Tarbiyah dzatiyah


Kiat-kiat praktis dalam pergaulan



Yüklə 153,6 Kb.
səhifə3/5
tarix29.10.2017
ölçüsü153,6 Kb.
#20248
1   2   3   4   5

Kiat-kiat praktis dalam pergaulan
7 Kiat memilih tempat kost
Ada kalanya karena suatu hal kita harus tinggal jauh dari rumah kita. Misal karena urusan studi, kuliah, praktek lapangan atau kerja di perantauan. Hal ini akhirnya mengharuskan kita kost di suatu tempat atau rumah. Berikut kiat-kiat agar tetap terjaga kepribadian kita, yakni dengan memilih rumah kost yang baik, memadai dan kondusif bagi penjagaan nilai-nilai keimanan.
Kiat yang bisa ditempuh diantaranya


  1. Pemilik kost seorang muslim. Mengapa? Yakni untuk menjalin silaturrahmi, ukhuwah, menghindarkan dari lingkungan dan kebiasaan non muslim, memperluas ladang da’wah, menghindari mengkonsumsi makanan yang tidak halal.

  2. Pilih tempat kost yang sesuai dengan konsidi keuangan.

  3. Tidak jauh dari tempat belajar, bekerja dan aktifitas harian lainnya.

  4. Perhatikan calon penghuni satu kost atau satu rumah, guna menghindari campur baur laki-laki perempuan.

  5. Melalui informan yang dapat dipercaya, yang seiman dan aseaqidah yang memahami kebutuhan integritas keimanan kita.

  6. Perhatikan lingkungan dari bahaya preman, para pemabuk, bahaya banjir, dan bahaya lainnya.

  7. Cermati harga dengan kesesuaian kondisi dan lokasi, cermati sistem pembayaran dan syarat serta pertimbangan lainnya.


8 Kiat Mengkondisikan Tempat Kost
Bagaimana menciptakan kondisi kost yang baik. Berikut simak kiat berikut:


  1. Carilah teman-teman yang seiman, sefikrah dan cenderung pada kebaikan.

  2. Tetapkan tatatertib, jam kunjung, kebiasaan yang harus dijauhi, kesepakatan bersama dan lain-lain. Tetapkan bersama masalah kebersihan, kekompakan, suasana saling menasehati dan lain-lain.

  3. Buat aturan dengan teman sekamar terkait dengan kebersihan, jam belajar, jam terima tamu, pengaturan ruang, penyuasanaan, ketenangan dll.

  4. Jaga kebersihan sebagai potret keimanan.

  5. Kelolah keuangan dengan baik, dan biasakan menabung, serta pintar-pintarlah mengatur (menyiasati) penghasilan atau wesel dengan baik.

  6. Atasi homesick atau kangen rumah dengan membangun komunikasi harmonis antar sesama penghuni.

  7. Ciptakan suasana ruhani yang kondusif untuk ibadah, belajar dan aktifitas da’wah.

  8. Hiasilah rumah dengan shalat sunnah dan tilawah Qur’an.


12 Kiat Mimilih Rumah Kontrakan

  1. Perhatikan lingkungan secara umum, kebiasaan masyarakat sekitar, kebanyakan penghuninya. Apakah tempat orang-orang bermaksiat atau taat?

  2. Cari informasi harga sewa kontrakan pada umumnya di tempat dimaksud. Lebih mamannya melalui masjid terdekat, informasi dari takmir dan jamaah masjid.

  3. Carilah rumah kontrakan yang dekat masjid.

  4. Lihat kondisi fisik rumah secara cermat, baik aspek pengairan, kelayakan kamar, keamanan, pencahayaan, pertukaran udara, kelembaban, bahaya banjir, ketenangan, hijab antara laki-laki dan perempuan.

  5. Hindarkan satu kontrakan dua keluarga atau lebih yang bercampur anatara laki-laki perempuan.

  6. Pastikan Anda bersama orang yang seiman dan satu fikrah dan orang-orang yang aktif dalam kegiatan keislaman.

  7. Negosiasikan harga sesuai kelayakan tempat dan kebutuhan ruang serta kemampuan finansial.

  8. Jangan terburu-buru menyetujui bila belum merasa plong atau sreg betul. Lakukan shalat istikharah untuk memohon kemantapan dari Allah.

  9. Pastikan fasilitas dan garansinya, jangan mudah tergiur janji-janji pemilik rumah. Yang penting lihat bukti yang ada.

  10. Bukti-bukti transaksi harus tertulis berikut janji dan kesepakatan yang dibuat, agar memiliki kekuatan hukum.

  11. Jangan terburu-buru membayar untuk waktu yang lama, tapi wait and see. Bila perlu beri sedikit porsekot untuk kepastian, dan bayar kemudian setelah sreg betul.

  12. Bila telah merasa betah secara ruhani, sakinah wa rahmah segera perpanjang kemudian.


12 Ciri rumah yang tidak sehat


  1. Alkoholik

  2. Ketergantungan pada obat

  3. Tingkah laku kompulsif, misal makan yang kompulsif, bekerja, membersihkan, berjudi, diet, belanja, olah raga. Semua serba berlebihan sehingga hubungan yang jujur dan kemesraan menjadi rusak.

  4. Penganiayaan ibu dan atau anak.

  5. Tingkah laku seks yang tidak normal, incest dan sebagainya.

  6. Perkelahian dan ketegangan yang berkelanjutan serta terus menerus.

  7. Saling diam, tidak bicara dalam waktu yang lama.

  8. Kompetitif antara ortu dengan anak.

  9. Ortu tidak konsisten dengan ucapan dan tidak sinkron antara kita dengan perbuatan.

  10. Ortu suka berbohong.

  11. Ortu suka menghindari anak-anaknya.

  12. Peraturan rumah yang terlalu kaku dan otoriter.

Misalnya penggunaan uang, ruang atau kamar, waktu, tempat dan sebagainya. Sehingga tidak ada kehangatan karena penekanan bukan pada kemesraan hubungan keluarga tapi semata-mata mengikuti aturan.
Jika anda hidup di tengah keluarga yang memiliki satu ciri di atas. Anda berbakat untuk tertipu.
Terapi rumah yang tidak sehat


  1. Menyadari kondisi, dan intropeksi kenapa sampai terjadi kemudian diambil langkah-langkah terpadu dalam penyelesaian.

  2. Mau merubah sikap dan berjanji agar tidak tertipu dengan kondisi.

  3. Mempertajam bashirah atau mata hati dengan mengakrabkan diri kepada Allah, Al Qur’an dan As Sunnah Rasulullah.

  4. Menempatkan Allah dalam posisi “tercinta”.

  5. Memperluas wawasan keislaman sehingga tidk mudah diombang-ambing oleh situasi dan kondisi.

  6. Carilah sahabat, teman, atau lingkungan yang ta’at kepada Allah.

  7. Belajar untuk berani menghadapi kenyataan dan kekurangan-kekurangan.

  8. Kembangkan potensi agar lebih percaya diri.

Wallahu A’lam.
~o0o~

Fungsionalisasi diri
Apakah selama ini kita sudah bisa memberi manfaat bagi masyarakat? Anda lebih tahu. Satu kebahagiaan jiwa manakala ia bisa memberi sesuatu kepada orang lain. Ini adalah kepuasan jiwa yang luar biasa. Ia ada dan keberadaannya diakui. Ia hadir untuk memberi solusi, bukan untuk membebani. Ia bukan lilin yang menerangi sembari membakar dirinya. Ia adalah “air” yang suci lagi menyucikan. Kitalah? Allahu A’lam.

Rasulullah saw bersabda, “Dan perumpamaan mukmin itu seperti lebah. Ia hinggap di tempat yang baik dan memakan yang baik, tetapi tidak merusak (HR Thabrany)

Allah memberikan gambaran bahwa penyeru ke jalan Allah dan menyeruh ke jalan syetan lyaknya seorang yang bisu dengan seseorang yang menyeru berbuat adil. Firman Allah, “Dan Allah membuat perumpamaan dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak bisa berbuat sesuatu pun dan dia menjadi beban atas penanggungnya, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan pun. Samakah orang itu dengan orang menyuruh berbuat keadilan, dia berada pula di atas jalan yang lurus.” (An Nahl: 76).

Hadirilah bersama kebaikan. Pergila bersama kemuliaan. Rasulullah saw pernah ditanya tentang mukmin yang paling baik. Beliau menjawab, “Yang paling bermanfaat bagi sekitarnya.” Rasul juga bersabda, “Barangsiapa menunjuki orang lain pada kebaikan baginya pahala seperti orang yang melakukannya.”

Sayyid quthub berkata, “Manakala nilai hidup ini hanya untuk diri kita, maka akan tampak bagi kita bahwa kehidupan kecil dan singkatan. Yang dimulai sejak kita memahami arti hidup dan berakhir hingga batas umur kita. Tetapi apabila kita hidup juga untuk orang lain maka jadila hidup ini bermakna panjang dan dalam. Bermula dari adanya kemanusiaan itu sendiri dan berlanjut sampai kita meninggalkan dunia ini…” (Afraah Ar-Ruuh, hlm. 9).

Manusia adalah makhluk sosial. Betapapun hebat dan kayanya seorang manusia, ia tak mungkin hidup sendiri. Ia ada, kemudian menjadi hebat dan kaya pun karena ada andil dari orang lain. Karena itu Allah menciptakan manusia sekaligus dengan menciptakan aturan pula bagi manusia untuk saling membutuhkan, saling berhubungan, saling memberi dan saling menerima baik dengan sesama muslim, maupun muslim dengan non muslim.

Rasulullah bersabda, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling mencintai, saling mengasihi dan saling membantu, laksana satu tubuh. Bila salah satu anggotanya merasa sakit, maka seluruh anggota tubuhnya turut merasakan sakit, seperti kena demam atau tidak bisa tidur.” (HR Ahmad dan Muslim).

Mu’adz bin Jabbal ra pernah bertanya kepada Nabi saw tentang sebaik-baik iman. Rasulullah bersabda, “Engkau mencintai manusia apa-apa yang engkau cinta untuk dirimu, dan engkau membenci untuk mereka apa-apa yang engkau benci bagi dirimu.”

Aplikasi nyata tarbiyah dzatiyah adalah ketika seseorang mampu memfungsikan dirinya secara maksimal untuk kebaikan. Yaitu berupa:



1. Fungsional ijtima’iy (sosial). Yakni setiap muslim memberikan konstribusi positif dalam lapangan sosial seperti di lingkungan terdekat hingga ke tempat-tempat tertentu yang membutuhkan ulurkan tangannya.

2. Fungsionalisasi da’awi. Yakni upaya memfungsikan diri untuk terlibat secara aktif dalam da’wah. Ini penting untuk menjaga keberlangsungan da’wah, melakukan amar ma’ruf nahi mungkar agar agar tercipta suasana kondusif bagi tertegaknya risalah Islam.

3. Fungsional tarbawi. Yakni menjadi kader da’wah yang aktif membina umat. Bukan melahirkan kader-kader da’wah baru untuk menjadi mitra kerja dan pelanjut estafeta da’wahnya. Da’wah yang mulia ini akan terasa berat bila dipikul sendirian, tapi akan menjadi nikmat dan ringan apabila ada keterlibatan diri secara aktif dalam amal jama’i.
~o0o~

Bina diri dalam da’wah
Da’wah secara bahasa berarti seruan, ajakan, undangan. Secara terminologi, istilah, atau secara syar’i, da’wah didefinisikan sebagai aktifitas menyeru atau mengajak manusia ke jalan Allah dengan cara hikmah, nasihati yang baik dan diskusi yang lebih argumentatif. Yakni agar manusia mengingkari segala sesembahan selain Allah dan beriman kepada Allah serta mengeluarkannya dari kegelapan jahiliyah kepada cahaya Islam.

Menurut Imam Ibnu Taymiyah da’wah adalah ajakan untuk beriman kepada Allah sesuai dengan apa yang dibawa oleh Rasul, dengan membenarkan apa yang dikabarkannya dan mentaati apa yang diperintahkannya. Menurut Sayyid Quthub, da’wah adalah perseteruan antara al haq dan al batil, permusuhan abadi kemungkaran dan kebenaran. Menurut Ustadz Fathy Yakan da’wah adalah proses al hadmu wal bina’ yaitu meruntuhkan nilai-nilai kejahiliyahan dalam segala bentuk, pemikiran, akhlak dan sistemnya, kemudian dibangun masyarakat di atas landasan Islam, bentuk tampil luar maupun isinya, sistem dan cara hidupnya. Inti dari da’wah adalah aplikasi Laa ilaaha illallah secara ril. Yaitu menerapkan al bara’ wal wala’ secara kongkrit.

Dalam perkembangannya kata da’wah bukan saja sebagai gerakan untuk menyebarkan Islam kepada orang-orang yang masih kafir tetapi berlaku juga ajakan untuk orang-orang yang sudah berislam, agar istiqomah melaksanakan ajaran Islam, memperbaiki kualitas pengabdian kepada Allah. Da’wah dapat bermakna mengislamkan orang Islam akan hakekat Islam.

Dari pengertian da’wah di atas, tarbiyah dzatiyah berperan sangat penting dalam pembentukan karakter mukmin yang kaffah. Baik sebagai syakhshiyah islamiyah mutakamilah (pribadi muslim yang sempurna) maupun syakhsiyah da’iyyah mutamayyizah (karakter da’i yang unik). Da’wah sekedar teori di mimbar tapi ia adalah kata-kata yang hidup yang tercermin dalam pribadi da’i sebagai prototipe nilai Islam yang dida’wahkannya.


Sifat Da’wah
Aktif bukan pasif yakni selalu melakukan upaya, aktifitas yang terus-menerus, tanpa menunggu-nunggu. Karena cepatnya gerak da’wah para da’i harus selalu siap meniti jalan da’wah.

Dinamis bukan statis, yaitu adanya interaksi yang saling ketergantungan dan saling melengkapi satu-sama lain. Ia bergerak laksana air yang selalu mengalir dan ‘menghidupkan’.

Offensif bukan defensif yaitu selalu mencari peluang-peluang menyebarkan fikrah Islam melalui berbagai peluang dan sarana yang ada. iBarat air, aktifis da’wah berupaya mencari celah-celah untuk dapat berda’wah, di mana saja dan kapan saja.

Syamilah bukan juz’iyah. Artinya nilai-nilai Islam yang disampaikan secara utuh menyeluruh, bukan hanya sebagian atau sepotong-potong saja agar tidak menimbulkan kesalahan pemahaman dan pengalaman.

Manhajji bukan khayali. Artinya da’wah selalu berlandaskan pada tuntunan Al Qur’an, Sunnah dan contoh Rasulullah saw dalam Sirah Nabawiyah. Manhaj da’wah sangat jelas laiknya matahari di siang bolong.

Sifat-sifat da’wah ini akan terwujud bila pada da’inya menjadi pelopor dalam bersikap dan berda’wah. Karakter juru da’wah otomatis harus mewakili sifat da’wah yang disampaikannya, karena pribadi da’i adalah da’wah itu sendiri.


Tujuan Da’wah: Kepada Allah
Berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah, maka da’wah yang dilakukan semata-mata hanya untuk menyeruh ke jalan Allah. Karena,


  1. Da’wah adalah semulia-mulia pekerjaan

Allah swt. berfirman,


Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeruh kepada Allah dan melakukan amal shalih serta berkata ‘Sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Fushshilat: 33)


  1. Jalan da’wah adalah jalan para Nabi

Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikuti mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (Yusuf: 108)


Penyimpangan tujuan da’wah


  1. Ilayya (kepada-ku)

Aktifitas da’wah yang mengajak kepada figur, da’i, mubaligh, kyai dan sebagainya. Maka timbullah figuritas, penokohan dan taklid buta pada seseorang. Akibatnya tokoh dijadikan standar kebenaran bukan kebenaran itu sendiri untuk mengukur ketokohan seseorang.


  1. Ilaina (kepada kami)

Yakni ajakan da’wah untuk mengikuti aliran atau golongan tertentu. Ketika lebih menonjolkan kelembagaannya daripada keislamannya. Padahal karakteristik da’wah Islam adalam islamiyah qoblal jam’iyyah. Munculnya penyakit fanatisme (ashobiyah) terhadap organisasi, timbullah firqah (perpecahan), bukan lagi mengutamakan izzah Islam tapi mengutamakan lembaga dan golongan.


  1. Ilaihim (kepada mereka)

Ketika da’wah membawa pesan sponsor seperti da’i KB pada masa orba, da’i transmigrasi, da’i pemerintah, maka terjadilah penyelewengan (insilakh), tidak independen, dapat disetir dan ‘dibeli’ oleh kekuasaan dan kepentingan sesaat.

Maka meski da’wah telah memasuki wilayah politik, ia harus tetap menjaga orisinalitas gerak dengan memperkokoh barisan kader melalui tarbiyah dzatiyah. Seperti yang dilakukan Partai Keadilan dengan memperkokoh kaderisasi sebagai pilar gerakan politiknya. Karena kerja politik yang dilakukan sesungguhnya adalah kelanjutan dari da’wah itu sendiri secara komperehensif.



Tarbiyah dzatiyah ini untuk membimbing setiap muslim dan setiap da’i agar senantiasa meluruskan niat dan memberbaharui keikhlasan amalnya semata-mata karena Allah, lain tidak. Manusia ke jalan Allah, menegakkan risalah Allah dan meraih ridha Allah, setiap da’i harus memiliki al fahm wal ikhlas secara paripurna.
Target Da’wah


  1. Mengingkari thaghut, yaitu mengingkari segala bentuk sesembahan (ilah) selain Allah. (QS Al Baqarah: 256). Menurut Umar bin Khatthab, Thaghut berarti syetan, maka mengingkari thaghut berarti melawan setiap ajakan dan seruan syetan dalam segala bentuk, rupa, model, cara kemasan dan sistemnya.




  1. Beriman kepada Allah. Yaitu memurnikan keimanan dan pemahaman terhadap kalimat “laa ilaaha illallah”, dalam hati, lisan dan tindakan secara sungguh-sungguh, kontinyu, istiqomah, merasakan adanya ma’iyatullah (kesertaan Allah), muraqabatullah (pengawasan Allah), iqaabullah (adzab dari Allah), baik didunia maupun diakhirat.




  1. Mengeluarkan dari kejahiliyahan. Yaitu membebaskan pikiran, hati, jiwa, perasaan, kecenderungan, perilaku, keperpihakan dari berbagai sistem nilai jahiliyah dari luar Islam.




  1. Memasukan ke dalam cahaya Islam dengan mencelupkan seluruh aktifitas kehidupan dengan celupan Islami (shibghah Islami)


Karakteristik Da’wah


  1. Rabbaniyah wa ilahiyah. Berkebutuhan, karena selalu menyadarkan aktifitas da’wah kepada Allah (QS Ali iran: 79), baik dari sisi sumber (masdar ad da’wah), prinsip ajarannya (mabda ad da’wah), cara (wasa’il ad da’wah), mampu tujuannya (ghayah ad da’wah).




  1. Fitriyah. Yakni da’wah Islam adalah untuk mengembalikan nilai-nilai fitrah kemanusiaan kemudian mengarahkan dan meluruskan kecenderungan untuk meraih kebahagiaan manusia itu sendiri, di dunia dan di akhirat. (QS Asy Syams: 7-10)




  1. Insaniyah. Yaitu menyentu kemanusia, memanusiakan manusia agar tetap berada dalam kemuliaannya (ahsani taqwim) bukan terjerumus pada kehinaan (asfala safilin). Yakni dengan menegakkan misi khilafah, ri’ayah dan ibadah (Adz Dzariyah: 56). Maka manusia dibimbing untuk dirinya sebagai hamba Allah dan janjinya kepada Allah (mu’ahadah).




  1. Syamilah mutakamilah. Da’wah bukan hanya sekadar mengurus aspek ritual dan peribadatan, tapi juga menggarap semua sisi kehidupan, ipoleksosbud hankam (Al Baqarah: 208, Al Maidah: 3). Da’wah membentuk manusia sempurna, insan kamil. Tak ada satu sisi pun yang melewatkan diri kinerja da’wah.




  1. Tsabi yakni konsisten dan tetap nilai-nilai yang diperjuangkannya, landasan yang dijadikan pijakan, tujuan yang hendak dicapai. Perubahan-perubahan yang terjadi hanya seputar mekanisme dan cara pencampaian yang lebih sesuai dan tepat pada sasaran dan waktu yang tepat. Ini menjadikan da’wah Islamiyah senantiasa bergerak secara mu’ashirah ghairu taqlidiyah (selalu mengikuti perkembangan dan tidak statis).




  1. Islamiyah qabla al jam’iyyah. Yakni mendahulukan Islam atas segala lembaga, wadah, organisasi, jamaah, golongan, partai, kelompok apapun dan manapun. Karena prinsipnya ‘al Islam ya’lu walaa yu’laa ‘alaih’, Islam adalah yang tertinggi, tidak ada kerendahan di dalamnya.




  1. `Alamiyah wa mahaliyyah, yaitu berorientasi Internasional maupun lokal. Karena da’wah di mana pun adalah satu kesatuan yang utuh satu sama lain, seperti tunuh yang satu, lainnya bangun nan kokoh dan barisan yang tersusun rapi. Satu sam lain saling menguatkan dan saling membantu, nahnu minhum, nanhu ma’ahum wa nahnu lahum. Orientasi perubahan adalah global, mendunia, meski aktifitasnya dimulai dari lokal. (Think globally act locally).

Allah berfirman, “Adapun orang-orang kafir sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (wahai kaum Muslimin) tidak melaksanakan aoa yang diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.(QS Al Anfal: 73).




  1. Ilmiyah (keilmuan). Yakni da’wah Islam ditegakkan diatas dasar-dasar yang ilmiah, jelas, obyektif, sistematis dan metologis. Sehingga da’wah daat diterima dengan sepenuh kesadaran hati dan pikiran, tanpa ada paksaan. (QS Al Baqarah: 256).




  1. Bashirah islamiyah. Yakni memberikan pencerahan, karena da’wah disampaikan berdasarkan bukti-bukti yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan, memiliki dasar dan petunjuk pelaksanaan yang jelas. Sehingga seorang yang hendak berdakwah mestinya memahami:




  1. Materi da’wah (maudhu’ da’wah), yakni seluruh sisi dalam syariat islam secara utuh dan seluruh yang dikenal sebagai fiqhul ahkam. Hal ini mencakup pokok-pokok dalam aqidah, syariat (halal-haram dsb), akhlak. Sehingga sebagai juru da’wah memiliki dasar dan pegangan yang kuat materi apa yang harus disampaikannya.




  1. Kondisi obyek da’wah (fiqhul mad’uw). Yakni keadaan orang atau sasaran da’wah berupa usia, tingkat pendidikan, profesi, sosiologi dan psikoligisnya, dari kalangan ahli kitab atau bukan, dan sebagainya. Da’i yang bijak akan mempelajari betul kondisi obyektif mad’uw sehingga dapat menyampaikan da’wah secara pas. Oleh karena itu diperlukan adanya fakta dan data sebelum berda’wah agar apa yang disampaikan dapat menyasar.




  1. Tatacara berda’wah (kaifiyah ad da’wah). Yakni bagaimana seorang da’I dapat menyampaikan materi da’wah kepada obyek da’wah yang dihadapinya. Di sini diperlukan pengetahauan yang luas tentang teladan da’wah Rasulullah dalam sirah nabawiyah, sehingga setiap langkahnya mengacu kepada Rasul saw. (QS Al Ahzab: 21). Dalam mengaplikasikan fiqhul da’wah dibutuhkan adanya amal jama’i diantara para aktifis da’wah, karena sehabat apapun kemampuan seorag da’i tak mungkin dapat meraih kesuksesan da’wah sendirian.




  1. Inqilabiyah ghairu tarqi’iyah (perubahan yang fundamental, bukan sekedar tambal sulam). Bahwa dalam merubah masyarakat yang memiliki permasalahan yang kompleks harus pula dilakukan perubahan secara inqilabiyah (revolusioner). Artinya perubahan fundamental menyangkut segi-segi penampilan, keyakinan, pemikiran, perasaan, mental, selera, gaya hidup, kecenderungan dan sebagainya. Bila perubahan hanya sebatas menambal ‘yang bolong’ maka akan makin banyak kebocoran lain berikutnya.

Perubahan dilakukan dengan kesadaran untu memperbaiki diri, kemudian membentuk keluarga, menata masyarakat dan memperbaiki pemerintahan, menegakkan risalah Islam secara mendunia sebagai rahmatan lil ‘alamien. Ini merupakan megaproyek da’wah antara gerakan da’wah yang tertata rapi lainya satu tubuh yang saling menguatkan.




  1. Marhaliyah (bertahap). Jalan da’wah yang akan dilalui begitu berat, panjang, berliku, penuh tantangan, rintangan dan hambatan. Untuk bertahap dan berkesinambung. Setiap tahapan miliki tuntutan yang berbeda dengan fase lainnya. Pada setiap fase dibutuhkan para aktifis sesuai keahliannya. Likulli marhalatin mutatholabaatuha walikulli zamaanin rijaaluha. Da’wah akan terus berjalan, baik dengan keterlibatan kita atau tanpa kita. Merugilah orang yang hanya menunggu tanpa aktifitas sama sekali.


Obyek Da’wah
Siapakah obyek da’wah Islam? Kadang berfikir oleh juru da’wah bahwa obyek da’wah adalah orang lain di luar dirinya. Padahal bila menjuruk pada QS An Nahl ayat 125 bahwa seruan da’wah itu ditujukan kepada semua manusia. Berarti saya, anda, mereka dan kita adalah obyek da’wah, karena kita manusia.

Da’wah harus dimulai dengan menda’wahi dan memperbaiki diri sendiri dan orang terdekatnya, keluarganya, anak dan istrinya. (QS At Tahrim: 6) bila mengabaikan hal ini, seindah apapun untaian kalimat-kalimat di tengah tujuan umat tak akan ada artinya sama sekali kecuali hanya akan mendatangkan adzab Allah swt.



Urgensi Da’wah


  1. Da’wah adalah kebutuhan dasar setiap manusia (dharurah basyariyah)

Saat ini kita menyaksikan kondisi kemanusiaan benar-benar berada dalam kejahiliyahan dan kesesatan yang nyata, berada di tepi jurang kehancuran. Degradasi moral, ketidakadilan, kejahatan, kemaksiatan merajalela. Secara fitrahnya, manusia menginginkan kehidupan yang tentram, damai, aman sejahtera dan sebagainya.

Namun bila dalam kondisi kritis seperti sekurang tidak ada sekelompok umat yang sabar untuk berda’wah, maka datangnya adzab Allah akan begitu cepat, dan itu ternyata telah kita rasakan dan saksikan sendiri. Yakni adanya berbagai musibah yang melanda akibat keboborkan manusia di pengunjung zaman ini. Da’wah sangat penting guna menyelamatkan manusia dari kehancuran dan menghindarkan diri adzab-Nya.

Allah berfirman, “Dan peliharalah dirimu dari adzab (bencana) yang tidak hanya menimpa orang-orang yang berbuat zalim di anatara kamu saja.(QS Al Anfaal: 25)

Dalam sebuah riwayat Bukhari Muslim, Rasulullah saw pernah ditanya oleh Zainab binti Jahsyi ra. Istri Nabi, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan dibinasakan, padahal di antara kami masih banyak orang-orang shalih?” Rasulullah saw bersabda, “Benar, apabila kerusakan telah merata di mana-mana.(HR Bukhri Muslim).


  1. Da’wah adalah kewajiban ayariat (faridhah syar’iyyah)

QS Ali Imran ayat 104 Allah menegaskan wajibnya berda’wah. Yaitu adanya “Iam amr” dalam kalimat “waltakun…”. Sedang kalimat “minkum” menunjukkan kifayah manakala kewajiban itu telah tercukupi di dalam masyarakat kaum muslimin. (Lihat Fiqh da’wah, DR Jum’ah Amin Abdul Aziz, Era intermedia)

Selama da’wah belum terlaksana dengan sempurna, belum tercukupi kebutuhannya di lapangan, maka da’wah masih menjadi “fardhu ‘ain” bagi setiap muslim. Terwujudnya sekelompok orang yang menegakkan da’wah tetap menjadi fardhu kifayah apabila kewajiban ini telah dilaksanakan dengan sempurna. Setiap muslim memiliki tanggung jawab dan kewajiban dalam berda’wah. Kita adalah da’i sebelum profesi apapun (nahnu du’at qabla kulli syai’in).

Da’wah wajib dilakukan oleh setiap muslim manakala melihat adanya kemungkaran. Rasul saw bersabda, “Barangsiapa di antara melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Bila tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, bila tidak mampu maka ubahlah dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.(Hr Muslim).


Rambu-rambu di jalan da’wah
Jalan da’wah begitu panjang lebih panjang dari umur manusia. Berkelok-kelok, menanjak, menurun, jurang yang dalam, dingin dan terjal, rambu-rambunya agar tidak tersesat.


  1. Jadilah kamu seperti pohon, mereka melemparimu dengan batu tapi engkau bembatasnya dengan buah tapi engkau membalasnya dengan buah.

  2. Kenalilah Rabb-mu, perbaikilah dirimu kemudian serulah orang lain pada kebaikan.

  3. Faqidusy-syai laa yu’tih, orang yang tidak memiliki sesuatu tak dapat memberikannya kepada orang lain.

  4. Tegakkan Islam di dadamu niscaya tegak di bumimu.

  5. Yakhtalituuna walakin yatamayyazuun, bercampur tapi berbeda.

  6. Alwaajibat aktasru minal auqoot, kewajiban itu lebih banyak dari waktu yang tersedia.

  7. Laisa kulla maa yu’rafu yuqaalu, tidak semua yang diketahuinya diucapkan.

  8. Laisa kullamaa yuqaalu ya’ti zamanuhu, tidak semua yang diucapkannya telah datang masanya.

  9. Laisa kulla maa ya’ti zamanuhu ya’ti rijaluhu, tidak semua yang telah datang masanya telah datang pula personalnya.

  10. Tegas dalam prinsip simpatik dalam penampilan.

  11. Memahami tujuan separo dari kesuksesan.

  12. Gagal merencanakan berarti merencanakan kegagalan.

  13. Kenyataan hari ini adalah impian kemarin, dan impian hari ini adalah keyataan yang terjadi esok hari.

  14. Waktu adalah bagian dari solusi dan pembentukan.

  15. Sekeras-keras hati manusia itu hanya bagaikan lemari besi yang dapat dibuka dengan kunci yang relatif kecil.

  16. Manusia ibarat putaran jarum jam. Serusak-rusak seseorang ibarat jam yang rusak, paling tidak ia benar dua kali dalam sehari.

  17. Orang yang bahagia adalah orang yang dapat mengambil pelajaran dari orang lain.

  18. Orang yang sensara adalah orang yang dijadikan pelajaran oleh orang lain.

  19. Lidah orang yang berakal dalam hatinya, hati orang bodoh dalam lidahnya.

  20. Orang yang cerdas bukanlah orang yang dapat membedakan yang baik dari yang buruk, tetapi orang yang cerdas adalah orang yang mampu membedakan dua keburukan.

  21. Menghindari bahaya lebih diutamakan daripada mencari kemaslahatan.

  22. Sesuatu yang tidak dapat diambil keseluruhan janganlah ditinggalkan sama sekali.


Kaidah-kaidah Dakwah


  1. Keteladanan itu lebih didahulukan sebelum dakwah (al qudwah qobla ad-da’wah).

  2. Mengikat hati itu lebih didahulukan sebelum memperkenalkan (at-ta’lif qabla at-ta’rif).

  3. Memperkenalkan itu lebih didahulukan sebelum memberi beban tugas (at-ta’rif qabla at-taklif).

  4. Bertahap dalam memberikan beban tugas (at-tadarruj fit takaalif).

  5. Mempermudah bukan untuk mempersulit (at-taisir laa at-ta’siir).

  6. Menyampaikan hal-hal prinsip sebelum yang cabang (al ushul qobla al furu’).

  7. Memberi kabar gembira sebelum memberi peringatan (at-targhib qabla at-tarhib).

  8. Memahamkan bukan mendoktrin (at-tafhiim laa at-talqiin).

  9. Mendidik bukan menelanjangi (at-tarbiyah laa at-ta’riyah).

  10. Menjadi muridnya imam bukan menjadi muridnya buku (tilmidzu al imam laa tilmidzu al kitaab).


Komusikasi da’wah
Dalam suatu survei pernah ditanyakan kepada sekumpulan pelajar mengenai suatu persoalan yang paling mereka sesali. Mayoritas mereka menjawab, “Saya tidak mengenal siapa ibu bapak saya sebenarnya.” Walaupun mereka hidup di bawah satu atap, mereka tidak bisa memahami satu sama lain secara baik.

Demikianlah, ternyata hal itu memang terjadi juga disekitar kita. Kita ternyata tidak begitu memahami orang-orang yang dekat dengan kita. Boleh jadi Anda belum mengenal secara baik tentang suami atau istri Anda padahal Anda telah hidup selama 5 tahun bersamanya. Itu bisa saja terjadi karena Anda tidak mengetahui cara berkomunikasi secara baik.


Berikut ini beberapa tindakan yang mungkin dapat memperlancar proses komunikasi.

  1. Berkomunikasi berarti membiarkan orang lain mengenal Anda dan menjalin pengertian dengan Anda.

  2. Kendala utama untuk berhubungan dengan orang lain adalah prasangka dan interpertasi. Kita sering kali memberi label kepada orang lain padahal kita belum mengenal orang itu secara mendalam.

  3. Kita mesti bersikap jujur dan sopan. Terimalah orang lain dengan penuh perhatian, kelembutan dan dorongan. Asah kepekaan nurani kita terhadap keperluan mereka dan tunjukkan rasa simpati dan kasih sayang terhadap mereka.

  1. Bicaralah dengan seseorang dengan menghadapkan seluruh posisi tubuh ke teman bicara. Sehingga orang lain merasakan diri mereka penting dan bertaggung jawab walaupun orang itu seorang anak-anak. Begitulah Rasulullah saw mencontohkan.

  2. Jangan sekali-kali mencoba menguasai orang lain secara paksa.

  3. Bergaullah dengan setiap orang dalam setiap kesempataan. Kurangnya waktu bukan alasan.

  4. Gunakan waktu istirahat Anda bertemu dengan orang yang berbeda. Rencanakan kegiatan bersama dengan orang lain. Anda akan membina hubungan yang sangat berarti dengan setiap orang dalam waktu singkat.

  5. Jangan menunggu orang yang datang terlambat dalam suatu pertemuan. Jika Anda lakukan, Anda mengajar mereka bahwa terlambat adalah suatu yang biasa, juga sekaligus menghukum orang yang datang lebih awal.

  6. Uraikan dengan kata-kata sendiri pesan yang Anda dengar untuk memastikan penyebaran dan penerimaan yang tepat.

  7. Ingat, semakin banyak yang kita fahami semakin banyak yang mampu kita atur. Semakin kurang kita memahami semakin banyak kita memanipulir.

  8. Tersenyumlah kepada saudaramu karena senyum itu shadaqah.


Model komunikasi da’wah
Komunikasi adalah aspek yang sangat menentukan keberhasilan da’wah. Di dalam Al Qur’an dipaparkan berbagai modal komunikasi efektif diantaranya:
Yüklə 153,6 Kb.

Dostları ilə paylaş:
1   2   3   4   5




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©muhaz.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin