Pusaka Madinah



Yüklə 5,93 Mb.
səhifə86/92
tarix27.10.2017
ölçüsü5,93 Mb.
#16453
1   ...   82   83   84   85   86   87   88   89   ...   92

XI. Aliran Mutazilah

Kata Mutazilah berasal dari kata itazala, artinya menyisihkan diri. Imam Hasan Al Basri (wafat 110 H) adalah seorang tabiin besar di Basrah yang mempunyai perguruan di Masjid Raya kota Basrah. Diantara murid-muridnya yang tergolong pandai adalah Washil bin Atho (wafat 131 H). Suatu hari Imam Hasan Al Basri menerangkan bahwa seorang muslim yang melakukan dosa besar, lalu ia meninggal sebelum bertaubat, menurut Imam Hasan Al Basri orang itu tetap muslim, hanya saja muslim yang durhakan dan nanti kelak di akhirat akan dimasukkan neraka sebagai hukum atas perbuatan dosanya sampai batas waktu tertentu. Setelah itu ia akan dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.

Washil bin Ato menyanggah pendapat gurunya tersebut dan mengemukakan pendapat yang berbeda. Ia berpendapat bahwa seorang muslim yang melakukan dosa besar dan meninggal sebelum ber-taubat termasuk fasik, tidak muslim dan tidak kafir. Di ahirat nanti akan berada pada suatu tempat antara surga dan neraka. Karena itu Washil memisahkan diri dari majelis gurunya dan membentuk halaqoh pengajian sendiri disalah satu sudut masjid Basrah. Washil bin Atho diikuti oleh salah seorang temannya yang setia yaitu Amr bin Ubaid (wafat 144 H). Terjadinya peristiwa tersebut merupakan awal timbulnya firqoh Mutazilah. Saat itu Khalifah Bani Umayyah yang sedang berkuasa adalah Hisyam bin Abdul Malik (101 125 H).

Pusat pergerakan Aliran Mutazilah :

1. Basrah, pada permulaan abad ke-2 Hijriah, dipimpin Washil bin Atho dan Amr bin Ubaid. Pada permulaan abad ke-3 Hijriah dipimpin oleh Abu Hudzail Al Allaf (w. 221 H), Ibrahim bin Sayyar An Naddham (w 221 H), Abu Basyar Al Marisi (w 218 H), Utsman Al Jahiz (w 255 H), Ibnu Al Muammar (w 210 H) dan Abu Ali Al Jubai (w 303 H).

2. Baghdad, dipimpin oleh Basyar bin Al Mutamar dibantu oleh Abu Musa Al Murdan, Ahmad bin Abi Dawud (w 240 H), Jafar bin Mubasysyar ( w 234 H) dan Jafar bin Harib Al Hamdani (w 235 H).

Ajaran-ajaran Mutazilah mendapat dukungan dari penguasa Bani Umayyah yaitu Khalifah Yazid bin Walid (125-126 H), sedangkan dari Bani Abbasyah : Al Mamun (198-218 H), Al-Mutashim (218-227 H), Al-Watsiq (227-232 H). Karena didukung penguasa faham-faham Mutazilah menjadi tersebar luas. Ulama-ulama Mutazilah yang terkenal, diantaranya :

1. Utsman Al Jahiz (w. 255 H) mengarang kitab Al Hiwan.

2. Syarif Radli (w. 406 H) mengarang kitab Majazul Quran.

3. Abdul Jabbar bin Ahmad, lebih dikenal dengan Qadli Qudlot, mengarang kitab Syarah Ushulil Khamsah.

4. Zamakhsyari (w. 528 H) mengarang kitab tafsir Al-Kasysyaf.

5. Ibnu Abil Haddad (w. 655 H) mengarang kitab Syarah Nahjul Balaghah.

Aliran Mutazilah banyak terpengaruh oleh unsur-unsur dari luar Islam. Mereka dikenal giat mempelajari kitab-kitab filsafat Yunani untuk mempertahankan pendapat-pendapatnya, terutama filasaf Platodan Aristoteles. Ilmu logika sangat menarik perhatian mereka, karena menunjang berfikir logis dan sistematis. Aliran Mutazilah dikenal lebih mengedepankan akal pikiran (rasio) dan liberal, baru sesudah itu merujuk pada nash-nash Al-Quran atau hadits.

Ciri khas lainnya dari kelompok Mutazilah adalah suka berdebat, terutama dihadapan umum. Mereka yakin dengan kemapuan logika dan akal pikiran mereka, kerena itu mereka suka berdebat dengan siapa saja yang berbeda pendapat dengan mereka.

Meskipun firqoh Mutazilah terpecah lagi menjadi 22 sekte, namun semuanya masih mempunyai lima prinsip ajaran yang mereka sepakati yaitu ushulil khamsah, yaitu :

1. Tauhid, bahwa Allah itu Esa. Mereka menolak sifat-sifat Allah, menetapkan sifat-sifat bagi Allah dianggap menodai ke Esa an Allah.

2. Keadilan Tuhan, menetapkan bahwa Allah itu adil memberi pahala bagi yang berbuat baik dan menyiksa yang berbuat dosa, mendukung faham kehendak bebas (Qadariah) dan menolak paham Jabariyah.

3. Janji dan Ancaman, Mereka berpendapat karena Allah itu Maha Adil, maka mereka mewajibkan bagi Allah memberi pahala dan surga bagi yang berbuat baik dan menyiksa dalam neraka bagi yang berbuat jahat. Kalau hal itu tidak dipenuhi maka Allah dinilai tidak adil.

4. Manzilah baina Manzilatain (tempat diantara dua tempat), seorang muslim yang melakukan dosa besar maka menjadi fasik yaitu diantara muslim dan kafir. Bila sampai meninggal belum bertaubat, mereka berpendapat orang tersebut akan berada pada suatu tempat diantara surga dan neraka.

5. Amar maruh nahi munkar, mereka dikenal gigih memberantas pemikiran-pemikiran sesat aliran kebatinan dan yang tidak rasional. Bahkan sampai kepada hal-hal yang melampaui batas yaitu ketika mereka dengan dukungan penguasa Bani Abbas mempropagandakan kemahklukan Al-Quran.



Peristiwa Mihnah

Pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, salah seorang ulama Mutazilah bernama Basyar Al Marisy melontarkan pendapat bahwa Al-Quran adalah makhluk. Pada waktu itu Khalifah Harun Al-Rasyid mengancam orang-orang yang berpendapat seperti itu dengan hukuman yang berat. Bahkah Khalifah Harun Al-Rasyid pernah berkata : Jika Allah SWT memberiku umur panjang, bila aku berjumpa dengan Basyar, niscaya akan aku bunuh dia dengan pembunuhan yang belum pernah aku jatuhkan kepada orang lain.

Maka Basyar Al Marisy pun ketakutan dan menyembunyikan diri dalam waktu sekitar 20 tahun, hingga Khalifah Harun Al-Rasyid meninggal. Sepeninggal Khalifah Harun Al-Rasyid, barulah Basyar keluar menampakkan diri dan menyebarkan fahamnya ditengah masyarakat ramai. Maka ajaran ini menjadi buah bibir dan pembicaraan yang ramai ditengah masarakat, namun Khalifah Al-Amin pengganti ayahnya Harun Al-Rasyid masih bisa mengatasinya dan memberikan ancaman dan hukuman berat kepada orang-orang yang mengatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk.

Ketika pemerintahan berada pada Khalifah Al-Mamun (saudara Al-Amin), orang-orang Mutazilah mendapat hati disisi Khalifah dan mereka berhasil mempengaruhi Khalifah Al-Mamun dan mendukung faham bahwa Al-Quran adalah makhluk.

Khalifah Al-Mamun (198-218 H) dikenal penganut dan pendukung utama aliran rasionalis Mutazilah. Atas usulan menterinya yang menjabat sebagai Qadhi Qudhat bernama Ahmad bin Abi Daud yang juga pentolah aliran Mutazilah. Pada tahun 215 H Khalifah Al-Mamun yang sedang berada di Tharsus memerintahkan pejabatnya di Baghdad yang bernama Ishaq bin Ibrahim yang juga seorang penganut Mutazilah untuk memprogandakan ajaran Al-Quran adalah Makhluk dan memaksakan faham itu kepada seluruh rakyat dan para ulama.

Menurut kitab Tarikh At-Thabari, dalam suratnya kepada Ishaq bin Ibrahim, Al-Mamun menuliskan :



Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahaminya. (QS Az-Zukhruf : 3)

Semua orang tahu bahwa apa pun yang Allah jadikan adalah merupakan coptaan-Nya dengan demikian dia (Al-Quran) adalah makhluk. Sedangkan Allah berfirman :



Dan Dia jadikan kegelapan dan cahaya. (QS Thaha : 99)

dan firman-Nya :



Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu. (QS Thaha : 99).

Dalam dua ayat ini Allah memberitahukan bahwa Dia mengisahkan beberapa kisah yang terjadi setelah Dia ciptakan. Allah jug berfirman :



(Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci. (QS Hud : 1)

Allah telah menyusun kitab-Nya dengan rapi dan menjelaskannya. Dengan demikian jelas Dia adalah pencipta Al-Quran, maka yang diciptakan berarti makhluk.

(perhatikan betapa rasionalnya cara pemikiran kaum Mutazilah)

Hampir semua ulama besar dipanggil ke Baghdad untuk diuji apakah mereka sependapat dengan faham mereka. Bila tidak sependapat para ulama itu dipaksa bahkan disiksa. Akhirnya sebagian besar ulama banyak yang dengan terpaksa pura pura mengikuti pendapat mereka karena takut dibunuh.

Salah satu ulama yang diinterogasi adalah Imam Ahmad bin Hanbal, beliau satu-satunya yang tidak mau mengatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk. Berikut ini tanya jawab antara Ishaq bin Ibrahim dengan Imam Ahmad bin Hanbal :

Ishaq bin Ibrahim : Bagaimana pendapatmu tentang Al-Quran ?

Ahmad bin Hanbal : Al-Quran adalah Kalamullah.

Ishaq bin Ibrahim : Apakah ia makhluk ?

Ahmad bin Hanbal : Ia Kalamullah aku tidak menambahi yang lebih dari itu.

Ishaq bin Ibrahim : Apakah arti bahwa Allah itu Maha Mendengar dan Maha Melihat ?

Ahmad bin Hanbal : Itu seperti apa yang Dia sifatkan kepada diri-Nya.

Ishaq bin Ibrahim : Apa maksudnya ?

Ahmad bin Hanbal : Aku tidak tahu, Dia seperti apa yang Dia sifatkan bagi diri-Nya.

Karena pendiriannya itu Imam Ahmad bin Hanbal dipenjara dan dihukum cambuk dan aneka perlakuan kasar lainnya. Salah seorang sahabatnya yang bernama Abu Bakar Al Mawarzi, ketika menjenguknya berusaha membujuk dan menasehati beliau : Ahmad, mereka memukuli anda, padahal Allah telah berfirman : Janganlah kamu menjatuhkan dirimu dalam kebinasaan. Maka Imam Ahmad bin Hanbal berkata, Silahkan nada keluar dari sini, dan lihatlah yang diluar sana. Maka Abu Bakar Al Mawarzi pun melihat keluar dilihatnya banyak orang berkerumun diserambi istana Khalifah membawa kertas dan pena. Abu Bakar Al Mawarzi pun bertanya, Untuk apa kalian membawa kertas dan pena ? Orang-orang itu menjawab, Kami menunggu dan akan menuliskan apa yang diucapkan Imam Ahmad bin Hanbal. Abu Bakar Al Mawarzi kembali lagi dan menceritakan hal itu kepada Imam Ahmad bin Hanbal, kemudian Imam Ahmad berkata : Wahai Mawarzi apakah aku akan menyesatkan mereka semua ?, aku yakin tidak. Biarlah aku mati, asalkan aku tidak menyesatkan orang-orang itu. Abu Bakar Al Mawarzi lalu berguman : Ia mengorbankan dirinya karena Allah.

Nyaris saja Imam Ahmad bin Hanbal akan dibunuh, kalau saja tidak datang khabar dari Tharsus bahwa Khalifah Al-Mamun telah meninggal secara mendadak.

Sepeninggal Al-Mamun faham Al-Quran adalah makhluk masih dilanjutkan oleh Khalifah penggantinya yaitu Al-Mutashim dan Al-Watsiq. Propaganda itu baru berhenti setelah ada peristiwa Al-Watsiq menginterogasi seorang ulama bernama Abu Abdurrahman Abdullah bin Muhammad Adzrami (guru Imam Abu Dawud dan Imam An-Nasai) yang juga dihadiri oleh tokok-tokoh ulama Mutazilah

Al-Watsiq bertanya kepada para tokoh Mutazilah : Beritahukan kepada saya tentang seruan kalian kepada manusia itu maksudnya tentang kemakhlukan Al-Quran- apakah Rasulullah mengetahuinya, namun dia tidak menyerukannya kepada manusia, atau beliau sama sekali tidak mengetahuinya ?

Seorang ulama Mutazilah, berkata : Rasulullah pasti tahu tentang itu.

Abu Abdurrahman Abdullah bin Muhammad Adzrami yang dalam keadaan diborgol, berkata : Rasulullah mampu bersabar tidak menyeru manusia kepada apa yang diketahuinya, sedangkan kalian tidak mampu.

Mendengar jawaban yang diplomatis dan cerdik itu Al-Watsiq kagum bercampur geli dan akhirnya menghentikan propaganda tentang kemakhlukan Al-Quran.

Disamping lima prinsip dasar (ushulil khomsah) dan Al-Quran adalah makhluk, ada beberapa ajaran-ajaran mereka yang lain, diantaranya :

a. Menolak memberikan sifat kepada Allah (Maha Mendengar, Maha Melihat, dsb) karena hal itu dianggap menodai ke Esa-an Allah.

b. Baik dan buruk itu berdasarkan akal.

c. Orang yang berdosa besar akan kekal dalam neraka

d. Perbuatan manusia itu usaha bebas sendiri.

e. Allah tidak bisa dilihat walaupun di Akhirat kelak.

f. Surga dan neraka tidak kekal.

g. Alam semesta itu qadim.



XII. Aliran Shifatiyyah

Aliran Shifatiyyah adalah faham yang menerima adanya sifat-sifat Allah yang dikhabarkan dalam nash Al-Quran dan Hadits (sifat khabariyah). Aliran ini bertentangan dengan faham Mutazilah yang menolak memberikan sifat khabariah bagi Allah. Aliran Shifatiyyah dibagi menjadi empat sekte, yaitu :

1. Musyabbihah / Mujasimah (Anthropomorpisme), yaitu memegangi sifat khabariyah tentang tasybih dan tajsim berdasarkan makna literalnya. Syiah Bayaniah, pengikut Bayan bin Saman menyatakan bahwa Tuhan tercipta dari cahaya yang berbentuk tubuh sebagaimana manusia dan semuanya akan hancur terkecuali wajah nya saja. Syiah Mughiyitah pimpinan Al-Mughirah bin Said mengatakan Tuhan itu laki-laki, berjisim (bertubuh) dari cahaya, diatas kepalanya ada mahkota yang juga dari cahaya, memiliki jantung yang memancarkan ilmu-ilmu hikmah

2. Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

a. Asyariyah, pengikut Imam Abu Hasan Al-Asyari.

b. Maturidiyah, pengikut Imam Abu Manshur Al-Maturidi.

Imam Muhammad As Zabidi dalam kitab Ittikaf Sadatul Muttaqin, Juz II halaman 6 menyatakan :

Bila dinyatakan Ahlus Sunnah wal Jamaah, maka maksudnya adalah aliran Asyariyah dan Maturidiyah

3. Aliran Khalaf (mutakallimin), yaitu sebagian ulama setelah abad ke-3 Hijriah yang mentawilkan ayat-ayat tasybih dan tajsim yang ada qarinah itu lafazh majazi yang masih memungkinkan untuk di tawilkan dari makna hakikatnya, guna menghindari penyerupaan Allah dengan makhluknya.

Contohnya :

a. Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah, tangan Allah diatas tangan mereka. (QS Al-Fath : 10)

Ulama khalaf menafsirkan kata tangan Allah dengan kekuatan, kekuasaan dan keridloan Allah.

b. Dan buatlah perahu dengan mata Kami dan wahyu kami. (QS Hud : 37).

Kata mata Kami ditafsirkan dengan pengawasan Kami.

c. Tuhan yang Rahman bersemayam diatas Arsy. (Q Thaha : 5)

Kata bersemayam ditafsirkan dengan berkuasa.

d. Dan datanglah Tuhanmu, sedang para Malaikat berbaris-baris (QS Al Fajr : 22).

Kata datang Tuhanmu ditafsirkan datang perintah Tuhanmu.

e. Aduhai, sesalanku atas kelalaianku dalam mengurus sisi rusuk Tuhanku. (QS Az Zumar : 56)

Kata sisi rusuk Tuhanku ditafsirkan dengan menunaikan kewajiban tuhan.

f. Segala yang didunia akan lenyap binasa, dan yang akan kekal hanyalah wajah Tuhanmu. (QS Ar Rahman : 26)

Kata wajah ditafsirkan dengan dzat Tuhan.

g. Dan Dia (Allah) bersama kamu dimana saja kamu berada. (QS AL-Hadid : 4)

Kata bersama kamu ditafsirkan dengan melihat, mengetahui, mendengar dan memantau

h. Adakah kamu merasa ama terhadap (Tuhan) yang dilangit itu, bahwa kamu akan ditenggelamkan kedalam bumi, yang ketika itu berguncang keras ? (QS Al Mulk : 16)

Kata di langit ditafsirkan diketinggian (kemulyaan) dzatNya dan langit kekuasaannya.

i. Hadits Riwayat Bukhari :



Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda : Tuhan kita, tiap-tiap malam turun kelangit dunia pada ketika tinggal sepertiga malam yang terakhir, lalu Dia berkata : Siapakah yang akan berdoa maka Aku kabulkan, siapakah yang meminta maka akan Aku beri, siapakah yang mohon ampunan, maka Aku ampuni.

Kata turun ditafsirkan dilimpahkan Rahmat Allah.

j. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim :

Kepada neraka jahanam selalu dilemparkan sesuatu, dan ia selalu bertanya : Adakah tambahannya ? sampai tuhan meletakkan tumit-Nya dalam neraka jahanam itu, sehingga berhimpit isi neraka itu yang satu dengan yang lainnya, lalu jahanam berkata : Cukuplah, cukup.

Kata qadamahu tidak ditafsirkan tumit Allah tapi semua orang-orang penghuni neraka.

k. Hadits riwayat Muslim :

Bahwasanya hati anak Adam seluruhnya terletak diantara dua anak jari Tuhan yang Rahman.

Kata diantara anak jari ditafsirkan anatara sifat Qudrat dan Iradat Allah.

l. Hadits riwayat Muslim:

Tuhan menjadikan Adam atas rupa (citra) Nya.

Kata rupa ditafsirkan dengan kehendak Nya.

m. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim

Barangsiapa bersedekah setimbang kurma hasil pencarian yang halal niscaya Tuhan menerima sedekah itu dengan tangan kanan-Nya.

Kata tangan kanan-Nya ditafsirkan dengan keridloan-Nya.

4. Aliran Salaf, yaitu mengimani semua nash Al-Quran dan Hadits yang mengandung tasybih, tajsim dan sifat khabariyah Allah tetapi tanpa mau membahas mendetail dan tidak mau memberikan tawilnya. Ulama-ulama yang beraliran seperti ini antara lain : Imam Malik bin Anas, Muqatil bin Sulaiman, Sufyan Tsauri, Dawud bin Ali Al-Ashafani, Harits bin Asad Al Muhasibi. Diantara perkataan aliran salaf :

Kami beriman dengan segala apa yang diberitakan didalam Kitab dan Sunnah, dan kami tidak mencoba menafsirkannya, mengetahui dengan yakin bahwa Allah tidak seupa dengan makhluk apa pun dan bahwa semua pencitraan yang kami katakan mengenai Dia, berdasarkan yang diciptakan sendiri oleh-Nya dan berasal dari diri-Nya.



XIII. Aliran Ahlussunnah wal Jamaah

A. Asyariyah

Aliran ini disandarkan kepada perumusnya yaitu Imam Abu Hasan Al-Asyari (260-324 H). Mula-mula beliau berguru kepada tokoh Mutazilah bernama Abu Ali Al Jubai yang juga merupakan bapak tirinya. Beliau pun juga dikenal sebagai penganut faham Mutazilah yang utama. Imam Abu Hasan Al-Asyari juga sering diminta menggantikan mengajar di majelis pengajian gurunya Al-jubai. Namun seiring perjalanan waktu, dikemudian hari beliau merasa ketidakcocokan dengan aliran Mutazilah. Hal itu mencapai puncaknya setelah terjadi diskusi-perdebatan antara Imam Asyari dengan gurunya Al-Jubai ;

Asyari : Bagaimana menurut pendapat anda tentang tiga orang yang meninggal dalam keadaan berlainan : mukmin, kafir dan anak kecil.

Al Jubai : Orang mukmin masuk surga, orang kafir masuk neraka dan anak kecil selamat dari neraka.

Asyari : Apabila anak kecil itu ingin masuk surga, apakah mungkin ?

Al Jubai : Tidak mungkin, bahkan dikatakan kepadanya bahwa surga itu dapat dicapai dengan taat kepada Allah, sedangkan engkau (anak kecil) belum beramal seperti itu.

Asyari : Seandainya anak kecil itu berkata : memang aku belum beramal. Seandainya aku dihidupkan sampai dewasa, tentu aku akan beramal seperti amalnya orang mukmin.

Al Jubai : Allah akan menjawab : Aku mengetahui bahwa seandainya engkau sampai umur dewasa niscaya engkau bermaksiat dan engkau akan masuk neraka. Karena itu Aku sengaja mematikanmu sebelum engkau dewasa.

Asyari : Seandainya orang kafir itu bertanya kepada Allah : Engkau telah mengetahui keadaanku sebagaimana mengetahui keadaan si anak kecil, mengapa Engkau tidak menjaga kemaslahatanku dan mematikan aku selagi masih kecil ?

(maka Al Jubai terdiam, tidak mampu menjawab)

Beberapa waktu lamanya ia merenungkan dan mempertimbangkan antara ajaran-ajaran Mutazilah dan faham ahli fiqih-Hadits. Ketika mencapai umur 40 tahun, Imam Abu Hasan Al-Asyari mengurung diri dirumahnya selama 15 hari untuk memikirkan hal tersebut. Pada hari jumat, dia naik mimbar Masjid Basrah, menyatakan secara resmi keluar dari aliran Mutazilah dengan berpidato :

Wahai sekalian manusia, barang siapa mengenalku sungguh dia telah mengenalku. Barangsiapa belum mengenalku, maka aku mengenalnya sendiri. Aku adalah fulan bin fulan, dahulu aku berpendapat bahwa Al-Quran adalah makhluk; bahwa sesungguhnya Allah tidak melihat dengan mata; bahwa perbuatan-perbuatan jelek aku sendiri yang memperbuatnya. Aku bertaubat dan menolak faham-faham Mutazilah dan keluar daripadanya.

Imam Abu Hasan Al Asyari setelah keluar dari Mutazilah beliau merumuskan ajaran-ajarannya kembali berdasarkan manhaj salafus saleh, beliau mengikuti pendapat imam Malik bin Anas dan Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau merumuskan ajarannya berada ditengah-tengah antara kaum Mutazilah yang rasionalis-liberalis dengan kaum Anthropomorpis-literalis.

Beliau kembali ke manhaj salaf dengan mendasarkan kepada nash Al-Quran dan Hadits, tetapi menerangkannya dengan menggunakan metode scholastis yang rasional sebatas memperkuat dan menjelaskan pemahaman nash. Ternyata perumusan ajaran-ajaran beliau diterima oleh mayoritas umat Islam.

Imam Abu Hasan Asyari pernah mengatakan :



Sesungguhnya banyak pengikut aliran Mutazilah dan Qadariyah yang menuruti hawa nafsu mereka untuk bertaqlid pada pimpinan-pimpinan mereka dan orang-orang yang mendahului mereka, sehingga mereka mentakwilkan Al-Quran menurut pendapat mereka sendiri, degan suatu tawilan dimana Allah tidak menurunkan padanya suatu kekuasaan dan tidak menjelaskan padanya suatu bukti dan merekapun tidak menukilkan dari Rasul, begitu pula tidak dari orang-orang salaf terdahulu.

Seorang Ulama dan peneliti asal Mesir, Dr. Muhammad Abu Zahrah menuliskan metodologi dan pemikiran Imam Hasan Asyari sebagai berikut :

1. Menempatkan Al-Quran dan hadits sebagai sumber inspirasi akidah dan sebagai bahan argumentasi atas segala macam bantahan yang datang. Maka dapat diartikan, bahwa AL-Quran maupun Hadits sebagai dasar metodologi berhujjah Ahlus Sunnah wal Jamaah (Asyariyah).

2. Meletakkan tekstual nash (Dhawahur An Nushus) yang masih mungkin membutuhkan interpretasi dan masuk dalam kategori tasybih, tanpa harus dipaksakan masuk dalam tasybih secara murni. Dalam hal ini mempunyai dampak atau konsekuensi logis, bahwa ia tidak bisa lepas dari sebuah pemahaman kalau Allah mempunyai wajah, akan tetapi sangat berbeda dengan wajah semua mahkluk-Nya. Demikian pula mempunyai tangan yang tidak sama dengan tangan makhluk-nya.

3. Memperbolehkan berhujjah dalam hal akidah, meskipun bersumber dari hadits-hadits ahad. Sebagai bukti, bahwa sebenarnya hadits ahad pun sah-sah saja sebagai pedoman. Secara tegas ia menjelaskan, betapa banyak hadits-hadits ahad yang dijadikan rujuan akidah (tentunya hadits ahad yang sahih).

Imam Abu Hasan Asyari telah menulis sekitar 300 judul kitab dalam berbagai bidang ilmu. Diantara kitabnya yang terkenal adalah Al Ibanah An Ushul Ad Dinayah, sebuah kitab besar tentang Ushuludin, akidah Ahlus Sunnah wal Jamaa, Maqalatul Islamiyyin dan Al-Luma. .

Orang-orang yang mengaku pengikut Imam Ahmad bin Hanbal (kaum Hanbaliyin) yang juga kadang disebut kaum salaf tetap mencurigai beliau, karena beliau sebelumnya dikenal sebagai penganut Mutazilah disamping karena Imam Asyari menggunakan metode scholastik yang dianggap masih berbau Mutazilah dan bermazhab Syafii. Akibatnya orang-orang Hanbaliyin-Salafiyin menentangnya dan mengkafirkannya bahkan menghalalkan darah orang-orang yang mendukung ajarannya.

Penentangan orang-orang Hanbaliyin-Salafiyin terhadap faham Asyariyah, bisa diruntut sebagai berikut :

a. Sepeninggal Khalifah Al-Watsiq, tampuk kekuasaan ada ditangan Khalifah Al-Mutawakkil (205-247 H). Khalifah Al-Mutawakkil tidak mendukung faham Mutazilah, beliau kembali melarang ajaran tentang kemakhlukan Al-Quran bahkan beliau melakukan pembersihan terhadap ulama-ulama Mutazilah yang dulu mempropagandakan bahwa Al-Quran adalah makhluk. Beliau sangat menghoramati dan mendukung ajaran-ajaran Imam Ahmad bin Hanbal.

b. Sejak masa pemerintahan Khalifah Al-Mutawakkil, banyak menteri yang diangkat dari kalangan Hanbaliyin, pengikut Imam Ahmad bin Hanbal. Jadi lingkungan istana didominasi oleh ulama-ulama Hanbaliyin.

c. Ajaran-ajaran Imam Abu Hasan Asyari yang eks Mutazilah dan bermazhab Syafii yang merumuskan kembali manhaj salafus-saleh berdasarkan nash Al-Quran dan Hadits tetapi dengan metode scholastik, kenyataannya menarik perhatian dan diterima oleh banyak orang. Hal ini tidak disukai dan dicurigai oleh kaum Hanbaliyin-Salafiyin yang merasa lebih salaf dari dulunya. Popularitas ajaran Asyariyah yang bermazhab Syafiiyah dikhawatirkan mengurangi pengaruh kaum Hanbaliyin-Salafiyin dilingkungan istana Khalifah.

d. Salah seorang menteri pada masa Khalifah Al-Qaim Biamrillah (391-467 H) yang bernama Amid al Mulk sampai-sampai mengeluarkan praturan-peraturan yang mendiskreditkan orang-orang penganut Asyariyah.

Disatu pihak orang-orang Hanbaliyin-Salafiyin yang menentang ajaran Asyariyah, di pihak lain banyak ulama-ulama besar Syafiiyah yang mendukung ajaran-ajaran Imam Abu Hasan Asyari, diantaranya :

1. Abu Bakar bin Tayyib Al Baqillany (wafat 403 H). Beliau lahir dikota Basrah. Kitab karangannya yang terkenal adalah At Tahmid, artinya pendahuluan, Kitab At Tahmid ini perlu dipelajari sebelum seseorang memasuki Ilmu Kalam, berisi antara lain tentang atom (jauhar fard), sifat (ardl) dan cara pembuktian.

2. Abu Maaly bin Abdillah Al Juwainy (419-478 H), lahir di Nisabur kemudian berpindah ke Baghdad, Beliau mengikuti ajaran Imam Asyari dan Al Baqillany. Imam Al juwainy sempat menjadi sasaran amarah orang-orang Hanbaliyin-Salafiyin karena mengikuti ajaran Asyariyah yang dianggap terlalu memberi porsi kepada akal. Karena peristiwa itu, terpaksa beliau meninggalkan Baghdad dan bermukim di Mekkah dan Madinah untuk memberi pelajaran. Karena itu beliau digelari Imam Haramain (imam dua tanah suci). Beliau mengarang beberapa kitab, diantaranya kitab Qowaidlu Aqaidu Ahli Sunnah wal Jamaah yaitu Prinsip-Prinsip Akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah berdasarkan perumusan Imam Abu Hasan Asyari. Dari sinilah selanjutnya aliran Asyariyah menjadi populer, diterima oleh mayoritas umat Islam dan disebut dengan aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah sampai sekarang.

3. Imam Syarastani (479-574 H) lahir di Khurasan, pengarang kitab Al Milal wa An Nihal kitab terbaik tentang firqoh-firqoh dalam theologi Islam yang sangat terkenal.

4. Imam Abu Hamid Al Ghazali (450-505 H), murid Imam Al-Juwainy. Menguasai hampir semua ilmu keislaman temasuk filsafat, digelari Hujjatul Islam pengarang kitab IHYA ULUMIDDIN yang sangat terkenal. Kitab Ihya ini berisi uraian yang panjang lebar tentang fiqih, akhlak dan penyucian jiwa (tasawuf) tanpa memasuki area ittihad dan hulul. Kitab Ihya ini berhasil mengkompromikan dan meredam polemik perselisihan antara ahli tasawuf dan ahli syariat.

5. Imam Fahruddin Ar Razi (lahir 543 H) di Persia. Banyak menulis kitab-kitab tentang ilmu kalam, Fiqih, Tafsir dan lain-lain.

6. Imam As Sanusi (833-895 H), lahir di Tilimsan Aljazair. Mengarang kitab Aqidah Ahli Tauhid tentang pandangan tauhid Ahlus Sunnah wal Jamaah dan kitab Ummul Barahin berisi sifat-sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah dan RasulNya, isinya praktis sangat populer di pesantren-pesantren di Indonesia.

B. Maturidiyah

Aliran ini disandarkan kepada perumusnya yaitu Imam Abu Manshur Al-Maturidy (wafat 333 H). Lahir di kota Maturid Samarkand. Hidup hampir sejaman dengan Imam Abu Hasan Asyari, hanya saja kota tempat tinggalnya berbeda. Imam Maturidy bermazhab Hanafy, maka tidak heran kebanyakan pengikutnya adalah orang-orang pengikut mazhab Abu Hanifah, sedangkan Imam Asyari bermazhab Syafii.

Secara umum pemikiran dan ajarannya tidak jauh berbeda dengan Imam Abu Hasan Asyari. Banyak segi persamaannya, hanya sekitar 10 masalah saja yang berbeda, antara lain : masalah takdir. Asyari lebih dekat kepada Jabariyah, sedangkan Maturidy lebih dekat kepada Qadariyah. Persamaannya keduanya sama-sama menentang Mutazilah dan membela faham salafus saleh berdasarkan nash Al-Quran dan Hadits.

Perbedaan lain, Asyari berpendapat bahwa marifat kepada Allah berdasarkan tuntutan syara, sedangkan Maturidy berpendapat hal itu diwajibkan oleh akal. Menurut Asyari sesuatu itu baik atau buruk menurut syara, sedangkan menurut Maturidy sesuatu itu sendiri mempunyai sifat baik dan buruk.

Al Maturidy menaruh porsi akal lebih banyak dalam hal marifat kepada Allah dan penentuan apakah sesuatu itu baik dan buruk. Tetapi juga disadari bahwa akal semata-mata belum cukup untuk mengetahui hukum-hukum takifiah. Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Abu Hanifah.

Berbeda halnya dengan Asyari yang kitab-kitab karangannya mudah didapatkan sampai sekarang, seperti Maqalatul Islamiyyin, Al Ibanah dan Al Luma, maka kita kesulitan mendapatkan kitab Maturidiyah. Yang jelas beliau bermazhab Hanafi. Pandangan-pandangan tauhidnya berasal dari pendapat Imam Abu Hanifah.



Jadi Asyariyah dan Maturidiyah, keduanya sama-sama kembali ke manhaj Salafus Saleh, (mengikuti faham Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal) mendasarkan pada nash Al-Quran dan Hadits, beriman kepada semua ayat-ayat mutasyabih dan sifat khabariyah tanpa terlalu jauh mentawilkannya. Keduanya sama-sama menentang aliran Mutazilah yang ultra rasionalis-liberalis dan keduanya juga menentang aliran Musyabbihah-Mujasimah yang ultra tekstualis-literalis sehingga jatuh pada anthropomorpisme (menyerupakan Allah dengan keadaan makhluk, seperti mempunyai anggota tubuh (jism), duduk, datang, melempar dsb).

XIV. Aliran Salaf (Hanbaliyah)

Kalau yang dimaksud aliran salaf dalam masalah akidah dan theologi adalah mengikuti manhaj salafus saleh (faham Imam Malik, Ahmad bin Hanbal), maka sebenarnya aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aysariyah dan Maturidiyah) juga mengikuti manhaj salaf tersebut. Maka bisa dikatakan dalam theologi : aliran Salafiyah-Asyariyah dan Salafiyah-Maturidiyah.

Namun pada kenyataannya, karena sebagian orang-orang penganut mazhab fiqih Hanbali masih mencurigai aliran Asyariyah (bermazhab Syafii dalam fiqih) dan Maturidiyah (bermazhab Hanafi dalam fiqih) mereka tetap menentang kedua aliran tersebut. Jadi yang dimaksud aliran salaf dalam pembahasan sekarang ini adalah aliran salaf pengikut mazhab Hanbali dalam fikih atau aliran Salafiyah-Hanbaliyah.

Istilah aliran Salaf, sering dinisbatkan kepada para pengikut Ibnu Taimiyah (661-728 H) yang juga bermazhab Hanbali dalam fiqih. Disamping itu dimasa sekarang ini telah marak gerakan (harokah) dakwah yang menamakan diri SALAFI sehingga seakan-akan aliran Salafi ini aliran tersendiri yang berbeda dengan aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah, padahal kalau dalam theologi sebenarnya alirannya sama dengan aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah (Asyariyah / Maturudiyah). Selanjutnya yang dimaksud istilah aliran / kaum salaf dalam pembahasan disini adalah kaum Salafi Hanbaliyah.

Aliran salaf ini mengalami perkembangan, pergeseran dan metamorfosa dalam 9 periode waktu yang diwakili oleh pemikiran tokoh-tokoh utamanya pada masing-masing periode, yaitu :

1. Periode Generasi Sahabat Nabi.

Pada periode ini belum muncul yang namanya Aliran Salaf karena secara umum tiga generasi awal ini memiliki manhaj dan karakteristik yang masih original sesuai dengan masa kenabian, terutama dalam bidang akidah dan teologi (ilmu kalam).

2. Periode Imam Malik Bin Anas (91 H 167 H)

Pada periode ini mulai muncul orang-orang yang menanyakan tentang ayat Al-Quran yang tasybih, yaitu perbuatan Allah yang mirip dengan perbuatan mahkluk.

Suatu hari ada orang yang menanyakan kepada Imam Malik : Bagaimana Allah ber-Istiwa (bersemayam) diatas Arsy ?

Imam Malik menjawab : maksud istiwa(bersemayam) telah kita ketahui, namun mengenai bagaimana caranya kita tidak mengetahuinya. Iman kepadanya adalah wajib dan menanyakan bagaimana caranya adalah bidah.

Sikap Imam Malik yang mengimani ayat-ayat mutasyabih tanpa mau menakwilkannya itulah ciri Aliran Salaf pada saat itu.

3. Periode Imam Ahmad bin Hanbal ( 164 H 261 H)

Beliau salah satu darin empat imam mazhab fiqih yang muktabar (terkenal dan diakui). Ciri fiqihnya adalah mengutamakan hadits dan atsar daripada dengan qiyas. Imam Ahmad bin Hanbal lebih suka ber hujjah dengan hadits dhaif dari pada berijtihad dengan qiyas atau ihtihsan.

Pada masa itu Aliran Muktazilah sedang mencapai puncak kejayaannya, karena didukung penuh oleh Khalifah Al-Mamun dari Bani Abbas. Aliran Muktazilah yang didukung penguasa mengkampanyekan pemikiran bahwa Al-Quran adalah makhluk.

Semua ulama dan rakyat dipaksa mengikuti pemikiran tersebut, semuanya tidak ada yang berani menentang kecuali Imam Ahmad bin Hanbal, yang berpendapat bahwa Al-Quran adalah kalamullah

4. Periode Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi (384 H-456)

Beliau seorang ulama kelahiran Cordova Andalusia, mula-mula ber mazhab Maliki, kemudian berpindah ber mazhab Syafiii kemudian berpindah lagi ke mazhab zahiri, yaitu berpegang pada makna zahir ayat (literalis).

Pada periode sebelumnya muncul teologi Imam Abu Hasan Asyari (260 H-330 H), yang pada mulanya seorang pengikut Mutazilah yang kemudian menyatakan keluar dari Aliran Muktazilah.

Imam Abu Hasan Asyari (ber mazhab Syafii dalam fikih) merumuskan teologi yang ber pihak kepada pemikiran ulama salaf sebelumnya yaitu (Imam Malik dan Imam Hanbali) tapi dengan metode pembahasan yang menggunakan metode scholastik, ilmu mantiq (logika) kaum Mutazilah.

Imam Ibnu Hazm telah mempelajari filsafat Yunani, filsafat Islam, teologi muktazilah, teologi Hanbaliyah dan teologi Asyariyah. Imam Ibnu Hazm merumuskan teologi Hanbali-Literalis, yang lebih memegangi makna literalis nash dan tidak membolehkan memberi sifat kepada Allah.

Menurutnya Allah Maha Melihat, Maha Mendengar, dsb itu adalah asma bukan sifat karena memberi sifat kepada Allah dianggap menyerupakan Allah dengan makhluk. Ibnu Hazm mengakui mujizat yang ada pada diri Nabi dan Rasul, namun beliau menolak adanya karomah pada diri Wali atau orang-orang saleh.

Sikap Literalis-Hanbalis inilah yang menjadi ciri Aliran salaf pada periode Imam Ibnu Hazm.

5. Periode Kaum Hanbaliyin (469 H)

Teologi Asyariyah yang telah disebut sebelumnya, walaupun berpihak kepada Aliran Salaf tetapi masih tetap dicurigai dan tidak diterima oleh ahlul hadits/ahlul atsar dan orang-orang yang mengaku mengikuti teologi Imam Ahmad bin Hanbal

Dengan alasan teologi Asyariyah memberikan porsi yang besar kepada akal disamping itu krn Imam Asyari ber mazhab Syafii. Tampaknya pada masa itu fanatisme mazhab telah menjalar ke tubuh umat Islam.

Sejak masa pemerintahan Khalifah Al-Mutawakkil (205-247 H), banyak menteri yang diangkat dari kalangan Hanbaliyin, pengikut Imam Ahmad bin Hanbal. Jadi lingkungan istana didominasi oleh ulama-ulama Hanbaliyin.

Keadaan seperti itu berlangsung terus sampai pada masa pemerintahan Khalifah Al-Qaim Biamrillah (391-467 H). Salah seorang menterinya yang bernama Amid al Mulk sampai-sampai mengeluarkan praturan-peraturan yang mendiskreditkan orang-orang penganut Asyariyah.

Setelah masa Khalifah Al-Mutawakkil, pengaruh orang-orang Turki mulai besar pada pemerintahan dan militer. Banyak orang Turki yang menduduki kursi menteri dan komandan tentara. Orang-orang turki sangat setia kepada pemimpin kaum mereka. Demikian besarnya Kekuasaan mereka, hingga mereka bisa dengan sesuka hati menunjuk dan mencopot Khalifah. Jadi mereka mengakui Khalifah sebagai Amirul Mukminin sekedar dijadikan simbol dan icon, kekuasaan secara militer yang sebenarnya ada ditangan para Sultan.

Pada masa pemerintahan Khalifah Al Qaim Billah yang menjadi Sultan adalah Alp Arselan (wafat 465 H) dari Turki Seljuk, beliau mempunyai seorang wazir (perdana menteri) yang sangat cakap bernama Nizamul Mulk (wafat 485 H).

Perdana Menteri Nizamul Mulk dengan dukungan Sultan Alp Arselan mendirikan Universitas NIZAMIYAH, pusat ilmu dan study Islam pada jaman itu. Yang menjadi pemimpin (rektor) Universitas Nizamiyah adalah ulama besar Imam Al Juwainy, penganut Asyariyah dan bermazhab Syafii. Nizamul Mulk dengan Universitas Nizamiyahnya menjadikan Theologi Asyariyah sebagai theologi resmi dan menjadikan ajaran Asyariyah satu-satunya theologi yang diajarkan. Kebijaksanaan Pedana Menteri Nizamul Mulk yang lain adalah menghapuskan semua peraturan-peraturan yang mendiskreditkan orang-orang Asyariyah yang pernah diberlakukan oleh menteri Amid al Mulk.

Kebijaksanaan itu tentu saja tidak disukai oleh orang-orang Salafiah-Hanbaliyah. Pada tahun 469 H datang ke Universitas Nizamiyah seorang ulama bernama Abu Nashr bin Abu Qasim Al Qusyairi memberikan pengajian umum yang memberi penjelasan yang mendetail mengenai theologi Asyariah.

Hal itu menjadi pemicu kemarahan orang-orang Hanbaliyah, maka pada tahun 469 H terjadilah huru-hara dan keonaran besar di kota Baghdad, yang berupa tindakan anarkis orang-orang Hanbaliyin terhadap para pendukung teologi Asyariyah khususnya dan para penganut mazhab Imam Syafii pada umumnya.

Kaum Hanbaliyah merusak kedai yang dijumpai menjual khamr, mematahkan papan catur, menyerang rumah tokoh-tokoh Syafiiyah dan perbuatan anarkis lainnya, tercatat sampai menimbulkan korban jiwa yang tentu saja dilawan oleh para pengikut Asyariyah-Syafiiyah. Peristiwa huru-hara Kaum Hanbaliyyin di Kota Baghdad ini sangat terkenal dalam sejarah.

Tindakan keras dan agresif kaum Salafiah-Hanbaliyah inilah yang menjadi ciri Aliran Salaf pada abad IV Hijriah.

6. Periode Ibnu Taimiyah (661 H 728 H)

Seorang ulama besar abad 7 H, nama lengkapnya Ahmad Taqiyuddin bin Syihabuddin Ibnu Taimiyah. Kelahiran Haran Palestina, bermazhab Hanbali dalam fikih, menguasai hampir semua ilmu ke Islaman dan banyak mengarang kitab dalam berbagai bidang ilmu.

Beliau mengkritik gejala taqlid dan kemunduran ijtihad yang berjangkit pada umat, menyerukan agar umat kembali meneladani manhaj dan perilaku para generasi salafus-saleh. Beliau juga mengkritik pengaruh filasat Yunani, dalam pemikiran Islam, filsafat Persia dalam konsep Imamah Syiah, penakwilan ayat-ayat mutasyabih berdasarkan akal, dan filsafat India dalam Tasawuf (ittihad, hulul).

Kritik dan Fatwa Ibnu Taimiyah yang keras, tajam dan vulgar tentunya membuat merah telinga ulama-ulama bahkan yang sama-sama ber mazhab Hanbali dan pihak lain yang tidak sependapat dengan fatwanya, termasuk para penguasa. Apalagi penguasa Bani Buwaihi dikenal mendukung tarekat-tarekat Tasawuf. Jadi banyak pihak yang tersinggung dan tidak senang dengan ajaran-ajaran Ibnu Taimiyah yang disampaikan secara terbuka pada majelis-majelis pengajiannya.

. Dalam buku Rihlah Ibnu Batutah (catatan perjalanan Ibnu Batutah), salah satu sumber sejarah yang sangat terkenal dan telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, Inggris, Perancis dan Jerman, Ibnu Batutah telah melakukan perjalanan pengembaraan selama 29 tahun kebanyak negeri-negeri mulai dari Mesir, Syria, Palestina, Hijaz (Arab Saudi), Irak, Persia, Turki, Bukhara, Afghanistan, India, Bangladesh, Cina, Sumatera, Indonesia dan terus ke Afrika.

Catatan perjalanannya oleh sebagian besar ahli sejarah, dianggap cukup teliti dan dijadikan salah satu sumber sejarah. Dalam catatan perjalanan Ibnu Batutah diterangkan bahwa dia singgah di Damaskus Syiria dan kebetulan mendengarkan Ibnu Taimiyah memberikan pengajian di mimbar Masjid Umayyah, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa Tuhan Allah itu duduk diatas Arsy dan dudukNya itu serupa dengan duduknya Ibnu Taimiyah diatas mimbar. Tuhan Allah itu turun tiap-tiap akhir malam kelangit dunia dan turunnya itu sepeti turunnya Ibnu Taimiyah dari atas mimbar ke bawah.

Mendengar uraian itu, pendengar jamaah pengajian menjadi ribut, kacau balau, sehingga ada yang melempari Ibnu Taimiyah dengan sandalnya. Akhirnya perkataan Ibnu Taimiyah sampai kepada penguasa. Ibnu Batutah memberi komentar bahwa Ibnu Taimiyah dikenal sebagai ulama besar tetapi fi aqlihi syaiun (pikirannya guncang), demikian keterangan Ibnu Batutah.

Namun keterangan tersebut masih perlu diteliti lagi, bisa jadi ada kesalah pahaman dalam menafsirkan ajaran Ibnu Taimiyah atau bisa jadi peristiwa kekacauan Majelis pengajian beliau sudah direkayasa lawan-lawan nya untuk memfitnahnya.

Ajaran dan fatwa-fatwanya yang dianggap terlalu keras, tidak sopan dan melawan arus menyebabkan banyak ulama dan penguasa Bani Buwaihi tersinggung dan tidak suka kepada beliau, disamping itu ajaran theologinya dianggap cenderung kepada anthropomorpist akhirnya menyebabkan beliau ditangkap oleh pihak penguasa dan keluar masuk penjara, bahkan beliau meninggal dalam penjara. Pemakamannya diiringi oleh ratusan ribu orang yang menaruh simpati kepada beliau.

Jadi seruan kembali kepada manhaj salafus-saleh, kritik yang keras kepada taqlid dan kemandekan ijtihad, penyimpangan akidah (ziarah dan berdoa di kuburan orang suci), superioritas akal dalam pemahaman agama, konsep imamah kaum Syiah dan penyimpangan ajaran ittihad, hulul dalam tasawuf itulah ciri khas ajaran Ibnu Taimiyah.

7. Periode Muhammad bin Abdul Wahab (1115 H 1206 H)

Terkenal dengan gerakan Wahabi, yang didukung oleh Pangeran Muhammad bin Saud seorang war lord (kepala suku, komandan lapangan). Duet serasi ulama-penguasa ini mengantarkan keduanya menduduki tahta kerajaan Arab Saudi.

Muhammad bin Abdul Wahab dikenal sebagai ulama bermazhab Hanbali dan seorang penganut dan pendukung fanatik pemikiran Ibnu Taimiyah. Setelah berkuasa, mazhab Wahabi ini dijadikan mazhab resmi pemerintah kerajaan Arab Saudi sampai sekarang. Gerakan wahabi berciri khas pada pemurnian akidah, tauhid dan menempuh kekerasan.



Dari semua periode-periode yang telah diuraikan diatas sampai pada periode Muhammad bin Abdul Wahab dan gerakan Wahabinya, kaum Salafiyin-Hanbaliyin kalau dapat dikatakan berbeda dan hanya keras dalam masalah akidah dan theologi saja, tidak sampai pada masalah fikih-amaliah, apalagi sampai pada masalah furuiyah (cabang) yang khilafiah.

8. Periode Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Beliau seorang ulama ahli hadits abad 20 M, sangat dihormati di Kerajaan Arab Saudi. Beliau menyerukan agar umat mempelajari Al-Quran dan Hadits serta mencela kebiasaan taqlid, yaitu hanya mengikuti saja pendapat seorang imam tanpa mengetahui dalil dan argumennya.

Sepeninggal beliau timbul fenomena baru, yaitu ketika para pengikutnya mengikuti semua perkataan Syeikh Albani, sehingga yang terjadi bukannya bebas mazhab melainkan menjadikan beliau sebagai mazhab kelima disamping empat mazhab fikih yang sudah ada.

Fanatik pada ahli hadits inilah yang menjadi ciri Aliran Salaf periode Syeikh Albani.

9. Periode Salafi Kotemporer

Pada masa kotemporer sekarang ini muncullah kelompok yang menamakan diri salafi. Kelompok inilah yang mewarisi dan meneruskan Aliran Salaf seperti yang telah diuraikan sebelumnya, tentunya dengan karakteristik yang sedikit banyak juga mewarisi Aliran salaf periode-periode sebelumnya dengan beberapa fenomena baru pula.

Salafi kotemporer tidak mempunyai institusi formal, sebab mereka lebih bersifat aliran pemikiran umum (aliran theologi sekaligus mazhab fiqih). Kadang terdiri atas beberapa kelompok yang masing-masing mengaku sebagai salafiyin, diantaranya :

a Jamaah Anshar As Sunnah di Mesir dan Sudan.

b Jamiyyah Ihya At-Turats (menghidupkan Quran & Hadits) di Kuwait.

Tapi ada juga yang tidak berupa organisasi, melainkan pengikut tokoh ulama salafiyin tertentu, seperti :

a. Salafiyun Albaniyun, seperti telah disebut sebelumnya diatas (periode 8), yaitu para pengikut Syeikh Albani.

b. Salafiyah Politik, adalah salafiyin yang terpengaruh pemikiran Ihwanul Muslimin dalam mengkritisi pemerintahan yang dianggap kurang berpihak pada ajaran Islam.

Kelompok ini menentang kebijaksanaan Kerajaan Arab Saudi menempatkan tentara Amerika di Dahran, mengkritik dukungan Kerajaan Arab Saudi kepada Sekutu pada perang Teluk II.

Tokoh-tokohnya diantaranya : Dr. Aidh Al Qarni, Salman Audah, Safat Al Hawali, mereka pernah ditangkap dan dipenjara oleh penguasa Kerajaan Arab Saudi.

Dr. Aidh Al Qarni setelah dibebaskan dari penjara, lebih banyak menulis buku tentang personality empowerment. Bukunya yang sedang Best Seller adalah La Tahzan.

c. Salafiyun Al-Jamiyun (Salafi beringas)

Tokohnya adalah Syeikh Rabi Al-Madkhali, kelompok ini tidak punya kreasi lain kecuali menyalahkan dan menyerang orang lain, termasuk ulama ulama yang tidak sehaluan dengan mereka.

Tidak ada figur yang selamat dari serangan kelompok ini, baik ulama klasik maupun modern. Termasuk Imam Ghazali, Imam Nawawi dan Ibnu Hajar Atsqolani hanya karena mereka penganut teologi asyariah.

Ulama kotemporer pun tidak segan-segan diserang, seperti : Hasan Al Bana, Syeikh Muhammad Al-Ghazali, DR. Yusuf Qaradhawi, Muhammad Imarah, Fahmi Huwaidi, Ali Athj Thantawi, dll.

Kelompok Salafi Beringas juga menulis buku yang menyerang dan membeberkan kejelekan-kejelekan mereka, melemparkan tuduhan terhadap pemikiran dan tingkah-laku ulama-ulama yang diluar kalangan mereka.

Disamping itu ada juga kelompok salafiyin pengikut Syeikh Abdul Azis bin Baz dan Syeikh Muhammad bin Salih Al-Utsaimin.

Sudah menjadi opini umum bahwa salafi kotemporer yang sekarang ini sedikit banyak mewarisi ciri Aliran salaf periode sebelumya, yaitu :

1. Hanbalis-Literalis dalam fiqih.

2. Keras dalam masalah akidah dan tauhid

3. Agresif tidak toleran.

Disamping itu, pada Salafi kotemporer muncul fenomena ciri baru, yang belum muncul pada periode sebelumnya, yaitu :


  1. Memperluas (extend) konsep bidah sampai pada masalah furuiyah-khilafiah.

  2. Memperluas sikap keras-tidak toleran pada masalah furuiyah-khilafiah.

  3. Meng-generalisir seluruh tasawuf adalah sesat. (Bandingkan dengan Ibnu Taimiyah yang hanya mengkritik konsep ittihad dan hulul dalam tasawuf).

XV. Akidah Salafiah-Ahlus Sunnah wal Jamaah

1. Masalah ketuhanan :

a. Tidak ada Tuhan selain Allah.

b. Allah itu Esa tidak ada sekutu bagiNya.

c. Allah itu laisa kamislihi syaiun tidak ada sesuatupun yang menyerupaiNya.

d. Mengimani sifat-sifat Khabariah (yang dikhabarkan Allah tentang diriNya), yaitu :

1. Wujud (Ada).

2. Qidam (Maha Dahulu).

3. Baqa (Kekal Abadi)

4. Mukholafatul lil Hawaditsi (berbeda dengan semua makhluk yang baru).

5. Qiyamuhu bi Nafsihi (berdiri sendiri).

6. Wahdaniyah (Maha Esa)

7. Qudrat (Maha Kuasa).

8. Iradat (Maha Berkehendak).

9. Ilmu (Maha Mengetahui)

10. Hayat (Maha Hidup)

11. Sama (Maha Mendengar)

12. Bashar (Maha Melihat)

13. Kalam (Maha Berfirman)

14. Qodiron (Maha Berkuasa)

15. Muridan

16. Aliman

17. Hayyan

18. Samian

19. Bashiran

20. Mutakalliman

Disamping mengimani sifat-sifat Allah juga mengimani 99 Asmaul Husna (nama-nama baik yang juga menunjukkan sifat) bagi Allah, yaitu : Ar Rahman, Ar Rahim, Al Malik, Al Qudus, As Salam, Al Mukmin, Al Muhaimin, Al Azis, Al Jabbar, Al Mutakabir, Al Khaliq, Al Bari, Al Musawwir, Al Ghofar, Al Qohar, Al Wahab, Al Fatah, Ar Rozaq, dst ada 99.

2. Akidah Tauhid :

a. Tauhid Rububiyah, meyakini bahwa Allah satu-satunya Rabb, pencipta seluruh alam semesta.

b. Tauhid Uluhiyah, meyakini bahwa Allah satu-satunya Ilah, sesembahan yang boleh diibadahi.

c. Tauhid Mulkiyah, meyakini bahwa Allah satu-satunya Mulk, penguasa, pengatur seluruh alam semesta, pemberi rejeki seluruh makhluk-Nya.

3. Al-Quran

a. Al-Quran merupakan Kalamullah (firman Allah) bukan makhluk.

b. Meyakini semua ayat Al-Quran benar dari sisi Allah, tidak ada kesalahan, kebatilan dan pertentangan dalam semua ayat-ayatnya.

c. Mengimani kitab suci sebelum Al-Quran pernah berlaku pada masanya masing-masing seperti : Injil nabi Isa, Zabur nabi Daud, Taurat nabi Musa, Suhuf-suhuf (lembaran suci) nabi Ibrahim.

4. Rasul


a. Mengimani 25 Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam Al-Quran. Diluar 25 Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam Al-Quran ada Nabi dan Rasul yang tidak disebutkan dalam Al-Quran.

b. Mengimani bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul terakhir yang membawa syariat agama Islam yang telah sempurna untuk seluruh umat manusia dimuka bumi dan untuk golongan jin.

c. Mengimani tidak ada Nabi dan Rasul baru yang menerima wahyu dan membawa syariat baru sesudah Nabi Muhammad SAW.

d. Mengimani bahwa Nabi Muhammad SAW makshum (terpelihara dari dosa dan kesalahan).

4. Malaikat

a. Mengimani adanya para Malaikat yang selalu taat dan patuh kepada Allah :

1. Malaikat Jibril, pemimpin para Malaikat yang menyampaikan wahyu kepada Nabi.

2. Malaikat Mikail, pembagi rezeki, pengatur hujan, berhembusnya angin.

3. Malaikat Isrofil, peniup sangkakala saat hari kiamat.

4. Malaikat Izrail, pencabut nyawa.

5. Malaikat Munkar, penanya dalam alam kubur.

6. Malaikat Nakir, penanya dalam alam kubur.

7. Malaikat Rokib, pencatat amal baik.

8. Malaikat Atid, pencatatat amal buruk.

9. Malaikat Ridwan, pemimpin penjaga surga.

10. Malaikat Malik, pemimpin penjaga neraka.

11. Malaikat Hafadah, mengiringi setiap manusia.

12. Malaikat Zabaniah, petugas menjaga neraka.

13. Malaikat Muqorrobin, pemikul Arsy

b. Mengimani bahwa para malaikat selalu taat, patuh, beribadah, berdzikir dan memuji Allah.

5. Mengimani adanya Iblis, syaiton dan Jin.

6. Akhirat

a. Mengimani adanya alam kubur.

b. Mengimani adanya Masyar.

c. Mengimani adanya Mizan (timbangan).

d. Mengimani adanya hisab (perhitungan amal).

e. Mengimani adanya Shirat (jembatan).

f. Mengimani adanya telaga Kautsar.

g. Mengimani adanya syafaat Nabi Muhammad dan orang-orang yang diijinkan oleh Allah untuk memberi syafaat.

h. Mengimani adanya surga dan neraka.

7. Iman

a. Iman itu keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan.



b. Iman dapat bertambah karena ilmu dan amal saleh, iman juga dapat berkurang karena kelalaian dan dosa-kemaksiatan.

8. Dosa besar

a. Pelaku dosa besar menjadi fasik.

b. Pelaku dosa besar yang akidahnya masih sempurna, tidak keluar dari Islam.

c. Dosa besar selain Syirik masih bisa diampuni oleh Allah bila mau taubat dengan sungguh-sungguh.

d. Pelaku dosa besar kelak akan masuk neraka sampai waktu tertentu sebagai hukuman atas dosa-dosanya kemudian akan dimasukkan kedalam surga.

9. Takdir dan keadilan Allah

a. Mengimani adanya takdir Allah pada induk kitab Lauhful Mahfudz.

b. Manusia diberi kebebasan ber ikhtiar.

c. Allah bersifat adil dalam memberi pahala-surga bagi mukmin yang taat dan memberi dosa-neraka bagi yang durhaka.

10. Khilafah dan imamah

a. Wajib adanya khilafah (pemerintahan)

b. Tidak boleh memberontak selama Khalifah masih mendirikan shalat.

c. Prinsip pemerintahan : Quraisy (memiliki keutamaan seperti orang Quraisy), baiat, syuro (musyawarah) dan keadilan.

d. Rasulullah tidak mewasiatkan seseorang tertentu (Ali dan keturunannya) sebagai satu-satunya yang berhak atas kekhalifahan.

11. Filsafat

a. Dalam urusan akidah tidak boleh mengutamakan dominasi rasio (apalagi liberal seenaknya) dalam menafsirkan nash.

b. Dalam urusan dunia (kedokteran, matematika, kimia, astronomi, dsb), hadits Nabi : kamu lebih tahu urusan duniamu.

12. Sahabat Nabi

a. Semua sahabat Nabi adalah adil, artinya diterima kesaksian dan periwayatan haditsnya.

b. Generasi Islam terbaik adalah generasi sahabat Nabi, generasi Tabiin dan generasi Tabiit Tabiin.

c. Tidak boleh mencaci, mencelah dan mengatakan tentang keburukan para sahabat Nabi.

d. Sahabat Nabi yang terlibat pertikaian pada perang Jamal dan Shiffin, walaupun ada yang bersalah, namun mereka telah taubat dan jasa mereka terhadap Islam masih lebih besar dari kesalahannya.

e. Sahabat Nabi yang utama adalah :

1. Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali).

2. Sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.

3. Orang-orang Muhajirin dan Anshar yang paling dahulu masuk Islam.

4. Para peserta perang Badar.

5. Para peserta Baiat dibawah pohon (Baitur Ridwan).

6. Para veteran perang-perang lain dimasa Nabi.

13. Nash-nash Tasybih dan Tajsim.

a. Tasybih, yaitu nash yang mengabarkan penyerupaan Allah dengan makhluk, seperti :

1. Tuhan yang Rahman bersemayam diatas Arsy. (Q Thaha : 5)

2. Dan datanglah Tuhanmu, sedang para Malaikat berbaris-baris (QS Al Fajr : 22).

3. Dan Dia (Allah) bersama kamu dimana saja kamu berada. (QS AL-Hadid : 4)

4. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (QS Qaaf : 16)

5. Bukanlah engkau yang melempar ketika engkau melempar (musuh) tetapi Allah lah yang melempar (mereka) (QS Al-Hadid : 22).

6. Hadits Riwayat Bukhari :



Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda : Tuhan kita, tiap-tiap malam turun kelangit dunia pada ketika tinggal sepertiga malam yang terakhir, lalu Dia berkata : Siapakah yang akan berdoa maka Aku kabulkan, siapakah yang meminta maka akan Aku beri, siapakah yang mohon ampunan, maka Aku ampuni.

b. Tajsim, yaitu nash yang mengkhabarkan anggota tubuh Allah

1. Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah, tangan Allah diatas tangan mereka. (QS Al-Fath : 10)

2. Hai Iblis, apa yang menghalangimu untuk sujud kepada apa yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku (QS Ash Shaf : 7).

3. Dan Langit kami bangun dengan tangan Kami. (QS Az Zariat : 47)

4. Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. (QS Az Zumar : 67).

5. Hadits Riwayat Muslim :

Bahwasanya hati anak Adam seluruhnya terletak diantara dua anak jari Tuhan yang Rahman.

6. Dan buatlah perahu dengan mata Kami dan wahyu kami. (QS Hud : 37).

7. Aduhai, sesalanku atas kelalaianku dalam mengurus sisi rusuk Tuhanku. (QS Az Zumar : 56)

8. Segala yang didunia akan lenyap binasa, dan yang akan kekal hanyalah wajah Tuhanmu. (QS Ar Rahman : 26)

9. Kemana saja kamu menghadap disitulah wajah Allah. (Al Baqarah : 115)

10. Allah cahaya langit dan bumi (QS An Nur : 35).

11. Hadits riwayat Muslim:

Tuhan menjadikan Adam atas rupa (citra) Nya.

12. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim :



Kepada neraka jahanam selalu dilemparkan sesuatu, dan ia selalu bertanya : Adakah tambahannya ? sampai tuhan meletakkan tumit-Nya dalam neraka jahanam itu, sehingga berhimpit isi neraka itu yang satu dengan yang lainnya, lalu jahanam berkata : Cukuplah, cukup.

Terhadap nash-nash Al-Quran dan Hadits yang mengkhabarkan tasybih, tajsim, sifat-sifat Allah, maka yang demikian itu termasuk ayat-ayat mutasyabih maka kita wajib mengimani semua ayat-ayat mutasyabih tersebut berasal dari sisi Allah. Tidak ada yang tahu tawilnya kecuali Allah, dan kita tidak diwajibkan mengetahui tawilnya, maka tidak perlu menanyakan, atau membahasnya secara mendetail berdasarkan akal pikiran.



Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. (QS Asy Syura : 11).

Dialah yang telah menurunkan Al-Quran kepadamu, diantaranya ada ayat-ayat muhkam yang merupakan induk (agama) dan lainnya mutasyabih. Adapun orang-orang yang dalam harinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari tawilnya, padahal tidak ada yang mengetahui tawilnya kecuali Allah. Dan orang yang mendalam ilmunya berkata : Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabih, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. (QS Ali Imran : 7).

  


This matter was made open, not closed or read only mode.

Everybody permitted to make change or modification, add/reduce matter or others improvement, as long as keep spirit to looking for the truth and Allahs ridhla. Far away fanatiscm thought !

If you feel this matter usefull for whole Moslems to build their well understanding throught Islam, it will be appreciated if you would forward, sphread widely this matter to the other moslems.

Reference :

1. Al Milal Wa An Nihal, author : Imam Syarastani, publisher :Mizan

2. Tarikh Khulafa, author : Jallaludin As Suyuthi, publisher : Pustaka Al Kautsar.

3. Pengantar Ilmu Kalam, author : Drs. H. Sahilun A. Nasir, publisher : Rajawali Press.

4. Pemikiran Kalam dalam Islam, author Drs. H. M. Laily Mansyur, LPH. Publisher : Pustaka Firdaus in associated with LSIK Jakarta.

5. 40 Masalah Agama Islam, author : KH. Siradjudin Abbas, bab V. Masalah Salaf dan Khalaf.

6. 51 Ijma Serat-Serat Akidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah (Tahqiq kitab Risalah Ahli Ats Tsaghri, karya Imam Abu Hasan Al Asyari), Author : Hammad bin Muhammad Al Anshari, publisher : Pustaka Azzam.

7. Filsafat dan Mistisme dalam Islam, author : Harun Nasution, publisher : Bulan Bintang.

8. Kebangkitan Gerakan Islam, autor : Dr. Yusuf Qaradhawy, publisher : Pustaka Al Kautsar.





Yüklə 5,93 Mb.

Dostları ilə paylaş:
1   ...   82   83   84   85   86   87   88   89   ...   92




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin