shadow_ - April 26, 2007 02:36 AM (GMT)
Oey Kiam Tjeng : Islam, Jalan Terbaik untuk Kami
Siapa sangka kalau pada akhirnya jalan Islam juga yang menjadi pilihan hidup saya, sekian lama batin saya terasa kering dan rindu akan sentuhan rohani, seperti yang saya dapat dari agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW. ini. Saya merindukan Islam, agama yang insya Allah akan memberikan kebahagiaan dunia akhirat kepada saya dan keluarga. Sava lahir di Cirebon, 18 Mei 1950 dengan nama Oey Kiam Tjeng. Meski terlahir sebagai WNI keturunan Cina, saya bersyukur karena masih diterima di lingkungan tempat tinggal saya, yang tentu saja didominasi kaum pribumi.
Mereka, orang-orang Cirebon, sebagian besar, bahkan hampir seluruhnya, adalah pemeluk agama Islam yang taat. Saya yang ketika itu masih kanak-kanak, sedikit-banyaknya jadi tahu apa itu Islam, lewat apa yang dikerjakan oleh teman-teman sepermainan, juga orang-orang Islam dewasa yang berada di sekeliling saya. Masa kanak-kanak adalah bagian terindah dalam hidup saya, karena pada masa itu saya tidak pemah merasakan ada perbedaan di antara manusia. Saya tidak peduli kalau kulit saya kuning bersih dan bemata sipit, sementara teman-teman saya yang lain berkulit sawo matang atau kehitam-hitaman, dengan mata dan bibir yang besar dan juga termasuk soal agama yang kami anut.
Saya yang saat itu beragama Budha, sesuai agama keluarga kami, seringkali pula duduk di pengajian, karena teman-teman saya hampir semuanya ada di sana saat selesai shalat magrib, sampai menjelang isya. Saya merasa, apa yang saya lakukan saat itu adalah hal yang wajar-wajar saja, sesuai dengan yang biasa dilakukan oleh teman-teman saya yang lain. Apa yang saya anggap biasa-biasa itu, temyata tidak demikian di mata orang tua saya. Mama sempat menegur saya ketika saya dengan polos menirukan gerakan orang shalat, seperti yang pemah saya lihat saat bermain di rumah teman yang beragama Islam. Mama bilang saya tidak boleh sembarangan melakukan gerakan itu.
"Itu gerakan ibadah yang dianggap suci dalam agama Islam. Jangan sembarangan" Teguran mama saya patuhi. Saya tidak lagi sembarangan meniru gerakan orang shalat, karena saya mulai tahu kalau itu adalah semacam pelaksanaan ibadah yang suci dalam agama Islam, yang harus dihormati.
Dianggap Orang Luar
Pada akhirnya, apa yang selama ini saya khatiwatirkan terjadi juga, yang membuyarkan impian masa kecil saya tentang indahnya arti hidup tanpa ada perbedaan lahir maupun batin. Saat sekolah di SMU, saya mulai dianggap sebagai "orang luar", karena saya memang sedikit berbeda dengan mereka, orang-orang Indonesia ashi. Namun, saya tetap berkeyakinan kalau semua itu cuma berlaku sebagai ejekan teman-teman belaka. Tekad yang ada dalam hati saya saat itu cuma satu, meski cuma WNI keturunan Cina, tapi saya juga punya semangat dan rasa cinta tanah air Indonesia, seperti pribumi lainnya.
Pada masa-masa itu pula, status keagamaan nyaris tak pernah mendapat perhatian saya. Saya memang beragama Budha, cuma sebagai syarat agar tidak dicap sebagai orang yang tak beragama. Hal itu berlangsung terus, sampai saya lulus SMU, kuliah di Akademi Pelayaran, dan bekerja beberapa tahun lamanya.
Tahun 1979, saya bertemu seorang gadis cantik yang juga ketutunan Cina, beragama Kristen. Namanya Thio Loan Kiok. la tipe gadis idaman saya. la cantik, pintar, dan berasal dari keluarga baik-baik. Dua tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1981, kami resmi menikah sesuai agama calon istri saya, Kristen Katolik. Meski demikian, saya menolak untuk dibaptis dan diberi nama baru. Saya bilang, "Saya mau menikah dengan calon istri Katolik, tapi tidak untuk dibaptis." Waktu itu kami menikah di Cirebon, dan selanjutnya menetap di sana.
Setelah menikah dan punya anak, seharusnya saya merasa puas. Apalagi usaha yang saya jalani di Cirebon cukup berhasil dan membuat kehidupan kami cukup, bahkan berlebih. Tapi, tidak demikian kenyataannya. Kadangkala saya merasa ada sesuatu yang kurang dalam diri saya, yakni status keagamaan saya. Entah mengapa, perasaan itu datang dalam hati dan mengganjal pikiran saya. Tapi saya berusaha untuk tidak terlalu larut dalam keadaan itu dengan jalan menyibukkan diri pada pekerjaan.
Menerima Islam
Tahun 1985, saat saya memutuskan untuk pindah ke Plered, Jawa Barat. Bisa dikatakan ini sebagai awal pertemuan saya kembali ke Islam dan itu terjadi lewat kejadian tidak disengaja dan unik. Ceritanya bermula saat istri saya yang mengurusi KTP mendapatkan status keagamaannya (tak disengaja) tertulis Islam, padahal ia beragama Kristen Katolik. Tapi istri saya anehnya tidak merasa keberatan dengan kesalahan itu. la yang memang sudah tidak terlalu aktif dengan kegiatan di gereja, yang terletak di kota Cirebon, bahkan terlihat senang-senang saja dengan ketidak sengajaan petugas kecamatan itu.
Saya pun jadi iri, hingga saya katakan pada pengurus kecamatan untuk mencantumkan agama Islam dalam KTP saya. Permintaan saya itu disambut antusias oleh pegawai kecamatan itu, hingga akhirnya jadilah kami berstatus agama Islam, meski hanva dalam KTP.
Selanjunya, istri saya jadi semakin tertarik pada agama Islam. Begitu pun saya. Dari peristiwa KTP itu, saya merasa seolah-olah itu adalah jalan kami berdua untuk menjadi seorang muslim. Jalan menuju Islam antara saya dan istri saya memang sedikit beda. Kalau istri saya barangkali lebih menggunakan perasaan, terutama seperti yang is ceritakan betapa is merasa ingin sekah mengenakan mukena yang biasa dipakai wanita muslimah saat shalat, maka saya 'lebih menggunakan rasio atau akal'.
Saya coba mencari tahu apa itu Islam lewat buku-buku secara diam-diam. Alhamdulillah, setelah beberapa tahun lamanya mencari-cari, pada 10 November 1991, saya dan isteri resmi menjadi pasangan muslim, lewat bimbingan Drs. H. Salim Badjri. Proses pengislaman yang berlangsung di Cirebon itu adalah awal kebahagian yang sava dapati saat ini. Setelah masuk Islam nama saya berganti menjadi H.M. Andaka Widjaya.
Meski pada tahun-tahun pertama keluarga dari pihak istri saya, yang kini bernama Hj. Siti Aisyah Kristanti, kurang bisa menerima hal itu, tapi kami berdua menganggap itu sebagai bagian dari perjalanan keislaman kami.
Kini, saya dan istri serta anak-anak, hidup bahagia di Plered, membuka usaha yang bisa dibilang berhasil. Saya bahkan segera bergabung dengan Yayasan Karim Oey, sebuah lembaga yang anggotanya adalah orang-orang peranakan Cina yang masuk Islam. Kantor pusatnya di Jakarta.
Dan, saya dipercaya untuk menjabat sebagai kepala perwakilan Cirebon. Dan, yang paling membuat sava bahagia adalah bahwa saya dan istri sudah menunaikan ibadah haji yang kami laksanakan pada tahun 1995. Sungguh nikmat Allah SWT tiada terkira kepada kami sekeluarga. Dalam hati saya berkata, inilah jalan hidup terbaik untuk sava. Insya Allah saya tidak akan pernah lagi lepas dari jalan Islam ini.
shadow_ - April 26, 2007 02:38 AM (GMT)
Maria Christin Mamahit : Disiksa karena Masuk Islam
Saya terlahir di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Sejak kecil saya dididik dan dibesarkan di lingkungan masyarakat dan keluarga kristiani yang taat, khususnya Kristen Protestan. Apalagi papi saya, Drs. Edward Mamahit, seorang pendeta dan pensiunan ABRI. Sebagai seorang pendeta, papi sering memberikan siraman rohani di gereja. Sebagai anaknya, tentu saja saya dituntut untuk mengikuti papi setiap kali diadakan kebaktian.
Semula nama saya Maria Christin Mamahit. Saya adalah alumnus Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, mengambil Jurusan Teknik Sipil. Saya lulus dengan meraih gelar insinyur. Pada tahun 1984, saya hijrah ke Jakarta. Di kota ini saya menikah dengan seorang Aria bernama Albert Pepa, yang juga penganut Kristen. Sejak menikah saya tinggal di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat. Dari perkawinan itu, saya memiliki empat orang anak yang masih kecil-kecil.
Sebetulnya saya mengenal Islam cukup lama. Sebelum menikah, diam-diam saya telah mempelajari Islam dengan membandingkan kitab suci Al-Qur'an dan terjemahannya dengan Kitab Perjanjian Lama serta Perjanjian Baru, tanpa sepengetahuan suami dan keluarga.
Rupanya ayat suci AlQur'an yang saya baca telah mengguncangkan iman kristiani saya. Sungguh, ketertarikan saya pada Islam kian menggebu-gebu, hingga saya mencoba urttuk mendalami ajaran Islam lebih luas lagi.
Setelah saya banding-bandingkan, saya lantas menarik kesimpulan bahwa ajaran Islam ternyata agama yang mulia dan diridhai Tuhan. Tidak hanya itu, Kitab Injil Perjanjian Baru yang selama ini menjadi pegangan umat kristiani, ternyata telah direkayasa dan banyak kebohongannya. Yang jelas, saya sudah mendalami kristologi selama empat tahun. Sedangkan Kitab Perjanjian Lama, menurut saya, ada sebagian ayatnya yang hampir sama dengan Al-Qur'an, seperti pernyataan bahwa agama terakhir adalah agama Islam.
Masuk Islam dan Disiksa
Karena bersemangat, secara spontan saya mengungkapkan keinginan untuk masuk Islam di depan suami saya. Mendengar kata-kata saya itu, saya lihat wajah suami saya seperti mendengar halilintar di siang bolong. Betul saja dugaan saya itu. Suami saya murka besar.
Tanpa belas kasih sedikit pun, ia menghujamkan pisau dapur ke tubuh saya sebanyak lima tusukan. Di depan anak-anak saya yang masih kecil, suami saya seperti orang kerasukan setan. Ia mencabik-cabik tubuh saya. Ya Allah..., seketika tubuh saya roboh dan berlumuran darah. Sementara masyarakat yang menyaksikan kejadian itu hanya diam terpaku.
Singkat cerita, saya tetap meneguhkan tekad untuk masuk Islam, walaupun saya tahu suami dan papi saya akan membenci. Pada tanggal 30 Mei 2000, di Masjid Jami Al Makmur, Klender, Jakarta Timur, saya bersama. kedua anak saya yang ketiga dan keempat resmi masuk Islam. Nama saya yang semula Maria Christin diganti menjadi Siti Khadijah.
Apa yang terjadi setelah saya masuk Islam? Sepulang ke rumah, suami lagi-lagi menganiaya saya. Badan saya disiram air panas, hingga kulit sekujur badan melepuh kesakitan. Sedangkan telinga putri saya yang masih kecil, usia enam tahun dicengkeramnya keras-keras.
Sejak itu saya pisah dengan suami. Saat itu, saya tak tahu ke mana harus berteduh, hingga saya harus singgah dari masjid ke masjid. Terakhir di sebuah masjid bersejarah di daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat. Papi yang mendengar kabar saya masuk Islam, sudah tak lagi menganggap saya sebagai anaknya.Tetapi, saya tetap menganggap beliau sebagai papi saya.
Setelah dua kali percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh suami terhadap saya, maka saya menuntut keadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hingga akhirnya suami saya dinyatakan bersalah oleh hakim dan dikenai sanksi hukuman dua bulan penjara. Tapi, sebelumnya saya pernah diancam oleh pengacara suami agar saya mencabut tuntutan saya ke pengadilan.
Meski saya disiksa oleh suami dan tidak diakui lagi oleh keluarga sendiri, demi Allah, saya tak gentar dan takut mati. Apa pun rintangan, ujian, dan cobaan yang saya hadapi, saya tetap menjadi muslim sebagai jalan hidup saya sampai mati. Sebab, agama yang paling mulia dan diridhai Allah adalah agama Islam. Sungguh, saya tak ingin tersesat selamanya.
Akhirnya, saya dengan kedua putri saya bergabung di Yayasan Anastasia Yogyakarta, sebuah yayasan yang didirikan para mualaf untuk mendapatkan pembinaan dan pendalaman Islam labih jauh lagi. Pak Kudiran, adalah seorang mantan pendeta yang mengajak saya untuk bergabung di Yayasan ini. Di Yayasan ini, saya ingin menjadi seorang mubalighah, insya Allah. Saya hanya mohon doa dan para pembaca.
shadow_ - April 26, 2007 02:40 AM (GMT)
Craig Abdurrohim Owensby : 'Alquran Seluler Sebagai Kompetitor Evangelis'
Baca : Craig abdurrohim Owensby, Keajaiban Al Quran Melembutkan Hatiku
Menyabet gelar MBA dan bekerja di sejumlah perusahaan prestisius di negerinya, Amerika Serikat, serta menikmati kesenangan duniawi, tak membuat Craig Abdurrohim Owensby bahagia. Bathinnya hampa. Dia butuh pencerahan rohani sebagai pengimbang.
Setelah bertahun-tahun merintis karir, Craig memutuskan belajar Injil, teologi, dan keislaman di Princeton Theological Seminary, Princeton, NJ. Beberapa tahun kemudian ia menjadi pendeta mengikuti jejak sang ayah yang pendeta Katolik di sebuah gereja di New York dengan 6.000 pengikut.
Meski sukses sebagai pendeta, kebahagian dan ketenangan yang ia dambakan belum juga berpaling kepadanya. Craig justru kian resah dengan konsep ketuhanan Yesus yang ia pelajari. Pengetahuan yang ia miliki membuatnya tak percaya bahwa Isa adalah Tuhan. "Injil menjelaskan bahwa Isa adalah tuan, bukan Tuhan," katanya.
Di tengah risau di hati, pada suatu hari secara tak sengaja perhatiannya tertuju pada seorang kawannya bernama Nashir, yang tergabung dalam kelompok sepakbola Pakistan.
Baginya, Nashir berbeda dengan anggota tim lainnya yang dinilai lebih pintar, disiplin, dan baik. Nashir, oleh Craig, bahkan dianggap mencerminkan Muslim yang sebenarnya. Hal ini membuatnya tertarik dengan konsep Islam.
Lama merenung, Craig pun memutuskan untuk mempelajari Islam secara lebih intensif dan berhenti dari kegiatannya sebagai pendeta. Kesibukannya kemudian diisi dengan kembali menerjuni bidang bisnis, serta mendalami Islam secara otodidak.
Hidayah Allah akhirnya datang tatkala dia ditugaskan bekerja di Indonesia sekitar tahun 1997. Craig lantas menetap di kawasan Muarabaru, Jakarta Utara. Di lingkungan tempat tinggalnya yang baru, dia menemui banyak hal yang sangat menyentuh batin.
Craig tertarik dengan kehidupan anak-anak Muslim di wilayah ini. Menurutnya, walau miskin, mereka hidup dengan penuh kesederhanaan dan tetap mampu tampil bersih serta bahagia. Sejenak dia teringat pada masa kecilnya ketika masih tinggal bersama orang tuanya di Meksiko dan Kolumbia.
Ia menyaksikan betapa anak-anak Katolik di sana hidup penuh kekerasan, miskin, dan kotor. Tak ada cerminan ketenangan dan kedamaian hidup. Craig merasakan kedua hal itu memberinya inspirasi untuk mengetahui dan mempelajari agama Islam.
Proses pencarian kebenaran Islam terus dilakukan. Sampai satu hari di bulan Mei 2001 ia mengikrarkan diri menjadi Muslim di Pengajian Rahmania, Kuningan, dengan bimbingan Ustadz Rikza Abdullah. "Saya ingin menjadi orang yang tahu kebenaran. Saya bersedia menjadi Muslim karena ingin kebenaran. Bisa saja kebenaran itu menyusahkan, tapi saya percaya dengan kebenaran itu," ujar bule kelahiran Chicago ini.
Sejak itu, Craig yakin dengan ajaran Alquran bahwa manusia dilahirkan suci dan menjadi khalifah di dunia. "Saya sekarang telah menjadi khalifah bagi Allah. Awalnya saya Islam hanya dengan membaca, berpikir, dan berbicara, tapi belum mempraktekkan. Sekarang saya memutuskan untuk menjalankan Islam secara serius."
Meski mengaku serius memilih Islam sebagai keyakinannya, muallaf ini merasa masih harus 'berjuang' menjadi Muslim yang sebenarnya. Pasalnya, ia tak biasa bangun pagi. Kini ia harus melaksanakan shalat Subuh ketika biasanya di waktu sama masih tertidur pulas.
Namun, ia merasa bersyukur mampu menaklukkan ego dirinya. Baginya, dapat menjalankan shalat Subuh dengan baik merupakan tolok ukur kemampuannya melaksanakan shalat wajib yang lain. "Pertama kali shalat Subuh saya sangat puas dan senang. Setelah itu melaksanakan shalat-shalat yang lain menjadi enteng."
Tak hanya sampai di situ. Rupanya Craig belum merasa menjadi Muslim kaffah sebelum dapat mendakwahkan Islam. Menurutnya ada dua fase yang ia jalani, yaitu menjadi Muslim dan berdakwah. Kini ia sedang melakukan fase kedua itu sambil berbisnis.
"Bisnis saya Alquran Seluler, tapi ini bukanlah pure bisnis karena investasinya cukup besar dan keuntungan finansialnya kecil sekali," jelas Craig. Baginya hal itu tak masalah karena konsep awalnya adalah berdakwah. Ia pun tidak memperkenalkan bisnisnya itu kepada masyarakat secara jor-joran, tapi perlahan-lahan dari mulut ke mulut.
Adalah hal baru bila Craig berdakwah dengan konsep Alquran Seluler-nya. Konsep itu memberikan layanan belajar dan memahami Alquran dan Hadis Nabi melalui sistem short massage system (SMS). Respons masyarakat Muslim Indonesia sangat bagus. Terbukti konsep yang dimulainya sejak Juli 2000 ini, kini telah memiliki jamaah Alquran Seluler hingga 70 ribu orang di seluruh Indonesia.
Alquran Seluler memberikan cara mengatur gaya hidup Muslim on-the-go yang pusatnya adalah kajian harian (6 menit per hari, berupa 1 menit terjemahan Alquran, 3 menit pesan penceramah, dan "bonus" 2 menit murotal ayat suci dalam bahasa Arab). Craig mengajak umat Muslim mengkaji Alquran bersama para penceramah terkemuka Indonesia.
Dimulai di hari pertama dengan Surah Al Fatihah dan akan khatam setelah kira-kira tiga tahun, pada Surah An Naas. ''Komitmen saya menjadikan orang Muslim yang sesibuk apa pun bisa mempelajari Alquran,'' ujar Craig yang cukup lancar berbahasa Indonesia.
Ini merupakan proyek pertama di dunia yang ingin menjadikan Muslim Indonesia sebagai contoh yang baik bagi Muslim seluruh dunia. Dalam program Alquran Seluler ditampilkan empat dai kondang Indonesia, antara lain KH Abdullah Gymnastiar, Arifin Ilham, Didin Hafidhuddin, dan Ihsan Tanjung.
Kini, keinginan kaum Muslim pengguna telepon maupun handphone yang ingin belajar Alquran maupun mendengarkan ceramah agama dapat terpenuhi. Terutama yang tinggal di Jakarta, Bandung, Bogor, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Banjarmasin, Balikpapan, Medan, dan Makassar. Mereka yang berminat dapat mendaftar melalui SMS ke 081 193 4209 atau telepon 021-7883 1001.
Craig pun yakin sarana dakwahnya ini bakal bermanfaat karena tak membeda-bedakan seseorang. "Sebagai gerakan Qurani, program dakwah ini saya jadikan sarana berkompetisi dengan evangelis. Kita harus mempunyai umat yang kuat iman dan lebih baik dari umat non-Muslim."
Bukanlah sebuah mimpi bila Craig berangan-angan menerapkan program Alquran Seluler ke negara lain. "Insya Allah teknologi Alquran Seluler akan kami terapkan juga ke seluruh dunia, antara lain ke Brunei, Malaysia, Bahrain, Jordan, dan Mesir." Dia juga berharap suatu saat nanti pembelajaran agama Islam melalui telepon seluler bisa dikembangkan di negara kelahirannya, Amerika Serikat.
shadow_ - April 26, 2007 02:41 AM (GMT)
Muhammad Mu'min : Muallaf dan Aktivis Antipemurtadan
Fisiknya tinggi besar dengan kulit sawo matang yang mencolok, sekilas membuatnya cepat dikenali. Muhammad Mu'min namanya. Ia adalah salah satu orang yang ikut memperjuangkan gerakan antipemurtadan yang terjadi di Bandung dan Jawa Barat.
Mu'min adalah dosen tetap di STIE YPKP Bandung yang sehari-hari diamanahi sebagai Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Ulil Albab, STIE YPKP. Sejak memperistri Evi Afianti pada 1986, Mu'min sudah bertekad mengikis secara bertahap aktivitas pemurtadan yang ada di wiayah Bandung raya.
Karenanya, ketika diamanahi menjadi komandan Barisan Anti Pemurtadan (BAP) Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI), ia berusaha menjalankannya dengan baik. ''Setiap kali BAP melakukan operasi ke lapangan, saya selalu turun secara langsung,'' ujar ayah dari dua anak itu.
Banyak pengalaman rohani yang muncul dari sosok yang juga pernah menjadi atlet karate Jawa Barat ini. Di antaranya adalah proses pencarian keyakinan yang dijalaninya sejak masih berusia delapan tahun. Mu'min mengakui, keluarganya sejak lama telah menjadi penganut Kristen Katolik yang taat. ''Karena itu, sejak kecil saya sering ke gereja ikut orang tua,'' ujarnya.
Namun, ketaatan keluarganya pada agama yang dianut, tidak memberikan jaminan dalam keyakinan yang dipegang lelaki koordinator Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP) itu. Menurut dia, sejak usia delapan tahun, dirinya sudah mencari keberadaan Tuhan melalui komik bernuansa Islami yang diperolehnya.
Penelusuran akan keyakinan terhadap keberadaan Tuhan itu, kata Mu'min, berlanjut ketika masuk ke jenjang sekolah lanjutan pertama di SMP Margaluyu. Selama di sekolah, seringkali ia membantah apa yang diajarkan guru agama katolik di sekolahnya. ''Padahal, saat itu saya masih penganut Katolik,'' kata lelaki kelahiran Cimahi, 12 Januari 1965 itu.
Dari kegemarannya membaca buku-buku, membawa lelaki yang menghabiskan pendidikan menengahnya di perguruan kristen itu, menuju pada penelusuran keberadaan Tuhan di agama lain. Buku-buku filsafat, ketuhanan, dan ajaran Budha, adalah bagian dari prosesnya dalam pencarian Tuhan. Dalam penelusurannya yang bersumber dari buku bacaan itu, Mu'min kecil kemudian berpindah menjadi penganut Budha. ''Kira-kira kelas tiga SMP saya menjadi penganut Budha,'' tuturnya.
Namun, keyakinannya akan ajaran Budha ini tidak membuatnya bertahan lama. Setahun sejak menganut Budha, ia kembali bimbang akan keyakinannya terhadap Tuhan. ''Dari situ, kemudian saya menjadi penganut atheis hingga 1986,'' kata dosen yang saat ini sedang menyelesaikan tesis S2 di Program Magster Manajemen Pascasarjana, Universitas Padjajaran Bandung.
Sejak 1986, Mu'min akhirnya resmi berstatus muallaf. Status tersebut didapatnya di KUA Cipaganti, ketika ia mengucapkan ijab kabul pernikahan bersama istrinya sekarang. ''Sejak saat itu, perasaan saya tenang sekali. Karena telah menemukan dua hal sekaligus, Islam dan istri,'' cetusnya.
Salah satu kegiatan yang berkesan bagi Mu'min adalah ketika bersama AGAP berhasil mengungkap keberadaan 13 gereja liar di kawasan Kompleks Perumahan Permata, Cimahi. Selain itu, ia juga bangga ketika bersama timnya berhasil menggagalkan rencana pembaptisan seorang bayi di Baleendah, Kab Bandung. ''Bayi tersebut kemudian saya angkat menjadi anak,'' tuturnya.
Mu'min merasa prihatin dengan aktivitas pemurtadan yang sampai saat ini tidak bisa dihentikan. Bersama timnya, ia mengaku hanya bisa mengurangi aksi pemurtadan itu seminimal mungkin.
shadow_ - April 27, 2007 10:19 AM (GMT)
Meski Paus VATIKAN Lecehkan Islam, 3220 Umat Kristiani KENYA Nyatakan Masuk Islam!!
Sekalipun berbagai pelecehan diarahkan pemimpin spitual Vatikan, Benediktus XVI baru-baru ini terhadap Islam, namun realitasnya, umatnya sendiri menganggap kosong ucapannya tersebut dan mereka dengan berbondong-bondong malah memeluk agama Islam.!!
Kenyatan pahit bagi sang paus tersebut terjadi di KENYA di mana sekitar 3220 penganut Kristen masuk Islam di tangan para Da’i jebolan fakultas Syari’ah dan Dirasat Islamiah yang dikelola oleh Lembaga Muslim Afrika.
Seperti yang dilansir kantor berita Islam, para ‘muallaf’ tersebut sebelumnya mengikuti training pengajaran agama Islam yang diadakan di kawasan timur Kenya, kawasan pantai dan kawasan tengah dan barat.
Sementara itu di tempat lain, tepatnya di kota Rafha, sebelah utara Kerajaan Arab Saudi, sekitar 143 orang menyatakan masuk Islam. Keislaman para muallaf yang terdiri dari berbagai kewarganegaraan itu dimeriahkan dengan sebuah pesta kehormatan untuk mereka. Mereka masuk Islam sepanjang tahun lalu. Di kota itu sendiri, sepanjang 4 tahun yang lalu telah masuk Islam sekitar 413 orang dari berbagai kewarganegaraan.
Yang lebih pantastis lagi adalah realitas yang terjadi di Mesir di mana disebutkan, perguruan tinggi Islam tertua, al-Azhar asy-Syarif setiap harinya menerima puluhan orang yang menyatakan masuk Islam dari berbagai kewarganegaraan. Mereka telah rela menjadikan Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad SAW sebagai Rasul.
Para pemeluk Islam baru tersebut menegaskan, di bawah naungan Islam mereka baru menemukan agama yang sesuai dengan tuntutan fitrah yang suci dan akal sehat. Islam-lah sesungguhnya agama perdamaian itu.!!
Seperti diketahui, pemimpin Vatikan telah menukil ucapan-ucapan pemimpin imperium Byzantium yang menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai orang yang tidak datang ke dunia ini selain sebagai orang ‘jahat’ dan tidak manusiawi. Statement yang disampaikan di hadapan jema’at ini tak ayal menimbulkan ketersinggungan umat Islam di seantero dunia. Mereka menuntut paus untuk meminta ma’af secara terang-terangan sebelum mengajak berdialog. Hingga kini, polemik ini masih terus terjadi di mana sang paus kembali menunjukkan kesombongannya untuk tidak mau meminta ma’af bahkan menuding ada pihak yang telah memelintir ucapannya.!!??
Dostları ilə paylaş: |