   dibenarkan/haram (D)


1

2

3

4

5

2.Penyalahgunaan narkoba tidak

   hanya merusak jasmani saja

   tetapi  juga merusak  rohani (P)


1

2

3

4

5

3. Menghindari penyalahgunaan

    narkoba itu hukumnya wajib (K)



1

2

3

4

5

4. Masyarakat membenci

    Penyalahgunaan narkoba (W)



1

2

3

4

5

Catatan :

(D)= Doktrin

(K)= Komitmen

(P) = Penghayatan

(W) = Wawasan

 

Cara lain menyusun instrumen skala sikap siswa dapat juga ditempuh dengan menggunakan skala ciptaan C.Osgood yang disebut semanticdifferential (Tardif, 1989: 55) seperti contoh dibawah ini :



 

                           Menjenguk teman yang sedang sakit tanpa disuruh                   

    Buruk           *         *          *         *          *          *          *         *              Baik     

                             1            2         3          4          5         6          7

Selanjutnya, tugas siswa yang sedang dievaluasi (testee) adalah memilih alternatif sikap yang sesuai dengan keadaan dirinya sendiri. Kemudian, sikap itu dinyatakan dengan cara memberi tanda cek (ü) pada ruang bernomor yang sesuai dengan kecenderungan sikapnya.[28] Cara penyelesaian evaluasi sikap dengan membubuhkan tanda cek seperti itu berlaku baikuntuk skala likert maupun skala diferensial semantik.

 Hal lain yang perlu diingat seorang guru yang hendak menggunakan skala sikap ialah bahwa dalam evaluasi ranah afektif yang dicari bukan benar dan salah, melainkan sikap atau kecenderungan setuju atau tidak setuju. Jadi, tidak sama dengan evaluasi ranah kognitif yang secara prinsipil bertujuan mengungkapkan kemampuan akal dengan batasan salah dan benar.

Bagaimana cara mengetahui hasil prestasi ranah afektif yang diukur dengan skala-skala sikap diatas? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka seorang guru dianjurkan untuk mempelajari buku-buku khusus mengenai statistik pendidikan. Dari buku ini dapat diketahui cara mengolah, menganalisis dan menafsirkan serta menyimpulkan data hasil evaluasi ranah afektif seorang siswa.

c. Strategi Evaluasi  Ranah Psikomotorik

Cara yang dipandang tepat untuk mengevaluasi keberhasilan belajar yang berdimensi ranah psikomotor adalah melalui observasi. Observasi, dalam hal ini dapat diartikan sebagai tes yang menjelaskan peristiwa, tingkah laku atau fenomena lain dengan pengamatan langsung. Namun observasi harus dibedakan dari eksperimen karena eksperimen pada umumnya dipandang sebagai salah satu cara observasi. (Reber, 1988 : 43).[29]

 Seorang guru yang hendak melakukan observasi perilaku psikomotor siswa-siswanya seharusnya mempersiapkan langkah-langkah yang cermat dan sistematis menurut pedoman yang terdapat dalam lembar format observasi yang sebelumnya telah disediakan baik oleh sekolah maupun oleh guru sendiri. Contoh evaluasi kecakapan ranah psikomotor siswa dalam melaksanakan ibadah sholat. Penilaian atas kecakapan melaksanakan ibadah sholat itu didasarkan pada ada atau tidak adanya kegiatan yang tercantum di dalam format observasi. Titik-titik pada kolom “ Ya” dan kolom “Tidak” hendaknya diisi oleh guru dengan cara membubuhkan tanda cek (ü) sesuai dengan kenyataan. Penulisan nama atau nomor induk siswa dapat dilakukan pada bagian sudut atas lembar observasi, jika kegiatan tes dilakukan secara individual. 

Jika tes dilakukan secara berkelompok, penulisan kata ”perempuan “ dan “ laki-laki” (sebagai kelompok jenis kelamin terpisah) dapat juga dilakukan sebagai salah satu alternatif. Selain itu, jika tes diberlakukan kepada sekelompok siswa dari kelaskelas yang berbeda (tetapi masih setara) umpamanya kelas II/A dan kelas II/B, maka identitas kelas perlu ditulis dengan jelas misalnya pada sudut kanan atas format observasi tersebut. [30]

Selanjutnya, apabila guru menghendaki penilaian dengan menggunakan norma skala angka, kolom “ya” dan “tidak” dapat dihapus dan diganti dengan skor-skor, misalnya mulai 5 sampai 10. Siswa yang mendapat skor 5 ke bawah dianggap tidak memenuhi kriteria keberhasilan belajar. Di bawah ini contoh format observasi kecakapan beribadah Sholat:



 

No


 

Jenis-jenis kegiatan Pelaksanaan kegiatan



 

Ya


 

tidak


1.

 Takbiratul ihram ( membaca takbir dan mengangkat kedua  

 belah tangan )



 

………


 

………


2.

Berdiri (cara berdiri dan meletakkan kedua belah tangan)

……….

……….

3.

Ruku’ dan I’tidal (termasuk proses dan caranya)

………

………

4.

Sujud dan duduk antara dua sujud

………

………

5.

Duduk tasyahhud awal

………

………

6.

Duduk tasyahhud akhir

……….

………

7

Ucapan dua salam dan gerakannya

………..

……….

 

  1. Yüklə 186,59 Kb.

    Dostları ilə paylaş:
1   2   3




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin