Riwayat Hidup Para Imam Suci Ahlul Bait as


Kedermawanan dan Kemurahan Hati



Yüklə 0,96 Mb.
səhifə20/29
tarix18.01.2019
ölçüsü0,96 Mb.
#100513
1   ...   16   17   18   19   20   21   22   23   ...   29

Kedermawanan dan Kemurahan Hati

Kemurahan hati adalah salah satu unsur yang membentuk jati diri Imam Ar-Ridhâ as. Ia senantiasa berbuat kebajikan kepada orang-orang fakir dan miskin. Para ahli sejarah telah menyebutkan contoh yang banyak sekali tentang kemurahan hati dan kedermawanannya ini. Di antaranya adalah berikut ini:

a. Pada suatu hari Arafah, ia menginfakkan seluruh harta yang dimiliki kepada orang-orang fakir dan miskin ketika ia berada di Khurasan, dan dengan itu, ia tidak memiliki harta sepeser pun. Melihat tindakan ini, Fadhl bin Sahl memprotesnya seraya berkata: "Sungguh ini adalah sebuah kerugian besar ...."
Imam Ar-Ridhâ as. menjawab: "Bahkan sebaliknya, ini adalah sebuah keuntungan besar. Jangan kamu menganggap sebuah tindakan yang engkau pasti mendapatkan pahala dan karunia sebagai sebuah kerugian ...."
Bukanlah sebuah kerugian besar harta yang diinfakkan oleh seseorang kepada orang-orang fakir dan miskin dengan mengharapkan pahala di sisi Allah swt. Kerugian yang sangat besar adalah harta berlimpah-ruah yang diinfakkan oleh para raja dan menteri-menteri mereka untuk kepentingan tujuan-tujuan politik dan pribadi mereka.

b. Pada suatu hari, datang seorang laki-laki kepada Imam Ar-Ridhâ as. seraya berkata: "Aku adalah salah seorang pecinta Anda dan pecinta nenek moyang Anda. Aku sudah usai malaksanakan ibadah haji dan biaya perjalananku telah habis. Aku tidak memiliki sepeser harta pun yang dapat kugunakan untuk kembali ke tempat tinggalku. Jika Anda berkehendak, kembalikanlah aku ke daerahku. Jika aku telah sampai di daerahku, aku akan menyedekahkan seluruh harta yang Anda berikan kepadaku itu atas nama Anda."


Imam Ar-Ridhâ as. memerintahkannya untuk duduk. Ia menghadapkan diri kepada hadirin dan berbicara dengan mereka hingga (usai) dan mereka semua pergi. Yang tersisa hanyalah Sulaiman Al-Ja'farî dan budaknya. Ia meminta izin kepada mereka berdua dan masuk ke dalam rumah. Lalu, ia keluar melalui pintu atas seraya berkata: "Manakah orang yang berasal dari Khurasan itu?" Orang itu berdiri dan menghampirinya. Imam Ar-Ridhâ as. berkata kepadanya: "Ambillah dua ratus dinar ini dan gunakanlah untuk nafkah dan keperluanmu di jalan, serta tidak perlu engkau bersedekah atas namaku."
Orang Khurasan itu mohon pamit dan pergi dengan senang hati lantaran nikmat yang telah dianugerahkan olehnya.
Sulaiman menoleh ke arah Imam Ar-Ridhâ as. seraya bertanya: "Semoga aku dijadikan tebusan Anda! Anda telah memberikan uang banyak dan karunia kepadanya. Lalu, mengapa Anda menutupi wajah Anda sehingga tidak terlihat oleh orang tersebut?"
Imam Ar-Ridhâ as. menjawab: "Aku bertindak demikian lantaran aku khawatir akan melihat kehinaan meminta-minta di wajahnya karena aku telah memenuhi hajatnya. Bukankah kamu mendengar Rasulullah saw. pernah bersabda, 'Orang yang menutupi perbuatan baiknya, hal itu menyamai tujuh puluh ibadah haji, dan orang yang melakukan keburukan secara terang-terangan adalah terhina? Apakah kamu tidak pernah mendengar seorang penyair berkata,
Kapan pun aku mendatanginya untuk memohon sebuah hajat, aku pasti kembali kepada keuargaku dengan membawa karunianya?"
Anda lihat bagaimana kebajikan yang telah dilakukan oleh Imam Ar-Ridhâ as. tersebut? Ia sungguh tulus hanya karena Allah swt. tidak mengharapkan pahala dan pujian dari siapa pun.

c. Pernah seorang miskin menjumpai Imam Ar-Ridhâ as. seraya berkata: "Berikanlah harta kepadaku sesuai dengan kadar kebaikan dan kemurahan Anda ...."


Imam Ar-Ridhâ as. menjawab: "Aku tidak mampu untuk itu ...."
Kebaikan Imam Ar-Ridhâ as. tidak terbatas, dan ia tidak memiliki harta sebanyak itu untuk menginfakkannya sekadar kebaikannya tersebut. Orang miskin itu memahami kekeliruan ucapannya. Akhirnya ia merubah ucapannya sembari berkata: "Bantulah aku sesuai dengan kadar kebaikan dan kemurahanku."
Imam Ar-Ridhâ as. menatapnya dengan senyuman penuh kebahagiaan yang terurai di wajahnya seraya menjawab: "Jika demikian, aku akan mengabulkan permintaanmu ...." Kemudian, ia memerintahkan supaya ia diberi uang sebanyak dua ratus dinar.
Ini adalah sebagian contoh dari kedermawanan dan kemurahan hati Imam Ar-Ridhâ as. Kami telah menyebutkan banyak contoh tentang hal ini di dalam buku kami yang berjudul Hayâh Al-Imam Ar-Ridhâ as.

Ibadah

Imam Ar-Ridhâ as. telah meMûsâtkan seluruh jiwa dan raganya hanya untuk Allah swt. dan mengerjakan segala sesuatu yang dapat mendekatkan dirinya kepada-Nya. Ibadah telah mendominasi bagian terbesar dari kehidupan spiritualnya yang terjelmakan dalam bentuk cahaya, ketakwaan, dan wara'. Sebagian sahabatnya pernah mengaku sembari berkata: "Aku tidak pernah melihatnya kecuali selalu kulantunkan firman Allah swt. yang berbunyi, 'Mereka sedikit sekali merebahkan diri pada malam hari.'" (QS. Adz-Dzâriyât [51]:17)


Asy-Syabrâwî pernah menceritakan ibadah Imam Ar-Ridhâ seraya berkata: "Beliau selalu berwudu dan mengerjakan salat. Pada seluruh malam, ia senantiasa berwudu, mengerjakan salat, tidur (sejenak), dan begitu seterusnya hingga fajar menyingsing."
Kami telah memaparkan ibadah, salat, dan doa-doanya pada saat membaca qunut dan sujud secara terperinci dalam buku kami yang berjudul Hayâh Al-Imam Ali bin Mûsâ Ar-Ridhâ as.

Menjadi Putra Mahkota

Salah satu peristiwa historis paling penting yang pernah terjadi pada masa kekuasaan dinasti Bani Abbâsiyah adalah penyerahan posisi putra mahkota kepada Imam Ar-Ridhâ as. yang dilakukan oleh Khalifah Ma'mûn, satu tindakan yang mengindikasikan perpindahan tangan dinasti kekhalifahan dari Bani Abbâsiyah kepada musuh-musuh mereka dari kalangan Bani Ali as. Masyarakat merasa heran dengan keputusan ini dan seluruh majelis pertemuan umum dan khusus membicarakan peristiwa yang sangat penting ini. Hal itu lantaran garis politik yang telah ditentukan oleh Bani Abbâsiyah adalah membasmikan Bani Ali as. Mereka telah membantai kalangan pemuda mereka dan melemparkan anak-anak kecil mereka ke dalam sungai Dajlah. Tidak hanya itu, mereka juga mencari setiap pengikut mereka meskipun mereka bersembunyi di balik bebatuan dan tanah. Dengan demikian, permusuhan Bani Abbâsiyah terhadap Bani Ali sudah menjadi rahasia umum. Dengan itu semua, bagaimana mungkin permusuhan yang sangat keras tersebut bisa berubah menjadi rasa cinta kasih, pengakuan terhadap hak-hak mereka, dan penyerahan pucuk kepemimpinan pemerintah terpenting kepada mereka? Inilah yang selalu dipertanyakan oleh khalayak ramai saat itu.


Satu hal yang pasti, Ma'mûn melakukan tindakan ini bukan lantaran ia meyakini hak-hak Bani Ali dan bahwa mereka adalah figur-figur yang lebih berhak atas kekhalifahan daripada dirinya sendiri. Ia mengangkat Imam Ar-Ridhâ as. menjadi putra mahkota karena dorongan faktor-faktor tertentu, di antaranya adalah sebagai berikut ini:

a. Ia merasa tidak memiliki posisi penting di dalam dinasti Bani Abbâsiyah. Hal itu lantaran ibunya, Murâjil, hanyalah seorang sahaya dan pembantu istana. Atas dasar ini, mereka memperlakukannya sebagai orang biasa, dan lebih memperlakukan saudaranya, Amîn, dengan penuh penghormatan yang istimewa. Hal itu karena ibunya, Zubaidah, berasal dari keluarga ningrat asli Bani Abbâsiyah. Atas dasar ini, Ma'mûn ingin menutup mulut keluarganya dengan mengangkat Imam Ar-Ridhâ as. sebagai putra mahkota.

b. Di antara tujuan yang telah disusun oleh Ma'mûn ketika mengangkat Imam Ar-Ridhâ as. sebagai putra mahkota adalah ia ingin menampakkan kepada masyarakat ramai bahwa Imam Ar-Ridhâ bukanlah sosok figur yang zuhud terhadap kegemerlapan dunia. Malah, ia adalah salah seorang pecinta kerajaan dan kekuasaan. Dan hal ini dibuktikan dengan penerimaannya untuk menjadi putra mahkota.
Politik licik ini tidak tersembunyi bagi Imam Ar-Ridhâ as. Oleh karena itu, ia mengajukan beberapa syarat kepada Ma'mûn, yaitu ia tidak mau mengangkat siapa pun menjadi pejabat ngara, tidak menurunkan seorang pejabat negara pun, dan supaya ia berada jauh dari hiruk-pikuk urusan pemerintahan. Syarat-syarat ini mengindikasikan kezuhudannya terhadap kekuasaan.

c. Mayoritas pasukan militer Ma'mûn, baik dalam jajaran komandan maupun prajurit biasa, didominasi oleh para pengikut Syi'ah. Dengan mengangkat Imam Ar-Ridhâ as. menjadi putra mahkota ini, ia ingin menarik kecintaan dan kesetiaan mereka.

d. Revolusi dan pemberontakan-pemberontakan dengan motivasi menentang kekhalifahan dinasti Bani Abbâsiyah telah meledak di seluruh penjuru negeri Islam. Semua ini mengindikasikan keruntuhan dinasti dan ketamatan riwayat dirinya. Syiar dan slogan para pemberontak adalah mengajak masyarakat untuk berpihak kepada Ar-Ridhâ dari keluarga Muhammad saw. Ketika Imam Ar-Ridhâ as. dibaiat menjadi putra mahkota, para pemberontak mengaminkan baiat tersebut dan mereka rela membaiat Ma'mûn. Dengan ini semua, ia telah terbebaskan dari bahaya yang selama itu mengancam kedaulatan negaranya. Tindakan dan keputusan yang telah diambil oleh Ma'mûn ini tergolong keputusan kelas utama dalam dunia diplomatik. Dengan itu semua, ia telah berhasil menguasai seluruh peristiwa yang selalu mengancam negaranya.
Ini adalah sebagian tujuan yang memaksa Ma'mûn untuk mengangkat Imam Ar-Ridhâ as. menjadi putra mahkota.

Surat Fadhl kepada Imam Ar-Ridha

Ma'mûn memerintahkan Perdana Menterinya, Fadhl bin Sahl, untuk menulis sepucuk surat kepada Imam Ar-Ridhâ as. dengan harapan supaya ia bersedia menerima kekhalifahan dari Ma'mûn. Isi suratnya adalah sebagai berikut:


Untuk Ali bin Mûsâ Ar-Ridhâ dan putra Rasulullah saw. Al-Mushthafâ, yang petunjuknya layak untuk diikuti, yang seluruh tindakan dan perilakunya layak dijejaki, penjaga agama Allah, dan penyimpan wahyu Allah. Dari hambanya, Fadhl bin Sahl, yang telah berusaha untuk mengembalikan hak kepada jantungnya dengan tak mengenal siang dan malam. Salam atasmu, wahai figur yang telah mendapatkan petunjuk, juga rahmat dan berkah Allah. Aku bersyukur untuk Anda kepada Allah yang tiada tuhan selain Dia dan aku memohon kepada-Nya supaya mencurahkan salawat atas Muhammad, hamba-Nya. Amma ba'du:
Aku berharap semoga Allah telah menepati untuk Anda dan mengizinkan bagi Anda untuk mengembalikan hak Anda (kepada Anda) dari orang yang telah meremehkan Anda. Begitu juga semoga Dia memperagung anugerah-Nya kepada Anda dan menjadikan Anda sebagai pemimpin pewaris dan memperlihatkan kepada musuh-musuh Anda dan orang-orang yang membenci Anda apa yang selama ini mereka khawatirkan.
Sesungguhnya suratku ini kutulis atas harapan dari Amirul Mukminin Abdullah Imam Al-Ma'mûn dan dariku juga supaya aku mengembalikan hak Anda yang telah terzalimi itu kepada Anda, menetapkan hak-hak Anda di dalam kedua tangan Anda, dan menyerahkan semua hak itu sepenuhnya kepada Anda dengan harapan semoga Allah-yang mengetahui semua itu-menjadikanku-dengan itu semua-sebagai manusia yang paling berbahagia di dunia ini, termasuk dalam golongan orang-orang yang menang di sisi-Nya, termasuk dalam golongan orang-orang yang melaksanakan hak Rasulullah saw., dan juga termasuk dalam golongan orang-orang yang menolong Anda sehingga-di bawah wilâyah dan kekuasaan negara Anda-aku dapat menggapai dua kebahagiaan itu.
Apabila suratku ini telah sampai di tangan Anda dan memungkinkan bagi Anda untuk tidak menyia-nyiakannya sehingga Anda pergi berjumpa dengan Amirul Mukminin-yang memandang Anda sebagai partnernya dalam setiap urusan, memiliki kesamaan nasab keturunan, dan orang yang paling berhak atas segala sesuatu yang berada di bawah kekuasannya ..., niscaya Anda telah melakukan tindakan yang tentang itu aku telah dikelilingi oleh kehendak Allah, telah dijaga oleh para malaikat-Nya, dan telah dipelihara oleh penjagaan-Nya. Sesungguhnya Allah menanggung seluruh kebaikan yang akan kembali kepada diri Anda dan kemalsahatan umat ini lantaran tindakan Anda. Cukuplah Allah bagi kita dan Dia adalah sebaik-baik wakil.
Wassalamu'alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Surat ini dipenuhi oleh curahan gelar-gelar yang mulia dan sifat-sifat yang agung bagi Imam Ar-Ridhâ as., sebagaimana juga berisi permohonan untuk mengembalikan kekhalifahan kepadanya. Semua itu tertuang atas usaha Fadhl dan Ma'mûn. Ia memohon kepada Imam Ar-Ridhâ as. untuk bergegas pergi ke Khurasan demi memegang tampuk kekhalifahan. Kami tidak menemukan jawaban Imam Ar-Ridhâ atas surat yang telah dikirim oleh pejabat tertinggi kerajaan dinasti Bani Abbâsiyah ini. Menurut sangkaan yang kuat, ia tidak menjawab surat tersebut lantaran ia mengetahui seluruh kebohongan yang telah tertuang di dalamnya.

Para Delegasi Ma'mûn kepada Imam Ar-Ridhâ as.

Ma'mûn mengutus delegasi resmi untuk menghadirkan Imam Ar-Ridhâ as. dari Yatsrib (Madinah) ke Khurasan. Ia memerintahkan kepada kepala delegasi untuk membawanya melalui daerah Bashrah dan Ahwaz, lalu ke Fars. Ia memerintahkannya supaya tidak membawa Imam Ar-Ridhâ as. melalui Kufah dan Qom, seperti yang telah dijanjikan kepada Imam Ar-Ridhâ as. sebelumnya.


Sangat gamblang sekali alasan mengapa Ma'mûn memerintahkan supaya Imam Ar-Ridhâ as. dibawa melalui jalan Bashrah, bukan Kufah dan Qom. Hal itu lantaran kedua kota tersebut adalah pusat para pengikut mazhab Syi'ah. Jika ia dibawa melalui kedua kota tersebut, Ma'mûn khawatir ia akan disambut oleh masyarakat setempat dengan segala penghormatan dan pengagungan, satu realita yang dapat melemahkan pusat kekuasaannya dan seluruh Bani Abbâsiyah.
Delegasi Ma'mûn bergegas berangkat hingga tiba di Yatsrib. Mereka menghadap kepada Imam Ar-Ridhâ as. dan mengutarakan perintah-perintah Ma'mûn kepadanya. Ia tidak memiliki jalan lain kecuali harus menerima perintah itu, sedangkan ia yakin bahwa permintaan Ma'mûn supaya ia menjadi putra mahkota dan khalifah itu hanyalah sebuah sandiwara politik. Tujuan aslinya adalah memusnahkan dirinya secara fisik.
Dengan seluruh kesedihan dan keputusasaan atas kehidupan dunia ini, Imam Ar-Ridhâ as. pergi menghadap makam suci kakeknya, Rasulullah saw., dengan air mata hangat berkucuran. Ia mengucapkan salam perpisahan terakhir kepada sang kakek tercinta itu.
Muhawwil As-Sijistânî meriwayatkan tata cara perpisahan Imam Ar-Ridhâ as. dengan kakeknya ini. Ia berkata: "Ketika delegasi datang untuk membawa Imam Ar-Ridhâ ke Khurasan, aku pada waktu itu berada di Madinah. Ia masuk ke dalam masjid untuk mengucapkan salam perpisahan dengan kakeknya, Rasulullah saw. Ia mengucapkan salam perpisahan itu berkali-kali, sedangkan suaranya melengking dengan tangisan dan isakan. Aku maju ke depan dan mengucapkan salam kepadanya. Ia menjawab salamku. Aku mengucapkan selamat kepadanya atas kedudukan yang akan diserahkan kepadanya itu. Ia menjawab, 'Biarkanlah aku. Aku akan keluar dari sisi kakekku saw. dan aku akan meninggal dunia dalam kesendirian dan dikuburkan di samping Hârûn.'
Aku pun pergi mengikuti jalan Imam Ar-Ridhâ sehingga ia meninggal dunia di Thûs dan dimakamkan di samping Hârûn."

Menuju ke Baitullah Al-Haram

Sebelum beranjak berangkat menuju ke Khurasan, Imam Ar-Ridhâ as. singgah terlebih dahulu di Baitullah Al-Haram untuk melakukan umrah. Sebagian besar keluarganya juga ikut serta dalam perjalanan ini. Di antara mereka adalah putranya, Imam Muhammad Al-Jawâd as. Ketika sampai di Baitullah yang agung itu, ia lantas melakukan tawaf dan lalu mengerjakan salat di belakang Maqam Ibrahim as. Setelah itu, ia melakukan sa'i dan selanjutnya mencukur rambut.


Imam Al-Jawâd as. juga melakukan ibadah umrah bersama ayahandanya. Ketika sampai di Hijir Ismail, ia duduk di situ, sedangkan kesedihan dan kesusahan menguasai raut wajahnya. Muwaffaq Al-Khâdim menemuinya dan memohon kepadanya supaya berdiri. Ia menolak untuk berdiri. Muwaffaq bergegas menemui Imam Ar-Ridhâ as. untuk memberitahukan kondisi putranya itu. Imam Ar-Ridhâ as. pun bergegas menemuinya seraya meminta supaya Imam Al-Jawâd as. berdiri. Imam Al-Jawâd as. menerima permintaan sang ayah sembari melantunkan keluhan-keluhan yang melukiskan kesedihan dan kesusahan seraya berkata: "Bagaimana mungkin aku berdiri dan pergi, sedangkan aku telah mengucapkan selamat tinggal kepada Baitullah, ucapan selamat tinggal yang tidak mungkin berjumpa lagi setelah itu?"
Imam Al-Jawâd as. telah melihat kesedihan dan petaka yang akan menimpa sang ayah. Ia memprediksikan dari peristiwa ini bahwa hal ini adalah akhir dari kehidupan ayahnya.

Menuju ke Khurasan

Imam Ar-Ridhâ as. meninggalkan Baitullah Al-Haram untuk menuju ke Khurasan. Ia tidak singgah di sebuah kota dan daerah kecuali penduduk kota dan daerah tersebut menyambutnya dengan penuh pemuliaan dan pengagungan. Mereka memohon kepadanya untuk bertamu di rumah mereka masing-masing demi mempersembahkan khidmat kepadanya. Atas sambutan yang hangat tersebut, ia sangat berterima kasih kepada mereka.



Di Nisyabur

Kafilah Imam Ar-Ridhâ as. bergerak cepat tak memperdulikan padang pasir yang gersang. Akhirnya, kafilah agung ini sampai di Nisyabur. Ia disambut secara resmi oleh penduduk setempat dengan penyambutan yang tak ada tandingannya. Para ulama dan fuqaha yang dipelopori oleh Yahyâ bin Yahyâ, Ishâq bin Râhawaeh, Muhammad bin Râfi', Ahmad bin Harb, dan selain mereka mengerumuninya. Ketika masyarakat melihatnya, mereka melantunkan takbir dan pujian kepada Allah. Tangisan pun mendominasi situasi. Para ulama dan orator berseru dengan suara yang lantang: "Wahai manusia, diam dan sadarlah. Janganlah kamu sakiti putra Rasulullah saw. ini."


Masyarakat pun diam tak bersuara. Para ulama memohon kepada Imam Ar-Ridhâ as. untuk meriwayatkan sebuah hadis yang memiliki sanad bersambung kepada kakeknya, Rasulullah saw. Ia (memenuhi permohonan mereka itu seraya) berkata: "Aku mendengar Mûsâ bin Ja'far pernah berkata, 'Aku mendengar ayahku, Ja'far bin Muhammad pernah berkata, 'Aku mendengar ayahku, Muhammad bin Ali pernah berkata, 'Aku mendengar ayahku, Ali bin Al-Husain pernah berkata, 'Aku mendengar ayahku, Al-Husain bin Ali pernah berkata, 'Aku mendengar ayahku, Ali bin Abi Thalib pernah berkata, 'Aku mendengar Nabi saw. pernah bersabda, 'Allah swt. berfirman, 'Lâ ilâha illallâh adalah benteng-Ku. Maka barang siapa yang masuk ke dalam benteng-Ku, niscaya ia akan aman dari siksa-Ku dan barang siapa masuk ke dalam benteng-Ku, niscaya ia akan aman dari siksa-Ku.' Akan tetapi, dengan syarat-syaratnya, dan aku adalah salah satu dari syarat-syarat tersebut."
Hadis ini ditulis oleh para perawi hadis yang berjumlah sekitar dua puluh ribu perawi. Hadis ini dinamakan Hadis Emas, lantaran hadis ini ditulis dengan tinta-tinta emas. Sanad hadis tersebut termasuk sanad hadis yang paling agung dan bernilai.
Ahmad bin Hambal berkata: "Seandainya sanad hadis ini dibacakan kepada orang yang gila, niscaya ia akan sembuh dari penyakit gilanya itu." Sebagian raja dinasti Sâmâniyah berwasiat supaya hadis ini ditulis dengan tinta emas dan dikuburkan bersama dirinya.

Ma'mûn Menyambut Imam Ar-Ridha

Ma'mûn mengeluarkan perintah untuk menyambut Imam Ar-Ridhâ as. dengan penyambutan resmi kerajaan. Seluruh angkatan bersenjata dan rakyat keluar untuk menyambutnya. Ma'mûn berdiri di barisan paling depan dengan disertai oleh para menteri dan anggota Dewan Musyawarah Kerajaan. Ia bergegas maju ke depan untuk menyambut dan menjabat tangan Imam Ar-Ridhâ, serta memeluknya. Ia menyambutnya dengan sambutan yang sangat hangat. Para menterinya juga melakukan hal yang sama. Ma'mûn menyediakan satu rumah khusus untuknya. Rumah itu dihampari permadani-permadani yang paling mewah dan dilengkapi dengan pembantu-pembantu (yang selalu siap melaksanakan segala titah).



Ma'mûn Menawarkan Kekhalifahan kepada Imam Ar-Ridhâ as.

Ma'mûn mengutarakan masalah kekhalifahan kepada Imam Ar-Ridhâ as. Ia berkeinginan untuk mengundurkan diri secara resmi dan menyerahkan kedudukan ini kepada Imam Ar-Ridhâ sepenuhnya. Ia berkata: "Wahai putra Rasulullah, aku telah mengetahui keutamaan, ilmu pemgetahuan, kezuhudan, wara', dan ibadah Anda. Oleh karena itu, menurut pendapatku, Anda adalah lebih pantas daripada aku untuk memegang tampuk kekhalifahan ini."


Imam Ar-Ridhâ as. menjawab: "Dengan zuhud terhadap kegemerlapan dunia aku mengharapkan keselamatan dari kejahatan dunia. Dengan menahan diri dari hal-hal yang haram aku mengharapkan dapat menggapai segala keuntungan (akhirat). Dan dengan kerendahan hati di dunia ini aku mengharapkan ketinggian kedudukan di sisi Allah ...."
Ma'mûn bergegas menimpali: "Sesungguhnya aku ingin mencabut diriku dari kekhalifahan ini dan menyerahkannya kepada Anda."
Seluruh niat licik Ma'mûn tidak tersembunyi bagi Imam Ar-Ridhâ as. Ia mengusulkan kekhalifahan itu kepadanya hanya untuk menggapai tujuan-tujuan politiknya. Bagaimana mungkin ia akan mengundurkan diri dari kursi kekhalifahan, sedangkan ia telah tega membunuh saudaranya, Amîn untuk merebutnya? Lalu, bagaimana mungkin ia menyerahkannya kepada Imam Ar-Ridhâ as.?
Imam Ar-Ridhâ as. menepis segala usaha Ma'mûn dan memberikan jawaban yang tegas kepadanya sembari berkata: "Jika kekhalifahan ini adalah hakmu, maka tidak boleh engkau melepas pakaian yang telah dipakaikan oleh Allah kepadamu dan memberikannya kepada orang lain. Dan jika kekhalifahan ini bukan hakmu, maka engkau tidak boleh memberikan kepadaku sesuatu yang bukan milikmu."
Mendengar jawaban ini, Ma'mûn marah besar dan mengancam Imam Ar-Ridhâ as. seraya berkata: "Engkau harus menerima kekhalifahan ini ...."
Imam Ar-Ridhâ as. menjawab: "Aku tidak akan menerima kekhalifahan lantaran aku taat kepadamu ...."
Imam Ar-Ridhâ yakin seratus persen bahwa penyerahan kekhalifahan itu adalah suatu usaha yang bohong dan tidak serius. Ma'mûn berasal dari keluarga Bani Abbâsiyah yang selalu merasa iri hati dan benci kepada Ahlul Bait as. Mereka telah melakukan tindakan-tindakan zalim kepada Ahlul Bait as. yang tidak pernah dilakukan oleh dinasti Bani Umayyah. Dengan ini semua, bagaimana mungkin ia bisa mempercayainya?

Kedudukan Putra Mahkota Ditawarkan kepada Imam Ar-Ridha

Ketika Ma'mûn sudah merasa putus asa memaksa Imam Ar-Ridhâ as. untuk menerima kekhalifahan, untuk kali kedua ia menawarkan kepadanya untuk menerima kedudukan sebagai putra mahkota kerajaan. Imam Ar-Ridhâ as. pun menolak tawaran tersebut dengan keras. Seluruh usaha Ma'mûn untuk mewujudkan cita-citanya itu berlangsung selama dua bulan, dan tidak mendapatkan hasil sedikit pun. Imam Ar-Ridhâ as. selalu menghela untuk menerima kedudukan pemerintahan apapun yang ditawarkan kepadanya.



Imam Ar-Ridhâ Dipaksa untuk Bersedia Menjadi Putra Mahkota

Seluruh cara diplomatik yang telah dicoba oleh Ma'mûn untuk merelakan Imam Ar-Ridhâ as. menjadi putra mahkota kerajaan menemui jalan buntu. Oleh karena itu, ia berinisiatif untuk menempuh jalan pemaksaan. Akhirnya, ia mengutus pesuruh kerajaan untuk memanggil Imam Ar-Ridhâ as. menghadap. Imam Ar-Ridhâ as. berkata kepadanya: "Demi Allah, aku tidak pernah berbohong dari sejak Tuhanku 'Azza Wajalla menciptakanku ... Sesungguhnya aku tahu apa yang engkau inginkan."


Ma'mûn bergegas bertanya: "Apa yang kuinginkan?"
Imam Ar-Ridhâ as. menimpali: "Apakah engkau menjamin keamananku?"
"Kujamin keamananmu," jawabnya pendek.
Imam Ar-Ridhâ as. berkata: "Engkau ingin supaya masyarakat berpendapat, 'Ali bin Mûsâ telah mengabaikan kezuhudan terhadap dunia. Malah, dunia yang enggan menempel dengannya (dan ia mengejar-ngejarnya). Jika tidak demikian, bagaimana mungkin ia menerima kedudukan sebagai putra mahkota jika bukan karena tamak terhadap kekhalifahan?'"
Ma'mûn marah besar. Ia berteriak atas Imam Ar-Ridhâ as. sembari berkata: "Engkau senantiasa melontarkan ucapan-ucapan yang tidak kusenangi. Aku telah menjaminmu dari amarahku. Demi Allah, jika engkau menerima kedudukan sebagai putra mahkota, maka itulah yang kuharapkan, dan jika engkau enggan menerimanya, aku akan memaksamu. Jika engkau menurut, maka itulah harapanku, dan jika engkau tidak menurut, maka aku akan memenggal lehermu."
Imam Ar-Ridhâ as. menghadapkan diri kepada Allah seraya berdoa: "Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah melarangku untuk menjerumuskan diriku ke dalam jurang kebinasaan. Aku telah dipaksa dan terpaksa lantaran aku mendapatkan ancaman untuk dibunuh oleh Abdullah Ma'mûn apabila aku tidak menerima kedudukan sebagai putra mahkota. Aku telah dipaksa dan terpaksa sebagaimana Yusuf dan Daniyal terpaksa menerima kepemimpinan dari tangan penguasa zalim pada masa mereka."
Dengan segala keterpaksaan, Imam Ar-Ridhâ as. menerima kedudukan sebagai putra mahkota, sedangkan ia menangis dan sedih.

Yüklə 0,96 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   ...   16   17   18   19   20   21   22   23   ...   29




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin