Kritik dan saran dapat disampaikan melalui email ke fidihafidz[at]yahoo.com
Cukup Menjadi Orang Baik-baik saja ?
Written by Administrator
Thursday, 13 September 2007
Kheriyani Zakaria[SMTP: Kheriyani.Zakaria@...This e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it ], wrote:
Sent: Monday, November 27, 2000 3:07 PM
Subject: PLEASE..URGENT!!!
Assalamualaikum wwb.
Sebelumnya saya mohon maaf, karena mengganggu, dan semoga saja di tempat kediaman ibunda bapak (Banyu wangi) ada pc/kafe dan semoga juga Bapak dapat membaca mail saya ini serta sekaligus menjawabnya.
Pagi minggu semalam saya sudah mengirimkan beberapa soalan tapi mungkin bapak tidak ada waktu atau belum terbaca mail saya itu sehingga waktu saya buka inbok saya, dengan address dari bapak sahlah bahwa bapak udah buka pc tapi belum baca mail saya atau nggak sempet tapi yang ini please...i need immediately answer from you.
Karena saya udah janji sama temen saya itu untuk menjawabnya pada hari kamis, jadi jika mesti tunggu bapak balik dari banyuwangi 1 Des wah terlambat dong dan bisa-bisa saya kehabisan akal untuk menjawabnya.
Dan ini (maaf) ada satu lagi pertanyaan yaitu mengenai takdir baik dan buruk, dalam surat Anisa' ada disebutkan bahawa "jika kamu mendapat keberuntungan maka itu dari sisi Allah, tetapi jika kamu mendapat malapetaka maka itu adalah akibat salah diri kamu sendiri" Nah sekarang dimana letaknya Takdir itu dan seperapa jauh manusia dapat menilai/berusaha sehingga dapat mencapai apa yang diinginkan tanpa ragu-ragu bahwa semua berjalan sesuai hukum kausalitas. Dan juga tanpa pesimis. Yang membingungkan saya sampai sampai ada kalangan sufi (saya baca dalam buku "Kisah para Wali") yang menyandarkan takdir ini sedemikian rupa sehingga mengatakan bahwa: Barang siapa yang telah ditetapkan sebagai ahli neraka maka walau bagaimanapun ia taqwanya nanti akan sampailah ia kepada amalan ahli neraka juga, demikian sebaliknya
Dan ada juga dalam alquran yang menyatakan 'Sesungguhnya Kami telah mencap/menutup hati mereka..." Jadi kalau demikian sekilas akan nampak bahwa usaha kita akan sia-sia jika takdir menentukan lain (bisa pesimis dong) atau justru orang jadi panjang angan-angan dengan menyerahkan semuanya pada takdir.
Sekian saja mail saya yang panjang ini, semoga Bapak tidak bosan membacanya. Oh ya..Saya adalah warga negara Indonesia yang bekerja di Malaysia.
Wassalam,
Khery
Tanggapan Untuk Sdr. Kheriyani Zakaria (kheriyani Zakaria@...This e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it)
Saya mohon maaf karena keterbatasan waktu saya di Banyuwangi, saya tidak mungkin menjawab seluruh pertanyaan Anda. Di rumah Ibunda saya belum ada internet, bahkan rental, warnet atau semacamnya masih langka. Sebagian jawaban ini saya tulis diatas kereta dalam perjalanan Jakarta -Banyuwangi. Tapi mudah-mudahan cukup memuaskan anda.
Percaya Tuhan, akan tetapi tidak menjalani sembahyang ?. Tidakkah cukup menjadi orang baik-baik saja ?.
Sebelum anda mengatakan sesuatu itu baik atau buruk, kajilah Apa yang dimaksud dengan baik ? Apa yang dimaksud dengan buruk ?
Sesuatu itu bisa dikatakan baik atau buruk, apabila disandarkan kepada "APA" yang menjadikan sesuatu itu mengandung nilai baik & buruk.
Misalnya : Faham Komunisme itu disebut "BAIK" jika landasan nilai itu adalah ajaran yang digagas oleh Lenin. Sehingga Borjuisme, Kapitalisme disebut keburukan, bahkan dikategorikan kejahatan yang harus diberantas!. Sebaliknya, Faham Komunisme dianggap Keburukan bagi kaum kapitalis dan harus dihancurkan.
Suatu kebudayaan memiliki azas nilai, misalnya orang Jawa memiliki Nilai Kejawen. Jika seseorang itu berbicara lantang atau keras, maka orang itu dianggap tidak sopan, sikapnya buruk atau disebut tidak njawani. Akan tetapi bagi orang Pesisir , Madura, Batak, Sumatra. Berbicara lantang dan keras merupakan hal yang biasa dan membanggakan.
Begitu pula orang-orang beragama. Apakah itu Islam, Kristen, Hindu, Budha mereka mendasari perilakunya dengan nilai-nilai dalam Al- kitabnya, sehingga mereka mengetahui mana yang baik dan yang buruk !. Misalnya Babi itu haram bagi orang Islam namun tidak bagi orang Hindu, sapi itu haram bagi orang Hindu tapi tidak bagi orang Kristen dan seterusnya...
Dan orang yang berbuat sesuatu akan tetapi didak memiliki landasan nilai atau acuan ialah orang gila, orang tidur, anak kecil yang belum baligh. Jika mereka melakukan Kesalahan Tindakan Hukum, maka mereka tidak bisa dihukum karena dianggap tidak memiliki asas nilai...
- Orang yang sedang tidur tidak dianggap Baik walaupun dia berbicara
(mengiggau) tentang kebaikan, nasehat dll.
- Anak kecil tidak dianggap salah ketika dia mencuri atau memukul
teman sepermainannya.
- Orang gila tidak dianggap salah meskipun telah membunuh orang....
Apa jadinya kalau orang percaya Tuhan tapi tidak memiliki nilai Ketuhanan... sementara ia menganggap perbuatannya adalah kebaikan. Apa dasarnya anda mengatakan itu baik, padahal kebaikan dan keburukan masih bersifat relatif ... Sementara ini anda menganggap perbuatan baik adalah seperti sedekah, ramah tamah, menolong orang lain bukankah perilaku tersebut berasal dari landasan kitab-kitab agama.... Sehingga memiliki nilai baik... Membunuh, mencuri, berzina berjudi... merupakan nilai buruk yang dilarang semua Agama .
Lantas baik menurut anda itu apa ? Buruk itu apa ? dan apa landasanya ? Mengapa anda masih melandasari nilai itu dari Kitab-kitab Suci yang ada...?
Baru ini yang bisa saya jawab, Insya Allah sesampai di Jakarta saya segera menjawab beberapa pertanyaan anda yang lainya.
Salam
Abu Sangkan
Last Updated ( Thursday, 13 September 2007 )
Pengalaman Hamba Allah
Written by Administrator
Thursday, 13 September 2007
Hamba Allah[SMTP: fana_an_nafs@...This e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it ] wrote :
Pak Sangkan Yang Terhormat,
Melalui forum ini saya ingin menanyakan beberapa hal kepada Bapak Sangkan dan Teman-teman yang lain.
Saya adalah pengikut salah satu perguruan tariqat. Namun, Saya bukanlah murid yang baik. Yang saya miliki hanya keinginan yang besar untuk bisa menikmati berada di dunia sufi tapi tindakan yang saya lakukan jauh di luar itu. Shalat lima waktu saja pun bolong-bolong konon pula khusyuk. Pengajian dan beramal bersama yang dilakukan oleh tariqat tersebut pun sudah lama tidak saya ikuti. Lama kelamaan ada perasaan malu dan bersalah untuk menemui guru.
Namun, saya pernah mengalami hal-hal yang menurut saya spesial. Mudah- mudahan saya tidak bersalah untuk menceritakannya.
1. Waktu itu saya mendapat problem yang sangat berat sekali. Sangking beratnya barulah saya betul-betul menghadapkan diri kepada Allah di dalam shalat (dalam persangkaan saya. mengenai sampainya mungkin saja meleset). Setelah selesai shalat dan berdo'a saya berdiri. Tiba-tiba dalam keadaan berdiri tersebut kepala saya merasa berat sekali dan terdengar suara berdenging. Sangking beratnya kepala ini sampai-sampai saya tidak bisa menahannya. Entah kenapa tanpa bisa dicegah kepala dan tubuh ini bergerak sendiri melakukan gerakan sujud. Saya tersungkur. Keadaan ini terjadi beberapa saat sampai suara dengungan di kepala lambat laun hilang.
2. Pengalaman kedua, Selesai shalat saya melakukan dzikir sambil mengingat-ingat dosa-dosa yang pernah saya lakukan dengan terpekur. Tiba-tiba saya merasakan badan saya berputar seperti gasing dan kencang sekali serta bumi tempat duduk saya berputar dengan arah berlawanan dengan putaran tubuh saya.
Keadaan ini terasa sangat nikmat dan ringan sekali. Seperti merasakan kebebasan dari segala beban. Sayangnya keadaan ini tidak berlangsung lama. Sampai sekarang saya sangat menginginkan pengalaman tersebut terulang lagi.
Pertanyaan :
Fenomena apa yang sedang terjadi waktu itu terhadap saya? Apakah ada kaitannya dengan dunia keruhanian atau hanya efek-efek dari keadaan stress yang tinggi ?.
Apakah pengalaman berputar itu baik atau tidak ?. Kalau baik, apakah saya bisa mendapatkannya lagi.
3. Pengalaman ketiga, Ketika juga mengalami persoalan yang sangat berat, selesai shalat saya berzikir dan mencoba terpekur. Tiba-tiba saya merasakan Saya terdiri dari dua bagian yang saling bisa berdialog. Yang satu merupakan saya yang dalam keadaan bermasalah sedangkan yang satu lagi berperan sebagai orang yang sangat bijaksana sekali. kami berdialog lama sekali. Yang satu menyampaikan keluhan-keluhannya. Sedangkan yang satu lagi menyatakan jalan keluarnya dan terus menerus memahamkan tentang apa yang harus dilakukan.
Pertanyaan : Siapakah dua sosok itu ?. Apakah keadaan ini normal ?. Ataukah ini yang disebut dalam istilah Physikologi sebagai penyakit kejiwaan "Kepribadian yang terbelah"
Demikian dulu Pak Sangkan dan Teman-teman yang lain. Sebenarnya ada beberapa lagi pengalaman. Kalau forum ini tidak keberatan lain kali akan saya ceritakan dan tanyakan.
Wassalam,
Hamba Allah yang berdosa
Tanggapan Atas Pengalaman Hamba Allah ( fana-an-nafs@...This e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it )
Assalamu'alaikum wr. wb.
Ketika anda mulai berdzikir kepada Allah, jiwa anda terfokus hanya kepada Allah, sehingga tubuh (badan) tidak atau belum menyesuaikanan dengan kecepatan roh kita yang sedang melaju menuju Allah. Gerakan- gerakan atau sensasi tubuh tersebut dikarenakan memori kita tidak pernah menyimpan pengalaman ini sehingga dipastikan terjadi ketidak sinkronan antara jiwa dan badan. Namun hal itu tidak akan lama, asalkan anda tetap tekun melakukan pendekatan kepada Allah … biarkan sensasi itu … kadang-kadang anda dibawa untuk bersujud … takbir ... bahkan tafakkur dengan jiwa yang penuh kekhusyu'an. Bertambah kuat anda menyebut nama Allah, maka bertambah kuat pula getaran yang anda rasakan … Biarkan sampai keadaan itu akan mereda sendiri, dan suasana berubah menjadi sangat hening dan tunduk patuh kepada Allah ... dan yang paling menyenangkan lagi ... hati menjadi begitu sangat teguh dan mantap, perasaan tenang dan keyakinan kepada Allah bertambah …
Pengalaman yang anda rasakan mari kita lihat pada surat Az zumar: 22-23
"Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapatkan cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yagn telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. .... gemetar karenanya kulit (fisik) orang-orang yang takut kepada tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka diwaktu mengingat Allah, itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu dia menunjuki siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya. "
Pada ayat ini dijelaskan proses bagaimana orang yang baru kali pertama mendapatkan sambutan atau respons spiritual. Saat hati baru dibuka mendapat pencerahan … dari kekerasan hati yang lalai kepada Allah … tiba-tiba hati bangkit … saat roh itu mendapat respons dari yang Maha Agung … badan rasanya menggigil … bergetar … berat sekali ... badan terisi suatu daya yang sangat dahsyat … kadang menangis sejadi-jadinya .... menggerakkan tubuh sehingga tak beraturan, karena tubuh belum mengenal getaran ini sebelumnya…
Kemudian proses itu berlanjut dengan penyatuan hati dengan badan, … keduanya telah mengerti, tidak lagi berlawanan, … kini hati dan fisik betul-betul bersatu … Apa yang digerakkan hati untuk takbir, fisikpun ikut takbir, dan tidak seperti waktu belum mendapatkan pencerahan dari Allah, … fisik melakukan takbir tetapi hati melayang
tak karuan …
Pada ayat 23, tercantum kalimat … taqsya'irru minhu juludulladzina yakhsyauna rabbahum, tsumma taliinu juluduhum wa qulubuhum ila dzikrilla. Bergetar fisik orang yang takut kepada tuhannya, … dilanjutkan dengan kata tsumma (kemudian) yang menunjukkan bahwa sensasi fisik itu akan berubah karena hanya merupakan proses yang tidak perlu dikhawatirkan. kemudian fisik mengalami perubahan menjadi lembut tenang tidak berguncang lagi dan menyatu dengan rasa hati yang lembut.
Dilanjutkan dengan kalimat … dzalika hudallah … yahdi bihi man yasya'… itulah petunjuk Allah ... Dialah yang menunjuki siapa saja yang di kehendaki … Maka jelas sekali, itu adalah tuntunan Allah … jangan takut ... biarkan mengalir getaran itu jangan ditahan atau ditolak … Rasulullah saat-saat pertama kali menerima wahyu, … badan beliau menggigil, bergetar, … dan takut, kemudian beliau mendapat tuntunan … dan untuk wahyu-wahyu selajutnya tidak mengalami proses seperti itu lagi. Dengan demikian anda akan lebih percaya, bahwa Allah itu ternyata ada, dan merespons kedatangan hati kita, ... serta sapaan itu sungguh bisa dirasakan … oleh siapa saja … !!!
Badan ada dua :
Saya pernah menjelaskan fenomena ini kepada rekan-rekan kita, Sdr. Mohd Suhaimi Mat Isa, Sdr. Budi Satyasa W & Ibu A S. Untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan anda, silahkan dibuka arsip berikut ini, namun bila mengalami kesulitan bisa menghubungi
moderator < dzikrullah-owner@egroups.comThis e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it > :
Disana saya jelaskan bahwa yang anda lihat bukan wujud Roh, sebab roh tidak bisa dijangkau oleh fikiran dan akal manusia . firman Allah : katakanlah roh itu adalah urusan tuhanku ( Al isra':85)
Kalau anda faham tentang keuniversalan jiwa, anda tidak akan perpikir bahwa jiwa itu seperti apa yang kita tahu sekarang … memiliki badan yang gagah … berkumis … atau kalau wanita ... akan mengatakan jiwa itu berparas cantik ... bertubuh indah …dll. Namun didalam Alqur'an mengapa jiwa dipanggil dengan sebutan feminin (wanita) yaa ayyatuhan nafsul muth mainnah, … wahai jiwa yang tenang …
Didalam peraturan tata bahasa `arab, mengatakan bahwa sesuatu yang universal maka bersifat feminin (kullu jam'in muannatsin), seperti: langit (samawaati), bumi, surga (jannatun), semua disebut dengan atribut kewanitaan … Sehingga jiwa bisa memiliki badan lebih dari satu, misalnya anda sedang tidur, akan tetapi anda masih memiliki badan saat anda bermimpi … atau memasuki alam ghaib. Dialam barzah saat anda mati, bagi orang lain hal ini dimanfaatkan untuk mencari kesaktian dan kekuatan spiritual karena dia mampu melihat secara kasyaf jika diminta..
Apabila anda berjumpa lagi dengan wujud anda itu, … kembalikan kepada Allah dengan mengucapkan innalillahi wainna ilaiha rajiun, sebab yang kita tuju adalah Allah, ... yang tidak bisa dibayangkan ... yang tidak bisa ditangkap dengan panca indera, ... yang tidak bisa disamakan dengan sesuatu
Kesadaran jiwa … adalah kita menyadari bahwa kita sebenarnya bukan badan wadag ini. Juga bukan wujud yang kita lihat dalam mimpi, atau pengalaman anda melihat wujud anda secara sadar. Semua itu adalah wadah (nafs), dimana kita memiliki semua itu, sehingga kapan saja kita bisa memunculkan badan-badan itu, ... bahkan lebih dari seribu badan. Untuk lebih jelasnya saya menyarankan anda untuk membaca artikel saya mengenai hakekat manusia, … yang terdiri kesadaran diri dan kesadaran universal.
Wassalam,
Abu sangkan
Sudah beragamakah kita?
Written by Administrator
Thursday, 13 September 2007
From: Djoko Herinanto < djoko_herinanto@...This e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it >
Date: Fri Mar 2, 2001 4:00pm
Subject: Agama sama ? Pilih Salah Satu ...!
Assalamu'alaikum wr, wb,
Peace, love and blessings.
Pak Abu Sangkan terimalah salam hormat dan kenal saya. Kalau tidak salah, saya pernah dua kali mengirimkan tulisan berjudul "menyambung tali kasih" yang membicarakan mengenai label agama, namun tidak dimuat dalam milis bapak. Mohon penjelasannya pak ? Pada kesempatan ini, saya ingin mencoba menanggapi tulisan bapak. Namun sebelum itu, mohon kiranya agar di antara kita tidak ada prasangka terlebih dulu sehingga dialog seperti ini walaupun akan terasa sulit dapat berakhir dengan baik dan saling menghargai perbedaan pendapat yang ada.
Terima kasih sebelumnya atas pengertian pak Abu Sangkan.
From: Djoko Herinanto < djoko_herinanto@...This e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it >
Date: Wed Mar 21, 2001 5:56pm
Subject: Sudah beragamakah kita ?
Teman-teman,
Saya kebetulan sempat juga mengikuti tayangan pak Anand di metro TV. Dalam salah satu percakapan, pak Anand menguraikan mengenai salah satu tradisi agama yang mengatakan bahwa, "Kita belum beragama bila kita tidur dengan perut kenyang, sementara tetangga kita kelaparan..."Definisi agama diuraikan dengan begitu sederhana yaitu "kepedulian", dan inilah tolok ukur dari keber-agama-an kita. Ibadah, kebaktian kita seperti ke gereja, ke mesjid, ke vihara ... dst. Syahadat kita, kesaksian kita, puasa kita ... meditasi kita bahkan tidak berarti apa-apa bila kita masih egois, hanya memikirkan diri sendiri dan tidak punya "kepedulian".Lebih jauh... label agama-pun tidak berarti apa-apa bila kita tidak punya "kepedulian". Lihat saja nabi Muhammad misalnya, tidak peduli agama orang yang dibantu apa, tidak perlu ditanya, demikian sang nabi pun tidak memproklamirkan dirinya adalah muslim, dirinya adalah nabi... membantu adalah membantu, kepedulian yang paling utama. Namun, karena hal ini memang kurang bisa dimengerti di kebanyakan masyarakat kita, maka bisa dipahami bila pak Anand pun akhirnya mengatakan saat ditanya mengenai agama, pak Anand mengatakan,"... agama adalah hal yang bersifat pribadi...".
Wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh,
Tanggapan untuk sdr Djoko Herinanto ( djoko_herinanto@...This e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it )
Salam sejahtera, mudah-mudahan kita selalu dalam lindungan-Nya.
Pak Djoko, saya sudah membaca tanggapan Anda atas tulisan-tulisan saya. Kalau Anda merasa terlalu lama menunggu jawaban saya, itu tak lain karena pada saat sekarang saya banyak disibukkan oleh tugas- tugas ke luar kota. Terakhir, saya baru saja ke Surabaya diundang oleh anggota milis yang berdomisili di Jawa Timur dan sekitarnya untuk berdialog masalah ketuhanan. Mudah-mudahan Andapun bisa bertemu dengan kami di Bekasi, pada waktu yang tepat, insya Allah. Pada tanggapan Anda mengenai "Agama sama? Pilih salah satu", Anda melansir tulisan Anand Krishna di Republika. Selanjutnya dalam e-mail berikutnya Anda menyitir pendapat Anand yang ditayangkan di televisi. Secara umum, Anand berpendapat beragama boleh dengan cara apa saja, yang penting tujuannya sama, yaitu Tuhan. Sementara inti agama, menurutnya, adalah kepedulian terhadap lingkungan.
Sebetulnya saya lebih senang seandainya Anda menampilkan pendapat Anda sendiri dan tak merujuk kepada pendapat orang lain. Bukan apa- apa, saya hanya menjadi agak segan membahas tuntas karena mau tak mau saya harus membahas pula sumber rujukan Anda, yakni, pemikiran Anand Krishna tersebut. Tapi baiklah, saya akan mencoba menjawabnya, mudah-mudahan tidak muncul ketersinggungan dari pihak Anand Krishna. Baiklah berikut ini tanggapan saya yang akan diposting menjadi 2 bagian sesuai dengan email yang Anda kirimkan.
Pada hemat saya, Anand Krishna hanya berbicara salah satu aspek dari sekian banyak persoalan agama. Yaitu aspek rohani, lebih khusus lagi aspek orientasi kejiwaan. Dia lupa bahwa setiap aspek dalam masalah agama itu berkait erat dengan aspek-aspek yang lainnya. Ibarat badan manusia, kita tidak bisa mengatakan yang terpenting dari manusia adalah kenyang, atau yang paling penting pada diri manusia adalah kepalanya, atau yang terpenting dari manusia adalah pikirannya. Dalam hal ini Anand tidak mewakili cara berpikir universal, di mana dia terjebak hanya memikirkan satu aspek saja yaitu kejiwaan atau mencari kesadaran diri sejati. Menurutnya, kesejatian inilah yang menentukan semua sikap beragama.
Sesungguhnya, agama adalah tuntunan hidup bagi manusia. Karenanya, agama membicarakan persoalan kehidupan manusia secara lengkap. Ada tuntunan mengenai ketatanegaraan, bersekolah (menuntut ilmu), bertani, berpolitik, berkarya, berperang, hukum pidana, perdata, membuat roti, bercinta, mendidik anak, berfilsafat, dan sebagainya, termasuk juga tentunya kerohanian (sufistik). Dalam konteks kesempurna-an agama, Anand lebih tepat dipandang sebagai ahli kejiwaan (mungkin cocoknya sebagai dosen filsafat), di mana dia hanya berbicara soal kaitan manusia dengan Tuhan. Artinya Pak Anand hanya membicarakan salah satu dari sekian banyak ajaran agama. Menurut saya, cara memandang agama hanya dari satu sudut saja jelas terlalu sempit. Sebab, dengan cara pandang seperti itu kita hanya akan menguasai pengetahuan agama secara parsial saja. Misalnya, ahli syariat saja (fiqih), tanpa mengenal apa itu tasawuf. Atau ahli tasawuf, tapi tak mengenal hukum-hukum agama. Atau ahli membaca Alqur'an tanpa tahu makna dan kedalaman ayat-ayat Alqur'an. Atau menjadi seorang yang manguasai ilmu tauhid, tapi sama sekali tak mengerti hakikat.
Padahal, cara pandang semacam itulah yang melahirkan sekte-sekte yang berpandangan sempit dan dengan fanatisme berlebihan yang (tak jarang) membabi buta. Bukankah kita mengenal adanya aliran-aliran dalam Islam, yang hanya mengutip ayat-ayat Alqur'an atau hadist yang sesuai dengan kepentingannya saja? Tentu, Anda tak ingin terjebak pada pemahaman sempit semacam itu.
Setiap aspek dalam Islam tak bisa dipahami sepotong-sepotong. Sebagai contoh, ada sabda Rasulullah yang bunyinya, "Belajarlah kalian sebanyak-banyaknya, sebab tidurnya orang yang pintar merupakan ibadah." Atau sabda Rasulullah yang lain, yakni, bahwa berjalannya seseorang menuju suatu majlis ilmu akan dihitung pahalanya langkah per langkah oleh Allah.
Kalau kita hanya mengacu kepada dua hadist itu ada dua kemungkinan yang timbul. Pertama, kita tak perlu menyimak pembicara pada ceramah agama, misalnya, karena toh "berjalan menuju majlis ilmu" saja sudah mendapat pahala, yang dihitung dari jumlah langkah kaki. Atau, kita menyimak dengan teliti, ditambah mempelajari hal-hal lain yang bermanfaat, setelah itu ya sudah. Tak perlu lagi pengamalan ilmu, toh "tidurnya orang yang pintar merupakan ibadah."
Kalau kita jeli, tentu akan penasaran dengan kedua hadist itu. Apa artinya datang ke majlis ilmu, kalau di sana hanya ngaco, ngobrol ngalor-ngidul, bahkan mengganggu yang lain? Mungkinkah yang demikian tetap mendapat pahala dari hitungan langkah kaki? Bagaimana pula yang datang ke majlis ilmu untuk membubarkannya, apakah setiap langkahnya tetap mendapat pahala? Sementara itu, buat apa mempelajari ilmu kalau kemudian tak pernah diamalkan, hanya karena "tidurnya orang yang pintar merupakan ibadah"? Jelas, bagi yang teliti, jeli, dan kritis, tak akan cukup puas dengan kedua hadist itu.
Mereka yang penasaran, insyaallah akan menemukan hadist yang berbunyi, "Laksanakan sedikit pun tidak apa-apa, asal kontinyu." Bahkan, berkat ketelitian dan kekritisannya, orang macam itu tentu akan menemukan hadist lain yang berbunyi "Dosa yang paling besar di sisi Allah, adalah kalian berbicara namun kalian sendiri tidak melakukannya." Dengan demikian, rangkaian hadist tersebut, memiliki makna yang sangat jelas. Yakni, kita wajib menuntut ilmu, lalu laksanakan walaupun sedikit demi sedikit, kemudian kita harus mengamalkan ilmu yang kita miliki itu.
Itu hanya salah satu contoh, di mana masih banyak sekali contoh-contoh semacam itu. Yang jelas, Islam diturunkan sesuai kondisi masyarakat pada masa itu. Menyadari malasnya orang belajar, Rasulullah memotivasi dengan hadist-hadist yang ringan. Tentu, hadist terakhir hanya diperuntukkan bagi mereka yang telah memiliki banyak ilmu.
Rasulullah berbicara secara fitrah (natural) kepada keadaan orang yang dihadapi. Bagaimana Rasulullah memandang seorang pelacur oleh Allah swt. dimasukkan kedalam surga karena perbuatan kerohaniannya yang tulus menolong seekor anjing yang kehausan. Ushlub naskah ini sangat terkait dengan persoalan seseorang yang sudah mencapai puncak ilmunya, di mana ilmunya tidak ada apa-apanya kalau tidak ada kasih sayang di dalam dirinya. Inilah yang dimaksud dengan bahasa balaghah. Kalau Anda perhatikan dalil-dalil di atas, sepertinya Anand termasuk orang yang kurang melihat keadaan atau kultur masyarakat secara umum. Dia hanya melihat dari kekecewaan pribadinya ketimbang berfikir universal. Masih terlalu kecil kalau kita berbicara sebuah ajaran, apalagi kesimpulan pribadi yang tidak memiliki landasan apa-apa seperti berada di atas awang-awang.
Ini menarik jika di bahas dalam sebuah forum khusus. Sebab saya kira tidak mungkin jika hal ini dibahas dalam forum tertulis, di samping saya kurang begitu mahir menulis, sesungguhnya saya juga tidak mau menyinggung masalah orang lain dalam forum ini.
Kepada Pak Anand, saya mohon maaf kalau kebetulan ada sedikit diskusi masalah pikiran / pendapat Anda. Terima kasih atas kebesaran jiwa Anda. Mudah-mudahan kita mendapatkan kasih sayang-Nya. Amin