Peradaban islam di persi


BERDIRINYA DINASTI- DINASTI KECIL PADA MASA DAULAH ABBASIYAH DI TIMUR BAGHDAD



Yüklə 0,61 Mb.
səhifə8/10
tarix23.01.2018
ölçüsü0,61 Mb.
#40237
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10

BERDIRINYA DINASTI- DINASTI KECIL PADA MASA DAULAH ABBASIYAH DI TIMUR BAGHDAD

Berbagai faktor yang menyokong tegaknya imperium Abbasiyah, yakni kalangan elite imperium dan bentuk-bentuk kulturalnya sekaligus juga menyokong kehancuran dan transformasi imperium tersebut. Jika pada abad pertama hijriyah tidak ada yang menandingi kecepatan para putra gurun Arab dalam menaklukan sebagian besar dunia peradaban, maka suatu kemerosotan drastis terjadi pada abad ketiga dan pertengahan abad keempat.

Di abad ketiga hijriyah muncul gerakan-gerakan yang menuntut memisahkan diri dari pusat Negara Abbasiyah di Irak. Gerakan-gerakan tersebut tejadi di Khurasan, Sijistan, Jarjan,Mesir, dan Selatan Yaman yang muncul secara terang-terangan pada zaman itu. Dimulai dengan berdirinya negara Umayyah di Andalusia, Dinasti Aghlabiyah di Afrika, Thuluniyah kemudian Ikhsidiyah dan Ziyadiyah.

Saat-saat dinasti kecil sebagian besar berasal dari Arab memecah wilayah kekuasaan khalifah di Barat, proses yang sama juga tengah terjadi di Timur, terutama yang dilakukan oleh orang Turki dan Persia. Munculnya banyak dinasti baik yang besar maupun kecil, seperti cendawan di musim hujan, juga semi dinasti di jantung kekhalifahan dan sekelilingnya sebenarnya lebih tampak sebagai gejala penyakit dari pada penyebab kemunduran.168 keberadaan dinasti-dinasti independen pada masa Daulah Abbasiyah telah melemahkan benteng pertahanan Dianasti Abbasiyah yang mulai melemah.



1.DINASTI THAHIRIYAH (205-259 H/821-873 M) DI KHURASAN.

1.a. Sejarah Berdirinya Dinasti Thahiriyah

Dinasti pertama yang mendirikan negara semi independen di wilayah Timur adalah Dinasti Thahiriyah. Pendirinya adalah Thahir ibn al-Husayn dari Khurasan. Thahir adalah keturunan Mawla Persia. Pada saat terjadi perang saudara antara antara Khalifah al-Makmun dan al-Amin pada tahun 194H/810M, ia diangkat menjadi panglima tentara al-Makmun. Dalam peperangan tersebut ia dan anaknya Thalhah berhasil memenangkan peperangan, sehingga ia mendapat gelar dzu al-yaminain (ambidextrous: bertangan kanan dua).169

Walaupun Thahir telah berjasa dalam memerangi saudaranya, Khalifah al-Ma’mun tidak ingin memberi upah dalam bentuk wilayah di Khurasan. Hal itu berdasarkan keduanya dari Khurasan dan penduduk Khurasan menyukai keduanya, sehinnga menteri Ahmad bin Abi Khalid menjadi penengah dan menjadi jaminan kepada al-Ma’mun. Pada tahun 820 M Thahir diangkat oleh al-Makmun sebagai gubernur di kawasan Timur Baghdad dengan pusat kekuasaannya di Khurasan. Tahun 823M Thahir sudah mulai menghapus nama khalifah dari khutbah Jum'at. Tidak lama setelah itu Thahir meninggal dunia karena diracun.170 Sebagai penggantinya khalifah mengangkat putra Thahir. Thalhah karena tidak ada orang yang lebih tepat dari dia untuk jabatan itu.

Meski secara formal para penerus Thahir adalah pengikut khalifah mereka memperluas wilayah kekuasaannya hingga perbatasan India, dan memindahkan pusat pemerintahannya di Nisyapur. Ortodoksi Sunni mereka yang kuat serta dukungan mereka kepada pemilik tanah dan militer Iran dan Arab, menjamin mereka mendapatkan dukungan dari atas. Selain itu mereka juga memiliki reputasi sebagai pelindung kepentingan orang banyak, pendorong pertanian, pembangunan gedung pelindung penyair dan cendekiawan. Bersamaan waktunya dengan berkuasanya keturunan Thahiriyah di Khurasan. Anggota keluarga lain juga mengisi pos-pos penting panglima gorrison (pasukan yang berkedudukan tetap dalam suatu kota/Sahib Shurta) di Baghdad sampai abad kesepuluh.171

Di Khurasan, upaya-upaya politik dan militer utama Thahiriyah bertujuan mengendalikan da'i-da'i Syia'h di propinsi-propinsi Caspia, juga memerangi kekuasaan Shaffariyah di Sistan, Khurasan. Namun hal ini gagal karena penguasa terakhir Thahiriyah, Muhammad ibn Thahir II, berkemampuan rendah dibanding para pendahulunya. Pada tahun 259H/873M dia menyerahkan Nisyapur kepada Ya'qub ibn Liyts. Pada tahun 271H/885M ia ditunjuk kembali gubernur, tetapi ia tidak dapat menjalankan jabatan itu dengan baik dan ia meninggal pada awal abad ke sepuluh.

1.b. Kemajuan Peradaban Dinasti Thahiriyah

Dinasti Thahiriyah adalah dinasti pertama yang memisahkan diri dari Abbasiyah di wilayah timur. Jadi kemerdekaan mereka lebih kecil dari pada dinasti-dinasti sesudahnya, karena mereka yang membuka jalan. Setiap tahun mereka harus membayar pajak kepada orang-orang Abbasiyah. Pada tahun 221H mereka harus membayar sebanyak tiga puluh delapan juta (38.000.000) dirham dari hasil empat puluh delapan juta (48.000.000) diham.

Mereka mendekati dan berusaha untuk berlaku adil kepada masyarakat. meskipun sebenarnya mereka adalah orang-orang aristokrat yang memandang rendah masyarakat bawah. Mereka mendorong tumbuhnya ekonomi dan pertanian. Adapun madzhab yang berkembang pada saat itu adalah madzhab sunni dan membelanya.172

2.Dinasti Uqayliyah, sekitar tahun 380-489 H/990-1096 M di al-Jazair, Irak dan Surrah Utara.
2.a. Sejarah berdirinya Dinasti Uqailiyah
Uqayliyah berasal dari kelompok suku Badui Besar, Amir ibn Sha'sha'a, yang juga mencakup Khafaja dan Muntafiq di Irak bawah. Dengan runtuhnya dinasti Hamdaniyah di Mosul, secara otomatis kota tersebut beralih tangan ke Muhammad dari Uqayliyah. Setelah Muhammad meninggal, terjadi perebutan kekuasaan di antara putra-putranya yang akhirnya jatuh ke tangan Qirwasy Ibn Al-Muqallad. Qirwasy menguasai daerah Mosul dan kota-kota lain Uqayliyah, dan benteng-bentengnya di Al-Jazirah. Problem utama Qirwasy adalah, menjaga wilayah kekuasaannya agar tidak dikuasai Oghuz dari Persia Barat dan Irak, selama dasawarsa ketiga dan keempat dari abad dua belas. Hal ini mengharuskan dia bersekutu dengan penguasa-penguasa lain di Irak yang sama-sama terancam, yaitu Mazyadiyah Hilla.173

Di bawah Muslim Ibn Quraysy, wilayah kekuasaan Uqayliyah terbentang hampir sejak dari Baghdad sampai ke Aleppo. Sebagai seorang Syi'ah, Muslim cenderung mendukang Fatimiyah dalam menghadapi Saljuk. Tetapi ia bersekutu dengan Sultan Alp Arslan dan Sultan Malik Syah agar dapat mengamankan wilayah-wilayah di Midrasiyah di Suriah Utara.

Sikapnya yang kembali pada Fatimiyah, membuat tentara-tantara Saljuk datang ke Mosul memaksa Muslim melarikan diri ke Amid dan Aleppo. Hingga ia mati terbunuh ketika menghadapi pemberontak Saljuk, Sulayman Ibn Qutalmisy (tahun 487 H/1085 M).174 Di Mosul, Uqayliyah menjadi gubernur atas nama Saljuk sampai Tutusy menyingkirkan mereka, tetapi Uqayliyah lain tetap berada di Al-Jazirah sebagai penguasa (Lord) lokal, cabang di Raqa dan Qal 'at Ja'bar yang berlangsung sampai tahun 564 H/1169 M ketika Nuruddin Zangi mengambil alih dari tangan mereka.

2.b. Peradaban Dinasti Uqailiyah
Tampaknya Uqailiyah sama sekali bukanlah Dinasti Badui yang haus perang, tetapi telah memperkenalkan paling tidak beberapa hal penting dari pola baku pemerintahan Abbasiyah ke wilayah mereka, ada yang meriwayatkan bahwa Muslim Ibn Quraisyi menempatkan pejabat intelijen lokal (Shahib al-Kabar) di setiap dusun. Dalam masalah agama mereka menganut faham syi’ah hal ini pula yang menghantarkan mereka kedalam kehancuran akibat invansi yang dilakukan oleh saljuk sunni.175
3.Dinasti Sammaniyah (250-395H/874-999M) di Khurasan dan Transoxania.

3.a. Sejarah berdirinya Dinasti Sammaniyah

Keluarga Sammaniyah berasal dari Transoxania dan Persia, adalah keturunan Saman Khudah, seorang bangsawan penganut ajaran Zoreaster yang kemudian masuk Islam pada zaman Khalifah Hisam bin Abdul Malik. Ia berasal dari Balkh Afghanistan Utara.176 Pasa zaman Khalifah al-Ma’mun anak cucu saman ditempatkan di negara-negara belakang sungai (Samarkan, Fargana,Cechnya) dan Hurah. Namun pada saat itu ia dibawah kekuasaan Thahiriyah dan mendasarkan pemerintahannya pada mereka. Setelah pemerintahan al-Makmun pemerintahan menjadi kuat hingga mencapai Bukhara dan menjadikannya pusat pemerintahan.177

Pendiri dinasti ini adalah, Nashr Ibn Ahmad (874-892 M). Ayahnya Ahmad bin Asad adalah orang yang mempunyai pengaruh yang besar di negara Belakang Sungai semenjak tahun 204H. Pada tahun 263/875 Nashr diangkat oleh Khalifah al-Mu'tamid, menjadi gubernur di propinsi Transoxania dan bertanggung jawab atas wilayah itu dari serangan orang-orang Pangan Turki yang berdiam dan Stepa-Stepa. Namun ia berselisih dengan saudaranya Ismail yang kemudian berhasil mengalahkannya dan membiarkannya hinga mati dan menggantikan kekuasaannya. Ismail menampakkan kemampuan dan pengetahuannya yang tinggi dalam bernegara. Pada tahun 280H/893M Ismail Ibn Ahmad menyerang Qaluq di Stepa-Stepa di luar Syr Darya, dan menguasai Ibukota mereka, Talas. Pada tahun 287H/900M ia juga berhasil merebut Khurasan dari kekuasaan dinasti Saffariyah dan Thahiriyah178 Samaniyah lalu menjadi kekuatan terbesar di timur, Iran, dan berkuasa sampai ke Sistan, dan Afghanistan.

Ketika di bawah kepemimpinan Nashr II (Ibn Ahmad, 913-943 M) Sammaniyah yang awalnya sub gubernur di bawah kekuasaan Thahiriyah berhasil memperluas kerajaannya hingga batas-batas terjauh, di antaranya kawasan Sijistan, Karman, Jurjan, Rayy dan Tabaristan, selain Transoxania dan Khurasan tentunya. Kekuasaan Sammaniyah hampir mengungguli Baghdad. Ibukotanya Bukhara dan kota termukanya Samarkand menjadi pusat pendidikan dan seni dinasti ini. Tidak hanya keilmuan Arab yang berkembang, tetapi keilmuan Persia juga dilindungi dan dikembangkan. Pada masa itu pula Ilmuwan Muslim termasyhur al-Razi mempersembahkan karya utamanya di bidang kedokteran berjudul al-Masyhur kepada Pangeran Sammaniyah, Abu Shalih Mashur Ibn Ishaq dari Sijistan.179

Pada periode Nuh II (976-997 M) Ilmu pengetahuan berkembang pesat, Ibn Sina muda tinggal di Bukhara dan belajar sepuasnya di perpustakaan Istana, juga Firdausi menulis tentang epik kebangsaan Iran, Syah-nama. Bahkan Bal'ami, penasehat al-Manshur (961-976) menerjemahkan catatan sejarah karya al-Thabari at-Tarikh al-Kamil dan menulis prosa dalam bahasa Persia yang masih bertahan hingga sekarang.180 Juga Yusuf Al-Khawarizmi yang mengarang semacam Ensiklopedia Mafatih Al-'Ulm.

Pada pertengahan abad kesepuluh, Dinasti Sammaniyah mulai tidak stabil. Serangkaian revolusi istana memperlihatkan kelas militer dan kelas tuan tanah menentang kebijaksanaan sentralisasi administratif para Amir dan berupaya memegang kandali, pemberontakan-pemberontakan oleh budak Turki di Khurasan melepaskan otoritas langsung Bukhara, dan berangsur-angsur mereka kuasai. Padahal sebelumnya golongan merekalah yang sering diadili oleh penguasa Sammaniyah. Disebelah selatan Oxus pelan-pelan dikuasai oleh dinasti Ghaznawi. Pada dasawarsa terakhir abad ini dinasti Ghaznawiyah mengambil alih wilayah Sammaniyah. Ismail al-Muntashir, penguasa Dinasti Sammaniyah yang terakhir, terbunuh pada tahun 395 H/1005 M.



3.b. Kemajuan Peradaban Dinasti Sammaniyah

Orang-orang Saman menulis nama para khalifah di atas uang. Mereka memberikan kepada khalifah jizyah, pajak. Mereka berbaiat kepada khalifah dan menyatakan janji setia. Dari segi agama, politik mereka sama seperti orang-orang Thahir dan Shaffar, yaitu politik sunni. Mereka memerang Qaramithah dan membantu khalifah mengurus negara. Akan tetapi tidak bertahan lama hal ini dikarnakan mereka mendahulukan pemikiran dan tradisi Persia. Mereka menguatkan gerakan-gerakn Persia, bahkan ulama’ mereka ada yang mengeluarkan fatwa shalat boleh dilakukan dalam bahasa Persia. Orang-orang Samman adalah orang-orang yang membangun kemerdekaan Persia secara hakiki dari sudut tradisi dalam diri orang Persia.181



4.Dinasti Ghaznawiyah (336-582 H/977-1186 M)
4.a. Sejarah berdirinya Dinasti Ghaznawiyah
Salah satu budak Turki yang dikuasai dan dihargai oleh penguasa Sammaniyah adalah Alptigin. Ia memulai karirnya dari pengawal sampai menjadi kepala pengawal. Pada tahun 961M ia dipromosikan menjadi gubernur Khurasan. Tetapi penguasa Sammaniyah yang baru tidak menyukainya sehingga ia pergi ke daerah timur kerajaan. Di sini, pada tahun 962M dia merebut Ghazna dari tangan penguasa pribumi dan mendirikan sebuah kerajaan independen yang kemudian berkembang menjadi imperium Ghaznawi wilayah kekuasaan di Afghanistan dan Punjab (India Utara).182

Tetapi pendiri Dinasti Ghaznawiyah yang sesungguhnya adalah Subuktigin seorang budak dan menantu Alptigin (976-997M). Enam belas raja Ghaznawiyah yang kemudian menggantikannya adalah keturunan langsung darinya. Dia memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Pesyawar di India dan Khurasan di Persia.183

Dinasti Ghaznawiyah berkuasa lebih 200 tahun (366-586 H/977-1186 M), mengalami kejayaan di bawah kekuasaan putra Subuktigin, Mahmud (999-1030). Ibu kota negara di Ghazna berada di puncak sebuah bukit. Dari sini ia bisa memandang jelas seluruh dataran India Utara dan memudahkannya memantau melalui Lembah Kabul. Sehingga memberi posisi yang menguntungkan untuk melakukan serangkaian serangan ke Timur.

Antara tahun 1001-1024 ia telah melakukan 17 kali serangan ke India dan berhasil menduduki kawasan Punjab dan pusat kotanya Lahore dari penguasa Multan dan Sind. Dari sejumlah serangan itu ia berhasil membawa harta rampasan yang banyak dari kuil-kuil Hindu terkenal Somnath184, ia pun mendapatkan penghormatan, jadi teladan sekaligus pahlawan dari kalangan Islam ortodoks atas keberhasilannya melawan kaum kafir. Sehingga ia mendapat gelar al-Ghazi tahun 1001.185

Sepeninggal Mahmud, ia digantikan putranya Muhammad, akan tetapi ia ditentang oleh saudaranya Mas'ud yang didukung tentara. Mas'ud melanjutkan ekspedisi ayahnya ke India dan mencoba menyingkirkan dinasti Buwaini lebih jauh. Pada tahun 424 H/1035 M ia berhasil dengan mudah menakhlukkan Kirman. Kemajuan dinasti Ghaznawiyah berlangsung sebentar, karena Bani Saljuk mulai menyeberangi Oxus dan sedikit demi sedikit menduduki Khurasan. Pada tahun 1040 M dipadang Dandaqan, Mas'ud telah dikalahkan Bani Saljuk sehingga ia dibnuh dalam penjara. Sebagai penggantinya adalah putranya Maudud bin Mas'ud. Maudud berusaha selama bertahun-tahun untuk menahan kemajuan Bani Saljuk, tetapi sia-sia, bahkan Persia telah jatuh ke tangan Bani Saljuk, sampai ia meninggal di tahun 1048 M setelah jatuh sakit.186

Disaat dinasti Ghaznawiyah benar-benar lemah tampil Farrukhzad bin Mas'ud sebagai penguasa Ghaznawi. Ia berhasil mempertahankan Ghazna dari serangan Saljuk yang saat itu sedang menuju Baghdad dan Anatolin. Farrukhzad meninggal pada tahun 451/1059 M. Sepeninggal Farrukhzad dinasti Ghaznawiyah mulai menemui kehancuran karena tidak ditopang kuat oleh angkatan bersenjata. Dan tatkala tangan kuat yang mencengkeram pedang telah mundur, maka semuanya segera menemui kehancuran. Banyak wilayah timur yang memisahkan diri dan muncullah dinasti-dinasti Muslim independen di India, di utara dan barat ada dinasti Khan dari Turkistan dan Dinasti Saljuk dari Persia. Di bagian Tengah ada dinasti Ghurriyah yang tangguh dari Afghanistan. Dinasti ini memberontak pada tahun 1186 M dan berhasil menghancurkan pijakan Ghaznawi yang terakhir di Lahore.187



4.b.Kemajuan Peradaban Dinasti Ghaznawiyah
Dinasti Ghaznawiyah mengalami kejayaan dimasa pemerintahan Mahmud. Ia mempunyai reputasi yang besar sebagai penakluk orang kafir. Kemajuan di bidang ekonomi di dapat dari harta rampasan perang yang banyak yang di dapat dari kuil-kuil yang ditaklukkan. Sebagai seorang Sunni Mahmud sejak awal kejayaannya mengakui kekuasaan formal Khalifah al-Qadir (991-1031M) yang memberinya gelar Yamin Al-Dawlah (tangan kanan negara). Dalam mata uang logamnya Mahmud dan penerusnya cukup puas mencantumkan gelar amir (gubernur) atau sayyid (kepala) meskipun Mahmud adalah orang Islam pertama yang dijuluki Sultan. Wilayah kekuasaan terluasnya mencakup India Utara di Timur. Irak Persia di Barat. seluruh daerah Khurasan, Tarakistan, sebagian Transoxania di Utara dan Sijistan di Selatan.188

Mahmud yang menghiasi ibukota Ghaznah dengan bangunan-bangunan megah, mendirikan dan mendanai akademi yang besar menjadikannya istananya yang luas sebagai tempat peristirahatan para penyair dan ilmuwan, di antaranya adalah tokoh sejarah Arab al-Utbi (wafat-1036M). Imuwan dan penulis sejarah lokal terkemuka, Al-Biruni, dan penyair Persia yang termasyhur dengan karya eposnya yang terkenal Syah-nama: Firdawsi.189



  1. Keruntuhan Baghdad

ada beberapa faktor internal dan eksternal yang menjadi penyebab runtuhnya kota baghdad
5.a. faktor internal
Berakhirnya kekuasaan dinasti Seljuk atas Baghdad merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Para khalifah sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.190

Salah satu faktor kemunduran itu ialah Khalifah dan para pejabatnya yang hidup mewah karena harta kekayaan yang melimpah. Kondisi tersebut diperburuk dengan dominasi militer dari golongan budak Turki.191 Rekutmen, pelatihan, dan pengerahan pasukan budak secara sistematis selain memperkokoh kekuatan khalifah juga sebagai sumber kekacauan. Sebagai akibatnya, bebagai wilayah berdiri sendiri, menjauh dari khalifah dan mulai mengatur negaranya sendiri.

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.

Di samping kelemahan khalifah banyak faktor lain yang menyebabkan runtuhnya Khalifah Abbasiyah. Masing-masing faktor saling berkaitan antara satu sama lain, yaitu:



        1. Kurangnya koordinasi. Banyak peristiwa penakhlukan terdahulu yang tinggal nama karena desentralisasi dan pembagian wilayah yang dilakukan tergesa-gesa dan tidak usai. Lebih sekitar 820 wewenang tinggi terpusat di tangan khalifah sendiri. Sekitar 920 otoritas yang dipegang penerusnya telah sangat berkurang, bahkan khalifahpun hampir tidak punya otoritas sekalipun di ibukota kekhalifahan.192 Metode administrasi yang ditetapkan tidak kondusif bagi terciptanya stabilitas negara. Contoh: eksploitasi pajak berlebihan diberlakukan kepada seluruh rakyat, tak terkecuali.



        1. Persaingan antarbangsa. Garis perpecahan terjadi antara orang Arab dan non Arab, Muslim Arab dengan muslim baru, antara kaum muslim dengan kaum dzimmi, selain itu orang Persia-Iran, Turki dan Barbar hampir tidak pernah bersatu dengan orang Arab Semit. Selain Islam tidak ada kesadaran untuk menyatukan beragam elemen ini.193 Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Stryzewska, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya Nashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas Nashabiyah tradisional.



        1. Kemerosotan ekonomi. Kemerosotan ekonomi diakibatkan pendapatan negara yang berkurang, sementara pengeluaran meningkat. Penurunan ini disebabkan penyempitan wilayah, banyak terjadi kerusuhan, banyaknya dinasti independen yang tidak lagi membayar upeti. Sementara khalifah hidup dalam kemewahan dan banyak pejabat yang korupsi.194



        1. Konflik keagamaan.Kekecewaan orang Persia untuk menjadikan khalifah dan seluruh pejabatnya dari bangsa mereka tidak sepenuhya tercapai, akibatnya mereka memprogandakan ajaran-ajaran manuisme, zoreasterisme, mazdakisme (dikenal dengan gerakan Zindiq) gerakan ini berusaha mempengaruhi rakyat untuk masuk ke ajaran mereka. Selain itu juga terjadi konflik faham keagamaan antara syiah dan ahlussunnah, mu'tazilah dan salaf.195

Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran Syi'ah, sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein di Karbela dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan orang syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni. Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara muslim dan zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi'ah saja, tetapi juga antar aliran dalam Islam. Mu'tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid'ah oleh golongan salaf. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh Dinasti Abbasiyah (813-833 M.), dengan menjadikan mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861), aliran Mu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan salaf kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut Hanbali itu (salaf) terhadap Mu'tazilah yang rasional telah menyempitkan horizon intelektual. 196

5.b. Faktor Eksternal

Perang salib yang berlangsung beberapa periode di Palestina telah menelan banyak korban Muslim sehingga melemahkan kekuatan muslim.197

Selain itu serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam pada tahun 1253 yang dipimpin oleh Hulagu, cucu Jengis Khan bergerak dengan kekuatan besar untuk membasmi kelompok pembunuh (Hasyasyin) dan menyerang kekhalifahan. Hulagu megundang khalifah Al-Mu'tasim (1242-1258) untuk bekerjasama menghancurkan kelompok Hasyasyim Ismailiyah. Tetapi sampai pada bulan Januari 1258 Khalifah enggan memberikan jawaban. Akhirnya pada tanggal 10 Februari pasukan Hulagu memasuki Baghdad sepuluh hari kemudian seluruh keluarga khalifah dan mayoritas penduduk Baghdad di bantai.198 Baghdad di bumi hanguskan dan diratakan dengan tanah. Buku-buku dan kitab di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Tigris, sehingga berubah warnanya menjadi hitam.199


  1. Penutup

Demikianlah runtuhnya Imperium Abbasiyah yang berdiri kurang lebih selama lima abad(750/1258M). Pada saat itu Islam telah mengalami puncak peninggalan pemikiran yang tertuang dalam bentuk buku, karya tulis dan peradaban. Jika merujuk pada pemikiran dan penulisan, kita akan melihat bahwa Islam telah mencapai tingkat peradaban tertinggi di pada saat itu.

Berbagai faktor yang menyokong tegaknya Imperium Abbsiyah, yakni kalangan elite politik sekaligus yang menjadi penyebab kehancuran dan transformasi Imperium. Setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan runtuhnya Imperium Abbasiyah:



pertama: perekrutan tentara dari kalangan budak menjauhkan khalifah dari rakyatnya. Sementara pada masa awal-awal Imperium Abbasiyah bergantung pada dukungan militer rakyatnya, sedang pada saat-saat terakhir khalifah berusaha menguasai rakyatnya dengan pasukan militer asing, akibatnya banyak berdiri dinasti-dinasti kecil yang memisahkan diri dari kekuasaan khalifah.

Kedua: Gaya hidup khalifah yang suka berfoya-foya dan tidak mempunyai kebijakan yang tegas, juga para pejabat yang korup.

Ketiga: Melemahnya kondisi ekonomi, akibat dari terpisahnya beberapa wilayah dan diakhiri dengan serangan tentara mongol ke Baghdad telah meruntuhkan Imperium Abbasiyah beserta peradabannya.

BIBLIOGRAFI


Abdurrahman, Dudung. Sejarah Peradaban Islam: dari masa klasik hingga masa modern. Yogyakarta: Lesti. 2004.

Armstrong, Karen. Islam Sejarah Singkat. Terj. Fungky Kusnaedy Yogyakarta: Jendela. 2002.

Al-Isy, Yusuf. Dr. Dinasti Abbasiyah, Terj. Arif Munandar. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2007.

Bosworth, C. E. Dinasti-Dinasti Islam, Terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan. 1993.

Burhanuddin, Jajat. Senja Masa Keemasan, dalam ensiklopedi tematis dunia Islam. Akar dan awal, ed. Taufiq abdullah, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002.

Hitti, Philip, K. History of the Arabs. Terj. R. Cecep Lukman Yasin, dkk. Cet. I. Jakarta: Serambi. 2006

Lapidus, Ira M. A History of Islamic Societies, terj. Ghufran A. Mas'adi, Cet I. jakarta: PT. raja grafindo persada. 1997.

Mufrodi, Ali. Dr. Islam dikawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: logos. 1997.

Sou'yb,Joesoef. Sejarah Daulat Abbasiyah I Jakarta: Bulan Bintang. 1997.

Yatim, Badri, Dr. Sejarah Peradaban Islam. Cet 14 Jakarta: P.T Raja Grafindo persada. 2003.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Buthi, Muhammad Sa'i>d Ramad{a>n. Fiqh al-Si>rah al-Nabawiyah Ma' Muja>z li Ta>ri>kh al-Khulafa> al-Ra>shidah. Kairo: Da>r al-Sala>m, 1990

Khali>l, Ima>d al-Di>n. Dira>sah Fi al-Si>rah. Beirut: Mu'assasah al-Risa>lah, 1991

Mah{mu>d, Abd al-H{ali>m. Al-Rasul SAW wa Sunnatuh al-Shari>fah. Kairo: Mat{a>bi' al-Ami>n, 1974.

Al-Muba>rakfu>ri>, S{afi> al-Rah{ma>n. Al-Rah{i>q al-Makhtu>m; Bah{th fi al-Si>rah al-Nabawiyah. Beirut: Mu'assasah al-Risa>lah, 1999.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam; Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993.

Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam I. Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2003

Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam I. Jakarta: Kalam Mulia, 2001


        1. Yüklə 0,61 Mb.

          Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5   6   7   8   9   10




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin