Delajjam karya Rido Amilin H. E para pelaku pelaku panggung / aktor



Yüklə 270,42 Kb.
səhifə1/6
tarix27.12.2018
ölçüsü270,42 Kb.
#86760
  1   2   3   4   5   6

DELAJJAM

Karya Rido Amilin H.E

boyjimbi@gmail.com

PERHATIAN!

Bila Anda akan mementaskan naskah ini mohon untuk menghubungi penulis naskah untuk sekedar pemberitahuan.



DELAJJAM

Karya Rido Amilin H.E
PARA PELAKU PELAKU PANGGUNG / AKTOR

  1. Dulfatih Arwiraya Kusuma(Seorang pengembara tampan yang terlahir sebagai Delajjam Kedatuan)

  2. Bujang Kurap(Dulfatih dalam bentuk lain)

  3. Umak ( Nek Rokiah ):(Ibu angkat dulfatih / bujang kurap)

  4. Latusko Kammal(Raja kubu dalam Penguasa tertinggi di kalangan masyarakat)

  5. Obanda Siden(panglima perang)

  6. Usen Cangok(Adik kandung Latusko Kamal)

  7. Mansor Hasan (Peserah raja sebelum raja)

  8. Kulop Koplik(Bujang tua PDKT-an Rokiah Sekaligus pekerja seni)

  9. Putri Sayati dan Sayatin(Putri raja kembar)

  10. Zat Zubeida (Istri Rajo / Ibu dari Sayati dan Sayatin)

  11. Kubu Laot(Perompak / Orang-orang yang hidup disungai)

  12. Orang-orang darat(Masyarakat yang tinggal di dusun Sungai Jernih)

  13. Algojo / Anak Kapak : Prajurit.

BABAK SATU(Teaser)

Pekan 1

PADA SEBUAH GUA YANG LAPUK DAN SANGAT LEMBAB. GUA INI ADALAH ISTANA RATU ULAR, DI DALAM GUA CAHAYA COLOP SAMAR-SAMAR TIDAK TERLALU TERANG. COLOP MENGHIASI SISI-SISI UJUNG DI DALAM GUA. SEMENTARA TERLIHAT SEBUAH KURUNGAN YANG BERBENTUK BUBU IKAN, BUBU ITU TERGANTUNG SATU METER DARI TANAH. BUBU ITU BERWARNA GELAP DAN TERBUAT DARI KAYU RENGAS BULAT. SEDANGKAN DI BELAKANG BUBU TERDAPAT SEBUAH KELAMBU BESAR BERWARNA PUTIH. KELAMBU ITU BERSEGI EMPAT, LALU KASURNYA DIBALUTI KAIN MERAH BESAR. JUGA DI TIANG-TIANG KELAMBU ITU ADALAH KAYU-KAYU YANG TERUKIR SEPERTI LILITAN ULAR DI TIANG, SEMENTARA DI ATAS KELAMBU TERDAPAT SIMBOL KEPALA ULAR. SELAIN ITU DI LANTAI GUA BERSERAKAN LENDIR DAN SISIK ULAR DI ATAS BATU-BATU BULAT YANG TIDAK TERSUSUN RAPIH.

KEMUDIAN SEORANG TUBUH TUA BERJALAN MENUJU BUBU, TUBUHNYA MEMBUNGKUK, TUBUH TUA MEMBAWA SATU LAMPU KECIL YANG TERIKAT DI UJUNG TONGKAT KECILNYA. SEMENTARA BENTUK TUBUH MANGYANG BERSISIK-SISIK SEPERTI ULAR BERWARNA PUTIH, RAMBUT, DAN KULIT-KULITNYA.

SUARA-SUARA SUNYI MENGUMPAL DI DALAM GUA, LALU SUARA DESIT ULAR YANG LAPAR BEGITU TERDENGAR PANJANG SEKALI. DULFATIH TERSADARKAN DARI TEMPATNYA DI KURUNG.



TUBUH TUA : (DI IRINGI OLEH GITAR TUNGGAL) Berlagu. Tubuhku malang tubuh ku malang, kini kumakan sisa harapan.Tubuhku hilang tubuhku hilang, kapankah datang mengulang petang. Sudah kelam kini malamnya akan datang, malam tanpa tamu, malam tanpa di undang. Bukan harapan bukan pula keharusan, namun kembali sudah memang pasti. Datanglah pagi sambutlah jeritan di dusun mati.

(DIALOG BIASA)

Seorang tua seperti awak ini. Hanya dapat membina. Kemudian berharap. Setelah berharap banyak, sedikit tersenyum. Sungguh malang nasibnya. Masa yang begitu sulit. 7 tahun telah berlalu. Kini mungkin engkau sudah tumbuh menjadi pemuda yang genap berusia 20 tahun. Oh Panangkulanta… Malang sekali nasibmu.

Darahnya mengalir. Tubuhnya kejang-kejang lalu suaranya tak dapat didengarkan lagi. Hingga seorang Delajjam berkain silang kuning mengorok lehernya, sampai terpisah dari tubuhnya. Perlahan-lahan darahnya tertumpah dan kepalanyapun terpisah dari badan yang kaku dan dingin itu. Kuat sekali mandaumu menebang kepalanya.Oh anak manusia. Dengar! Meskipun tuju purnama engkau bertapah. Tak akan mampu menguba takdir yang telah kau penggal kepalanya itu. Engkau telah memberi sudah sepantasnya di balas kembali. Engkau sudah membuat jalan yang salah.

DARI TEPI PANGGUNG TERDENGAR SUARA DESIT-DESIT SUARA ULAR YANG BERIRAMA PANJANG DAN MENDAYU-DAYU. SEMENTARA DI SISI KANAN DUA ORANG BERJALAN PELAN, TUBUHNYA BERWARNA KUNING, DAN MERAH, SEDANGKAN KULITNYA BERSISIK-SISIK SEPERTI ULAR. SEMENTARA DUA ORANG DI SISI KIRI, BADANYA BERWARNA HITAM DAN HIJAU, TUBUHNYA JUGA BERSISIK-SISIK. DUA ORANG INI MEMANGGUL SEONGGOK ULAR YANG TIDAK BERKEPALA. SEMENTARA KEPALANYA DI BAWA OLEH DUA ORANG DARI KANAN. MEREKA MENDESIT HINGGA SUARA YANG RISAU DAN BEGITU PILU MEMENUHI DI DALAM GUA.

ORANG ORANG : Dia membunuh.. Dia membunu… Dia harus menerima sumpah. Dia telah membunuh Pangeran Ular. Hukum.. hukum.. hukum…

TUBUH TUA : Pangeran telah mati selamnya. Tubuhnya tumbuh lubang-lubang. Aroma busuk mulai menyulapi istana. Dendam, air mata darah terus mengalir, hingga ketepian lembah penderitaan. Segalanya tertuju padamu. Kau harus bertanggung jawab. Dengan darah! Dengan darah!!!

ORANG ORANG : Kematian harus dibayar dengan kematian! Bunuh dia! Oh tuanku Pangeran Panangkulanta (MENGELILINGI BUBU DENGAN ARAKAN KAKI DAN TANGAN YANG SEIMBANG)

DULFATIH : Aku tidak sengaja! Jangan hakimi aku. Sungguh ampunilah kesalahanku. Jangan, jatuhi sumpah itu. Jangan. Bebaskan aku!! Aku seorang pangeran.

(BERSYAIR)



TUBUH TUA : Nasib anak malang dimakan kelam.Menangung beban menangung kekesalan.Oy malang… Oh Panangkulanta pangeran kecil yang melarat nasibnya. Kini engkau telah tiada.

ORANG ORANG : (BERIRAMA SERENTAK) Nasib tuanku malang!Nasib dimakan separuh jalan! Oh Panangkulanta.

DULFATIH : Tidak! Tidak! (TIPU DAYA MANGYANG) Jangan kutuk aku. Oh Tubuhku, mataku rasanya , begitu sangat kelam. Seluruh tubuhku terasa gatal. Oh kulit-kulitku. Wahai Tubuh Tua, adakah jalan yang dapat ku tempuh untuk menuai segala kesengsaraan ini? Ayahku memiliki kekayaan yang melimpah, emas, perak, garam dan segala-galanya. Bila kau ingin ambilah akan ku serahkan semuanya. Tapi jangan kutuk aku.Jangan…

(ORANG-ORANG DAN TUBUH TUA BERJALAN KELUAR DENGAN TARIAN).

Tidak jangan pergi. Tulonglah jangan pergi. Ampunlah segala kelakuanku. Aku menyesal. Kembali.. kembali…

TUBUH TUA : (BERHENTI MENATAP TAJAM) Penyesalan adalah akhir dari segala perbuatan yang memalukan. Hanya ada satu cara untuk kembali.

DULFATIH : Apa itu kumohon katakanlah!

TUBUH TUA : Perjalana panjang menuju pengambdian, sangat lama. Begitu lama. Tujuh purnama melingkar tunggal. Kau harus samapai pada waktu yang berliku, penuh kesakitan, penuh penderitaan. Lebih gelap dari lorong-lorong penderitaan di dunia.

DULFATIH : Tidak! aku tidak akan melakukanya. Aku akan menolak itu! Kau telah merendahkan martabat kedatuan ku.

TUBUH TUA : (TERTAWA) Terimalah, engkau akan menemukanya. Waktumu ditunggangi pada purnama tunggal dan tegak di sebuah kekuasaan yang begitu kejam. Tidak ada batas yang dapat menghentikanya. Tidak ada ilmu yang dapat menangkisnya. Engkau akan mendapatkanya. Meskipun engkau telah melampau ajian-ajian yang di turuni oleh puyang sipahitmu. 7 purnama tunggal telah engkau tanggali dalam pertapaanmu. Tetap saja. Tidak ada jalan untuk mengelak. Takdirmu telah di tentukan. Waktumu hanya tersisi empat purnama. Tepat di puncak purnama tunggal yang melingkar. Sambutlah takdirmu (TERTAWA) Ratu akan memakanmu!

DULFATIH : (MENYESAL) Tidak, jangan lakukan ini. Oyumak… malang nian nasib awak ini.. Malang nian. (TERUS MENANGIS DIDALAM KOTAK PENJARA)

SUARA TANGIS LENYAP, LALU SUARA GONG DAN GENDANG BURDAH TAMPAK BERTABUH BEGITU RAMAINYA. ORANG-ORANG BERTUBUH ULAR MASUK DENGAN RITME YANG PELAN, DUA ORANG MEMBAWA MANGKUK BATU YANG BERISI BARA API DAN ASAPNYA TERUS KELUAR LALU MELETAKANYA DI ATAS DUA BATU, KANAN DAN KIRI. SEDANG IA BERJALAN DENGAN DESITAN-DESITAN YANG MENGERIKAN. TAMPAK DI BELAKANG MEREKA SEORANG RATU ULAR YANG DATANG DI DAMPINGI OLEH TUBUH TUA / MANGYANG. TUBUH TUA HANYA MENDESIT-DESIT TANPA BERKATA-KATA, SEMUA KEPALA TERTUNDUK TIDAK MENATAP RATU ULAR. RATU ULAR MENGENAKAN SEBUAH BAJU BERWARNA HITAM YANG DI LENGKAPI DENGAN ULAR-ULAR YANG MELILIT DI TUBUHNYA. SEDANGKAN DI ATAS KEPALANYA MAHKOTA EMAS LAMBANG ULAR MEMANCAK TEGAK.



DI DALAM BUBU DULFATIH TERUS MERONTAH-RONTAH HENDAK KELUAR DARI DALAM BUBU.

TUBUH TUA: (KEPALANYA MENUNDUK) Ratu, lihatlah siapa yang terkurung di dalam bubu itu. Dia lah orang nya. Dia-lah yang merengut nasib malang Pangeran Panangkulanta.

DULFATIH: Siapa kau, tidak jangan mendekat.

RATU ULAR: Akulah ibu dari tubuh yang telah kau penggal kepalanya. Tuju hari telah berlalu, tubuhnya dipenuhi oleh belatung. Ulat-ulat jahanam itu telah memangsa tubuhnya. Tubuhnya berlubang-lubang juga berna-nana. Engkau telah melakukan hal yang salah pangeran.

DULFATIH: Ratu ampuninlah segala perbuatanku, aku tidak sengaja memenggal kepala anakmu. Sungguh semuanya di luar dugaanku. Jika ayahku tahu aku yakin ia akan sangat murka padamu. Biarkan aku pulang. Tidak akan ku ceritakan apa-apa kepada ayahku.

RATU ULAR: Hal yang sama dilakukan putraku bila berada pada posisimu pangeran. Kau seorang pangeran yang rakus. Kejam. Tidak berbelas kasihan. Bagaimana dapat aku membelasimu dengan kasihan-kasihan yang panjang. Tidak akan ada manusia yang mampu mencari tempat ini. Sekalipun kesaktianya sudah menguasi tuju belas ribu purnama, dan tuju belas ribu pertapaan.

TUBUH TUA: (TUBUH TUA MENGAMBIL SEBUAH BOTOL TERBUAT DARI KAYU YANG BERISI RACUN, LALU MEMBERIKAN KEPADA RATU ULAR) Ratu, telah kami siapkan racun yang sangat mematikan.berilah perintah kami untuk melumat racun ini pada terkutuk yang sudah membunuh pangeran Panangkulanta.

RATU ULAR: Tubuh tua buat dia tidak sadarkan diri.

TUBUH TUA: Tapi ratu, dia sudah memenggal kepala pangeran ular.

RATU TUA: (MATANYA MELOTOT)Lakukan apa yang aku perintahkan.

TUBUH TUA: (MENGANGGUK), Sit.sitt… sittttt….

ORANG ORANG: (BANGKIT MEMBAWAKAN MANGKUK DENGAN ASAP YANG MENYALA).

DULFATIH: Tidak ratu, lepaskan aku.. lepaskan aku (MENANGIS)

TUBUH TUA: (MENGELILINGI BUBU LALU MENGELILINGI DULFATIH DENGAN MEMBACAKAN MANTRA). Sitttss.. sittss… sitttss… Payo e toboh ketong beropong-ropong..Beropong-ropong. Kubang lingong..Nak nampong ke suare, suare mate yang beropong-ropong tenung ku salip pada titik yang dalam. Tenung ku salip, hoy… kombragra uluno mato…. Tido lelap… idak sadar oy sadar.. sitttsss sitttss.. sitss

DULFATIH: (TERTIDUR)

RATU ULAR: Turunkan dia

ORANG-ORANG: Laksanakan ratu.

TUBUH TUA: Ratu manusia ini berbahaya. Berikan perintah untuk kami memenggal kepalnya. Ratu jangan mendekat ratu. Dia sangat berbahaya.

RATU ULAR: Bangunkan dia.

TUBUH TUA: Ratu, semua pikiranya sudah hilang. Sekarang ini dia adalah seorang yang kosong seperti patung.

DULFATIH: Ampun ratu. (KEPALANYA MENUNDUK)

RATU ULAR: Bangunlah wahai anak manusia. Bangunlah! Kau tahu apa yang ku inginkan bukan. (MENUJU KAMAR TIDUR)

DULFATIH: (BERJALAN MENUJU TEMPAT TIDUR, MENGIKUTI RATU ULAR DENGAN TATAPAN KOSONG).

RATU ULAR DAN DULFATIH MELAKUKAN HUBUNGAN BADAN, YANG DIGANTIKAN DENGAN TARIAN-TARIAN ULAR. SEMENTARA PARA ORANG-ORANG BERTUBUH ULAR MENARI NARI MEMBUNYIKAN GONG DARI MULUT MEREKA. SETELAH SELESAI RATU ULAR KELUAR DENGAN MEMBAWA SECANGKIR MINUMAN LALU MEMANDANG-MANDANG TUBUH ANAKNYA.



TUBUH TUA: Ratu apakah sudah saatnya kami memenggal kepalanya?

RATU ULAR: Mangyang, kau tahu betapa sakitnya aku. Betapa teririsnya kehilangan seorang anak. Rasa sedihku ini tidak akan hilang hingga beribu-ribu purnama. Aku tidak ingin ia hanya merasakan hal yang begitu sebentar sakitnya. Jika aku merasa hal yang begitu sakit. Maka anak manusia ini akan merasakanya lebih dari ini. Di dalam tubuhnya telah ku tanam racun Kemiling Cobra. Siapapun yang mencoba mengobatinya ia akan perlahan mati.

TUBUH TUA: Tentu aku mengerti ratapanmu ratu, lantas apa yang akan kita lakukan pada pemuda ini?

RATU TUA: Mangyang. Engkau memiliki kesaktian dalam tiga puluh ribu purnama. engkau tahu apa yang harus engkau lakukan. Di dalam tubuhnya mengalir racun yang begitu mematikan. Racun itu seperti racun yang akan menikam pada seseorang yang begitu ia cintai. Aku telah menyempurnakan sumpahku padanya. Ia akan menderita hidupnya sampai ia mati. Sepanjang perjalananya ia akan menderita. Apa yang aku rasakan. Sakit yang begitu tak terkira. Maka itulah yang akan ia rasakan. Bahkan ia tidak akan mengenal kebahagiaan lagi selama hidupnya. Kau tahu apa yang harus kamu lakukan. Setelah itu lepaskan dia. (MASUK KEDALAM DENGAN DI IRINGI OLEH EMPAT ORANG BERTUBUH ULAR.)

TUBUH TUA: Hey anak manusia. Apa kau tahu namamu.

DULFATIH: Dulfatih Arwiraya Kusuma aku pangeran kedatuan yang paling kuat, berilmu tinggi.

TUBUH TUA: Apa yang telah kau lakukan?

DULFATIH: Aku telah membunuh pangeran Ular di tepi sungai.

TUBUH TUA: (MENGEMBALIKAN KESADARAN DULFATIH)

DULFATIH: Apa yang telah kau lakukan padaku.

TUBUH TUA: Kau telah menerima sumpah anak manusia.

DULFATIH: Tubuh tua, ku mohon bebaskan aku dari sumpah itu. Ampunilah segala kekeliruanku. Dengan segala kehormatanku. Aku memohon padamu.

TUBUH TUA: (TERTAWA) Bahkan aku tidak berdaya menolongmu.

DULFATIH: Siapa yang dapat menlongku, tubuh tua. Ku mohon bantulah aku.

TUBUH TUA: Sepanjang purnama-purnama yang melingkar, sampailah pada titik tuju purnama yang melingkar bulat di antara keramaian. Barulah engkau akan mendapatkan tubuhmu yang sangat menjijikan. Engkau telah ditunggangi waktu dalam hitungan tuju purnama. nikmatilah waktumu.

DULFATIH: Tuju purnama, apa yang harus aku lakukan. Katakana padaku aku ingin menebus kesalahanku.

TUBUH TUA: Pergila engkau ke suatu tempat, hingga disana engkau dapati seorang yang benar-benar tulusmencintaimu.Engkau akan melihat di dalam dusun itu. Seorang yang begitu lalim. Seorang yang memegang tapuk kekuasaan. Ialah orang yang harus engkau tunduki. Hingga benar-benar di sana tidak ada lagi pemerasan, penculikan, pemerkosaan. Barulah engkau akan terbebas dari sumpah Ratu Ular. Dan kau tidak akan pernah kembali kepada kedatuanmu. Engkau sudah mati disana.

DULFATIH: Tubuh tua berapa lama waktuku, Dan di mana ku temukan Dusun itu? dan dapatkah aku bahagia? Sementara kutukan selalu mengejarku.

TUBUH TUA: (TERTAWA) Tidak!! Kau tidak akan menemukan kebahagiaan. Di dusun itu Kau akan menemukanya. Ia terletak di hulu bukit-bukit barisan, empat hari empat malam pelayaran rakitmu. Kau akan tiba di sana. Engkau memiliki tujuh purnama melingkar. Ingatlah di akhir purnama bila engkau gagal. Maka kau akan menemukan sumpah yang telah kau makan. Sumpah yang telah disatukan dalam darahmu. Tidak ada ajian yang dapat menangkis Sumpah Racun Kemilig Cobra. Banyak hal yang akan membuatmu lalai. Maka gunakanlah waktumu. Ingatlah waktumu begitu singkatnya. Kau tidak akan menemukan kebahagiaan dan cinta. Juga sekaligus hidup. Bila benar-benar engkau melakukanya demi rasa bersalah yang besar. (KELUAR)

DULFATIH: (DULFATIH MERASA TUBUHNYA MENGELITA GATAL DAN KESAKITAN).Tujuh purnama? waktuku sudah tidak terhitung banyak. Sudah hampir empat purnama berlalu. Umak,Bak. Ini semua akan menjadi awal perpisahan kita selamanya. Akubegitu paham bila kalian sudah menganggapku sudah tiada di dunia ini. Tapi sesungguhnya didalam hatiku selalu ada nama kalian. (TUBUHNYA KEMBALI MENGGELIAT.)

(LAMPU KELAM PELAN DAN DIAM).



Pekan Dua :

DI DALAM HUTAN SUARA RIANG-RIANG HUTAN MEMENUHI PANGGUNG, TAMPAK KAYU MATI BESAR YANG MELINTANG PANJANG, TEMPAT DULFATIH DUDUK UNTUK BERTEDUH, JUGA PUTONGTELAH TERIKAT RAPIH. DAN TANAH-TANAH LIAT YANG BERBENTUK PIRING DAN KENDI SUDAH KERING TERJEMUR OLEH MATAHARI. NAMPAKLAH LIDI-LIDI YANG MENTAH BERSERAKAN, SEMENTARA DI SAMPING TEMPAT DUDUK DULFATIH SEBUAH API KECIL PENGUSIR NYAMUK. DULFATIH TERUS BEKERJA, SESEKALI IA MENYUSUN-NYUSUN KEMBALI KAYU BAKAR, JUGA MELIHAT-LIHAT ASBAK YANG IA JEMUR DI ATAS KAYU BESAR MELINTANG.



DI SISI HUTAN, NEK ROKIAH DITEMANI KULOP KOPLIK SEDANG BERJALAN MENUJU DULFATIH, NEK ROKIAH MENGENAKAN KAIN DAN BAJU LUSUH, JUGA KEPALANYA TERLILIT SEBUAH IKAT SUMATERA. DITANGAN KANANYA IA MEMBAWA RANTANG MAKANAN. SEDANGKAN KULOP KOPLIK HANYA MEMAKAI BAJU BAK SEPERTI PENYANYI GITAR TUNGGAL, DENGAN KAIN MELINTANG DI PINGGANGNYA.

KULOP KOPLIK : Kawan itu begitu sangat beruntung. Sangat betua hidupmu pek. Iya terhitung sudah lima purnama lalau sejak kedatangan Dulfatih.

NEK ROKIAH : Beruntung bagaimana lop?

KULOP KOPLIK : Iya dalam banyak hal. Kau ingat, sejak Dulfatih belum menampakan kakinya ke tanah yang gersang ini, bukan hanya engkau yang merasa senang. Semua orang bahkan satu Dusun banyak yang bersukur. Lantaran dirinya memiliki sifatnya yang suka membantu. Kau ingat sejak ia kemari banyak hal-hal buruk seperti perampasan, penculikan di Dusun ini sudah semakin berkurang. Bukankah ini suatu anugrah bagi semua orang. Ya termasuk kau yang memiliki tempat lebih banyak.

NEK ROKIAH : (MALU MALU) Misalnya dalam hal seperti apa lop, aku tidak mengerti ucapanmu. Apakah kau memujiku atau diam-diam didalamnya ada maksud menggoda?

KULOP KOPLIK : kupikir dua-duanya benar. Awak sudah hidup lama di bumi ini. Banyak hal yang sudah dilewati, pahit, asam, manis. Bahkan semua rasanya sudah dicicipi. Tapi tetap saja awak setapak lebih kalah dari pada nasibmu pek. Hanya saja paras yang ku sebut itu cahaya cinta yang berlipat ganda masih utuh bahkan tak akan pernah padam. Cahaya itu ada di depan dua mataku saat ini.

NEK ROKIAH : Tidak boleh becakap seperti itu lop, Pemali. Hidup di bumi ini harus iklas. Jalani apa yang sudah di takdirkan. Semua sudah di takdirkan oleh yang mahakuasa. Nah sebagai mahkluk yang berbudi dan berakal kita hanya perlu menjalaninya dengan hati yang iklas. Bukankah begitu lop? Iya kalau masalah cahaya yang besar itu terkadang bagaimana orang menjaganya agar tepat menuntunya.Kau selalu seperti itu lop, selalu menggodaku aku jadi malu.

KULOP KOPLIK : Iya aku paham. Tapi beda dengan nasib mu pek. Coba kau lihat kau memiliki anak. Ya aku tahu meskipun itu bukan anak kandungmu, tapi setidaknya ia sangat menghargaimu sebagai Umaknya. Apa lagi sekarang ini banyak orang-orang membicarakan kau dan anakmu itu. Aku yakin Dulfatih akan betuah hidupnya.

NEK ROKIAH : Membicarakan bagaimana lop?

KULOP KOPLIK : Dalam segala hal. Terutamanya lagi gadis-gadis di Dusun. Mereka seolah-olah kejatuhan durian tajau. Setiap hari ada-ada saja orang yang membekali kalian dengan segala hal. Apa lagi saat kedatangan Dulfatih ke Dusun kita. Ia disambut dengan gembira oleh orang-orang dusun. tua, muda, hingga ke anak ingusan. Semuanya menyukai kelakuan baik Dulfatih.

NEK ROKIAH : Iya lop. Awak sangat senang sekali. Sejak kedatangan Dulfatih aku merasa sangat bahagia. Terasa aku benar-benar sudah memiliki seorang anak. Aku tidak perlu lagi menimba air di sungai. Membuat sapu lidi. Membuat kerajinan-kerajianan tangan. Aku sangat bersyukur. Akhir-akhir ini terasa sekali perubahan dalam hidupku lop.

KULOP KOPLIK : Wah wah wah. Kau melupakan sesuatu pek.

NEK ROKIAH : Melupakan sesuatu apa?

KULOP KOPLIK : Kau melupakan jasaku selama ini. (MEMBUANG MUKA)

NEK ROKIAH : Apakah harus ku sebut-sebut juga lop. Ku rasa tidak perlu, sebab kamu itu lebih dari membantu. Dalam hal apapun. Kamu itu.. ah aku malu mengatakanya.

KULOP KOPLIK : Tidak, aku tidak mau hanya seperti itu saja.

NEK ROKIAH : Iya iya akan ku katakan. Kamu itu bagaikan pangeran dalam hidupku. Sudah puas?

KULOP KOPLIK : (TERTAWA) nah kalau begitu aku jadi enak pek.

NEK ROKIAH : Sudah sudah, kita kok malah ngelantur kemana-mana becakapnya. Kita sudah tua Lop malu kalau didengar banyak orang. Kasihan Dulfatih pasti dia sudah lapar.

(DULFATIH TENGAH MEMBUAT SAPULIDI).



NEK ROKIAH : Dul.. Dul.. Umak di sini nak..(MEMANGIL)

DULFATIH : Mak Mak.. Sini Mak.

ROKIAH DAN KULOP MENUJU KE TEMPAT DULFATIH.



KULOP KOPLIK : Oy yasaman.. Alangkah rajin anak umak Rokiah ini.

DULFATIH : (TERTAWA) Ah.. Kulop bisa saja. Inilah yang dapat saya lakukan untuk umak lop.

KULOP KOPLIK : Iya bagus. Sebagai anak kau harus membantu ibumu, dalam segala hal. Heheh Bagaimana dul?

DULFATIH : Bagaimana apa lop?

KULOP KOPLIK : Ah kau pura-pura tidak tahu. Itu si Zuleyha anaknya mang Bas. Tadi dia menanyakan kamu kepada Kulop.

DULFATIH : Ah tidak lop, awak hanya berteman denganya. Tidak ada apa-apa. Lagian aku hanya membantu memebenahi pondoknya yang bocor.

KULOP KOPLIK : Tidak usah bersembunyi. Kau tanyakan saja pada Umakmu. Dulu, sejak masih menjabat sebagai pemuda tergagah dan bagus rupa. Kulop juga dikejar-kejar sama sepertimu. Ya kulop tahu rasanya. Apa lagi orang di samping kulop ini, ehem.. iya dia sangat tergila-gila pada suara Kulop yang merdu.

NEK ROKIAH : Hus. Sudah sudah kau jangan mengusik anakku. Dul basuhlah dulu tanganmu, kau juga Lop. Mari kita makan dulu.

DULFATIH : Wah tampaknya umak masak Gulai Jeruk, dan Ikan bakar ya mak. Uh aromanya sangat sedap sekali.aku sangat suka dengan itu. Ayo Lop kita cuci tangan dulu setelah itu kita lahap sampai tuntas haha.

KULOP KOPLIK : Ya itu makanan khas orang sumatera Dul.

NEK ROKIHA : Cepatlah kalian cuci tangan setelah itu mari kita makan.

(MEREKA BERTIGA MAKAN, SETELAH ITU MEREKA MENUJU PULANG).

Iya nak makanlah yang banyak. Umak sangat senang rasanya.

KULOP KOPLIK : (SENDAWA BESAR) Alhamdulilah sukur-sukur kenyang sekali rasanya.

DULFATIH : Mak Gulai Jeruk ini makanan kesukaanku Mak. Terimakasih sudah mengantarkanya ke hutan.

NEK ROKIAH : Eh kau tidak perlu berterimaksih Nak, Umaklah yang harus berterimakasih. Karena kau sudah banyak sekali membantu Umak disini.

DULFATIH : Tidak apa-apa Mak. Memang itulah kewajibanku sebagai seorang anak. Mak tampaknya hari sudah mulai kelam. Mari Mak kita berkemas untuk pulang.

KULOP KOPLIK : eh… Tunggu dulu. Jangan pulang dulu, aku sudah tidak kuat lagi. Uh rasanya sudah sangat di ujung. Aku nyetor dulu yah (BERLARI MENAHAN SAKIT PERUT)

NEK ROKIAH : Iya Dul, Dul kau membuat berapa ikat sapu lidi, juga kendi dan kayu bakar. Tadi Nek Sina dan Wak Guntur memesan banyak pada kita. Nanti malam dia akan memikulnya pakai gerobak.

DULFATIH : Sudah Mak, semua pesanan sudah di kumpulkan.juga kayu bakar pesanan Nek Sina dan yang lainya sudah ku ikat. Mereka siap untuk di ambil nanti malam.

(KULOP MASUK LAGI MEMEGANG PERUT SAKIT).



KULOP KOPLIK : Aduh.. Aduhh aku tidak nyaman kalau tidak ke jamban. Meskipun aku sudah berjuang dengan segala kekuatan, tapi tetap saja dia tidak mau keluar. Ayok kita pulang saja. Biar urusan setor-menyetor aku lanjutkan di sungai saja.

NEK ROKIAH : Kau ini ada-ada saja Lop…Lop. Lop aku dengar kabar 3 hari lagi aka nada perayaan besar di kedatuan, iya memang hitungan Al-managkupun mengukur kalau tepat malam itu jatuh pada purnama yang tunggal dan penuh dengan melingkar. Malam kelahiran budaya.

Yüklə 270,42 Kb.

Dostları ilə paylaş:
  1   2   3   4   5   6




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin